Battle Royale

Penerjemah : Fulcrum



Pertandingan sihir ‘Cross Field’. Sederhananya, sebuah olahraga simulasi perang luar ruangan. Dibanding Monolith Code yang terdiri dari dua tim beranggotakan 3 lawan 3 atau 5 lawan 5, format Cross Field dibagi menjadi tiga tipe; 1 lawan 1, tim lawan tim (tanpa batasan jumlah anggota per tim), dan battle royale tanpa batasan jumlah peserta. Syarat menang juga dibagi tiga; mencuri bendera lawan, menguasai bendera lawan untuk durasi waktu tertentu, dan menghabisi anggota tim lawan. Meski maksud kata ‘menghabisi’ di sini hanya membuat lawan tidak mampu lanjut bertarung, kriteria diskualifikasi setiap pertandingan ditentukan secara individual.

Regulasi pertarungan Cross Field juga lebih fleksibel. Meski beberapa pertarungan punya peraturan yang melarang kontak fisik seperti Monolith Code, kebanyakan pertarungan di Cross Field adalah pertarungan jarak dekat. Penggunaan sihir letal juga tidak diatur di regulasi, selain peraturan ‘tidak melukai lawan dengan luka serius’ sisanya diserahkan pada diskresi masing-masing pemain.

Namun, tidak seperti Monolith Code, tidak ada perhelatan yang menyelenggarakan kompetisi ini karena kebebasannya yang terlalu tinggi dipandang berbabaya. Meski kompetisi ini biasanya diadakan dalam lingkup satu SMA Sihir, pada beberapa kesempatan diadakan juga antar SMA.

◊ ◊ ◊

“Yo, Tatsuya. Apa kau sudah dengar? Sepertinya Klub Cross Field akan bertanding lawan SMA 3 hari Minggu ini.”

Sehari setelah upacara kelulusan di ruang Kelas 1 E, Leo membicarakan topik ini dengan Tatsuya.

“Oh?”

Tatsuya merespon hal itu dengan ketertarikan. Dia tahu jika Klub Cross Field akan melakukan pertandingan perpisahan hari Minggu ini, tapi dia baru pertama kali dengar kalau lawan mereka adalah SMA 3.

“Kedengarannya menarik, bukan? Kira-kira kita bisa menonton tidak ya?”

“Hutan tempat pertandingannya dipasangi pagar bagi non peserta. Dan dengan mekanisme pertandingan Cross Field, bukankah akan sulit untuk menonton jalannya petandingan jika kita sendiri bukan peserta?”

“Kalau begitu, kenapa kau tidak ikut bertanding?”

Erika mendadak masuk ke pembicaraan itu.

“Jangan bicara yang aneh-aneh. Pertandingan Minggu ini hanya untuk para lulusan.”

“Ya tapi, Kirihara-senpai dan Sawaki-senpai ikut.”

Erika membantah perkataan Tatsuya dengan sebuah informasi rahasia.

“Apa kau mendengarnya dari Mibu-senpai?”

Erika mengangguk sambil berkata “Ya, benar” pada pertanyaan Tatsuya.

Erika berteman dekat dengan Mibu Sayaka. Dan Sayaka berpacaran dengan Kirihara.

Kalau Erika mendengarnya dari Sayaka, maka bisa dipegang kebenarannya.

“Heeh… Menurut kalian kira-kira kita bisa ikut juga tidak ya?”

Tertarik dengan perkataan Erika, Mikihiko menimbrung di pembicaraan ini.

“Eh, Miki, kau serius? Kalau formatnya battle royale, apa kau yakin bisa melawan Juumonji-senpai?”

Mantan Ketua Komite Manajemen Klub Juumonji Katsuto adalah anggota Klub Cross Field sampai musim panas lalu. Tentu saja, tidak heran kalau dia juga ikut dalam pertandingan perpisahan ini.

“Namaku Mikihiko…. Aku tidak tahu apa aku bakal punya kesempatan untuk berlatih melawan orang sekuat Juumonji-senpai lagi, jadi aku sebaiknya mengambil kesempatan yang ada sebisa mungkin, ya ‘kan?”

“Tapi, Yoshida-kun, bukankah itu berbahaya?”

Mizuki menyampaikan kecemasannya sambil masuk ke dalam pembicaraan ini.

“Mizuki, kau selalu khawatir. Ini hanya olahraga jadi aku akan baik-baik saja. Aku mungkin sedikit terluka, tapi itu bukan masalah besar.”

“Olahraga ya….. kurasa kau benar.”

“Ya, kau cuma terlalu khawatir saja. Kalau begitu, karena Mizuki sudah setuju, Tatsuya-kun.”

“Apa?”

“Apa bisa kami minta tolong kau untuk menanyakan apa kami bisa ikut?”

“Aku?”

Erika bukanlah satu-satunya orang yang melihat ke arahnya dengan penuh antusias. Leo dan Mikihiko juga, sambil mengangguk-angguk, satu orang keras anggukannya dan satunya lagi biasa-biasa, dengan wajah seakan berkata “Tatsuya, kami percaya padamu”.

“….Akan kutanyakan ke Hattori-senpai, tapi jangan berharap banyak.”

Sambil menghela napas, Tatsuya menerima permintaan kawan-kawannya.

Sepulang sekolah, Tatsuya menemui Hattori di ruang Komite Manajemen Klub. Hattori, Ketua Manajemen Klub, jugalah anggota Klub Cross Field. Meski dia bukan ketua klub, dia seharusnya merupakan orang yang masuk akal untuk dimintai izin ikut serta di pertandingan itu.

Tak terduga bagi Tatsuya, jawaban Hattori “Tidak apa-apa”.

“Aku sendiri bingung harus bagaimana karena tidak banyak pendaftar kelas 1.”

Sepertinya para anak kelas 1 Klub Cross Field semua trauma dengan latihan pertahanan bersama Katsuto saat Kompetisi Thesis kemarin. “Tidak ada seorang pun dari kami yang cocok untuk melawan Juumonji-senpai”. Banyak sekali penolakan kata Hattori.

Namun, pertandingan ini dimaksudkan untuk merayakan kelulusan dan menunjukkan rasa terima kasih kepada para lulusan. Kalau pesertanya hanya anak kelas 2, citranya seakan-akan para anak kelas 1 tidak punya rasa terima kasih kepada mereka.

Dengan begitu, perkataan Mikihiko tentang kemungkinan kesempatan terakhirnya melawan Katsuto, dalam hal pertandingan ini tepat sasaran dengan kebutuhan Hattori.

“Tapi, Chiba tidak bisa ikut. Sejak awal ini adalah pertandingan khusus anak laki-laki dan karna itu, perempuan tidak bisa ikut di pertandingan perpisahan ini.”

