Di Tengah Mimpi
(Bagian 2)

(Penerjemah : Nana)


Sekarang sudah musim dingin ketiganya di SMA. Bulan Desember terakhirnya di SMA Suiko.

Ketika jam sekolah usai, Kanna pergi berbelanja sendirian.

Sebenarnya, dia berencana untuk mengajak Iori bersamanya, tapi ketika dia mencoba mengajaknya,

“Oh, aku mau langsung ke rumah Sorata-senpai, jadi aku baru pulang setelah makan malam” ucap Iori sebelum Kanna sempat mengajaknya.

“Ini dia Kanna-chan. Filet ikan buri-nya.”

“Terima kasih.”

Kanna menerima kantong plastik sebagai ganti dari uang yang diberikannya kepada penjual ikan.

“Oh, kelihatannya sedikit sekali?”

Yang memanggil Kanna dari belakang adalah wanita cantik dengan rambut pirang dan warna mata biru. Dia adalah Rita Ainsworth, seorang mahasiswi internasional dari Britania Raya.

“Selamat datang, Rita-chan. Kau tetap cantik seperti biasanya.”

“Heh, terima kasih banyak.”

Rita menjawab salam paman penjual ikan dengan senyum lebar. Ketika dia memikirkan hal itu, pandangan Rita kembali tertuju ke Kanna.

“Apa kau juga sedang diet?”

“Tidak, karena Chihiro-sensei akan makan di luar hari ini.”

“Tetap saja, masih ada Kanna, Yuuko, dan Iori……masih belum cukup, kan?”

“Si bodoh itu juga berencana untuk makan di rumah Sorata-senpai hari ini.”

Kanna berniat untuk menyembunyikan kekesalannya, tapi tanpa sadar nada sinisnya tidak bisa disembunyikannya. Rita yang begitu peka akan hal-hal seperti ini tidak bisa mengabaikan kekesalan Kanna.

“Oh, jadi begitu.”

Rita tersenyum seperti biasa ketika dia sedang menggoda Kanna, seakan dia sudah tahu semuanya.

“Bukan masalah besar, jadi tak perlu dipikirkan.”

Kata-kata tersebut sama saja seperti sedang beralasan.

“Kalau begitu, berarti cuma ada Kanna dan Yuuko malam ini, kan?”

“Ya.”

“Apa kalian mau makan malam di tempatku? Karena sebelumnya aku bertemu dengan Misaki di kampus dan kami berencana untuk makan bersama.”

“Aku harus bertanya ke Kanda-san dulu……”

Karena Yuuko sedang ada tugas piket, dia jadi sedikit terlambat untuk pulang.

Karena Rita tahu kalau Kanna itu orangnya ragu-ragu, dia langsung menelepon Yuuko.

Kanna sudah tahu siapa yang ditelepon oleh Rita. Tidak lain tidak bukan adalah Yuuko.

“Yuuko juga mau ikut.”

Rita yang mengakhiri panggilan teleponnya berbalik dengan senyum lebar. Kanna tidak bisa menolak hal ini.

“Yah, kalau begitu, mari?”

“Ya…”

Kanna tidak bisa menolaknya jadi dia tidak punya pilihan lain selain menjawab “Ya.”

Tempat tinggal Rita adalah apartemen tujuh lantai yang berjarak sekitar lima menit jika berjalan kaki dari Sakurasou. Bangunan apartemen ini seharusnya sudah berumur 10 tahun sejak didirikan, tapi baik penampilan luar maupun dalamnya tetap terjaga keindahannya.

Rita menyewa kamar di lantai lima gedung apartemen ini.

“Silahkan masuk.”

“Maaf mengganggu.”

Kanna melepaskan sepatunya di pintu masuk yang sudah diberi wewangian, dan berjalan ke ruang tamu. Di sana, dapat terlihat tiga ekor kucing yang sedang bermain satu sama lain.

Kamar yang disewa Rita bertipe 2LDK.

“Silahkan duduk.”

Begitu Rita menyuruhnya, Kanna duduk di sofa.

