Akira dan Alpha
(Bagian 2)

(Penerjemah : Zerard)


Tempat ini disebut sebagai pinggiran reruntuhan distrik Kuzusuhara. Tempat ini adalah yang terdekat dengan kota Kugamayama di mana Akira tinggal, dan reruntuhan terbesar di antara reruntuhan lainnya yang ada di antara blok ekonomi kota ini.

Akira, yang melanjutkan pencariannya di dalam reruntuhan walaupun setelah diserang oleh seekor monster, menghela.

– ...Nggak ada yang bagus. Walaupun aku datang kesini, mempertaruhkan nyawaku.... Apa ini bakal percuma kalau aku nggak lanjut sampai ke bagian lebih dalam?

Dia mengangkat wajahnya sedikit dan melihat kembali reruntuhan. Di balik reruntuhan ini, pemandangan akan pencakar langit berdiri berderet memanjang. Pemandangan itu terus berlanjut hingga melewati cakrawala, terbentuk oleh bangunan-bangunan yang tak terhitung.

Bahkan jika kita membuat sebuah keputusan cepat dari sudut pandang tak jelas itu, ukuran dari bangunan di belakang sangatlah besar dan penampilan luar dari bangunan itu juga terlihat bagus.

Terdapat perbedaan mencolok di antara bangunan itu dengan keadaan bangunan setengah hancur di sekitar sini.

(Kalau aku bisa ke sana, apa aku bisa mendapatkan relik yang sangat mahal?)

Besarnya jumlah uang yang mungkin saja bisa didapatkan menyemangati keserakahan Akira. Dia sedikit khawatir, namun dengan cepat dia menggelengkan kepala dan berkata nyaring untuk membujuk dirinya sendiri.

– Tidak, itu mustahil. Aku pasti bakal mati.

Puing-puing di sekitar dan interior yang terawat dari sebuah pemandangan menakjubkan. Perbedaannya adalah lingkungan yang terawat.

Itu artinya, perawatan otomatis yang canggih dan fungsi perbaikan dari Dunia Lampau tengah beroperasi di bagian dalam bahkan hingga masa kini. Mesin sekuriti di area itu juga beroperasi sembari menjaga manufaktur berperforma tinggi dari teknologi zaman itu, dan rasa takut akan mereka yang akan terus mengeliminasi penjajah luar dengan paksa sangatlah tinggi. 

Sangatlah tidak mungkin bagi seorang anak kecil seperti Akira akan kembali selamat dari area yang dijaga oleh mesin sekuriti itu.

– Area ini terlalu sulit untukku. Hentikan. Jangan pergi lebih jauh... Oke.

Akira berhasil mengesampingkan keserakahannya dan berlanjut menelusuri reruntuhan untuk beberapa waktu, namun dia tidak mendapatkan hasil yang bagus. Kepalanya tertunduk dan menghela. Sebuah tulang manusia tersebar di sekitar pandangannya yang terturun.

Dia sudah beberapa kali menemukan tulang manusia. Setiap kali dia menemukannya, dia mencoba untuk mencari di sekitaran mayat itu untuk melihat apakah barang milik mereka masih ada, namun dia tidak mendapatkan apapun yang bernilai.

(...Bahkan yang duluan sebelum aku nggak memiliki apapun?)

Seseorang telah mengambil semuanya. Atau seseorang yang seceroboh dirinya datang kemari tanpa perlengkapan yang pantas dan menemui ajal yang sudah sepantasnya mereka dapatkan. Pikir Akira dan itu membuatnya sedikit depresi.

(Kalau begini terus, malam sebentar lagi datang. Ini nggak bagus. Apa ini sudah waktunya untuk kembali? Kalau aku tetap keras kepala dan tinggal di sini, aku bakal bergabung dengan tulang-tulang ini.  Untuk bisa kembali hidup dari reruntuhan berbahaya, menurutku itu adalah pengalaman yang terbaik...)

Akira menjadi muram tanpa disadarinya. Alasan yang dia pikir sama sekali tidak cukup untuk mengenyahkan kepahitan akan “Apapun boleh, aku ingin hasil.”

Dia sudah melawan monster sekali, dan hampir mati. Jika dia kembali sekarang, bahkan kemenangan yang dia dapatkan dengan mempertaruhkan nyawanya akan menjadi upaya yang percuma dan buang-buang waktu. Dia membenci itu, dan itu membuat tekad Akira goyah.

Apa aku harus terus atau aku harus mundur? Dia bimbang dengan muram. Keseimbangan di antara pilihan itu berayu . Jika dia terus mencari dan di  serang monster lagi di dalam malam tak berbulan, tentunya dia akan mati.

Ketika pikiran itu mulai memiringkan keseimbangan pilihan menuju mundur dengan sedikit kepasrahan, sesuatu yang kecil dan bersinar muncul di depan Akira.

(...Hmm?)