“….Kalau begitu mau bagaimana lagi. Aku paham.”

Meyakinkan Erika jelas akan merepotkan. Namun, yang lain diperbolehkan ikut. Erika tidak akan bisa menerima hal itu, tapi kita perlu menghormati keputusan SMA 1.

Tatsuya mengangguk sambil membayangkan semua itu ketika Hattori menjatuhkan bom dalam pembicaraan mereka.

“Tapi, Shiba, kau juga wajib ikut. Itu syarat dariku.”

“Senpai meminta…. Aku?”

“Ya. Ada banyak permintaan dari para lulusan yang ingin melawanmu. Ini adalah kesempatan emas.”

Hattori memberi jawaban yang cepat kepada Tatsuya, yang kesulitan menanggapi hal itu.

“Juumonji-senpai mati-matian ingin melihatmu bertarung.”

“….Aku mengerti. Aku tidak tahu apa senpai bisa puas nantinya, tapi aku akan ikut di pertandingan perpisahan.”

Di tahun masuknya ke sekolah ini, dia tidak punya hubungan dekat dengan Katsuto seperti dia dengan orang seperti Mayumi dan Mari. Selama Kompetisi Sembilan Sekolah, mereka hanya saling membantu ketika ada kesulitan. Lalu saat insiden Vampire mereka bekerja sama hanya karena kesamaan tujuan mereka, tapi tidak lebih dari itu. Tetapi, ini adalah permintaan dari para lulusan.

Menolaknya adalah sesuatu yang tidak sopan.

◊ ◊ ◊

Istirahat makan siang keesokan harinya di kantin, Erika merespon tepat seperti yang dibayangkan Tatsuya ketika ia mendengar jawaban Hattori dan kesal. Dan dongkol. Dan bersikap tidak sopan. Dan marah bukan main. Intinya, dia merepotkan, sampai Miyuki menegurnya (mengancamnya?) dan akhirnya dia berhenti marah-marah pada Tatsuya.

“….Aku rasa memang mau bagaimana lagi. Kalau memang hanya laki-laki yang boleh, aku tidak bisa apa-apa, bukan begitu?”

Tatsuya, dan seperti Leo dan Mikihiko juga, sudah menduga kalau dia tidak akan diperbolehkan ikut, tapi tidak ada seorang pun dari mereka yang ingin memberitahunya karna alasan ini.

“Tapi kami bisa menonton, ‘kan?”

Honoka bertanya sambil mencondongkan badannya ke depan.

“Tidak, pertandingan ini dilakukan di hutan yang mana tidak bisa kalian tonton karena areanya tertutup. Akan sulit untuk menontonnya. Demi keamanan, tidak ada orang yang diperbolehkan berada di hutan selama pertandingan, jadi kalian kemungkinan tidak akan bisa.”

Tatsuya menjelaskan itu dengan wajah kasihan.

“Begitu ya….”

Honoka kelihatan kecewa mendengar jawaban dingin itu. Menggantikan Shizuku yang saat ini sedang belajar di luar negeri, Mizuki lah yang melakukan apa yang biasa Shizuku lakukan, tapi dia tidak selihai Shizuku dalam menghibur Honoka.

“-Omong-omong, apa formatnya?”

Pertanyaannya Erika datang tiba-tiba, tapi dia mungkin berusaha merubah suasana.

“Battle Royale. Kalau badge di dadamu berhasil diambil, maka kau tereliminasi. Tujuan utamanya ialah bertarung terus sampai hanya dirimu yang tersisa, tapi jika sampai waktunya habis masih belum selesai, maka peserta dengan jumlah badge terbanyak yang menang.”

“Kalau begitu, apakah badge yang dikumpulkan lawan yang kita kalahkan jadi milik kita?”

“Ya.”

Tatsuya memberikan jawaban yang singkat untuk Leo.

“Bagaimana kalau orang itu jatuh dan badge-nya ikut jatuh?”

“Itu juga akan tereliminasi. Tapi, karna badge itu terpasang dengan velcro, tidak perlu khawatir akan jatuh kecuali kau melepasnya sendiri. Kalau sampai jatuh sekeras itu sampai badge-mu lepas, pasti kau juga akan terluka parah.”

“Aku mengerti. Itu masuk akal.”

Mikihiko sepertinya puas dengan jawaban Tatsuya.

“Meski sekarang kita baru mulai memikirkan rencana, waktunya tidak akan cukup.”

Gumam Miyuki, terdengar sedikit khawatir dan kecewa.

“Ini berbeda dari Kompetisi Sembilan Sekolah. Kita tidak perlu terlalu memikirkan menang-kalah, lagipula itu tidak penting, ya ‘kan? Sejak awal, pertandingan ini hanya diadakan untuk ajang perpisahan para lulusan Klub Cross Field.”

“….Kurasa kau benar.”

Dengan senyuman kecut Tatsuya, Miyuki jadi tersipu malu.


Setelah pelajaran terakhir di siang hari, Leo menoleh ke bangku belakangnya. Duduknya ada di depan Tatsuya, jadi jelas, mereka saling berhadapan.

“Hei, masalah pertandingan hari Minggu…”

“Ah, ada apa?”

“Apa kita nanti perlu bertarung satu sama lain. Atau kita bisa bekerja sama sejak awal?”

“Aku juga memikirkan hal yang sama.”

Mikihiko bergabung dengan pembicaraan mereka, menanyakan hal yang sama seperti Leo.

“Meski formatnya battle royale, tetap saja ini pertandingan melawan SMA 3. Jadi ayo sejak awal kita bikin jadi pertarungan tim, SMA 1 lawan SMA 3.”

Pertandingan ini diikuti total 30 peserta antara lain grup Tatsuya, SMA 1, dan SMA 3. Kalau pemain SMA 1 semuanya melawan satu sama lain, nantinya kemungkinan besar pemain SMA 3 lah yang akan mengalahkan mereka.

“Kau benar. Kalau begitu ayo kita bekerja sama.”

Tatsuya juga sepemikiran.

“Baiklah! Ini agak terasa seperti Monolith Code lagi, bukan?”

Pemain Monolith Code divisi kelas 1 terkena cidera di pertandingan pertama, jadi mereka digantikan pemain lain saat itu. Leo kelihatan bersemangat dapat kesempatan untuk membentuk kembali tim mereka saat itu.

◊ ◊ ◊

Di pagi hari pertandingan, Tatsuya sampai di sekolah bersama Miyuki sepuluh menit sebelum waktu briefing.