Perabot dengan desain sederhana berjejer di ruangan yang tertata rapi di mana sinar matahari masuk dari jendela besar. Di dinding ruangan, terhias tiga gambar kecil yang tergantung dengan ukuran kartu pos.

“Oh, yang itu? Mashiro menggambarnya saat sedang senggang” ucap Rita sambil membuat teh dengan membelakangi Kanna di dapur.

Gambar tersebut merupakan tiga ekor kucing yang mana model dari ketiganya masih dapat terlihat di sudut ruang tamu. Tiga ekor kucing yang bernama Mizuho, Tsubame, dan Sakura dibawa kemari ketika Sorata lulus dari Suiko.

“……”

Kesan Kanna tentang gambar tersebut cuma bisa diwakilkan dengan kata-kata ‘menakjubkan’ dan tidak ada yang lain lagi. Gambarnya terkesan sangat hidup persis seperti model aslinya. Karena Mashiro menggambar ini di waktu senggangnya, bakatnya dalam melukis bisa dibilang luar biasa.

“Ini untukmu.”

“Oh, maaf.”

Begitu Kanna melihat teh yang diberikan kepadanya, dia menyadari kalau seharusnya dia membantu Rita.

“Tidak apa-apa, sekarang ini Kanna itu tamu.”

“Maaf…”

Kanna mengulangi ucapan yang sama karena dia tidak tahu harus bagaimana bersikap. Senyum ramah Rita tertuju ke arahnya entah kenapa dan dia merasa semakin gugup.

Sambil meminum teh yang ditawarkan, Kanna melihat ke sekeliling. Di depan sofa yang didudukinya, terdapat TV sebesar 40’ inch dengan konsol game di sebelahnya. Ada juga kaset game dari game “Rhythm Battlers.”

“Mau memainkan itu?”

Ketika Rita tinggal di Sakurasou, terkadang Kanna memainkan game itu di kamar Sorata. Tapi dia tidak mengira kalau Rita memainkannya juga sampai-sampai membeli kasetnya.

“Oh, itu, itu punya Mashiro.”

“Eh?”

Kanna sangat terkejut sampai tidak sadar kalau dia menyuarakan keterkejutannya itu.

“Terkadang, setelah menyelesaikan manuskrip untuk komiknya, Mashiro memainkannya, mungkin saja ini caranya untuk mendukung Sorata.

“…”

Apa yang harus Kanna katakan di saat-saat seperti ini.

Dia tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat, Kanna berpikir cukup lama dan akhirnya menanyakan sesuatu tentang Mashiro.

“Apa Shiina-senpai bekerja di ruangan ini?”

Dua pintu kamar tidur dapat terlihat di dinding ruang tamu. Di setiap pintunya, tergantung papan nama dari Mashiro dan Rita yang mereka gunakan saat masih tinggal di Sakurasou dulunya.

“Oh, tidak juga.”

“Eh?”

“Mashiro itu, dia menyewa kamar untuk urusan pekerjaannya sejak tiga bulan lalu.”

“Eh? Berarti dia tinggal sendirian sekarang ini?”

“Ya, tapi cuma menyewa kamar di atas ini.”

Jari Rita menunjuk ke langit-langit sambil tersenyum nakal.

“Kamar di atas hanya 1LDK, dia juga menempatkan kedua asistennya di sana.”

“Asisten?”

Kanna baru mendengar hal itu. Dia kira kalau Mashiro menggambar sendirian. Karena dia pikir tidak ada seseorang yang bisa menyamai Mashiro yang seorang jenius. Tidak peduli seberapa hebat orang itu, Mashiro pasti akan menunjukkan perbedaan antara dirinya dengan orang lain. Namun kalau begitu, bukannya akan lebih bagus jika menjaga kualitas komiknya tetap seperti biasa?

“Yah, asisten cuma di atas kertas saja.”

“Apa maksudnya?”

