KISAH KEMBAR KUROBA, MISI MENARIK
(Bagian 2)

(Penerjemah : Fulcrum)


Setiap hari berbagai kesulitan mereka hadapi bukan hanya saat latihan saja. Akhirnya, ini sudah sore hari tanggal 2 Agustus. Besok adalah tanggal keberangkatan ke Kompetisi Sembilan Sekolah.

Fumiya dan Ayako menerima perintah baru dari Maya.

“…Kita perlu memperkenalkan diri ke Tatsuya-niisan saat pesta pembukaan Kompetisi Sembilan Sekolah…?”

“Itu tidak sulit. Maksudnya juga sudah jelas bukan.”

Di ruang tamu apartemen yang disewa untuk mereka berdua sekolah di SMA 4, Fumiya sedang membaca pesan perintah yang dikirimkan melalui terminal informasinya. Ayako, duduk di seberangnya, menjawabnya tanpa memalingkan mata dari terminalnya sendiri.

“Ya.”

Fumiya sependapat dengan perkataan Ayako “Maksudnya juga sudah jelas, bukan”. Dengan menunjukkan kalau Fumiya dan Ayako baru pertama kali bertemu Tatsuya di pesta pembukaan, mereka akan menebar kesan kalau Tatsuya tidak punya hubungan dengan Fumiya dan Ayako, yang anggota Keluarga Kuroba, yang bisa saja ada hubungan dengan Keluarga Yotsuba, dan dengan menunjukkan kalau Tatsuya tidak mengenal mereka sama saja dengan tidak ada hubungan dengan Keluarga Yotsuba.

“Tapi aku tidak tahu apa bisa kita membuat situasinya nanti terasa natural? Selain beda sekolah, Tatsuya-niisan juga ada di divisi utama, dan kita di divisi kelas 1. Bagaimana caranya kita mendekati Tatsuya-niisan tanpa menimbulkan kecurigaan?”

Melihat Fumiya, yang menunduk kebingungan, Ayako memasang senyuman lebar.

“Aku rasa tidak sesulit itu.”

“Nee-san, apa kau ada ide bagus?” tanya Fumiya dengan ragu. Tapi Ayako dengan penuh percaya diri menjawabnya.

“Serahkan saja padaku.”

Melihat kepercayaan diri Ayako, Fumiya memutuskan, seperti kata kakaknya, untuk menyerahkan urusan itu padanya. Ayako punya citra gadis riang yang sederhana, tapi faktanya dia sebenarnya adalah orang yang serius, cerdas, bertanggung jawab, dan di saat yang sama punya jiwa kompetisi. Fumiya paham betul semua itu, dan semua kepribadian itu membantu mereka dalam banyak misi yang mereka jalani. Akan bagus kalau mereka bisa mendekati Tatsuya dengan berpura-pura saling tidak kenal satu sama lain. Fumiya berpikir seperti itu dan merubah pembicaraan ini.

“Omong-omong, apa sihir untuk Mirage Bat sudah siap? Walaupun aku mungkin telat tanyanya.”

Mendengar pertanyaan Fumiya, Ayako terkejut.

“Ya, baru menanyakannya hari ini rasanya agak…. Karna kita berangkat kompetisi besok, dia pasti sudah siap, bukan?.... Dan jika sampai aku bilang tidak siap bagaimana?”

“Apa yang akan kulakukan…. Aku akan mencari cara sebaik mungkin untuk kita berdua.”

Fumiya tidak tahu harus menjawab apa, karena dirinya sendiri sadar kalau dia menanyakannya terlambat.

Berbanding terbalik dari Fumiya, Ayako malah tersenyum.

“Hmm… Fumiya, kau kelihatan tidak percaya diri.

“Nee-san juga sama. Nee-san perlu melakukannya dengan baik, bukan hanya lancar saat lomba, tapi juga pastikan untuk menang. Lagipula, tujuan kita dari yang ‘menang dengan diam-diam’ sudah berubah jadi ‘menang dengan mencolok’.”