SMA 3 sudah datang dan siap dengan pakaian mereka. Di antara mereka ada Ichijou Masaki dan Kichijouji Shinkurou.

Ketika Masaki melihat kedatangan mereka, dia langsung mendekat untuk berbicara dengan Miyuki. Para lulusan SMA 3 sepertinya tidak memermasalahkan hal ini. Namun, Kiichijouji terlihat tidak senang akan itu. Dia kelihatan seperti ‘pacar’ yang cemburu karna pasangannya mengagumi perempuan lain.

Tapi Tatsuya pribadi tidak menganggap itu sebagai bentuk homoseksualitas.

Tidak banyak waktu yang tersisa. Tatsuya meninggalkan Miyuki dan pergi ke ruang ganti.


Untungnya, Tatsuya bukanlah orang terakhir yang sampai. Setelah bertemu dengan Leo dan Mikihiko, selagi mereka sedang memperkenalkan diri dan saling menyapa dengan para kakak kelas, Hattori dan Katsuto datang.

“Shiba, aku tidak sabar berhadapan denganmu.”

“Terima kasih senpai.”

Katsuto memberinya sapaan, yang mana dijawab Tatsuya dengan santai.

“Kau sebaiknya jangan sampai tereliminasi sebelum berhadapan denganku.”

Katsuto mengatakannya dengan sedikit tersenyum dan tertawa sebelum meninggalkan mereka untuk menyapa Ketua Klub Cross Field.

Ketua klub bukan orang baru atau semacamnya, tapi dia memerhatikan perkataan Katsuto dengan berdiri tegak serius. Lalu mendadak, dia berteriak dengan suara lantang, memanggil semua anggota klub.

◊ ◊ ◊

Di belakang SMA 1 ada sebuah hutan buatan besar yang digunakan untuk latihan sihir. Area pertandingan hari ini adalah seluruh hutan itu. Melewati pagar yang mengelilingi hutan akan berujung pada diskualifikasi, walau sebenarnya tidak ada pengawas. Tapi tetap saja tidak ada gunanya melakukan itu. Meski kita keluar area sekalipun, kalau kita tidak berhasil mengumpulkan banyak badges, yang lain akan memandangmu sebagai ‘pengecut yang melarikan diri’ dan meremehkanmu. Mereka yang bermain dengan sportif akan lebih dihargai di pertandingan ini.

Lawan pertandingan ini, pemain SMA 3, akan masuk ke hutan latihan lebih dahulu mengingat mereka tamu di sini. Sepuluh menit setelahnya, pemain SMA 1 akan masuk ke hutan, dan sepuluh menit kemudian, bel akan berbunyi, menandakan dimulainya pertandingan. Begitulah peraturannya.

Ketika para pemain SMA 1 memasuki hutan, para pemain segera berpencar ke kelompok-kelompok kecil beranggotakan tiga sampai empat orang, kecuali satu orang, dan terus melajur memasuki hutan. Strategi yang diusulkan Leo sepertinya benar kali ini.

Satu orang yang tidak bertim itu adalah Katsuto, dia dengan santainya berjalan masuk ke tengah hutan latihan tersebut, yang areanya cukup terbuka.

(Sepertinya Juumoji-senpai akan jadi sasaran semua pemain.)

Tatsuya memikirkan itu sambil melihat sosok Katsuto yang berjalan menjauh.

Pertandingan kali ini diusulkan oleh pihak lawan, SMA 3. Pemain dari SMA 3 menyampaikan kalau mereka ingin bertanding melawan Katsuto sebagai salah satu kenangan terakhir masa SMA mereka. Jika dibilang sentimental, maksud mereka sebenarnya bukan cuma ingin bertanding tapi lebih ingin mencoba bertarung. Kekuatan Katsuto telah diakui bukan hanya di SMA 1, tapi di semua SMA Sihir. Terutama aksinya di Insiden Yokohama, Katsuto jelas diakui dan dipercaya lebih dari semua murid SMA Sihir.

“Tatsuya, bagaimana?”

“Aku rasa Juumonji-senpai jadi sasaran kita.”

Tatsuya memberikan jawaban jujur pada pertanyaan Mikihiko.

◊ ◊ ◊

Bel berbunyi menandakan mulainya pertandingan ini.

Tim Tatsuya mengitari hutan melawan arah jarum jam.

Pertandingan ini akan berlangsung selama tiga jam. Kalau seseorang terlalu menggebu-gebu di awal, nantinya akan kelelahan di akhir. Meskipun mereka tidak perlu khawatir mereka akan kelelahan secara fisik, tidak bisa dipungkiri kalau itu semua tetap bisa mengganggu penggunaan sihir mereka di Area Kalkulasi Sihir.

“Tatsuya, kelihatan lawan?”

Mikihiko bertanya pada Tatsuya yang berada di depannya, memimpin. Mikihiko menggunakan Sihir Roh untuk pengintaian, sementara itu deteksinya diserahkan pada Tatsuya. Hal ini dilakukan bukan untuk menghemat kekuatan sihir mereka, lebih untuk menghindari lawan menemukan posisi mereka karena roh-roh itu.

Di antara Sihir Modern dan Sihir Kuno, Sihir Kuno lebih sulit dideteksi. Tapi tetap saja, kalau mereka menggunakan deteksi aktif, ada kemungkinan orang lain bisa merasakan sejenis fluktuasi Psion. Dengan adanya kemungkinan itu, Tatsuya memilih deteksi pasif.

“Ada yang mendekat. Sepertinya, beberapa lawan mengambil rute yang berlawanan dari kita.”

“Di mana mereka?”

Menjawab pertanyaan Leo,

“Tiga orang, lima puluh meter di depan. Salah satunya Kichijouji Shinkurou. Ada kemungkinan dia menggunakan persepsi aktif, itu bisa saja umpan.”

Tatsuya memberi Leo jawaban yang tidak diduganya.

“Bagaimana caranya kau bisa tahu sebanyak itu….”

“Kita bisa membicarakan itu nanti. Sepertinya mereka juga sudah menemukan kita. Kichijouji datang dari depan dan dua lainnya ke kanan kiri. Sepertinya mereka ingin memberikan serangan kejutan dan memojokkan kita. Kemungkinan besar dua pasangannya adalah kakak kelas.”

“Jadi dia cuma umpan? Aku kasihan dengannya.”

“Kurasa tidak sesederhana itu. Mereka mungkin yakin kalau ia punya cukup kekuatan untuk menahan banyak serangan.”

“Tidak peduli apapun itu. Siapa yang akan menghadapi Kichijouji?”

“Aku melawannya saat Kompetisi Sembilan Sekolah, sudah cukup bagiku.”