“Kedua asisten Mashiro adalah orang-orang yang memiliki impian sebagai mangaka, tampaknya memang cukup normal untuk membangun pengalaman sebagai asisten di bawah mangaka profesional. Jadi, tampaknya ada banyak orang yang mengatakan “Apa ada lowongan sebagai asisten Shiina Mashiro-san?”……Ayano-san yang bertanggung jawab sebagai editor juga mendiskusikan hal ini dengan Mashiro, tapi tetap saja awalnya agak susah.”

Jadi singkatnya, tampaknya ada banyak orang yang ingin bekerja di bawah Mashiro, dan sepertinya kedua asistennya sekarang ini berhasil menjadi bagiannya itu.

“Tapi tampaknya Shiina-senpai melakukannya dengan lancar.”

“Mashiro itu yah, kurasa ada sesuatu yang berhasil mengubah dirinya.”

Kebingungan terlihat di wajah Rita yang tercampur dengan senyum ramahnya. Tapi, Kanna langsung mengerti dengan “perubahan” yang dimaksudkan olehnya. Hari-hari Mashiro yang dia jalani saat di Suiko. Orang-orang yang dia temui di sana. Meski mereka dulunya saling bersama-sama, ada beberapa yang memilih untuk berpisah dan menjalani hidup mereka masing-masing pada akhirnya……Sekarang ini sudah berbeda dari hidupnya saat ini karena sudah lama semenjak waktu tersebut berubah menjadi kenangan.

Bel pintu yang berbunyi memecah kesunyian di ruangan itu.

Misaki dan Yuuko tiba sambil membawa bahan-bahan makanan di kedua tangan mereka.

“Maaf mengganggu…Rita-san!

Yuuko menaruh belanjaan yang dibawanya di atas meja.

“Ya ya, kau sudah capek ya? Jadi, bagaimana dengan Aoyama-san?

“Dia tidak bisa ikut karena ada kerja paruh waktu hari ini” ucap Misaki.

“Hmmm, agak mengecewakan.”

“Anu, apa Mashiro-san masih kerja?”

Yuuko membuka pintu kamar Mashiro dan menyadari kalau tidak ada siapa-siapa di dalamnya.

“Kurasa dia akan turun sejam kemudian.”

“Yah kalau begitu, sampai Mashiro-san turun saatnya kita main game! Peraturannya adalah yang kalah harus menyebutkan nama orang yang disuka!”

Sekitar satu jam setelah mereka berempat memainkan game, pintu masuk apartemen terbuka tanpa suara dan Mashiro terlihat berdiri di sana. Dia baru saja turun dari lantai atas, jadi kesan kalau dia baru saja pulang dari bekerja terasa kecil……

“Oh, Mashiro-san, selamat datang kembali!”

“Aku pulang.”

Ketika Mashiro berjalan ke ruang tamu, tiga ekor kucing tersebut langsung mengerubungi kakinya. Dia terhalang oleh kucing-kucing itu, mencoba berjalan ke arah dapur dan menuangkan makanan kucing ke tempatnya. Ketiga kucing tersebut langsung berlomba-lomba makan dengan lahapnya dan Mashiro membelai punggung mereka satu per satu dengan lembut.

“Mashiro, kau sudah selesai?”

“Belum.”

Jika belum, kenapa Mashiro turun kemari? Jawabannya itu langsung diucapkan sendiri oleh Mashiro sesaat kemudian.

“Aku mau memberi makan mereka lalu balik ke atas.”

Rupanya, merawat kucing-kucing tersebut adalah tugas Mashiro. Dan dia terlihat begitu antusias melakukannya. Ketika Kanna mendengar tentang bagaimana hidup Mashiro saat masih di Sakurasou, dia tidak menyangka akan hal ini.

“Baiklah” ucap Misaki dengan suara suram sambil pandangannya menatap ke arah panci yang sudah disiapkan di meja makan.

“Kalian boleh makan duluan.”

Mashiro berdiri dan berjalan keluar dari ruang tamu untuk kembali ke pekerjaannya di atas.

“Oh, Mashiro-san, tunggu!”

Tuuko tiba-tiba memanggilnya.

“Ada apa?”

“Bisa izinkan aku untuk melihat tempat kerja sensei?

“Baiklah.”

