JANTUNG YANG BERDEBAR BAGIAN 2

Penerjemah: Zerard

“Sudah ku duga.”

“Argh, petualanganku denganmu selalu berakhir seperti ini, Orcbolg!”

“Ini quest berburu goblin kan?”

“Iya, tapi ya tetap saja!”

Bahkan seraya dia mengeluh, High Elf Archer mencondong keluar jendela dan menembakkan panah. Panah bermata kuncup terbang lurus dan tepat walau di tengah kegelapan, menghilang di seberang pasir di iringi dengan dentingan merdu dari busur. Sedetik kemudian, kereta terjebak di antara goblin rider yang memegang sebuah tali. Mereka pasti berharap untuk menyandung kuda yang menarik kereta, namun kemampuan  High Elf Archer dengan busur telah menghentikan rencana busuk mereka.

“GGOOOROGB?!”

“GORBG?! GOOROGB!!”

Tentu saja, jika itu sudah cukup untuk menghentikan mereka, mereka bukanlah goblin. Kenyataan akan betapa kuatnya musuh mereka hanya semakin membuat mereka marah, and kemarahan membuat mereka mendambakan dendam. Mengoceh keji, para rider menekan leher dari warg mereka dan terus mengejar.

“…!” Female Merchant menggigit bibirnya seraya mendengarkan teriakan mengerikan itu. Adalah lebih dari sekedar rasa takut sederhana yang menyebabkan tangan yang memegang tali pelana menjadi bergetar. Akan tetapi, dari dalam kereta, adalah mustahil untuk bisa melihat betapa pucat wajah wanita ini.

“Tukar denganku,” Goblin Slayer berkata acuh. Dia melirik keluar jendela di antara kabin dan bangku kusir, memerintahkan dua kalimat tajam, kemudian membuka pintu kereta. Dengan sekejap, sebuah hembusan angina mengisi kereta, bertiup layaknya badai. Pasir masih memiliki panas terakhir dari matahari juga ikut memasuki kabin, menyebabkan Priestess terbatuk.

“Kurasa…” Female Merchant memulai, getaran pada suaranya hampir membuatnya tidak bisa mengucapkan kalimatnya, “…Aku bisa melakukannya.”

Namun Goblin Slayer tidaklah meminta pendapatnya. “Nggak. Aku mungkin membutuhkanmu untuk menggunakan mantra saat di perlukan.” Suaranya, seperti biasa, acuh, hampir mekanikal. “Terlebih, pada quest ini kamu adalah pemberi questnya, dan kami adalah pengawalmu.”

“Oh…” Suara yang di dengar Female Merchant saat ini adalah sama dengan suara yang dia dengar di pegunungan salju waktu itu: suara seorang petualang. “Ya… Baiklah.” Dia membulatkan tekadnya dan mengangguk. Dia mengikat tali pada bangku, kemudian menggeser ke sebelah. Seraya kereta terus berlari, dia meraih pagar yang ada di atas dan berdiri di atas papan injak[1].

Semua akan mudah—jika keretanya tidak bergerak. Bahkan dalam kecepatan ini, ini tidaklah sesulit itu. Namun rasa takut dan kegelisahan pada wajahnya bukanlah karena dia takut adanya kemungkinan dia terjadi di tengah pasir ini.

“GGR! GOOOOGB!!”

“GORBGB! GBBGOOB!”

“…Hrgh…”

Dia tahu bahwa para goblin sudah dekat. Bagaimana mungkin mereka dapat dengan mudah mengejar kereta kuda dengan menggunakan warg? Mereka berusaha untuk bisa berdempetan dengan kereta, berharap untuk menyeret mangsa bodoh mereka keluar dari kendaraan. Female Merchant merasa bahwa dia dapat merasakan napas mereka—tidak, itu pasti hanyalah imajinasinya saja. Angin yang berhembus, meniup napas menjijikkan monster itu menjauh. Namun tetap saja Female Merchant tidak dapat mengeyahkan perasaan yang dia rasakan.