Setelah mendengar pertanyaan Tatsuya, Mikihiko menolak untuk berhadapan dengannya.

“Aku tidak terlalu tertarik menghadapi Kichijouji. Dia tidak cocok denganku, jadi kuserahkan dia padamu, Tatsuya.”

Leo juga melemparnya ke Tatsuya untuk jadi lawan Kichijouji.

“Baiklah. Akan kuurus Kichijouji, jadi dua orang itu kuserahkan pada kalian.”

“Kita masing-masing bisa mengurus mereka.”

Ditandai perkataan berani Leo, mereka bertiga berpencar menghadapi lawan mereka.


“Dua lawan. Kira-kira tiga puluh meter sampai kontak.”

“Baik.”

“Tetap sesuai rencana.”

Mendengar laporan Kichijouji, dua kakak kelas itu menyebar ke kanan kiri. Di saat yang sama, Kichijouji berhenti berjalan.

Di pertandingan ini, Kichijouji tidak setim dengan Masaki. Kichijouji sendiri ingin bersama Masaki, tapi peraturan SMA 3 untuk para anak kelas 1 adalah setim dengan kakak kelas di pertandingan perpisahan ini. Karena pertandingan ini untuk perpisahan, itu aturan yang masuk akal.

Berdua Kichijouji dan Masaki bukanlah anggota Klub Cross Field, tapi Masaki ikut serta karna ia ingin berhadapan dengan Katsuto. Kichijouji di sini ada sebagai teman Masaki. Terlepas dari Masaki, Kichijouji tidak punya niatan untuk ikut di pertandingan ini. Saat ini, dia sedang mencoba bangkit mencari motivasi dengan rasa tanggung jawabnya.

Kichijouji tidak akan sengaja meremehkan siapapun. Tapi, ada benarnya kalau ia secara tak sadar kehilangan fokus.

“Apa!?”

Kichijouji merasakan lonjakan gelombang Psion yang dilepaskan para penyihir. Ketika mereka semakin dekat, dia mengenali dua penyihir itu.

Tidak lama setelah berpencar, Kichijouji hilang jejak dua kakak kelas yang setim dengannya. Gelombang Psion mereka belum hilang. Sebaliknya, sebuah cahaya Psion tebal menyelimuti area mereka berada, membuatnya mustahil untuk mengenali mereka.

“Dinding asap Psion? Orang bodoh seperti apa yang akan menggunakan taktik seperti ini?”

“Apa kau bilang ini bodoh?”

Suara yang sama datang dari belakang Kichijouji.

Kichijouji segera menoleh panik.

“Shiba Tatsuya….!”

Kichijouji mengangkat tangan kanannya, mengarahkannya pada Tatsuya. Gerakan itu bukan tidak ada maksudnya.

Secara refleks, Kichijouji menembakkan ‘Invisible Bullet’ dari ujung jarinya.

Tidak, lebih tepatnya, dia tidak menembakkan energi sekecil itu, yang tertembak adalah sebuah pancaran sinar yang terbentuk dari tekanan yang ada di ujung jarinya. Itulah yang terjadi, asalkan sihirnya berhasil diaktivasi.

“Apa!?”

Segera setelah Kichijouji mengaktifkan ‘Invisible Bullet’, sebuah cahaya Psion meledak di depan tubuh Tatsuya.

Itu adalah suatu hal yang bisa diketahui Kichijouji hanya dengan sekali pandang.

Gram Demolition.

Sebuah sihir defensif yang menggunakan peluru Psion densitas tinggi untuk menghancurkan Rangkaian Aktivasi sihir lawan.

“Memangnya seberapa tinggi Psion-mu!?”

Ketika dia berteriak, Kichijouji mencoba untuk mengaktivasi sihir guna memberi jarak dirinya dari Tatsuya.

Namun, sebelum sihirnya selesai, tercipta sebuah badai Psion di sekitar Kichijouji.

“Tak bisa kupercaya!”

Kichijouji berteriak melihat tingginya jumlah Psion Tatsuya.

Kichijouji tahu Tatsuya bisa menggunakan ‘Gram Demolition’. Dia juga sudah pernah melihatnya menggunakan sihir itu berkali-kali .

Namun, menjangkau radius tiga meter dengan Psion cukup kuat yang tidak bisa terlihat dari luar, melepas ‘Gram Demolition’ yang cukup besar untuk meliputi separuh tubuhnya, dan menyelubungi tubuh lawannya dengan gelombang Psion dari jarak lima meter jauhnya tanpa henti? Tidak semua penyihir bisa memiliki jumlah Psion sebanyak itu.

“Sayangnya, aku lebih suka tipe sihir yang lebih kuno.”

Sebelum teknologi digunakan luas dalam sihir untuk membantu aktivasi sihir dan Rangkaian Sihir, punya jumlah Psion yang tinggi sangat dianggap sebagai salah satu ciri penyihir hebat. Kalimat Tatsuya merujuk pada hal itu.

Tapi, tidak ada yang mendengar gumamannya itu.

Kichijouji sudah hilang kesadaran ketika dia menerima serangan Tatsuya.


Setelah menjatuhkan Kichijouji dan menyelesaikan pertarungan pertama mereka dengan cepat, tim Tatsuya melanjutkan perjalanan mereka mengitari hutan berlawanan arah jarum jam menuju ke arah tengah hutan. Untungnya, setelah melawan tim Kichijouji, mereka berhasil sampai di tengah hutan latihan tanpa bertemu lawan sama sekali.

“Kita tidak bertemu siapa-siapa ya….”

“Kita sejak awal fokus bergerak saja. Apa kita terlalu hati-hati ya?”

Seperti yang Mikihiko dan Leo katakan, tidak ada tim lain yang mereka temui. Itu mungkin karena jumlah pemain di sana sudah berkurang dan dengan begitu, kemungkinan berhadapan dengan lawan juga ikut berkurang. SMA 1 mungkin sudah menang, atau tim Tatsuya saja satu-satunya yang tersisa.

(Tidak, selama Juumonji-senpai masih ada, itu mustahil.)

Tatsuya tidak bisa membayangkan Katsuto terkalahkan, meskipun pemain SMA 3 tidaklah lemah.

Segera setelah Tatsuya berpikiran seperti itu.

“Tidak, ada yang datang.”

“….Aku juga merasakannya.”

“Aku juga.”

Bukan hanya Tatsuya, tapi Mikihiko dan Leo juga merasakan tanda seorang penyihir yang mendekat.

“Baiklah kalau begitu, cepatlah hadapi aku!”

Leo seketika meneriakkan itu saat ia memutuskan berhenti bersembunyi.

Itu adalah provokasi.

“Aku akan ke sana. Mikihiko, pasang pelindung penyamaran.”