“Aku berhasil! Baiklah! Ayo kita pergi, Mashiro-san!

Sambil mendorong punggung Mashiro, Yuuko berjalan keluar.

Apa Yuuko akan mengganggu pekerjaannya…? Kanna tidak sempat untuk mengatakan hal tersebut.

“Karena Mashiro sudah berkata begitu, mau makan duluan?”

“Aku ingin menunggu sampai Shiina-senpai selesai dengan pekerjaannya…”

Kanna ingin menunggunya…menunggu Mashiro, tapi perutnya berkata lain dan dia tidak bisa menyelesaikan yang mau diucapkannya.

“Eh, tunggu, apa?”

Rita menatap wajah Kanna dengan terkejut.

“Tidak apa-apa.”

“No-pan! Jangan begitu, lebih baik jujur.”

Kanna pikir dia memang seharusnya seperti itu. Dia kira, menjadi seseorang yang jujur adalah hal yang sulit baginya.

Setelah itu, Kanna, Misaki, dan Rita duduk di meja makan dan perut ketiganya berbunyi keras.

Yuuko juga masih belum kembali dari tempat kerja Mashiro.

“Kanda-san, kuharap kau tidak mengganggu senpai… tapi…”

Kanna kira hal itu mustahil untuk dihindari. Yuuko itu sangat menjengkelkan. Dia memang menyebalkan, tapi menurut Mashiro dia tidak begitu mengganggunya. Situasi seperti itu dapat dengan mudah dibayangkan.

“Mengkhawatirkan Yuuko memang bagus……bagaimana dengan Kanna sendiri?”

“Bagaimana dengan a…?

“Tentu saja, pasti tentang Iori.”

“Tidak apa-apa, sama seperti biasa.”

“Tapi ketika kita ketemu di pasar tadi, bukannya wajahmu terlihat seperti seorang istri yang tidak bisa menyembunyikan kekesalannya karena suamimu pulang terlambat?”

“W-wajahku tidak seperti itu.”

Tebakan Rita terlalu tepat, tanpa sadar Kanna mencoba membantahnya.

“Apa aku salah?”

“Ya. A-aku tidak punya wajah seperti itu” bantah Kanna dengan cemberut.

“Karena wajahmu sekarang ini memang seperti itu, no-pan!”

Kanna tiba-tiba disentuh oleh Misaki.

Ketika Kanna melihat pantulan dirinya dari layar hitam TV alih-alih dari cermin, dia merasa malu sendiri. “Karena wajahmu sekarang ini memang seperti itu.” ucapan Misaki terngiang-ngiang di kepalanya. Saat dia memikirkan ini, dia tidak bisa menyangkal perkataan Rita dan Misaki.

“…Meski begitu, apa itu buruk?”

Kanna menyerah untuk menyembunyikannya dan bergumam ketika dia mencoba untuk curhat tentang ini.

“Sudah sekitar sebulan setiap pulang sekolah, aku ingin bilang ke si bodoh itu agar jangan pergi ke tempat Sorata-senpai, tapi aku tidak bisa mengatakannya…aku tidak tau lagi…”

Ucapannya yang bimbang itu membuatnya malu dan berhenti tiba-tiba.

“Kanna ingin bilang kalau ‘aku ingin kau lebih peduli padaku’, kan?”

Karena tertebak dengan tepat, wajah Kanna seketika menjadi merah padam.

Apa Rita bisa membaca hati Kanna?

“Yah, seperti itu lah.”

Kanna mencoba untuk menyangkalnya, tapi tidak bisa melakukanya.

“Kalau begitu bilang saja, ‘aku ingin kau lebih memperhatikanku!’”

Apa yang Misaki ucapkan memang benar.

“Oh, aku mengerti. Sepertinya Kanna punya keinginan kuat untuk memonopoli Iori.”

Ucapan Rita benar adanya, Kanna tidak bisa menyangkalnya lagi.

“Apa itu buruk?”

Suara Kanna terdengar sangat kecil sekali seperti orang bisu. Dia merasa kalau tidak bisa menyembunyikan perasaan itu lagi.