Dia harus bergerak cepat. Dia tahu bahwa berbahaya untuk berhenti. Tentu saja. Namun tubuhnya sama sekali tidak menuruti perintahnya. Lehernya memanas terbakar. Sakit. Berdenyut.

Keseluruhan tubuhnya menegang, dan tiba-tiba, sebuah belati terbang bersiul melewati sisinya.

“GOOROGB?!”

Goblin yang mendekati Female Merchant terlontar dari wargnya seolah dia telah terhantam oleh palu. Dia dapat mendengar goblin itu terpantul di atas pasir, menghilang ke dalam kabut pasir di kejauhan. Female Merchant melanjutkan langkahnya di atas papan injak hingga Goblin Slayer dapat meraihnya dan menyeretnya masuk.

“Ma-maafkan aku…” dia terbata.

“Nggak masalah.” Goblin Slayer menyerahkan wanita muda yang gemetar ini kepada Priestess dengan gerakan cepat.

“Semua baik-baik saja, kami bersama dengamu di sini,” Priestess berkata, membusungkan dada kecilnya. “Kita akan melewati ini bersama—lagi.”

“…Ya, tentu saja.”

Priestess merasa lega melihat ekspresi Female Merchant yang sedikit melembut. Dia mengangguk kepada Goblin Slayer, yang menggerakkan helmnya membalas. Sekarang adalah dia yang menggenggam pagar dan keluar, melembai kepada High Elf Archer. “Ada berapa banyak mereka?”

“Tunggu. Aku harus naik ke atas supaya yakin!”

“Lakukan.”

High Elf Archer memanjat keluar dengan lincah bagaikan seekor tupai, dengan cepat menghilang dari pandangan. Goblin Slayer berjalan melewati kegelapan menuju bangku kusir, seraya melototi para goblin. Armornya membut transisi Goblin Slayer menjadi sedikit lebih aman, dan walau dia tidak memiliki keanggunan seperti High Elf Archer, dia masih terlihat terlatih dan pasti. Setelah dia mencapai bangku kusir, dia memberikan cambukan pada tali.

“GORGB! GRORGB!!”

Menghiraukan ceracau para goblin, dia terus memaksa kuda berlari. Dia tidak menoleh kebelakang seraya dia membuat kalkulasinya.

Paku dan minyak nggak bisa di gunakan dengan adanya kereta di belakang kita.

Dia bahkan tidak tahu apakah minyak akan berfungsi ketika di gunakan di atas pasir. Dan diapun tidak terlalu ingin mencari tahu itu. Dia tidak akan bisa menghadapi ini sendiri. Yah, jika begitu dia hanya akan bergantung kepada yang lain. Dia telah banyak mendapatkan bantuan akhir-akhir ini.

“Kurasa ini artinya sarang mereka ada di dekat sini… Bagaimana menurutmu?”

“Saya sangat meragukan para iblis kecil tersebut memiliki ketabahan untuk menahan dinginnya gurun.” Lizard Priest berkata, terdengar lebih tenang di situasi ini. Dalam dunia bersudut empat, tidak ada yang lebih mengetahui tentang peperangan di banding lizardmen. “Apapun itu, bilamana kita berpencar dan menghancurkan mereka… Yah, saya yakin wilayah ini akan memihak mereka.”

“Aku ingin informasi, kita nggak bisa mendapatkannya dari mereka.”

“Terlebih para iblis kecil tersebut terlalu mudah untuk berbicara. Lidah tak bertulang itu sama sekali tidak dapat di percaya.”

“Kalau begitu, kita musnahkan mereka.”

“Kita lakukan seperti yang selalu kita lakukan.”

Warrior berbadan tinggi ini dengan cepat menyetujui kematian dan kehancuran, dan akan segera melakukannya. Satu-satunya pertanyaan adalah bagaimana untuk melakukannya…

“Hei, mereka menggunakan armor!” High Elf Archer memberitahu mereka, kepalanya muncul tergantung dari atas jendela.