Wajah Fumiya menunjukkan kalau dia takut untuk mengatakan sesuatu yang tidak penting, tapi dia tetap menjawabnya dengan jelas dan tanpa ragu-ragu.

“Apa kau berhasil menggabungkan ‘Phantom Blow’ dan ‘Direct Pain’?”

“Ya, tidak ada masalah.”

Fumiya mengangguk dengan kencang seakan-akan dia sedang berbohong.

Melihat hal itu, Ayako tersenyum kembali. Senyumnya bukan menghina, melainkan senyuman seorang kakak kepada adik.

“Senang mendengarnya.”

Fumiya juga ikut tersenyum lega mendengarnya.

“Aku juga.”

Setelah itu, mereka mulai membicarakan apa yang akan mereka lakukan esok hari.

◊ ◊ ◊

Beberapa waktu setelah dimulainya pesta pembukaan yang menandakan dimulainya Kompetisi Sembilan Sekolah, para murid SMA 4 berkumpul menjadi kelompok besar di pojok aula makan.

Tiap tahun, SMA 4 selalu menjadi kompetitor terlemah di Kompetisi Sembilan Sekolah. Dari segi kemampuan sihir mereka tidak sebegitu rendahnya dibanding sekolah lain, tapi mereka semua rata-rata orang pemalu.

Di dalam kelompok itu, Ayako menjadi yang paling menarik perhatian. Dan itu adalah sesuatu yang tak terhindarkan. Ada banyak penyihir yang menonjol sebab penampilan mereka, tapi penampilan Ayako benar-benar menarik perhatian orang dalam jumlah besar. Banyak murid-murid sekolah lain yang mengamati wajah menawannya, dan mencari-cari kesempatan untuk berbicara dengannya.

Tapi, sayangnya, Ayako sendiri tidak ingin seperti ini. Di saat yang sama, dia sedang berbicara dengan anak kelas 3 di sekolahnya, Naruse Harumi.

“Maafkan aku, Naruse-senpai. Aku mau minta tolong.”

Harumi benar-benar terkejut ketika Ayako berbicara dengannya saat ia sedang berbicara dengan teman sekelasnya.

“Kuroba-san, ada masalah apa?”

“Ya, sebelumnya aku minta maaf sudah mencari-cari informasi pribadimu, tapi, Naruse-senpai sepertinya punya kerabat di SMA 1?”

Ayako memasang senyuman menggodanya yang kelihatan tidak cocok untuk sosok seorang anak SMA, dan wajah Harumi memerah di hadapannya.

“Oh, ya. Sepupuku ada di SMA 1.”

Harumi mencoba mencoba sebisa mungkin untuk menahan dirinya, tapi sepertinya, dia tidak terlalu mampu melakukannya. Dan teman sekelasnya melihatnya sambil mengejek.

Para murid-murid perempuan di SMA 4 tidak punya kebencian kepada Ayako, semacam “Dia tukang goda” atau “Dia berani tebar pesona depan laki-laki”.

Pertama, Harumi bukanlah orang yang populer. Faktanya, dia adalah penyihir dan teknisi sihir yang menjanjikan, dan dengan statusnya sebagai keponakan seorang pengusaha kaya yang tentunya punya banyak koneksi. Kedua, dengan sikapnya yang sederhana dan obsesinya terhadap sihir, teman sekelasnya memilih untuk menjaga jarak darinya, yang mana hal tersebut ditiru juga oleh dua angkatan di bawahnya.

Tapi terlepas dari itu, tidak ada seorang pun yang menatap sinis Ayako, murid-murid perempuan dari SMA 4, bahkan saat sedang latihan untuk Kompetisi Sembilan Sekolah, sadar bahwa Ayako adalah tipe orang yang penampilan dan karakternya berbanding terbalik. Oleh karena itu, mereka jadi penasaran tentang Ayako dan Harumi.

“Kenapa memangnya?” tanya Harumi pada Ayako, mengabaikan tatapan orang di sekitarnya.

Ayako menyadari semua itu, tapi menjawab balik dengan senyuman sambil tidak memerdulikan semua itu.

“Ada satu orang di SMA 1 yang ingin aku temui. Apa bisa sepupu Senpai memperkenalkannya pada kami?”

