Penyelesaian Huruf-Huruf Logam

(Penerjemah : Hikari)


Setelah bertanya pada Kepala Pastor apakah aku bisa membiarkan seorang pedagang mengunjungi kamarku, aku meminta Benno membawa seorang pembuat sepatu secepat mungkin.

“Terberkatilah salju yang mencair.  Semoga kemurahan hati Dewi Musim Semi yang tak terbatas memberkati Anda.” Benno, mengucapkan salam yang merayakan kedatangan musim semi, memasuki kamarku dengan sepasang pembuat sepatu.

“Semoga kalian diberkati oleh Flutrane Sang Dewi Air dan para hambanya,” aku balas menyambut mereka, tetap duduk di aula.

Dengan pengawalku, Damuel yang mengawasi mereka dengan ketat, Benno, si pembuat sepatu yang kelihatannya seumuran, dan asistennya mengukur kaki dan bertanya padaku desain apa yang kuinginkan, ditambah material yang ingin kugunakan.

“Hm,” Rosina berpikir dengan bersuara. “Prioritas kita saat ini adalah menyiapkan sepatu untuk Doa Musim Semi. Suster akan memerlukan sepatu bot panjang dari kulit kuda.”

“Kulit kuda putih kalau begitu,” Delia menimpali.

“Delia, pikirkan ini baik-baik. Doa Musim Semi mengharuskan Suster untuk berjalan melewati kota-kota pertanian. Warna yang lebih gelap akan lebih cocok untuk tujuan ini.”

Rosina dan Delia mulai mendiskusikannya berdua tanpa memberiku kesempatan untuk mengutarakan pendapatku. Fran mendengarkan mereka dengan ekspresi kaku karena aku memintanya untuk mengawasi mereka.

Delia sangat menyukai hal-hal yang manis, cantik—dan kapan pun melibatkan urusan belanja, antusiasmenya akan di luar kendali. Tidak salah lagi dia akan membuat sepatu luar biasa mewah kalau aku membiarkannya saja.

Rosina, di sisi lain, memiliki selera fesyen yang bagus dan tahu apa yang kuperlukan berkat waktu yang dia habiskan saat melayani Suster Christine, tapi skala biayanya sedikit tidak biasa. Kalau dia mengatasi ini seperti yang Suster Christine lakukan, menghabiskan jumlah uang yang tak terbatas untuk membeli semua yang dia inginkan berdasarkan selera dan suasana hati, aku nantinya bakalan bangkrut. Dan seperti yang kuduga, dia menambahkannya sedikit demi sedikit, mengatakan hal-hal seperti “Ini sangat indah” dan “Kita sebaiknya memanfaatkan kesempatan ini untuk memesan ini juga.”

Fran-lah yang secara tegas menghentikan kegilaan mereka.

“Delia, sepatunya tidak memerlukan dekorasi lebih dari itu. Rosina, Suster Myne masih dalam masa pertumbuhan, jadi dia tidak memerlukan sepatu sebanyak itu. Akan lebih baik kalau kita hanya membeli yang baru seiring pertumbuhannya.”

Fran sebelumnya pernah menjadi pelayan Kepala Pastor, sehingga dia tahu dengan baik minimal berapa banyak baju yang dibutuhkan untuk memenuhi tuntutan masyarakat. Tapi baik dia maupun Kepala Pastor adalah pria, jadi apresiasi mereka terhadap hal-hal yang manis dan cantik tidak bisa dibandingkan dengan Rosina. Dia hanya akan menahan Rosina dan Delia sementara mereka membuat keputusan-keputusan penting, sementara tugasku adalah membuat pesanan akhir.

“Suster Myne, bagaimana dengan ini semua?”

“Ya, kurasa tiga pasang sepatu ini akan cukup.”

Pada akhirnya, kami memesan sepasang sepatu bot kulit kuda yang tingginya mencapai lutut dan sepasang sepatu kulit babi yang lembut untuk Doa Musim Semi. Sepatu yang ketiga dan yang terakhir adalah sepatu kain cantik untuk dipakai di dalam biara dan Area Bangsawan.