“Jadi mereka punya perlengkapan…?” Bagi Priestess, ini memicu ingatan tidak menyenangkan akan seekor ogre dan goblin paladin. Mereka tidak akan salah jika berasumsi terdapat adanya kekuatan yang lebih besar di balik jumlah kecil ini. Semacam aliansi tidak suci yang berada di belakang layar…

“Sepertinya mereka ada lima belas lagi.” High Elf Archer menambahkan, tampaknya mengingat mengapa dia pergi ke atas atap, dan kemudian dia menghilang kembali. “Koreksi: empat belas!”

Terderngar teriakan goblin di kejauhan. tertembak dengan panah tentunya.

“GGOGB!!”

“GOORG! GOOROGBBB!!”

Namun goblin, tentu saja, tidak akan diam begitu saja—benar, mereka mulai berteriak. Terdapat wanita muda yang ketakutan pada bangku kusir. Dan adalah seorang elf yang menembaki mereka. mereka tidak akan membiarkan kesempatan ini lepas begitu saja, dan otak kecil mereka penuh dengan khayalan akan apa yang akan mereka lakukan di saat mereka mendapatkan para wanita. Dan pikiran seperti itu akan selalu memicu kekasaran.

Tidak lama kemudian, terdengar sebuah suara akan fwizz, fwizz seperti sesuatu yang terbang melintasi udara. Salah satu dari itu tersangkut pada armor Goblin Slayer dengan bunyi thwack; dia menariknya dan memeriksanya, mendapati sebuah panah tipis. Panah itu ringan dan pendek, seperti mainan anak-anak, namun panah ini sangat mampu untuk menembus dan merobek kulit.

“Busur pendek?”

Mounted goblin archer. Dia mendengus, tidak terkesan. Kemudian dia mematahkan panah ini menjadi dua. Jika mereka memiliki busur silang, ini akan menjadi masalah. “Aku percayakan kereta bagasi padamu.”

“Yeah, yeah. Biarkan saja si elf yang melakukan pekerjaan kotor!”

Goblin Slayer memegang tali pelana di tangan, memperlambat kecepatan kereta. Dan dengan keserasian yang sempurna, High Elf Archer menari melintasi cahaya rembulan. Seraya dia melompat melintasi malam, dia melirik ke bawah dari udara. Dengan tangan kirinya dia melepaskan tiga panah.

“GGOROGB?!”

“GOGB?!”

“GGORGB?!?!”

Panah itu menghujani musuh, melontarkan mereka dari tunggangan dan jatuh ke bumi.

“Sebelas lagi… Hup!” Ketika dia mendarat di atas kereta bagasi, napas High Elf Archer sama sekali tidak berat. Sang pengemudi, yang tampak seperti seorang kusir professional, sedang merinding ketakutan pada bangku. Dia mungkin sudah terbiasa dengan bandit dan pencuri, namun di kejar di atas gurun oleh para goblin? Dia pasti berpikir bahwa dirinya akan mati.

“Seharusnya aku nggak menerima pekerjaan ini, nggak peduli seberapa bagusnya bayarannya!” dia mengoceh.

“Yah, kurasa manusia itu ada berbagai macam.”

Sebagai contoh: bandit gurun, petualang, dan orang aneh yang datang ke tempat seperti ini untuk membunuh goblin.

Kereta, pengejar penunggang, pertarungan berlari dari satu ke yang lainnya—ini seharusnya menjadi bumbu dari sebuah petualangan fantastis…

“Tapi apapun yang melibatkan goblin itu bukan petualangan sesungguhnya!”

Seorang high elf menarik busurnya dalam cahaya rembulan di bawah langit berbintang memiliki semacam kecantikan seperti dalam legenda. Panahnya dapat mengendus kehidupan tanpa pilih kasih, dan satu goblin lagi terjatuh ke atas pasir.