“Bicara dengan seseorang?”

“Ya, Senpai mungkin kenal dirinya. Namanya Shiba Tatsuya.”

“Oh, si teknisi super itu.”

Harumi tahu nama Tatsuya. Lebih tepatnya di antara semua staf teknisi SMA 4 hanya beberapa anak kelas 1 saja yang tidak mengenal nama ‘Shiba Tatsuya’. Bagi SMA 4 yang fokus pada teknologi sihir, keajaiban dan mukjizat yang ditunjukkan Tatsuya tahun lalu adalah suatu hal yang tak bisa mereka abaikan.

“Kuroba-san, apa kau penggemarnya?”

Kekaguman seorang gadis cantik seperti Ayako terhadap seorang murid dari sekolah lain tentu membuat para lelaki jadi tak senang hati. Tapi Harumi tidak kedengaran cemburu. Di saat itu, dia merasa kalau kekaguman seorang anak SMA 4 terhadap Shiba Tatsuya adalah sesuatu yang wajar.

“Tidak, bukan aku, tapi Fumiya.”

Saat Ayako mengatakannya, Harumi melihat Fumiya, berdiri diam manis, di samping belakangnya.

Melihat pandangan Harumi, Fumiya dengan malu-malu mengalihkan pandangannya. Itu bukan pura-pura, memang begitulah reaksi Fumiya. Memang benar Fumiya mengangumi Tatsuya, dan dia tidak nyaman kalau semua orang tahu akan itu. Hal itu membuat perkataan Ayako jadi lebih meyakinkan.

“Baiklah. Coba kutanyakan.”

Demi adik kelasnya yang manis, Harumi rela menanyakannya. Dan hal itu tidaklah sulit. Dia juga menganggap Fumiya ‘manis’, tapi jelas itu bukanlah alasannya menerima permintaan ini.

Harumi pergi mencari Shizuku di aula makan. Dia dapat menemukannya dengan cepat. Posisinya tidak jauh dari meja kelompok SMA 1 setiap tahun. Namun, di sebelahnya, ada Shiba Tatsuya yang sedang melakukan pembicaraan serius dengan ‘Crimson Prince’ dan ‘Cardinal George’ SMA 3.

Bagi Harumi, jelas ini adalah suatu rintangan, tapi dia tidak bisa melanggar janji yang telah dibuatnya. Dia memberanikan diri dan pergi mendekati Shizuku. Ayako dan Fumiya tidak diminta untuk mengikutinya, tapi mereka mengikut Harumi tanpa ragu-ragu.


“Shizuku-san.”

“Harumi-niisan.”

Harumi datang dari sebelahnya, dan Shizuku menoleh. Honoka, yang ada di sebelah Shizuku, juga kenal dengan Harumi. Berkat itu, Harumi jadi merasa lebih santai.

“Lama tidak bertemu.”

Mereka agak jauh dari kelompok SMA 1, jadi Harumi bisa berbicara santai akrab dengan mereka.

“Lama tidak bertemu. Kenapa?”

Melihat sikap ketus sepupunya, Harumi sadar kalau dirinya sendiri tidak seramah itu. Jadi dia hanya membalasnya dengan senyuman canggung.

“Sebenarnya, bukan aku yang mau, tapi adik kelasku” kata Harumi sambil menoleh ke belakang.

Shizuku melihat ke arah yang sama. Ayako, yang berdiri di sana, menunduk dalam, sementara Fumiya hanya mengangguk.

“Mereka bilang ingin bertemu dengan Shiba Tatsuya-san.”

Ekspresi terkejut Shizuku tidak terlalu beda dengan wajah biasanya (sampai hanya teman baiknya saja yang bisa menyadarinya).

“Dengan Tatsuya-san? Bukan Miyuki?”

Mungkin Miyuki mendengar namanya dipanggil. Jadi dia menoleh ke arah Harumi.

Melihat sesosok gadis cantik di hadapannya, Harumi hanya bisa melongo tidak bisa berkata apa-apa. Namun, dengan janjinya kepada dua adik kelasnya, dia entah bagaimana berhasil mengontrol dirinya dan mengangguk menjawab pertanyaan Shizuku.