“Tidak juga. Melainkan no-pan jadi lebih imut!”

Misaki tiba-tiba memeluknya dari belakang.

“Kyaa!”

Hal itu sangat tiba-tiba, jadi tanpa sadar teriakannya keluar. Teriakan yang khas dari seorang gadis remaja dan hal itu hanya menambah rasa malunya.

“Entah kenapa, aku tetap tidak bisa melakukannya” ucap Kanna yang beralasan.

“Awalnya yah….Meskipun aku menyukainya biasa saja……lama-kelamaan aku semakin menyukai si bodoh itu sekarang……”

“Fuu Fuu.”

Misaki dan Rita mendengarkan Kanna dengan senyum lebar.

“Tapi kurasa hubungan kalian belum banyak berkembang ya?”

“Kanna sedang gelisah, kan?”

“Sudah sejauh mana kalian dalam empat bulan ini?”

“Apa ada hal yang mengejutkan terjadi?”

Untuk menjawab pertanyaan Rita, Kanna mengangguk dengan pelan. Tidak begitu terlihat, tapi Kanna tidak mau mengangkat wajahnya karena dari telinganya saja sudah memerah.

“C-contohnya saja, aku penasaran harus berapa lama sebelum kalian memutuskan untuk ciuman pertama?”

“Dalam kasus ku, aku sudah lama tidak berduaan dengan Ryuunosuke, tapi aku sudah menciumnya.”

Pikiran gadis cantik dari Britania Raya memang berbeda. Anggapannya tentang ciuman sepertinya sangat berbeda dari Kanna jadi tidak begitu membantu.

“Bagaimana dengan Misaki?”

Rita menanyakan hal ini ke Misaki.

“Aku butuh waktu satu minggu untuk ciuman, setelahnya langsung mengajukan surat menikah!”

Kalau yang ini memang berbeda sendiri dari apa yang disebut normal.

Kanna akhirnya menyadari kalau dia salah menanyakan hal ini ke dua orang di dekatnya ini.

“Kalau begitu, artinya Kanna ingin mencium Iori.”

“T-tidak begitu!”

“Pantas saja!”

Misaki semakin memanas-manasinya tanpa ragu.

“Kalau itu…bukan berarti aku ingin melakukannya atau tidak, tapi karena hubungan kami sudah berjalan selama empat bulan, aku hanya penasaran apa memang harus seperti itu?”

“Iori selalu bilang kalau ingin menyentuh dadamu, kan?”

“Tidak, ia memang pernah menyentuhnya sekali, tapi…”

“Tapi?”

Misaki dan Rita sama-sama penasaran.

“Karena si bodoh itu menyentuhnya tiba-tiba, aku mendorongnya tanpa sadar……Setelahnya ia tidak melakukan seperti itu lagi sejak itu.”

Bukannya Kanna membenci pembicaraan seperti itu. Hanya saja dia benar-benar terkejut. Sudah sangat lama semenjak itu terjadi. Sebelum pergi tidur, mereka makan malam bersama di Sakurasou, dan Kanna yang bersiap untuk tidur berdiri lebih dulu.Tapi karena dia sangat terkejut, tanpa sadar dia mendorong Iori.

“Acha~”

Misaki bersiuara seperti orang meminta maaf.

“Kanna, jangan begitu.”

Misaki juga setuju dengan perkataan Rita.

“Kupikir ketika kenangan tentang hal itu sudah kulupakan, aku baru bisa berani mendekati Iori lagi.”

“Yah…”

“…Aku mengerti perasaan itu, tapi…”

“Jika tidak, orang lain akan mencuri ciuman pertama Iori darimu.”

Misaki tiba-tiba menyodorkan bibir kepiting ke Kanna.

“Aku tetap tidak bisa melakukannya!”

“Tidak, no-pan pasti bisa melakukannya!”

Misaki begitu mendukungnya. Tapi tetap saja, bagi Kanna…

“Tidak mungkin” gumamnya.

“Kenapa?”

“Karena……”

“Karena?”

Misaki dan Rita mendekatkan diri ke Kanna.