“Siap.”

Tatsuya sengaja melepaskan Psion. Di belakangnya, Mikihiko memasang pelindung dengan Sihir Kuno.

Sosok yang ada di balik pohon itu bergerak. Mungkin saja ia bereaksi terhadap Psion yang Tatsuya lepas.

Tatsuya mengenalinya.

(Ichijou Masaki, huh?)

Tatsuya memastikan keberadaan bisa terlihat dan jelas di hadapan lawannya.

Masaki berdiri di trek lari yang berlika-liku di hutan itu.

Segera setelah Tatsuya menampakkan dirinya, Masaki meluncurkan serangan.

-Bukan itu masalahnya.

Segera setelah Tatsuya melihat sosok Masaki, dia langsung bergegas menyerangnya.

-Bukan itu juga masalahnya.

Masalahnya adalah jarak mereka berdua terpaut tiga meter.

Tatsuya sudah ada dalam jangkauan serangannya. Bagi Masaki yang ahli dalam proyektil, ini bukanlah masalah baginya. Namun, Masaki membiarkan Tatsuya mendekatinya.

Tidak ada sama sekali kata yang terselip dari mereka berdua, mereka hanya berjalan ke arah masing-masing.

Masaki mengoperasikan CAD yang dikenakan di pergelangan tangannya. Sebuah CAD model khusus akan lebih cocok digunakan di Cross Field, tapi saat ini daripada menggunakan pistol merah model khusus yang biasa digunakannya menggunakan ia memilih memakai CAD model gelang biasa.

Tatsuya meluncur ke bawah untuk memerpendek jarak mereka. Tapi tangannya di luar jangkauan.

Tubuh Masaki kini ada di atas kepala Tatsuya.

Masaki menembakkan ‘Vacuum Blade’ dari atas. Alasan Tatsuya tidak menjadi target langsung karena Masaki khawatir Tatsuya akan menggagalkan serangannya dengan ‘Gram Demolition’.

Ekspansi adiabatik menyebabkan kondensasi dan koagulasi di area yang terpapar udara yang bersuhu rendah, membentuk sebuah lapisan tipis partikel air dan es. Ketika bertumbukan dengan sesuatu dalam kecepatan tinggi, itu akan memotong benda apapun. Badan dari ‘Vacuum Blade’ bukanlah lapisan udara terdekompresi itu, melainkan partikel yang mengikutinya, sebuah pisau es murni. Namanya mungkin ‘Vacuum Blade’, tapi kenyataannya, itu lebih seperti air pemotong.

Tatsuya menjatuhkan dirinya ke tanah untuk menghindari ‘Vacuum Blade’. Suara hentakan ‘Vacuum Blade’ dengan jalan bergema keras.

Permukaan jalan itu tidak terpotong. Sepertinya Masaki tidak lupa menahan kekuatannya kali ini. Tetapi, kalau dia sampai terkena langsung, jelas kulitnya pasti tergores. Tatsuya tidak ingin mencobanya.

Saat Tatsuya dengan cepat berguling dan memerbaiki posisinya, Masaki menembakinya tanpa buang-buang waktu.

Tatsuya menendang jalan dan melompat.

Bukan ke arah Masaki, tapi ke pohon di seberang jalan.

Masaki tidak kehilangan sosok Tatsuya di matanya.

(Lompatan Multi-Titik!)

Dia melompat dari batang pohon untuk menyerang. Masaki sudah memprediksi hal ini. Dia mengarahkan sihirnya di sepanjang lintasan arahnya diserang.

Tapi, gerakan Tatsuya melebihi ekspektasi Masaki,

Tatsuya menendang batang pohon menuju ke pohon selanjutnya. Dia menyebrangi jalan dan menendang pohon berikutnya.

Tentunya, ini bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan dengan kekuatan fisik belaka. Tepat di saat yang sama ia menendang batang pohon, dia menggunakan sihir untuk membantunya.

Namun, instingnya untuk menangkap ‘momen’ itu dan kontrol fisiknya untuk tidak kehilangan kendali atas kondisinya yang sering berbelok arah tidak bisa dibantu sihir. Mudahnya, ini bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan sembarang penyihir. Masaki tidak memprediksi manuver udara mirip ninja ini.

Tatsuya mendekati Masaki dari belakang dengan lompatannya.

Masaki sudah kehilangan sosok Tatsuya.

Tapi Masaki tidak diam saja.

Dengan intuisinya, dia membentuk sebuah pelindung udara terkompresi.

Meski ini cuma berdasar instingnya, dia menempatkan itu di antara dirinya dan Tatsuya.

Udara terkompresi itu meledak. Ledakannya tidak hanya mengenai Tatsuya, tapi Masaki juga.

Dinding udara itu mendorong Tatsuya yang sedang di udara.

Dinding udara itu juga mendorong jatuh Masaki.

Tatsuya berbalik di udara untuk mendarat dengan kedua kakinya, sementara Masaki berguling di jalan untuk mengurangi daya hentaknya.

Tatsuya lah yang pertama melangkah.

Tatsuya menerjang ke arah Masaki,

Tapi, aktivasi sihir Masaki selesai lebih cepat sebelum mendaratnya tinju Tatsuya.

Masaki melihat ke arah Tatsuya dan menjentikkan jarinya.

Sihir memperkuat suara itu dan memusatkannya ke satu arah.

Suara itu hanya mengenai Tatsuya.

Serangan yang Tatsuya gunakan di Kompetisi Sembilan Sekolah sudah ditingkatkan dan digunakan Masaki.

Bisa dibilang cukup naif untuk menggunakan trik yang dia sendiri pernah kena, tapi baik sadar maupun tak sadar, serangan ini memiliki semua elemen esensial dari sebuah serangan kejutan.

Penyihir selalu dengan tidak sadar mengenakan semacam ‘kulit Eidos’ penguat informasi untuk melindungi diri mereka dari serangan mengancam. Semakin tinggi kekuatan penyihir itu, semakin kuat kulit Eidos-nya.

Teknik yang digunakan Masaki adalah memperkuat suara jentikannya dan mengarahkannya ke suatu arah tertentu. Rangkaian sihirnya ada di dekat jari Masaki dan berada di area yang dilindungi kulit Eidos Masaki.

Sulit untuk Tatsuya bisa menembus kulit Eidos Masaki, bahkan dengan ‘Gram Demolition’ sekalipun. Serangan suara Masaki tidak dihancurkannya dan mengenai Tatsuya.

Tatsuya goyah. Tapi, kakinya tidak berhenti. Tatsuya tetap menerjang ke arah Masaki dan berusaha menariknya.