“Ya, dengan Shiba Tatsuya-san. Lagipula, kami teknisi SMA 4.”

“Oh begitu.”

Harumi kepikiran alasan itu dan menambah candaan di belakangnya. Shizuku mengangguk paham. Dia paham akan fokus utama SMA 4.

“Karena itu, Shizuku-san, apa bisa kau mengenalkannya pada mereka?”

“Aku tidak masalah.”

Shizuku mengangguk dan berjalan ke kelompok SMA 1.

Di sana ia berbicara dengan Miyuki, yang mana diteruskan Miyuki kepada Tatsuya.

Harumi memandangi Miyuki mendekati Tatsuya dan Masaki yang sedang berbicara.

Tidak lama Tatsuya berpisah dari Masaki dan berjalan ke mereka. Melihat ini, Harumi menarik napas lega tugasnya sudah selesai.

Tatsuya berhenti di depan Harumi. Harumi yang sadar kalau dia terpana melihat Miyuki yang mengikuti Tatsuya, mengingatkan dirinya untuk menyelesaikan tugasnya dan berbicara kepada Tatsuya.

“Aku Naruse Harumi anak kelas 3 SMA 4. Maaf mengganggu pembicaraanmu.”

“Shiba Tatsuya kelas 2 SMA 1. Tidak apa-apa, lagipula pembicaraanku dengan Ichijou-kun memang sudah selesai.”

Ketegangan yang Harumi rasakan perlahan turun melihat sikap Tatsuya yang lembut, beda dari perkiraannya.

[Tapi tetap saja…. Dia ini keren.] pikir Harumi, setelah ketegangannya telah menurun. Orang yang berbicara dengannya ini tidak terlalu tampan, postur tubuhnya juga tidak sebagus itu. Tubuhnya tegak. Atmosfer di sekitarnya tenang sehingga memberi kesan positif ketika pertama kali bertemu seakan berkata “Apapun yang terjadi, akan kubantu”.

[Sekarang aku paham kenapa Kuroba-kun mengaguminya.]

Setelah berbicara seperti itu dalam hati, Harumi melanjutkan perkataannya.

“Terima kasih. Jadi begini, adik kelasku ada yang ingin bicara denganmu.”

Seolah-olah menunggu Harumi mengatakan itu, Fumiya dan Ayako baru muncul dan berdiri di depan Tatsuya.

“Aku Kuroba Fumiya. Senang bertemu denganmu, Shiba-senpai.”

“Senang bertemu denganmu, namaku Kuroba Ayako. Kami kembar, Fumiya yang lebih muda. Terima kasih atas waktunya, Shiba-senpai.”

Dengan perginya Harumi, Fumiya dan Ayako ‘memperkenalkan diri’ kepada Tatsuya. Perkataan mereka tidak terdengar palsu.

“Senang bertemu kalian, aku Shiba Tatsuya.”

Sikap Tatsuya juga terdengar alami.

“Tapi, aku dari SMA 1; aku bukan senpai kalian.”

“Bahkan walaupun sekolahnya berbeda, dalam ilmu sihir Shiba-san adalah senpai kami.”

“Walaupun kami dari SMA 4, kemampuan teknik kami tidak terlalu bagus. Tapi kalau boleh, bisa kami minta masukan? Baik aku dan adikku sangat kagum dengan kemampuan Shiba-senpai.”

Tentunya, semua sandiwara ini dilakukan untuk memperpanjang pembicaraan Tatsuya-Fumiya dan Ayako. Miyuki tidak ikut ke dalam pembicaraan dan membiarkannya mengalir begitu. Dia sendiri tidak masuk ke pembicaraan karna dia tidak yakin apa yang harus dilakukannya.

Ternyata sandiwara Fumiya dan Ayako untuk berbicara dengan Tatsuya berjalan lancar.

“Mustahil selama Kompetisi Sembilan Sekolah, tapi kalau ada waktu lain aku tidak masalah.”

“Benarkah!?”