Begitu pesanannya selesai dan pembuat sepatu itu bersiap-siap pergi, Benno melirik ke arahku.

“Maafkan saya, tapi saya ada hal penting untuk didiskusikan dengan Suster Myne. Fran, bisakah kau mengantar kedua tuan ini ke gerbang?”

“Delia bisa menangani hal itu sebenarnya. Fran, tolong minta dia mengantarkan tuan-tuan ini ke luar. Rosina, tolong siapkan teh.”

Fran mengangguk pada Benno, kemudian meminta Benno untuk mengantar si pembuat sepatu dan asistennya ke gerbang. Gadis itu dengan sangat antusias memandu mereka keluar pintu, dengan suasana hati yang baik karena sudah berbelanja.

“Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?”

“Suster Myne, Johann datang ke toko saya tempo hari. Sepertinya dia telah menyelesaikan tugas yang Anda berikan padanya.”

Aku mengerjapkan mata dengan kaget. Aku sudah setuju untuk menjadi patron dari Johann si pandai besi muda. Dia harus menyelesaikan sebuah tugas untuk menuntaskan magangnya sebagai leherl, dan aku telah memberinya tugas dalam bentuk menyelesaikan katalog huruf-huruf logam.

“Apa? Um… Benno. Saat kau bilang ‘tugas’, maksudmu adalah mata huruf-huruf logam, benar? Um… aku tidak mengira dia akan menyelesaikannya begitu cepat.”

Aku telah memesan versi huruf besar dan huruf kecil untuk tiga puluh lima huruf dalam abjad, dan tugas Johan adalah membuat lima puluh lima untuk setiap huruf vokal dan dua puluh untuk setiap konsonan. Tidak pernah terlintas dalam pikiran terliarku bahwa dia akan menyelesaikan semuanya selama musim dingin.

“Sepertinya dia ingin Anda untuk menilainya, Suster Myne.”

Tugas yang calon pandai besi perlukan untuk selesaikan pada dasarnya adalah pesanan dari seorang pelanggan. Adalah hal penting bahwa mereka pertama-tama menunjukkan produk yang sudah jadi pada si pelanggan dan mendengar penilaian mereka.

“Akan lebih disukai jika Anda bisa datang ke toko saya untuk melihatnya, tapi jika itu tidak memungkinkan, bolehkah saya membawa Johann dan atasannya ke sini dengan saya?”

“...Akan kutanyakan pada Kepala Pastor.”

“Baiklah.”

Damuel dan Kepala Pastor sama-sama sangat sensitif mengenai orang-orang yang memasuki kamarku, jadi aku tidak bisa langsung menjawab Benno tanpa menerima pendapat mereka terlebih dahulu tentang masalah ini.

“Saya menginformasikan Johann bahwa Anda tidak akan dapat berkunjung ke toko selama masih ada salju, jadi saya mohon Anda memprosesnya dengan sangat hati-hati dan tetap menginformasikan Kepala Pastor setiap waktu.”

Dengan kata lain : Kau sebaiknya benar-benar membicarakannya dengan Kepala Pastor.

Dan begitulah aku segera meminta pertemuan dengan Kepala Pastor. Dia telah melewati sebagian besar pekerjaannya selama musim dingin, dan mungkin karena semua waktu ekstra yang dia miliki sekarang, tidak perlu waktu lama baginya untuk menetapkan waktu pertemuan. 

“Um, Kepala Pastor. Apa tidak masalah kalau seorang pandai besi bernama Johann dan mandornya untuk berkunjung ke kamar saya?”

“...Fakta bahwa kau menyebutnya dengan nama membuatku berkesimpulan kalau dia adalah salah orang yang berkaitan denganmu.”

“Itu benar. Sebagai patronnya, aku harus menilai apa yang telah dia buat untukku.”

Kepala Pastor mengangguk, menekan ringan satu jarinya ke kening. “Myne, apakah pandai besi ini tahu kalau kau adalah seorang biarawati jubah biru?”