Kagum dengan kegigihan Tatsuya, Masaki menghadapi lawannya.

Masaki adalah penyihir yang ahli dalam bombardemen jarak jauh, tapi bukan berarti dia tidak bisa bertarung jarak dekat. Dia percaya diri dengan sihir jarak dekatnya, tapi juga dalam keahlian bela dirinya. Kalau lawannya jelas terluka seperti di situasi saat ini, maka lebih baik menggunakan serangan langsung dengan tangan dan kakinya daripada dengan sihir yang butuh waktu.

Sambil dia memikirkan ini, tubuh Masaki sudah bergerak.

Tatsuya sudah siap menyeruduknya dari depan, bukan, dia siap untuk menyabet seseorang dengan kedua tangannya. Akan buruk jika sampai terkena. Secara refleks, Masaki mengarahkan sikunya pada tengkuk Tatsuya dan mengayunkannya ke bawah.

Serangan ini tidak dihindarinya, dan sama seperti serangan suara tadi. Ini seharusnya sudah menghentikannya.

Siku Masaki mengenai punggung Tatsuya.

Sebuah erangan kecil keluar dari mulut Tatsuya. Suara itu sampai di telinga Masaki.

Kekuatan serangannya tidak kecil. Meski ada kemungkinan kecil, saat itu, Masaki tidak bisa percaya apa yang terjadi, yang mana tidak masuk akal.

Tatsuya bertahan dari semua itu, handspring ke depan, lalu berdiri. Dia lalu menjulurkan tangannya dari belakang Masaki.

Masaki mengoperasikan CADnya. Tapi, separuh jalan, dia melihat Tatsuya mengangkat tangan kirinya.

Lebih tepatnya, apa yang ada di tangan itu.

Masaki melihat ke dadanya.

“Jadi itu tujuanmu….!”

Sebuah penyesalan keluar dari mulut Masaki.

Di tangan kiri Tatsuya ada badge yang dikenakan Masaki. Sepertinya badge Masaki terambil saat mereka berpapasan. Dia terlalu konsentrasi menyerang Tatsuya sampai dia tak sadar.

Dia tidak tahu kalau apakah memang itu tujuan Tatsuya sejak awal, atau jika Tatsuya baru menggunakan taktik itu setelah Masaki menyerangnya. Mau apapun itu, Masaki tereliminasi di momen dia kehilangan badge-nya.

“Shiba!”

Masaki menurunkan CADnya dan malah melempar sebuah benda mirip tiang ke Tatsuya.

Itu adalah seikat badge. Itu semua pasti milik semua murid SMA 1 yang dikalahkan Masaki.

Tatsuya mengambil itu dan lari pergi.

◊ ◊ ◊

Ketika Masaki masih di tengah pertarungannya sebelum ia dikalahkan, Leo dan Mikihiko sudah selesai mengalahkan lawan SMA 3 mereka. Setelah bertemu kembali, mereka langsung bergegas ke tengah hutan tanpa menunggu Tatsuya.

Hal itu dilakukan bukan hanya karena itu tujuan mereka.

Melainkan, itu karna Tatsuya, Leo, dan Mikihiko tahu kalau lawan terakhir mereka menunggu di sana.

Mereka menyusuri pepohonan yang tinggi.

Seperti yang mereka duga, Katsuto berdiri di sana.

“Apa hanya kalian saja yang tersisa?”

Di belakang Katsuto, setidaknya ada lima pemain SMA 3 sedang duduk sambil terengah-engah, atau bisa dibilang sedang tergeletak berbaring sambil mengerang.

Lebih jauh sedikit, Hattori, Kirihara, dan Sawaki sedang istirahat di tempat. Tidak ada satu pun dari mereka yang masih ber-badge. Apa mereka menantang SMA 3 dan kalah, atau yang mereka tantang itu Katsuto? Dari eskpresi mereka yang tidak terlihat frustasi dan tidak terlalu terluka, sepertinya yang benar adalah tebakan yang kedua.

“Sudah tidak ada lagi yang datang? Aku tidak masalah melawan tiga orang sekaligus.”

Perkataan Katsuto merujuk pada Tatsuya, karena dia cuma melihat Leo dan Mikihiko tapi tidak ada Tatsuya.

Leo hanya duduk dan menatap Katsuto.

“Juumonji—senpai! Maaf, kalau ini terdengar bodoh, tapi apa bisa berikan kami waktu sebentar?”

“Saijou, apa yang ingin kau lakukan?”

Katsuto menanyakan maksud permintaan Leo. Dia skeptis karena dia tidak mengira Leo akan mengatakan kalau dirinya tidak bisa melawan dirinya kecuali ada Tatsuya.

“Hehehe. Walaupun aku pribadi senang sekali bisa melawan senpai… Tatsuya, aku rasa akan lebih enak untuk melawanmu.”

Leo melihat ke arah Tatsuya dan tersenyum.

“Eh?”

“Ooo.”

Mikihiko terlihat terkejut, sementara Katsuto memberikan reaksi yang menarik.

“Apa kau akan menerima tantanganku?”

Tatsuya menjawab “Aku tidak masalah, terserah kamu….” sambil melihat ke arah Leo.

“Aku siap. Ayo mulai.”

“Ooh! Aku mulai!”

Di saat Leo dan Mikihiko saling berlari ke arah lawan, Mikihiko mundur dari sana.

“’Panzer’!”

Sebuah cahaya Psion terpancar dari sarung tangan yang dipakai Leo di lengannya.

Tinju kanan Leo, yang sudah diperkuat sekeras besi dengan sihirnya, menyerang Tatsuya.

Tatsuya menahannya dengan telapak tangan kirinya. Tanpa menggunakan sihir.

Leo dengan cepat paham kalau Tatsuya menahan serangannya hanya dengan kekuatan fisiknya. Leo tidak yakin apa yang perlu ia lakukan.

Di momen ia ragu-ragu itu, Tatsuya mencengkram tinju Leo dan menariknya ke arahnya.

Leo mengkakukan otot dan sendinya sehingga tak bisa ditarik Tatsuya, lalu ia merubah posisinya sehingga dia tidak jatuh dan menendang ke atas dengan kaki kirinya.

Tatsuya menggunakan tangan kanannya, menahan tendangan Leo dari luar lalu dalam.

Tubuh Leo diputar paksa sampai tidak stabil, membuatnya terjatuh ke depan.

Secara refleks, Leo mengarahkan beratnya ke belakang untuk merubah pusat gravitasinya.

Di momen itu, Tatsuya menjulurkan tangan ke dada Leo.

Leo menyilangkan lengannya guna mencegah Tatsuya mengambilnya.