“Terima kasih banyak. Kami sangat menghargainya.”

Meski sulit bagi mereka untuk tidak membicarakan kecantikan Miyuki, tapi hal itu tidak mengganggu jalannya pembicaraan mereka. Buktinya saja, Harumi yang melihat semua ini dari dekat, tidak merasakan sesuatu yang janggal.

Setelah berhasil memberi kesan kalau mereka belum pernah kenal Tatsuya sebelumnya, Fumiya dan Ayako kembali ke kelompok SMA 4.

◊ ◊ ◊

Pesta pembukaan telah usai, dan kini sudah hampir jam malam. Lampu di lobi dan koridor telah dimatikan. Fumiya dan Ayako menggunakan gas tidur untuk membuat teman sekamar mereka tidur (tentu saja kamar mereka dipisahkan sesuai gender), setelah itu mereka bertemu di belakang taman hotel.

“Kau tepat waktu, Fumiya.”

“Kau juga, Nee-san.”

Meski perkataan dan mimik wajah mereka tidak selaras, mereka tersenyum satu sama lain, mengeluarkan jaket bolak balik mereka, dan membaliknya ke dalam.

Jaket bolak balik itu dari warna abu muda mirip putih, dibalik jadi abu gelap mirip hitam. Fumiya melakukan semuanya seperti biasa, Ayako memasukkan rambutnya ke dalam jaket sebelum menutup ritsletingnya.

“Baik, ayo. Giliranmu, Nee-san.”

“Iya.”

Sambil menjawab itu, Ayako menggunakan sihir keahliannya, ‘Perfect Diffusion’, biasa disingkat PD. Kali ini, siluet mereka berdua benar-benar menghilang ke dalam gelapnya malam.


Fumiya dan Ayako menerima tiga perintah dari Maya: “Menonjol di Kompetisi Sembilan Sekolah”, “Coba untuk tidak membuat orang mengatahui hubungan mereka dengan Keluarga Yotsuba secara gamblang”, dan “Buat semua orang mengira kalau mereka tidak kenal dengan Tatsuya”. Tapi meski diberi semua perintah itu, sebagai penyihir Keluarga Kuroba, mereka tetap perlu melakukan pengintaian. Mereka diperlukan untuk mengumpulkan informasi terkait rincian pengujian keefektifan Weapon P, boneka Parasite. Tidak seperti Fumiya, Ayako sudah sangat terlibat dalam investigasi ini. Dan mereka tidak akan menghentikan pekerjaan mereka hanya karna diberikan tugas yang lain, misi Kompetisi Sembilan Sekolah.

Pelaksanaan pengujian ini ada di lomba Steeplechase Cross-country. Dikatakan bahwa boneka Parasite akan diuji coba di hari terakhir di tempat pelaksaan lomba. Mereka akan menguji cobanya pada murid SMA Sihir. Namun, medan pengujian ini cukup luas, terbentang panjang empat kilometer x lebar empat kilometer. Informasi yang mereka peroleh terkait tempat pelaksanaannya tidak memberi petunjuk akan lokasi spesifik pengujiannya.

Mereka juga tidak tahu berapa banyak Weapon P yang akan digunakan. Bahkan jika mereka menyerahkan intervensi pengujian itu pada orang lain (dalam hal ini Fumiya dan Ayako yakin kalau Tatsuya lah yang akan melakukannya), mereka berdua setidaknya ingin tahu lokasi pastinya boneka Parasite itu akan ditempatkan dan jumlahnya.

Namun, mereka berhenti di depan area Steeplechase Cross-country.

“Kenapa?”

“…Kita tidak bisa masuk. Area itu terlalu diawasi dengan berbagai sensor. Aku tidak bisa menemukan celah untuk masuk.”

Sihir ‘Perfect Diffusion’ adalah sihir yang menyebarkan dan meluruskan ulang gelombang elektromagnetik, suara, maupun aliran udara. Dengan sihirnya, Ayako bisa mengendalikan deviasi gelombang elektromagnetik dan suara pada udara di sekitarnya. Kemampuannya ini tidak setinggi Honoka, yang bisa merasakan getaran gelombang cahaya bahkan sebelum cahaya itu terlihat. Namun, Ayako bisa merasakan adanya gelombang yang ada dalam radius yang luas. Area Steeplechase Cross-country seluas 4x4 km juga masuk dalam jangkauannya. (Tapi dia tidak bisa merasakan keberadaan senjata itu.)