Cahaya terbanh di udara seraya berayun di dalam bayangan bangunan di senja hari.

Seperti cahaya samar dari serangga, yang lebih kecil dari ujung jarinya terbang seraya memancarkan cahaya, tampak seperti melayang.

Akira menjadi sedikit siaga, namun cahaya itu tidak tampak seperti monster yang hidup di reruntuhan, karena itu dia berhenti siaga dengan segera. Seraya perhatiannya tertuju pada cahaya samar itu, sebuah cahaya yang lebih kuat muncul dari dalam bangunan terbengkalai yang berdiri di ujung jalanan. Cahaya samar itu berjalan menuju jalanan dan bergabung dengan cahaya yang muncul dari sudut jalanan.

Melihat pada arah itu dengan tatapan bingung, beberapa cahaya samar lainnya melewati Akira dari belakang, berlalu di samping wajahnya dan menuju sudut dari jalanan itu. Dia memutar wajahnya dan memeriksa belakangnya, namun dia tidak dapat memastikan dari mana asal cahaya itu, hanya kegelapan yang memanjang yang berada di belakangnya.

Dia menoleh ke arah sudut itu lagi. Kemudian cahaya samar datang kembali dari belakangnya menuju ujung dari jalanan itu. Akira tidak dapat mengetahui alasannya, dia bingung. Akan tetapi, cahaya itu, yang entah mengapa terlihat begitu ajaib di dalam kegelapan dari bangunan terbengkalai, sangat memicu rasa penasarannya.

Akira terdiam untuk beberapa saat. Namun setelah sedikit bimbang, dia mulai berjalan menuju sudut itu. Sumber cahaya itu tidak diketahui, namun mungkin terdapat sesuatu di sana. Dia telah datang sejauh ini dengan mempertaruhkan nyawa. Apapun boleh, aku ingin hasil. Pikiran itu pada akhirnya menjadi pemenang.

Akira, yang terkalahkan oleh keserakahannya, menoleh menuju sudut itu seraya siaga. Dan tidak lama setelah dia melihat pemandangan yang ada di balik itu, rasa kaget membekukan dirinya.

Di balik sudut pandang Akira, sebuah cahaya samar berkumpul dan membuat bagian dari jalan utama bersinar. Seorang wanita berdiri di tengah pemandangan fantastis itu.

Wanita itu memiliki kecantikkan mistis dan tidak realistis. Terlebih lagi, dia memaparkan keelokkan fitur dan tubuhnya yang memukau ke sekitarannya secara penuh. Dengan kata lain, wanita itu telanjang bulat.

Kulitnya sangat cantik tak tertandingi, jika dibandingkan dengan warga wilayah kumuh, dan kilau dari kulitnya jauh melampaui wanita yang hidup di dalam divisi kota atas yang terkenal dengan kekayaan mereka, obsesi dan teknologi dari Dunia Lampau.

Keindahaan dari tubuhnya begitu artistik, dan rambutnya yang menjulang hingga pinggul tidak menunjukkan sedikitpun kepudaran. Wajahnya yang begitu anggun, yang dikagumi oleh pria dan wanita dari segala umur, membuat penampilannya sangat mencolok.

Jiwa Akira terpincut. Akira begitu terpesona oleh wanita itu. Keelokan wanita itu yang tak tersaingi, bahkan jika dibandingkan dengan semua wanita yang pernah Akira lihat seumur hidupnya yang pendek, dan bahkan jika dia membayangkan sebuah wanita lainnya untuk dibandingkan. Wanita itu telah mengubah standar kecantikkan di dalam Akira dalam satu tatapan.


Cahaya samar yang terbang dari belakang Akira berhenti pada ujung jemari wanita itu. Cahaya itu menghilang seolah terserap olehnya. Benderang wanita itu semakin meningkat. Akira terpana pada pemandangan itu.

Tatapan wanita itu, yang mengarah pada ujung jemarinya, tiba-tiba berubah mengarah Akira. Akira bertatap mata dengan nya, walaupun tubuh telanjang wanita itu dilihat secara penuh oleh Akira, satu-satunya reaksi wanita hanyalah menatap Akira. Oleh karena itu, Akira kehilangan kesempatannya untuk tersadarkan dan terus menatap wanita itu.

Tanpa disangka, wanita itu tertawa gembira, dan melangkah mendekati Akira.

Seseorang yang tidak dikenal Akira mencoba untuk mendekatinya, persepsi itu membuat dirinya sedikit waspada. Pada saat itu, Akira tersadarkan oleh situasinya kembali. Dengan cepat dia berganti ekspresi dan menodongkan senjatanya pada wanita itu dan dengan suara terkejut, ekspresi sangat suram, berteriak.

– Jangan bergerak!

Wanita itu adalah penjelmaan akan ketidaknormalan.