Tatsuya mendorong halauan Leo daripada menghentikannya.

Leo kehilangan keseimbangan. Bagaimanapun juga, dia tidak terjatuh. Dia menjejakkan kakinya untuk memperbaiki posisinya.

Tatsuya melebarkan kakinya. Dia bergerak ke samping Leo dan menaruh lengannya di sekitar lehernya.

Dengan tangan Tatsuya di lehernya, dia mengayunkan badannya ke belakang.

Kaki Leo di udara selagi dia salto.

Leo meringkuk sambil melindungi kepalanya dengan tangannya.

Sebuah suara hantaman benda keras bergema.

Leo berguling memanfaatkan momentumnya saat jatuh.

Kaki Tatsuya dihentakkan ke tempat kepala Leo berada.

Leo, yang masih di tanah, merangkak menjauh dari Tatsuya seperti kepiting

Tatsuya mendekat ke Leo.

“Baru saja, apa kau ragu-ragu?”

Sambil berdiri, Leo mendapat pertanyaan itu.

“Aku tidak merasa kau main-main tadi.”

Sudah berdiri kembali, Leo menjawab Tatsuya. 

“Yang penting, kau masih belum selesai, bukan?”

“Jelas belum!”

Leo menjawab dengan bersemangat, tapi dia tidak tergesa-gesa menyerangnya lagi.

Dia dengan hati-hati mengamati apa yang dilakukan Tatsuya.

Kalau ini sebuah pertandingan bela diri biasa, Leo sudah melakukan hal yang benar.

Namun, meski dia seorang murid Golongan 2, Tatsuya adalah seorang penyihir.

Tatsuya tidak menggerakkan tangan dan kakinya. Auranya tidak berubah.

Tanpa tanda-tanda sedikit pun, sebuah gelombang Psion besar keluar dari tubuh Tatsuya.

“Guh…”

Psion tidak mempengaruhi objek fisik. Mereka tidak bisa menyerang langsung sebuah badan fisik.

Tapi, setelah seluruh tubuhnya terkena gelombang Psion itu, kesadaran Leo mulai goyah.

Tubuhnya tidak bergerak seperti yang diinginkannya. Terlebih lagi, dia tidak bisa merasakan tubuhnya.

Dia tidak bisa merasakan kakinya menapak tanah. Dia juga tidak bisa merasakan terpaan angin yang melewatinya.

Pendengarannya kacau, dan penglihatannya kabur di ujung kanan-kirinya.

Tanpa disadari Leo, Tatsuya sudah ada di depannya.

Meski indranya terganggu, sihir Leo masih aktif.

Tatsuya menekan telapak tangannya di pakaian Leo, yang kaku sekeras pelindung besi.

Di dada kirinya, sedikit di samping jantungnya.

Tatsuya menaruh Sihir Tipe Osilasi dari tangannya pada dada Leo.

Getaran itu menjalar di seluruh pakaian pelindungnya.

Getaran-getaran keras terjadi di tubuh Leo, merubah kelumpuhan indranya dari yang cuma sebatas ilusi menjadi kenyataan.

Getaran itu mencapai kepalanya, menyebabkan lututnya gemetaran saat dia disenggol sedikit saja.

Tatsuya melepas badge di dada Leo.

Leo tidak punya kekuatan tersisa untuk melawan itu.


Tangan dan lutut Leo ditaruhnya di tanah.

Dia mungkin menunggu dirinya pulih dari serangan itu.

Tatsuya meninggalkan Leo di tempat itu dan menuju ke Katsuto.

Saat dia berjalan ke sana, Mikihiko berdiri di hadapannya.

“Itu luar biasa. Kekuatanmu tepat seperti yang orang katakan.”

“Apa yang kau bilang kekuatan itu hanya pengendalian tubuh saat bertarung saja.”

Tatsuya tidak mencoba menyalahkan perkataan Mikihiko, hanya saja dia merasa pujian itu berlebihan.

Mikihiko sepertinya tidak terlalu memerdulikan bantahan Tatsuya.

Dia menaruh perhatiannya di tempat lain.

“Yoshida, kau juga?”

Katsuto bertanya dari belakang Mikihiko. 

“Ya, maaf senpai. Aku juga ingin melawan Tatsuya. Meski aku rasa ini tidak sopan membuat senpai menunggu….”

Setelah Mikihiko selesai berbicara, ada banyak cemoohan dari belakang Katsuto.

“Senpai, tidak apa-apa bukan? Lagipula ini kesempatan terakhinya!”

Tidak, itu bukan cemoohan, itu lebih seperti sorakan.

“Kau benar, Yoshida, lakukan sana.”

Katsuto mengangguk pada perkataan Kirihara, lalu mendorong punggung Mikihiko.

“Akan kulakukan!”

Mikihiko meneriakkan jawabannya kepada Katsuto tanpa menoleh ke belakang.

Di tangan kanannya, dia sudah mengaktifkan sebuah sihir.

Tangan kiri Tatsuya menembakkan serangan beruntun.

Peluru Psion Tatsuya mendispersi tanda-tanda listrik yang terbentuk di udara berulang kali.

Sebuah kipas logam kecil muncul di tangan kiri Mikihiko. 

Sebuah kipas gaya Asia yang sebenarnya adalah CAD hibrida Sihir Modern-Kuno yang terhubung ke prosesor utama dan batu induksi via kabel perak.

Tiupan-tiupan angin mulai terbentuk. Tiupan itu datang dari langit dan berputar-putar di sekitar Mikihiko, semakin cepat dan tebal.

Tatsuya tidak hanya duduk diam dan menonton semua ini. Dia menggunakan ‘Gram Demolition’ untuk mengusir pergi para mahluk spiritual dan roh-roh yang menciptakan pusaran angin itu.

Setiap kali Tatsuya menembakkan peluru Psion, dinding udara itu akan memudar. Tapi, sesaat kemudian akan kembali seperti semula.

Meski Sihir Kuno lebih lemah dari Sihir Modern dari segi kecepatan aktivasi dan kebebasan penggunaannya, ada banyak hal yang lebih diungguli Sihir Kuno dibanding Sihir Modern.

Salah satunya ialah lebih diam-diam dan lebih sulit untuk dideteksi keberadaan penggunanya.

Selain itu Sihir Kuno biasanya lebih kuat dalam mempengaruhi perubahhan fenomena alam dengan memberi reaksi dalam kimia dan fisik.

Dan dengan ketekunan sang pengguna sihir, jelas Sihir Kuno menang melawan Sihir Modern. Terutama dalam bidang Sihir Roh, fenomena sihirnya membentuk sebuah badan informasi independen (roh) yang menjaga jalannya sihir.