“Tidak, aku tidak pernah membahasnya. Mengingat Johann tadinya mengira aku adalah anak Benno, kurasa Benno juga tidak memberitahunya.”

“Aku mengerti. Kalau begitu, jangan undang dia ke biara. Sebaliknya akan lebih bijak untuk pergi ke toko Benno.”

“Kenapa pembuat sepatu bisa datang, tapi tidak dengan Johann?” tanyaku, menelengkan kepalaku dengan bingung.

Kepala Pastor menghela napas. “Si pembuat sepatu datang ke kamar seorang calon biarawati jubah biru atas perkenalan Firma Gilberta. Tapi Johann akan berkunjung ke biara untuk menunjukkan pada Myne dari Firma Gilberta apa yang dia pesan.”

“...Ah.” Aku meletakkan sebelah tangan menutupi mulutku, dan Kepala Pastor menyipitkan matanya.

“Aku mengumpulkan informasi sebanyak yang kubisa dari berbagai tempat sepanjang musim dingin, dan sepertinya Benno telah menyembunyikanmu dengan sangat baik. Benar-benar sedikit yang tahu bahwa anak kecil yang memiliki koneksi dengan Firma Gilberta adalah orang yang sama dengan calon biarawati jubah biru yang baru, dan dengan demikian sedikit yang mengetahui identitasmu.”

Itu mengingatkanku—aku pernah mendapati Benno selalu berbicara tentang menyembunyikanku dari mata publik. Jika investigasi Kepala Pastor sekalipun membuatnya menyimpulkan tidak ada banyak orang yang tahu tentang aku, Benno pasti telah bekerja sangat keras selama ini.

“Kau boleh pergi ke toko. Aku tidak ingin mempublikasikan bahwa kau adalah seorang calon biarawati jubah biru.”

“Baiklah. Aku akan pergi ke FIrma Gilberta.”

Ini pertama kalinya aku pergi ke luar setelah sekian lama. Aku merasakan senyum lega merayap di wajahku atas kesempatan untuk pergi dari biara, tapi aku mati-matian mencoba menahannya untuk menyembunyikan emosiku layaknya yang seorang bangsawan lakukan. Sayangnya, Kepala Pastor menghancurkan usahaku itu dengan satu komentar: “Senyum berkedut-kedut di wajahmu itu meresahkan dan mengganggu.”

“Damuel, kau akan melindungi Myne selagi dia pergi. Myne, adalah hal yang esensial kau menyiapkan sebuah kereta untuk membawamu ke toko. Jangan berjalan begitu saja ke luar. Kau bisa menghubungi Benno soal keretanya. Terlebih lagi, pastikan untuk meminimalisir seberapa banyak kalian berdua terlihat oleh publik.”

“Baik!”

“Aku akan berhati-hati.”

Aku mengangguk terhadap daftar peringatan Kepala Pastor, membiarkan senyumku tersungging bebas. Tunggu saja, huruf-huruf logamku yang cantik! Aku akan segera mengunjungi kalian secepat mungkin!

Sudah jelas, aku tidak bisa langsung pergi begitu saja hanya karena keputusan sudah dibuat. Pertama-tama aku perlu memanggil Lutz dari tempat kerjanya di panti asuhan untuk mengirimkan pesan pada Benno dan memintanya agar dia menyiapkan sebuah kereta untukku.

Benno menghubungi si pandai besi dan mengatur tanggal pertemuan kami. Karena cuaca buruk dan badai salju dapat menghambat kereta, mungkin saja pertemuan itu akan ditunda.

“Jika huruf-huruf logam ini adalah yang kuinginkan, aku akan perlu memesan mata huruf kosong dan tanda bacanya juga. Aku mungkin sebaiknya menulis pemesanan suplai untuk itu semua sekarang.”

Aku menuliskan pemesanan suplaiku berikutnya sebelum waktu pertemuannya tiba. Di saat yang sama, aku menyiapkan apa yang kuperlukan untuk berkunjung ke toko. Jika memungkinkan, aku ingin mendemonstrasikan percetakan di sana. 