Persepsinya berkata kalau seluruh area lomba itu, seperti kubah, dilingkupi oleh jaringan sensor aktif yang merekam gelombang elektromagnetik, suara, dan sinar inframerah. Semuanya dikendalikan dengan sangat hati-hati sehingga hewan kecil seperti kucing sekalipun tidak bisa memasukinya.

“Kalau sensornya pasif, maka tidak ada masalah… tapi yang banyak terpasang di sana adalah sensor-sensor aktif mahal.”

Seperti yang Ayako katakan, sihirnya bisa dengan mudah mengelabuhi sensor pasif, yang hanya menangkap gelombang elektromagnetik dan suara yang dikeluarkan penyusup. Sebenarnya, sihirnya juga mampu mengelabuhi sensor aktif, dengan cara tidak memancarkan gelombang elektromagnetik dan bergerak tanpa suara, sehingga tidak ada sinyal yang bisa tertangkap sensor.

Namun, mereka juga memasang sensor pelindung aktif, yang memancarkan sinar inframerah dan gelombang ultrasonik, untuk menangkap penyusup yang bersentuhan dengan gelombang tersebut. Dan ‘Perfect Diffusion’ ini bisa ditangkap oleh sensor sinar inframerah dan gelombang ultrasonik sebagai sesuatu yang abnormal.

“Kita mundur karena takut tertangkap sensor? Di sana cuma terpasang kamera dan mikrofon bukan? Kalau kita bergerak cepat, meskipun mereka tahu ada yang menyelinap, mereka tidak akan bisa tahu identitas penyelinapnya.”

Ayako kagum melihat ketekunan Fumiya saat menyampaikan pemikirannya, tapi pada akhirnya dia hanya bisa menggelengkan kepala.

“Lebih baik kita hentikan saja. Tidak ada gunanya kita memperumit masalah sebelum acara.”

Acara yang dimaksud adalah perlombaan mereka di Kompetisi Sembilan Sekolah dan pengujian boneka Parasite. Tahun lalu juga terjadi insiden, intervensi No Head Dragon. Jika ditemukan adanya penyelinap di tempat perhelatan Kompetisi Sembilan Sekolah, maka kompetisi itu tidak akan dihentikan, tapi jelas saja itu masih akan menghambat jalannya acara. Hal itu hanya akan mempersulit bukan hanya kerja mereka, tapi juga Tatsuya.

“Aku mengerti.”

Fumiya di saat yang sama mengatakan rencana ceroboh seperti itu dan menerima keputusan Ayako, hal ini bisa terjadi dikarnakan peran mereka dalam misi. Fumiya biasanya menjadi penyerang dengan sihir ‘Direct Pain’, sementara Ayako berperan sebagai pendukung dengan sihir ‘Perfect Diffusion’ dan ‘Mock Teleportation’. Dengan pembagian peran mereka, Ayako lah yang bertugas membawa mereka berpindah tempat keluar-masuk area misi, dan Fumiya lah yang berhadapan langsung dengan musuh.

“Saat ini kita tidak ada pilihan selain mundur.”

“Ayako, Fumiya.”

Tepat saat Ayako akan membenarkan perkataan Fumiya, mendadak terdengar suara yang membuatnya kaget bukan main.

“Tatsuya-niisan!” teriak Fumiya gembira sambil masih menahan suaranya. Ayako juga menyadari pemilik suara itu.

“Tatsuya-san, tolong jangan mengagetkan kami.”

Terlihat air mata terbendung di mata Ayako.

“Aku tidak bermaksud seperti itu.”

Tatsuya sudah terbiasa menggunakan suara dinginnya, dia sadar itu, dan dia hanya bisa meminta maaf kepada Ayako.