Sepuluh lagi.

“Yah! Kurasa Telinga Panjang bisa menangani ini kan?”

Meremehkan seorang pemanah high elf pada lahan terbuka adalah puncak dari kebodohan. Tidak ada yang mengetahui itu sebaik seorang dwarf, namun Dwarf Shaman menjaga nadanya tetap ringan. Dia meneguk anggurnya seolah ingin menggambarkan bahwa dia ingin menikmati pemandangan ini, namun ketapel di tangannya memecahkan gambaran itu. Sangat jelas bahwa dia sangat siap merespon dalam sekejap jika sesuatu terjadi.

“Sayangnya nggak banyak amunisi yang bisa di pakai di dalam kereta ya…?” Priestess, bersenjatakan dengan ketapel juga, berkata. Dia tampak sangat serius. Pada awalnya dia merasa bahwa ketapel adalah senjata yang meragukan, dan dia tetap mempercayainya, namun selama dia memiliki batu untuk di lontarkan. Seseorang dapat terus menyimpan sekantung batu permatanya, namun bahkan inipun terdapat batasannya. Dan gurun menjanjikan tugas yang sulit untuk mencari bebatuan liar. Namun juga, hal itu juga berlaku bagi panah High Elf Archer. Dengan suplai yang terbatas.

“Tapi para goblin memiliki beberapa persediaan,” Goblin Slayer berkata muram. “Dan aku yakin kalau mereka bukan hanya sekedar suku pengembara. Kita harus menyerang pangkalnya, jika tidak, memangkas rantingnya akan menjadi percuma.


“Pahlawan manapun, seberapa perkasanya mereka, akan terkalahkan jika garis suplai mereka terputus,” Lizard Priest mengangguk menyetujui.

“Tapi kita nggak bisa melakukannya sekarang.”

Langkah musuh berikutnya seperti sudah berjalan. Terlebih jika mereka memiliki pemimpin. Adalah kesiagan tanpa henti Goblin Slayer yang membuat mereka menyadarinya. Namun itu sudah terlambat, karena dia adalah manusia dan tidak dapat melihat dengan baik di dalam kegelapan. Di kala dia menyadari tumpukkan kayu yang terkubur di pasir—sisa-sisa dari sebuah kereta—dia menarik keras tali kemudi, namun sudah terlambat. Tapak kuda tenggelam ke dalam pasir, dan kuda mulai melenguh berisik.

“Sudah ku duga lahan ini memihak mereka,” Goblin Slayer berkata dengan jentikkan tajam lidahnya. Bahkan seraya dia berbicara, kuda mereka tenggelam, kereta mulai miring. “Ini perangkap. Dan kita di kejar hingga terjebak masuk ke dalamnya.”

“Pasir apung?” Dwarf Shaman menyebutkan. “Jangan panic—kalau kamu nggak meronta, pasir ini nggak akan sampai ke kepalamu!”

Kita mungkin bisa tetap tenang, tapi bagaimana dengan kudanya…?” Female Merchant bertanya takut. Berhadapan dengan situasi asing ini, para hewan merengek liar dan menggelengkan kepalanya. Setiap kali para kuda menendang kaki atau menggetarkan badanya, kuda itu semakin terhisap ke dalam pasir.

“Ikatkan tali ke kereta belakang dan cari tahu apa kita bisa menghentikan binatangnya.” Goblin Slayer menarik tali kemudi, memberikan instruksi bahkan seraya dia berusaha menenangkan para kuda. Ini mungkin bukanlah ide terbaik, tapi ini adalah yang dia miliki. “Membiarkan kita di hancurkan sekaligus di sini akan sangat tolol sekali.”

“Baiklah!” datanglah respon dari Lizard Priest, yang tengah terjun ke dalam medan perang. Dia melompat dari kereta dengan segenap kekuatan binatang liar.