“Kurasa aku sebaiknya membawa tinta, kertas, bantalan penekan, dan kain usang untuk berjaga-jaga. Akan lebih baik menunjukkan pada mereka bagaimana caranya huruf-huruf logam itu digunakan. Fran, tolong minta Gil agar bengkel menyiapkan apa yang kuperlukan.”

“Baik.”

“Um, Suster Myne. Kenapa ada mengunjungi toko kota bawah?” tanya Delia dengan ekspresi kebingungan saat dia menyaksikan aku dengan penuh semangat berbicara pada Fran tentang apa yang kuperlukan untuk kunjunganku ke Firma Gilberta.

Aku sama sekali tidak tahu seberapa banyak informasi yang Delia bocorkan pada Kepala Uskup, jadi aku hanya tersenyum. “Aku akan menilai barang. Aku adalah seorang patron (pelindung) seni, seperti yang sudah ditakdirkan.”


Pengiringku kali ini adalah Damuel dan Fran, juga Gil, yang merasakan rasa persaingan yang aneh dengan Lutz. Dia terus mengatakan tentang bagaimana bisnis dengan Firma Gilberta adalah bagian dari wilayahnya sebagai manajer lokakarya, jadi aku memutuskan untuk membawanya serta. Aku bisa memberikan penjelasan singkat tentang bagaimana caranya menggunakan mata huruf-huruf logam ini di toko, tapi karena aku sendiri tidak bisa melakukan pekerjaan apapun, aku akan menyerahkan kehormatan untuk melakukan itu pada Gil.

Kami berempat menuju ke Firma Gilberta, berderak di dalam kereta yang Benno kirimkan untuk menjemput kami. Wajah Damuel mengerut begitu kami melewati gerbang biara dan diserang oleh bau tak sedap—dia tidak pernah mengunjungi kota bawah sebelumnya.

“Bau apa ini sebenarnya?”

“Seperti inilah bau dari kota bawah. Kau harus terbiasa dengan ini.”

Itu adalah wajah seseorang yang hanya pernah mengenal Area Bangsawan yang indah dan biara yang terpelihara rapi dan bersih. Aku mengerti, aku benar-benar mengerti.

Aku mungkin membuat ekspresi wajah yang sama ketika pertama kali melangkah keluar ke kota bawah setelah menjadi Myne. Tapi tidak perlu waktu lama bagiku untuk terbiasa dengan hal itu dan menerimanya sebagai hal yang sudah seharusnya dari kehidupan sehari-hari. Manusia adalah makhluk yang beradaptasi, dan benar-benar hal yang hebat bagaimana kita bisa terbiasa dan bertahan terhadap segala sesuatu.

“Aku takut ini adalah salah satu bagian dari tugas yang Kepala Pastor berikan padamu, Tuan Damuel. Mengawalku mengharuskanmu untuk berkunjung ke kota bawah.”

“...saya mengerti. Itu benar-benar tugas yang kejam.”

Damuel masih mengerutkan wajah saat kami tiba di Firma Gilberta. Mark keluar dari pintu depan toko untuk menyambut kami.

“Terima kasih untuk kunjungan Anda ke tempat kami yang sederhana ini, Myne-sama. Semua orang sedang menunggu Anda di dalam.”

“Halo, Mark. Terima telah menyambutku.”

“Suster Magang, tangan Anda.”

Damuel mengulurkan tangannya seakan-akan itu adalah hal yang paling alamiah di dunia, tapi aku tidak tahu harus berbuat apa. Seorang gadis kaya biasanya memperbolehkan pengawalnya untuk memandunya, tapi aku kekurangan pengalaman tentang bagaimana caranya membiarkan diriku dipandu secara anggun untuk turun dari kereta.

Tangga kereta itu sempit, dan begitu pula celah di antara terlalu tinggi untukku. Bahkan sekalipun aku meraih tangan Damuel, mungkin saja aku akan terjatuh saat turun.

“Suster Damuel, Suster Myne masih terlalu kecil untuk dipandu dengan aman.”