“Kalau begitu tolong jangan memanggil kami dengan suara menakutkan seperti itu.”

Meski dia tidak ada masalah dengan itu, dia khawatir kalau dia bisa saja secara refleks menyerangnya.

“Jadi kalian ke sini untuk melihat tempat lomba?”

Tatsuya tidak berusaha mencari alasan atau apapun.

Seorang gadis biasa pasti akan kesal dengan sikapnya ini. Tapi Ayako adalah orang yang menganggap sikap Tatsuya ini indah, sikap yang tidak akan terpengaruh sama sekali bahkan oleh tetes air mata seorang wanita dan akan mengutamakan misinya nomor satu.

“…Ya. Tapi keamanannya ketat sekali.”

Suasana hati Ayako segera berubah. Mengikuti Tatsuya, dia kembali fokus ke misinya.

“Dan kita tidak bisa masuk ke sana.” lanjut Fumiya pada perkataan kakaknya. Sejak awal, mereka tidak terkejut ataupun menanyakan keberadaan Tatsuya di sana. Dan Tatsuya sendiri tidak buang-buang waktu untuk memperbaiki suasana hati Ayako.

“Kalian tidak bisa masuk bahkan dengan sihir Ayako?”

Tatsuya terdengar terkejut. Ayako sadar kalau itu karna Tatsuya pribadi memandang tinggi sihirnya, sehingga dia bisa menerima sikap itu.

“Ah, tidak, maaf. Aku tidak bermaksud mengejekmu.” 

Sadar ia menyinggung harga diri Ayako, Tatsuya lantas meminta maaf kali ini.

Ayako tahu kalau Tatsuya menyadari dirinya yang terlihat kesal, tapi awalnya dia ingin dirinya tetap tenang. Dia merasa malu dengan dirinya yang tidak bisa fokus pada misi, tapi malah kehilangan kesabarannya hanya karna satu kalimat yang didengarnya.

“Tatsuya-niisan, apa kau ke sini juga untuk melihatnya?”

Fumiya merubah pembicaraan ini bukan karna dia khawatir dengan Ayako. Ayako, juga, tahu kalau dia menanyakan itu untuk menentukan apa yang harus mereka lakukan setelah ini. Tapi dia jelas senang dengan timingnya. Ayako dalam hati berterima kasih pada adiknya untuk itu.

“Ya. Tapi aku tidak bisa menyelinap masuk dan penasaran dengan itu.”

“Aku mengerti.” gumam Fumiya tanpa menyembunyikan kekecewaannya.

“Apa kita coba sekali lagi? Kalau Onii-san juga ikut, mungkin bisa.”

Fumiya memberikan usulan kepada Tatsuya. Meski hal itu tidak ada gunanya.

“Tidak, memaksa masuk dan membuat keributan itu kemungkinan terburuk. Aku berani bilang kalau kita lebih baik mundur sekarang.”

Dari kondisi Ayako, ini adalah hal yang masuk akal, jadi Tatsuya menolak usulan Fumiya.

“Keputusan yang bijaksana.”

Bukanlah Fumiya dan Ayako yang menjawab Tatsuya.

“Siapa itu!?”

Ayako membentak sebuah siluet manusia yang muncul dari dalam hutan.

Sebuah siluet mirip ninja muncul dari kegelapan. Itu bukanlah ninja. Entah kenapa, baik Fumiya ataupun Ayako tidak bisa melihat sosok orang itu. Orang itu tidak sedang mengenakan tudung ataupun topeng, tapi mereka berdua tidak bisa melihat wajahnya, bentuk wajahnya, atau bahkan menebak usianya.

“Master, bisakah kau menampakkan diri dengan cara yang lebih normal?”

Fumiya dan Ayako hanya bisa mengedipkan mata.

Seketika Tatsuya mengatakan hal tersebut, sosok orang itu mendadak jadi terlihat jelas.

“Seperti yang Tatsuya-kun bilang, lebih baik kita mundur malam ini.”

“…..Tatsuya-san, orang ini…..?”

Menyadari kalau itu adalah Yakumo, Ayako menurunkan penjagaannya dan bertanya pada Tatsuya.