“Ini, tali pengait!” Priestess memanggil, melemparkan sebuah benda kepadanya. Benda itu berasal langsung dari Perlengkapan Petualangnya—dia tidak pernah meninggalkan rumah tanpa ini.

Lizard Priest mengayunkan ekornya bolak-balik, mendorong pasir, tidak sedikitpun melirik ke belakang seraya dia menangkap tali pengait itu di udara. Di bagian seberang, Priestess, Dwarf Shaman, dan Female Merchant bekerja sama untuk mengingat tali pada kerangka kereta.

“Hei, apa yang terjadi di bawah sana?!” High Elf Archer berteriak; bahkan seraya dia berteriak, dia meraih panah yang terbang mengarahnya, kemudian memuatnya ke busurnya sendiri dan membalas menembak. Panah itu menembus goblin yang melontarkan panah ini sebelumnya, mementalkan goblin itu ke belakang. Sembilan.

Jika ini berlanjut, tidak lama lagi mereka akan terkepung. Mereka tidak berhasil meraih jarak yang cukup jauh dari musuh mereka. jika mereka harus bertarung jarak dekat, situasi ini akan berubah lagi. High Elf Archer menjentikkan lidahnya, sebuah gerakan yang tidak pantas bagi seorang elf.

“Oh, ini hanya sebuah jebakan kecil!” Lizard Priest berkata dari pasir, seolah dia berkata tentang menerobos hujan lewat. Kemudian dia mengaitkan pengait pada kereta. Langkah berikutnya adalah untuk menyuruh pengemudi untuk menghentikan kereta, tetapi…

“Inilah kenapa aku benci menemani petualang! Gurun ini itu sudah seperti pintu masuk neraka…!”

“Karena neraka tersebut tidak nyata, anda dapat mengenyahkan kecemasan seperti itu,” Lizard Priest mengatakan kepada pengemudi yang ketakutan. “Hanya terdapat surge dan kematian di kala kita wafat, semua orang akan menjadi makanan bagi para serangga yang hidup di pasir, dengan itu kembali lagi pada perputaran kehidupan.” Ceramah itu tampak terdengar megah, namun satu-satunya jawaban adalah sebuah jeritan tertahan. Lizard Priest mendengUS. “Nona ranger, saya akan menagmbil alih tali kemudi, karena itu saya akan menyerahkan kepada anda untuk menangani penyerangan!”

“Argh, kenapa sih selalu berakhir seperti ini…!” Kereta terhenti, dan para goblin yang menunggangi warg mendekati dari segala sisi. High Elf Archer meraba di sekitar tempat panahnya, menghitung seberapa banyak lagi panah yang tersisa, kemudian bibirnya mengerut. “Yah, ‘Melangkah ke dalam perangkap, hancurkanlah punggungmu sendiri,’ kata mereka. ayo kita cari tahu apa yang bisa kita lakukan!”

“Ha-ha-ha, ucapan yang pantas bagi seorang perawan dwarf!” Lizard Priest melompat menaiki bangku kusir dengan raungan, kereta berdecit memprotes. High Elf Archer melompat ringan melewati dia, sebuah panah siap melindungi shaman reptile itu.

Terdapat Sembilan rider yang tersisa. Kemungkin terdapat bala bantuan yang bersembunyi di kegelapan. Dan High Elf Archer tidak ingin adanya warg yang melompati mereka…

“Intinya itu, kurangi jumlah mereka…!” High Elf Archer menghadapi para goblin dengan hujan panah. Sementara itu, Goblin Slayer dengan cepat menyerah berusaha mengendalikan kuda. Kereta berdecit hingga berhenti bergerak karena tertahan dengan tali, namun para hewan yang terperangkap masih panic tidak karuan.

“Jika begini terus, mereka akan mengejar kita.”