Sementara aku berdiri membeku dengan keringat dingin menuruni punggungku, Fran berinisiatif untuk menginformasikan Damuel tentang situasinya dan membopongku turun.

“Ah, tentu saja. Maafkan saya, Suster Magang. Saya belum banyak menghabiskan waktu dengan anak-anak kecil dan tidak tahu bagaimana cara melayani mereka dengan benar.”

“Jangan khawatir, Tuan Damuel. Akulah yang seharusnya segera tumbuh besar sehingga aku dapat dipandu sebagaimana layaknya seorang nona.”

Meskipun perjalanan menjadi seorang nona besar itu cukup sulit sampai aku tidak yakin akan bisa menjadi seorang nona yang layak bahkan saat aku tumbuh dewasa, aku diam-diam menambahkan sambil kami memasuki toko.

Mark mengantar kami ke kantor yang biasanya.

“Master Benno, Myne-sama sudah tiba.”

Johann, mandornya, Benno, dan bahkan Lutz sedang menungguku di dalam.

“Kuharap kalian tidak menunggu terlalu lama,” kataku sambil memasuki kantor.

Johann dan mandornya tersentak dengan mata terbelalak. Aku tidak bisa menyalahkan mereka sampai terkejut begitu; tidak seperti aku yang kasual dan normal seperti sebelumnya, aku sekarang berbicara dengan nada berwibawa dan tiga pengiring mengikuti di belakangku.

“Myne-sama, saya berterima kasih atas kunjungannya.”

Benno menyapaku, yang kemudian diikuti Johann dan mandornnya dengan terburu-buru.

Aku duduk di kursi yang Fran tarik untukku, kemudian tersenyum langsung pada Johann, yang sedang menungguku di seberangku.

“Selamat siang, Johann. Aku diberitahu bahwa kau sudah menyelesaikan tugas yang kuberikan padamu.”

“Memang, tapi…”

Johann, melihat dengan gugup ketiga orang di belakangku dan mandornya, meletakkan dua kotak terbungkus kotak di atas meja. Aku mendengar suara denting logam saat mata-mata huruf logam di dalamnya saling bersinggungan. Suara itu saja sudah cukup membuat detak jantungku meningkat.

“...Ada terlalu banyak untuk ditaruh di dalam satu kotak tanpa membuatnya terasa terlalu berat, jadi kami harus membaginya menjadi dua.”

Membuat huruf-huruf logam dimulai dengan membuat huruf ketok—potongan logam keras dengan pola huruf yang menonjol di ujungnya, diukir dengan dikikir dan dipahat. Diperlukan pekerjaan yang presisi untuk membuatnya; kau harus dengan hati-hati mengukir dan mengikir ujung potongan logam itu dalam ukuran sentimeter untuk lebar dan tingginya, sehingga diperlukan keterampilan pandai besi presisi yang menjadi spesialisasi Johann.

Begitu huruf ketoknya selesai, kau menekannya ke logam yang lebih lembut untuk membuat matriks, di mana digunakan cetakan untuk membuat sebuah huruf yang dibutuhkan dalam percetakan mesin cetak

Huruf yang mencuat dari Huruf yang mencuat dari huruf ketok akan dicetak ke logam matriks. Kemudian kau akan menaruh matriks tersebut ke cetakan cor dan menuangkan logam cair ke dalamnya. Begitu logam cairnya dingin, itu akan  dilepaskan dari cetakan cor, memberimu sebuah mata huruf yang persis sama dengan huruf ketok, dan cetakan itu kemudian akan diisi lagi untuk membuat lebih banyak mata huruf dari huruf tersebut. Dengan mengulangi seluruh proses tersebur, kau bisa membuat satu paket huruf-huruf dengan ukuran dan bentuk yang sama persis. (TL : Maaf kalau kalian bingung, karena aku pun bingung dengan bahasa teknis ini…)

“Aku terkejut kau menyelesaikan ini dengan begitu cepat. Aku tidak pernah mengira ini semua akan selesai secepat ini….”