“Ya, seperti yang kau pikirkan, Ayako.”

“Itu berarti ini Yakumo-sensei yang itu.”

Kali ini, Fumiya mengangguk-angguk. Bagi mereka berdua, yang merupakan penerus Keluarga Kuroba, unit intelijen Keluarga Yotsuba, nama Yakumo punya pengaruh yang besar.

“Kalau begitu, Master, apa kau menemukan sesuatu?” tanya Tatsuya, mengabaikan perasaan Fumiya dan Ayako.

Yakumo menggelengkan kepalanya.

“Tidak. Tidak ada apa-apa di area ini.”

“Kau bisa masuk ke dalam area!?”

Ayako secara refleks menaikkan suaranya, lalu menutup mulutnya dengan kedua tangannya sambil panik. Ditenangkan dengan gestur kekanak-kanakannya, Tatsuya tersenyum kecil. Lalu dia segera menghilangkan itu dan melihat ke arah Yakumo.

“Kita menyerah dengan keamanan itu, jadi apa yang Anda lakukan menakjubkan.”

Tatsuya melirik ke arah Ayako di ujung lapang pandangnya. Ayako sadar kalau Tatsuya mengkhawatirkannya.

Memang benar, dirinya kesal mengetahui kalau Yakumo bisa melakukannya dengan mudah (ia menilainya mudah dengan melihat kondisi Yakumo yang tidak ada kotor sedikitpun pada bajunya yang menandakan kalau ia tidak kesulitan sama sekali) mengelabuhi sistem keamanan yang ada, yang mana terlalu sulit baginya.

Tapi selain itu, jauh di dalam hati Ayako juga ada kekaguman dan kewaspadaan ketika dihadapkan dengan kemampuan Yakumo. Ketika Fumiya dan Ayako nanti sudah mewarisi Keluarga Kuroba, apakah mereka bisa mengungguli shinobi ini? Begitulah isi pikiran Ayako sekarang.

Oleh karena itu, jika Tatsuya kasihan terhadap Ayako sekarang, itu semua tidak ada gunanya. Bahkan dengan dirinya yang tidak bisa apa-apa, Ayako tidak mempermasalahkannya.

Sementara itu, pembicaraan Tatsuya dengan Yakumo berlanjut, tapi pada akhirnya jelas kalau mereka sampai pada jalan buntu. Meski malam ini hanya buang-buang waktu, Fumiya sudah senang bisa bertemu dengan Tatsuya dan Ayako juga senang melihat Tatsuya mengkhawatirkannya.

Setelah melambaikan tangan kepada Tatsuya, Yakumo menghilang ke dalam kegelapan. Baik Fumiya ataupun Ayako tidak tahu bagaimana cara Yakumo pergi dari tempat itu, tapi mereka tidak mau pikir panjang. Mereka berdua sadar perbedaan kemampuan mereka dengan Yakumo saat itu. Perbedaan yang tinggi itu hanya membuat mereka iri. Memberi mereka dorongan untuk meningkatkan diri.

Tatsuya menoleh ke mereka berdua, yang kini dalam hati bersumpah untuk meningkatkan latihan mereka.

“Fumiya, Ayako.”

Suaranya kecil, tapi terdengar tegas.

“Ya?”

“Ada apa?”

Dari sini, sikap mereka berdua juga sudah berubah. Fumiya dan Ayako tidak seharusnya menuruti perkataan Tatsuya. Tidak ada seorangpun yang memaksa mereka melakukannya, mereka sendirilah yang menerimanya secara spontan.

“Akan kuambil alih masalah ini. Kalian fokuslah pada Kompetisi Sembilan Sekolah.”

Perkataan Tatsuya kepada mereka secara tak langsung berkata “Jangan ikut campur lagi”. Perkataan seperti itu seharusnya bisa melukai harga diri seorang penyihir Keluarga Kuroba.

“Baik.”

“Baiklah, kalau Tatsuya-san bilang begitu.”

Tidak terlihat tersinggung sedikit pun, berdua Fumiya dan Ayako mengangguk menerima perintah Tatsuya.