Reruntuhan Dunia Lampau adalah rumah bagi monster berbahaya. Bahkan terdapat tempat di mana grup bersenjata yang berpengalaman dapat mati. Wanita itu berdiri sendiri di tempat seperti ini tanpa memegang senjata dan tanpa bersembunyi. Wanita itu bahkan tidak berperilaku seperti dia cemas akan sekitarnya. Dia tidak menggunakan busana dan tidak berupaya untuk menyembunyikan tubuh telanjangnya. Pusaran angin di sekitar bangunan memutarkan pasir dan debu, akan tetapi tidak satupun kotoran yang menempel pada rambut dan tubuh wanita itu.

Terlebih lagi, walaupun wanita itu memahami bahwa orang asing tengah menodongkan senjata kepadanya dan orang itu dalam keadaan dimana tidak aneh jika dia menarik pelatuk secara tidak sengaja, wanita itu terus mendekati Akira tanpa gentar sedikitpun, tanpa siaga sedikitpun dan tanpa sedikitpun rasa dalam bahaya.

Ketika Akira menyadari itu, semua cahaya fantastis di sekitar sang wanita menghilang. Ilusi itu telah lenyap dari bangunan di belakang sang wanita, yang kini kembali menjadi kegelapan, dan sosok wanita itu, yang tertawa dan mendekat seraya telanjang, sangatlah unik.

Akira telah mengubah pemahamannya terhadap wanita itu menjadi sesuatu yang benar-benar tidak diketahui dan aneh. Dia memperingatkan kepadanya yang semakin mendekati dirinya seraya tertawa untuk kedua kali.

– S-sudah ku bilang jangan bergerak kan?! Jangan mendekat! Ku tembak kamu! Aku serius!

Biasanya Akira akan menembak tanpa peringatan. Dia mengetahui secara sekilas bahwa sosok itu tidak bersenjata. Dia tidak merasakan adanya niat jahat dari ekspresi wanita itu. Situasi yang tidak dapat dimengerti ini membuatnya bingung, hal-hal itu membuat jari Akira bimbang.

Namun bahkan itu pun mempunyai batasan. Dia tidak lagi memberi peringatan dan berusaha menarik pelatuk kepada seseorang yang mendekat itu.

Pada saat itu, sosok wanita ini tiba-tiba menghilang dari pandangan Akira. Akira bahkan tidak berkedip. Namun dia tidak dapat melihat proses pergerakan cepat wanita itu sama sekali. Wanita itu menghilang dengan sekejap tanpa adanya isyarat.

Wajah Akira melongo terkejut. Dia menoleh kesana kemari seraya kebingungan, namun dia tidak dapat melihat wanita itu di manapun.

《Jangan khawatir. Aku tidak memiliki niatan untuk melukaimu.》

Akira mendengar suara wanita itu tepat di sampingnya, dari sebuah tempat di mana seharusnya tidak ada seorangpun. Ketika dia menolehkan wajahnya ke arah itu secara reflek, wanita itu tepat berada di sampingnya, tepat dalam jangkauan, jika dia mengulurkan lengannya. Sebelum Akira sadarim wanita itu telah menggunakan busana dan sedikit membungkuk untuk bertatap mata, dan menatap akira dengan sebuah senyuman.

Situasi yang tidak biasa ini sudah membuat Akira tidak dapat bereaksi lagi pada keabnormalan ini. Beban mental yang terus melonjak berubah menjadi teror dan mulai menggerogoti pikiran Akira.

Akira menahan terror itu dengan mengeratkan giginya. Dia menjadi gelisah namun mamoun menahan dirinya agar tidak panik. Jika dia kehilangan akal sehatnya, dia akan mati. Pengalaman bertahan hidup di daerah kumuh telah membantu kesadarannya.

Akira berusaha menodongkan senjatanya kembali. Seraya memegang senjata, Akira menjulurkan lengannya dan berusaha untuk menekankan moncong senjata kepada wanita itu.

Seharusnya, tindakan itu tidaklah memungkinkan. Karena dia terlalu dekat dengan wanita itu, lengannya akan bertabrakan dengannya.

Akan tetapi, gerakan itu menjadi mungkin. Ketika Akira selesai dengan gerakan itu, kedua tangannya tenggelam ke dalam dada wanita itu hingga mencapai pergelangan tangan Akira.

Tidak ada sensasi sesuatu berada di sana dari kedua tangan Akira. Selama Akira percaya dengan kedua matanya, wanita itu memang benar berada di sana. Namun sensasi sentuhan pada kedua tangan Akira terus memberi tahu Akira bahwa tidak ada apapun di sana.

Pada kejadian janggal ini, Akira berhenti berpikir seraya memegang senjatanya dengan lengan terjulur. Tangannya tenggelam ke dalam dada wanita itu.

Wanita itu berusaha untuk menarik perhatian Akira dan juga berusaha untuk melambaikan tangan di depannya dan memanggil Akira untuk beberapa saat. Akan tetapi, Akira terus terpelongo terheran.