Aku merasakan semangat yang tak terlukiskan dalam dadaku hanya dengan memandangi kotak-kotak terbungkus kain itu. Darah mengalir deras ke kepalaku dan aku menghela napas kecil sambil mengulurkan sebelah tangan ke atas jantungku yang berdebar. Rasanya seperti Juliet yang mencari-cari Romeo yang menghilang, aku memandang lekat-lekat kain itu, berharap bisa melihat menembusnya ke dalam kotak.

Johann, tidak menyadari desakanku, menggaruk pipinya sambil sedikit tertawa malu. “..Semua orang membantu sedikit karena mereka merasa ini sangat menantang dan menyenangkan.”

Johann membuat huruf ketok dan matriks untuk semua huruf, tapi para pandai besi lainnya—bosan karena tidak ada yang bisa dilakukan selama musim dingin—membantunya membuat mata-mata huruf itu dalam hal volume.

Mandornya, menyengir, memukul punggung Johann. “Kami bertengkar tentang siapa yang dapat menuangkan logam cair paling bagus dan membicarakan ide-ide untuk melakukan itu semua dengan lebih cepat sambil tertawa terbahak-bahak betapa sulitnya pekerjaan itu untuk tugas seorang leherl. ‘Tentu saja patron yang mengambil Johann akan menginginkan hal seperti ini,’ kata kami. Ini adalah petunjuk dari Vulcaniff, Dewa Pandai Besi!”

Dia sedang menggoda Johann, tapi sepertinya si mandor benar-benar berpikir bahwa Vulcaniff Sang Dewa Pandai Besi telah mempertemukanku dan Johann. Aku memerlukan hasil pekerjaan yang presisi, dan Johann memiliki kemampuan yang kucari. Aku sendiri merasa amat bersyukur bahwa kami bertemu.

“Mata-mata huruf ini adalah buah dari semua kerja keras kami. Johann, tunjukkan padanya.”

“Ya, pak.”

Didorong si mandor, Johann membuka ikatan dan menyingkirkan kainnya. Di bawah kain itu terdapat kotak-kotak kecil berukuran selembar kertas A4, dan di dalamnya ada barisan-barisan potongan logam keperakan yang, meski penampilannya kusam, terlihat berkilauan dan berkelap-kelip ketika cahaya terpantul di ukiran huruf-hurufnya. Pemandangan dari semua huruf yang berjejer rapi di hadapanku itu benar-benar luar biasa.

“Wow...”

Aku mengambil salah satu mata huruf itu, tanganku gemetar dengan kekaguman yang nyata. Ini adalah sepotong logam perak tipis sekitar lima sentimeter panjangnya, dengan huruf yang melekuk mantap di salah satu ujungnya. Logam ini cukup berat meski ukurannya kecil, dan aku memeganginya untuk melihat dari segala sudut.

Aku kemudian mengambil satu mata huruf lainnya dan kemudian membariskannya bersisian, menyipitkan mata untuk memastikan apakah tingginya sama; perbedaan tinggi sesedikit pun akan memberi dampak sangat besar dalam percetakan. Tapi huruf-huruf itu sama persis tingginya, lebih baik daripada apapun yang bisa kuharapkan. Seulas senyum muncul di wajahku bahkan sebelum aku bisa berpikir untuk menghentikannya.

“Jadi, bagaimana? Apakah ini yang Anda inginkan?”

Suara mandor membuatku kembali sadar. Aku memandang ke sekeliling dan melihat bahwa Johann sedang menunggu penilaianku dengan napas tertahan. Aku menatap antara Johann dan kota-kotak berisi penuh dengan mata-mata huruf itu, lalu memberikan sebuah anggukan mantap dengan sebuah mata huruf di tanganku.

“Ini semua luar biasa! Kau benar-benar telah menjadi Gutenberg!”

“Apa?”

“Johann, aku menghadiahimu gelar ‘Gutenberg’!”

“Huh?”

Semua orang menatapiku dengan raut wajah kebingungan—semua orang kecuali Lutz, yang langsung pucat pasi dan buru-buru mengguncang bahuku.