“Bahkan jika aku jinjit, aku tidak bisa meraih bibir Iori” ucap Kanna dengan suara yang begitu kecil.

Dengan perbedaan tinggi tubuh Kanna dengan Iori, bahkan jika dia mencoba semampunya tetap tidak akan sampai.

Rita dan Misaki saling melihat satu sama lain dengan ekspresi wajah kebingungan awalnya. Ekspresi wajah yang sangat jarang mereka tunjukkan sebagai orang yang peka.

Namun, begitu mereka mengerti maksud dari kata-kata Kanna, mereka tertawa sekeras-kerasnya.

“Terima kasih karena sudah tertawa” ucap Kanna yang menatap ke arah Misaki dan Rita.

“Jangan terlalu dipikirkan, no-pan! Aku juga tidak bisa mencium Jin bahkan jika harus jinjit, tapi aku bisa meraih lehernya!”

“A-aku tidak bisa seperti itu!”

Kanna berpikir kalau dirinya itu orang yang cantik dan aktif seperti Misaki, dia juga bisa melakukannya. Namun, jika Kanna melakukan yang sama seperti Misaki, Iori nanti akan bilang kalau ‘Apa, kau mencoba untuk mencekik ku?’

“Yah, kalau begitu Kanna harus melakukannya saat Iori sedang duduk” ucap Rita kemudian.

“Kalau begitu…” gumam Kanna.

Misaki dan Rita memiringkan kepala mereka karena penasaran dengan reaksi Kanna. Tapi, setelahnya mereka langsung menyadari dan saling berkata “Oh” bersama-sama. Sepertinya mereka mengerti apa yang dimaksud oleh Kanna.

“Benar juga, berarti kau mau seperti itu ya?”

“No-pan sangat polos ya!”

“Apanya?”

Tatapan keduanya membuat Kanna merasa gelisah. Tapi tetap saja, sepertinya kali ini Kanna tidak mengira kalau mereka berdua mengetahui perasaan Kanna yang sebenarnya……

“Ciuman pertama Kanna idealnya harus ciuman yang jinjit.”

“Wow…”

Kanna merasa yakin kalau mereka bisa benar-benar membaca pikirannya ketika dia datang ke sini. Dia tidak bisa menyangkalnya lagi dan satu-satunya pilihannya saat ini hanyalah membuat wajahnya merah padam.

“Kalau begitu, Kanna harus melakukannya di dekat sekolah!”

“Yah, memang cocok kalau di situ, kan?”

Ada perasaan yang timbul entah kenapa.

“Nanti ketika di depan Sakurasou, kau harus berhenti tiba-tiba!”

“Kanna akan bertingkah seperti ada sesuatu yang terjadi dan Iori akan berkata, ‘ada apa?’”

“Iorin akan berbalik dan no-pan akan mulai dengan ‘Tidak, mm, yah……’ tapi jangan memberitahunya dulu dan langsung mendekat ke Iorin!”

“Sambil bilang ‘aku tidak bisa menahannya lagi’, dan Kanna akan mulai mencium Iori, kan?”

“Yah, aku belum memikirkan sampai seperti itu!”

Jika Kanna tidak menghentikan mereka, khayalan mereka pasti akan menjadi liar.

“Jadi, bagaimana rencanamu?” 

Rita kemudian menanyakan rencana Kanna.

“Aku tidak mau mengatakannya.”

Kanna menjawabnya dengan berpura-pura.

“Kalau kau tidak mau mengatakan apa-apa, itu berarti Kanna sudah merencanakannya dengan detail, kan?”

Kanna kemudian menyadari kalau dia semakin menjadi bulan-bulanan dari godaan mereka berdua dan sekarang ini sudah sangat terlambat untuk keluar dari situasi ini.

“Kuharap rencanamu berjalan dengan lancar.”

“Aku akan mendukung Kanna!”

“C-ceritanya sudah selesai!”

Setelahnya, perbincangan panjang dari para gadis ini terus berlanjut.



Sebelumnya | Daftar Isi | Selanjutnya