Apakah dia perlu turun dan bergabung dalam pertarungan? dia mengambil lampu yang menggantung pada bangku kusir dan menggantungnya di pinggul dirinya. Beberapa orang jauh meremehkan para goblin, namun goblin di atas seekor warg adalah goblin yang lebih berbahaya dari yang biasa. Sembilan goblin rider, artinya, bisa di bilang, delapan belas musuh. Tiga kali lebih banyak dari apa yang dia miliki dalam partynya.

Tapi kemungkinan selalu nggak memihak kita, Goblin Slayer berpikir seraya dia mempertimbangkan untuk berputar dan menyerang mereka dari belakang.

Itulah ketika Priestess, yang tengah menatap pasir, berpikir, mendengakkan kepalanya kembali dengan tekad. “U-um…!” Dwarf Shaman, Female Merchant, dan Goblin Slayer dengan segera menoleh kepadanya. Priestess tidak yakin kemana matanya harus menatap, namun dia masih terdengar tak gentar di saat dia mengatakan, “Kurasa…ada sesuatu yang bisa kita lakukan.”

Kita tidak perlu repot-repot menjelaskan bagaimana Goblin Slayer merespon.

*****

“GRROORGB!!”

“GRG! GORGB!!”

Bagi para goblin, ini tentunya adalah malam paling tidak menyenangkan. Tali yang telah mereka tarik kencang, sesuai instruksi orang itu, tiba-tiba terputus secara misterius. Adalah karena jaminan orang itu mereka bergadang di “malam” untuk mempersiapkan sergapan, walaupun mereka sudah kelelahan.

Inilah mengapa mereka membenci mendengarkan orang seperti itu. Alasan mengapa kebencian mereka tidak memperlambat pengejaran mereka adalah, tentu saja, bukan karena kesetiaan. Adalah di karenakan wanita muda yang ketakutan dan meringis yang berada di dalam kereta itu. Dan juga, yang menembak mereka dari atap kendaraan kedua, bukankah itu seorang elf wanita?

Ya, beberapa dari rekan mereka yang lebih bodoh telah tertembak hingga mati, namun hal yang sama tidak akan terjadi pada mereka. lihat, selagi elf itu merasa begitu bangga akan dirinya yang berhasil menembak mereka, kereta mereka melaju menuju pasir apung. Mereka hanya perlu untuk mendekat, menyeret wanita itu, menghancurkan kereta, dan melakukan apapun yang mereka inginkan dengan mereka yang berada di dalam kereta.

Sekarang. Sekarang adalah saatnya, karena kereta itu telah terhenti. Tidak perlu menahan diri lagi. Orang-orang ini telah berusaha membunuh mereka. Karena itu sudah seharusnya orang-orang ini harus di bunuh juga sebagai balasan…!

“O Ibunda Bumi yang maha pengasih, dengan tangan sucimu, bersihkanlah kami dari segala  korupsi!”

Para goblin gagal untuk memahami ucapan yang berdenging saat itu. Sebuah suara mengisi udara, suara tenang yang menyebar bagaikan sebuah riak dan menghilang—bahkan mungkin mereka tidak mendengarnya.

Namun pastinya mereka mengerti ketika kaki dari tunggangan mereka tenggelam dalam hitungan detik.

“--?!”

“GOOROGB?!”

Ini sangat aneh. Gila. Mustahil. Mungkin seperti itulah arti dari ucapan mereka. seharusnya mereka belum berada di atas pasir apung. Mereka tidak mungkin terperangkap di atasnya, tidak seperti mangsa bodoh mereka itu. Akan tetapi, realita menepis semua keberatan dari para goblin. Warg mereka terus terhisap dalam dan semakin dalam ke pasir.

Terhisap?

Jika terdapat salah satu goblin yang mampu mempertanyakan pertanyaan sederhana ini, dia mungkin akan menyadarinya. Dia mungkin saja melihat sebuah pusaran di tengah dari pasir. Pusaran mata air murni yang telah muncul di tempat mangsa mereka telah terperangkap.

*****

“Keajaiban pemurnian…!” Goblin Slayer berteriak tajam, dan Priestess mengangguk membenarkan.