“Tenang, Myne!” katanya.

Aku melihatnya dengan memprotes, masih duduk. “Bagaimana bisa aku tenang?! Kita ini sedang membicarakan Gutenberg!”

“Bodoh, kau jadi terlalu bersemangat!”

Lutz agak panik, tapi aku tidak bisa tetap tenang dengan satu set mata huruf logam tepat di depanku. Tidak mungkin.

“Kau tidak cukup bersemangat, Lutz. Ini akan mengubah sejarah, kau tahu. Bukankah itu menyenangkan?! Tidakkah itu membuatmu gemetar? Ayo, biarkan emosimu meluap! Ayo berbagi kegembiraan ini!”

“Maaf, Myne, tapi aku sama sekali tidak mengerti.”

Kelihatannya Lutz tidak dapat berempati dengan antusiasmeku. Aku melihat ke sekeliling dan semua orang nampak sama bingungnya, sepertinya mereka tidak menyadari betapa signifikannya semua ini. Apa ada yang lebih menyedihkan daripada menjadi satu-satunya orang yang antusias di dalam ruangan?

“Maksudku, ini adalah awal dari masa percetakan! Kalian secara literal menjadi saksi dari momen ketika sejarah berubah selamanya!”

Aku berdiri dengan berisik dan menjelaskan kehebatan dari mata-mata huruf ini dengan sangat penuh semangat sebisaku, tapi reaksi yang kudapat hanya biasa-biasa saja paling bagusnya.

“Ini adalah kemunculan kedua Gutenberg! Nama pertamanya adalah Johannes, dan sekarang dia mengubah sejarah sebagai Johann! Benar-benar kebetulan yang luar biasa! Sebuah pertemuan legenda yang menentukan! Pujian bagi para dewa!” Aku langsung mengangkat lenganku dalam posisi berdoa sementara Lutz memegangi kepalanya.

“Err, nona? Siapa ‘Gutenberg’ ini yang sedang Anda bicarakan?” tanya si mandor, mengerjapkan mata dengan bingung.

Senang karena setidaknya ada seseorang yang mencoba mengerti, aku melipat kedua tanganku dan langsung menatapnya. “Gutenberg adalah perajin legendaris selevel dewa yang pekerjaannya mengubah sejarah dan buku selamanya. Johann benar-benar adalah Gutenberg kota ini!”

Sementara aku menjelaskan, terpikir olehku bahwa mata-mata huruf ini bukan satu-satunya yang digunakan dalam percetakan. Kau membutuhkan kertas, tinta, dan mesin cetak

 juga. Mungkin semua orang bereaksi menyedihkan seperti ini karena aneh bagiku memberikan semua pujian pada Johann.

“...Oh, aku mengerti. Ada banyak orang yang terlibat di sini. Orang-orang yang membuat tinta, Benno membuat kertas, dan Lutz menjual buku. Aku seharusnya tidak meninggalkan yang lain, kalian benar. Maaf. Kalian semua Gutenberg. Kalian semua adalah keluarga besar Gutenberg!”

“Saya tidak mau menjadi bagian dari keluarga itu.” Benno langsung menolak pertemananku.

“Apa maksudmu, Benno?! Itu adalah tindakan tidak sopan terhadap para Gutenberg, yang akan mencetak buku dan mempengaruhi seluruh dunia! Kau seharusnya senang tentang hal ini. Jantungmu seharusnya berdebar gembira. Mengerti?”

Benno memberiku tampang setengah bingung, setengah menyerah sebelum melirik Lutz, yang melambaikan tangannya seakan berkata “Aku angkat tangan,” dan kemudian menghela napas.

“Sekarang dengan mata-mata huruf yang selesai, kita akhirnya bisa mulai mesin cetak! Ayo pesan apa yang kita perlukan dari lokakarya kayu sekarang juga. Aah, kita semakian dekat dengan percetakan! Wow! Benar-benar wow! Pujian bagi Metisonora, Dewi Kebijaksanaan!”