Di gurun terdapat sesuatu yang di sebut sebagai pasir apung, pasir yang mengalir bagaikan sungai. Spearman dan Witch telah memberi tahu ini kepada Priestess sebelum dia pergi, dan sekarang pikirannya terputar.

Mereka berkata bahwa pasir ini tidak berdasar, seperti sebuah rawa. Sangat lembut, sebuah tapak kaki kuda akan tenggelam ke dalamnya. Pasir ini bagaikan seember pasir dengan air yang mengalir ke dalamnya. Pada awalnya mungkin hanya terlihat seperti pasir biasa, namun jika kami mencelupkan sebuah jari ke dalamnya, maka kamu tidak akan bisa mencabutnya. Karena penampilan bisa menipu. Kamu tidak akan bisa melihat semua airnya.

Bisa di bilang ini mata air pasir.

Dan jika begitu, tidak ada alasan mengapa dia tidak bisa menggunakan Purify di atas pasir ini.

Priestess merasa lega setelah mengetahui bahwa permintaannya telah di jawab oleh Ibunda Bumi. Dia telah membulatkan tekadnya untuk tidak pernah lagi mempersembahkan doa yang akan memberikannya penolakan seperti sebelumnya.

Tentu saja, dia hanya bisa memurnikan beberapa dari pasir. Dia telah menciptakan sebuah mata air murni, dan pasir di sekitarnya mengalir ke dalam mata air itu. Campuran dari air dan pasir secara sekejap menciptakan pasir apung yang akan menghisap semua yang berdiri di atasnya. Hanya sekejap saja seseorang benar-benar bisa melihat mata air sebenarnya di tengah semua itu. Namun Priestess tahu bahwa dia akan memanfaat ini dengan cepat. Dia dan temannya!

“Lakukan hal itu yang kamu lakukan dengan ular laut itu!”

“Baiklah!”

Goblin Slayer mulai meneriaki perintahnya dengan segera, dan Dwarf Shaman dengan cepat membalas. Kemudian dia mulai melantunkan sebuah mantra yang akan menjadi penyelamat bagi kuda yang tenggelam dan kereta. “Nymph dan sylph, bersama berputar, bumi dan langit adalah saudara dekat, karena itu menarilah--dan jangan sampai terjatuh!”

Kaki kuda yang masuk ke dalam air. Tubuhnya mulai mengambang. Para roh telah mengangkatnya, menyemangatinya, dan menolongnya di permukaan. Dwarf Shaman bersiul ketika melihat kuda, di perkuat dengan mantra Water Walk, berlari kencang. “Kami pembaca mantra itu berperan besar, Beardcutter, setidaknya kamu bisa untuk mengingat nama sebuah mantra.”

“Itu terlalu cepat,” dia berkata dari dalam helm bajanya. “Gunakan pada kuda di belakang juga. Kita akan terbang.”

“Siap!” Seraya Dwarf Shaman bersiap untuk memanggil roh kembali, Priestess sedikit menghela lega.

Syukurlah tadi berhasil.

“…Kamu memang benar-benar sesuatu.” Female Merchant berkata, melongo kepadanya.

“Aku? Oh, nggak.” Priestess membalas dengan gelengan kepala. “Aku Cuma bergantung dengan apa yang sudah di bertahu padaku. Aku nggak mengetahui ini semua sendirian.”

Dia hanya beruntung bahwa ini berhasil. Tidak ada taktik yang bisa di andalkan dalam pertarungan serius seperti ini. Apa yang akan terjadi jika itu ternyata menjadi sebuah kesalahan? Dia sama sekali tidak mempunyai rencana cadangan, dan hal itu sangatlah tidak nyaman bagi Priestess. Tentu saja dia merasa tidak berhak untuk berbangga diri tentang apa yang sudah dia lakukan, terlebih lagi arogan…

“Nggak, kamu sudah sangat membantu.”

Mengapa ucapan itu, yang tergumam dari dalam helm baja, membuatnya begitu senang?

Baik. Dia mengangguk cepat, kemudian menunduk menatap tali yang terikat dengan harapan untuk menyembunyikan merah di pipinya. Tali ini memang benar-benar di buat untuk para petualang. Bahkan di bawah beban dari kereta lainnya, tetap kencang, tanpa adanya tanda untuk putus.

“Permisi,” Female Merchant berkata, akhirnya terlalu gelisah untuk menahannya lagi. “Aku bisa menjaga ini.” Maksud dari ucapannya sangat mudah di mengerti: dia ingin melakukan sesuatu. Priestess sangat memahami perasaan itu.

“Baiklah.” Dia mengangguk, tersenyum. “Kasih tahu kami kalau ada masalah!”

“Baik!” Female Merchant berteriak, kemudian mengambil ikatan dari tali dengan kuat di tangan, menahannya.

Terpuaskan bahwa semua sudah pada tempatnya, Priestess bergerak menuju kursi penumpang, hanya untuk mendapati dirinya melihat Dwarf Shaman. Ketika dia melihat seringai di wajah shaman itu, dia menggembungkan pipinya dengan “Hmph!” Namun ekspresi kekesalan manis itu semakin menghibur sang dwarf. Dia tertawa terbahak-bahak, dan Priestess merasa—bagaimana menjabarkannya ya?

“Jangan begitu ah.”

“Aw, nggak ada salahnya, gadis. Aku sungguh-sungguh—tertawa melihatmu menjadi petualang yang sesungguhnya.”

Apakah itu benar?

Dia tentunya tidak merasakan itu,  namun dia sadar akan kalung peringkat yang menggantung di balik bajunya. Dia sudah mulai terbiasa dengan beban metal itu, dia berpikir, namun masih terdapat sesuatu yang janggal tentang ini.

“Hei, siapa yang lakukan barusan tadi?!” High Elf Archer bertanya, suaranya seperti dentingan lonceng seraya dia melompat masuk ke dalam kereta. Fakta bahwa tempat panahnya jauh lebih ringan di banding sebelumnya membuktikan takdir dari beberapa goblin yang tersisa. Tenggelam, kebingungan, dan terperangkap, dia telah menembak mereka satu persatu.

Priestess membayangkan tubuh para goblin dan warg mereka yang tergeletak di pasir. Dia tidak merasakan simpati atau kesedihan untuk mereka. tidak ada getaran pada hatinya. Di dalam hatinya, hanya terdapat sebuah doa agar jiwa mereka mencapai surga dengan aman.  

“Semua berkat gadis kecil ini,” Dwarf Shaman berkata dengan belaian jenggot dan sebuah kilauan di mata.

“Apa?!” High Elf Archer berteriak. “Sudah ku duga si aneh itu pengaruh yang buruk. Pastikan jangan sampai kamu membuat marah dewamu, oke?”

“Er, uh, nggak. Maksudku ya. Maksudku… Nggak apa-apa. Aku , er, aku hati-hati kok akhir-akhir ini.” Priestess terbata-bata, merasa malu pada kekhawatiran murni ini dari temannya.

“Akhir-akhir ini?” High Elf Archer membalas, menyipit mata curiga, namun dia hanya bisa tersenyum. Purify adalah mantra yang memerlukan pemakaian dengan hati-hati.

Tapi…

Priestess merinding dari udara malam yang masuk ke dalam garbing kereta. Mereka baru saja melewati sebuah halangan. Namun hanya itu saja. Gurun ini luas—ketika dia memikirkan semua hal yang tidak di ketahui yang menunggu mereka, dia sadar bahwa dia baru saja melewati sebuah prolog. Dan tidaklah salah baginya untuk berpikir demikian. Beanr, dia akan melihat betapa benarnya dia di hari berikutnya.


Sebelumnya | Daftar Isi | Selanjutnya



[1] Running board = papan injak.