Itulah alasan kenapa pusaran angin itu tidak berhenti ketika terkena sihir Tatsuya. Para roh lah yang menjaga sihir itu. Tatsuya memperkirakan kalau dia hanya mengeliminasi separuh pusaran angin itu dengan satu sihirnya, tapi roh-roh itu akan mengulang sihirnya dan mengembalikannya seperti semula.

Meski begitu, badan informasi independen bukanlah sesuatu yang seharusnya ada di dunia ini. Mereka selalu berpindah sana-sini.

Penyihir lah yang membawa mereka semua dan memberikan kekuatan gangguan pada mereka. Ketika roh-roh itu hilang, maka sihirnya menghilang, dan ketika kekuatan gangguannya hilang, sihir itu berhenti. Seperti saat ini, dengan separuh jumlah roh yang menggunakan teknik itu hilang, roh-roh yang tersisa dan yang berusahan bereplikasi tidak kuat mempertahankan sihir itu lebih lama lagi. Hal ini dipahami oleh sang pengguna sihir, Mikihiko, lebih dari siapapun.

Tatsuya mencoba untuk menghapus sihirnya lagi.

Sebelum dia bisa melakukan apapun, Mikihiko melepaskan pusaran angin itu ke depan.

Pusaran itu menerpa Tatsuya. Tiupan angin itu kuat, tidak sekuat ‘Vacuum Blade’ atau sihir-sihir pemotong lainnya.

Namun, kekuatan angin itu saja sudah cukup untuk mengganggu keseimbangan Tatsuya.

Tatsuya. Menaruh tangannya di kedua lututnya dan berjongkok untuk bertahan dari tiupan itu.

Ketika dia berjongkok, sebuah gelombang pasir debu mengenainya dari depan.


Sihir yang Mikihiko gunakan bernama ‘Land Tsunami’. Ada juga Sihir Modern dengan nama yang sama. Namun, Sihir Modern hanyalah tiruan dari Sihir Kuno, dan inilah sihir aslinya.

Tatsuya melempar dirinya ke kiri guna menghindari itu semua.

Setelah berguling sekali di rerumputan, dia berlutut.

Sebuah terpaan angin dengan tekanan tinggi daripada sebelumnya turun dari atasnya.

Sihir Kuno ‘Heaven’s Wind’.

Itu adalah sebuah sihir skala kecil, sihir yang mengarahkan tiupan angin sambil membawanya turun ketinggian.

Dari posisi berlututnya, Tatsuya melaju ke arah Mikihiko. Itu adalah Sihir Tipe Gerakan yang digunakan dengan bantuan Flash Cast.

Dia berpikir kalau ini semua tidak akan ada habisnya kalau dia terus ragu-ragu, jadi dia memaksakan diri untuk mendekat.

Mikihiko melihat Tatsuya yang mendekat, mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya dan mengayunkannya ke bawah.

Sebuah kobaran api menerjang ke arah Tatsuya, mengikuti pergerakan jarinya.

Sihir Kuno ‘Karura Enzan’. Itu adalah pengembangan sihir ‘Karura En’, yang hanya bisa menyerang sesuatu yang bukan dari dunia ini, menjadi sihir interpersonal yang bisa dianggap sebagai Sihir Pengganggu Mental dari standar Sihir Modern.

Mikihiko sudah menyusun semua taktiknya sampai detik ini. Pertarungan ini berjalan tepat seperti apa yang diinginkannya.

“Ini dia”, serunya dalam hati.

Namun.

Tatsuya melancarkan tendangan dan dengan paksa menggagalkan Sihir Tipe Gerakannya.

Dari kepalan tangan kanannya muncul sebuah pancaran tak terlihat.

Tatsuya menjulurkan tangan kanannya.

Tekanan yang timbul dari tumbukan-tumbukan Psion, memberikan citra sebuah pancaran.

Sihir Non-Sistematik ‘Armor Piercing Psion Bullet’.

Teknik Tatsuya yang dirancangnya di bawah bimbingan Yakumo ini digunakan untuk melukai Parasite.

Sebuah peluru ‘Gram Demolition’ yang terkompresi dan padat, yang saling bertumbukan dan meledak dengan tekanan tinggi, membentuk sebuah pancaran tak terlihat mata telanjang.

Ledakan itu mengenyahkan pedang ‘Karura En’.

Tatsuya melompat menendang tanah dengan kedua kakinya.

Jarak mereka berdua seketika memendek.

Tangan kanan Tatsuya menyerang dada Mikihiko.

Mikihiko menahannya dengan telapak tangan kanannya dan menggenggam pergelangan tangan Tatsuya dengan tangan kirinya.

Tatsuya menaruh bahu kanannya di depan tubuhnya sambil menekuk tangan kanannya ke atas.

Siku Tatsuya menekan ulu hati Mikihiko.

Flash Cast. Dengan siku kanannya sebagai titik awal, sebuah Sihir Tipe Berat teraktifkan.

Dampak serangan itu menyerang ulu hati Mikihiko.

Mikihiko tak sengaja memiringkan pinggangnya, lalu jatuh ke belakang.

Tatsuya lalu menunjukkan tangan kanannya di depan wajah Mikihiko.

Di tangan itu terdapat badge Mikihiko.


Tatsuya berjalan ke Katsuto. Dari gerakan bahunya menunjukkan kalau ia sedang terengah-engah, tapi itu tidak menghentikannya.

Katsuto juga tidak akan menghentikannya.

“Shiba, barusan itu Sihir Non-Sistematik yang luar biasa. Apa kau benar-benar bukan anggota 18 Keluarga Asisten?”

“Aku tidak ahli dengan sihir pada umumnya.”

Tatsuya menjawab pertanyaan Katsuto, lalu memulai serangannya.

Dia tidak menggunakan sihir, melainkan teknik fisik yang dipelajarinya dari Yakumo untuk muncul mendadak di samping Katsuto.

Katsuto tidak melepas pandangannya dari Tatsuya sedikit pun.

Tatsuya menarik CAD bentuk pistol yang disimpan di sarung pinggangnya.

Dia menembakkan gelombang-gelombang Psion beruntun.

Itu adalah teknik yang sama seperti yang digunakannya saat melawan Hattori saat pertama kali ia jadi anak SMA. Tiga gelombang Psion dengan panjang gelombang beragam ditembakkan beruntun, yang mana menumbuk targetnya untuk membentuk suatu gelombang yang besar.

Namun, gelombang Psion itu terhalang oleh sebuah dinding Psion yang melindungi tubuh Katsuto.

Katsuto lalu melemparkan sebuah pelindung ke arahnya.

Tatsuya menggunakan semua kekuatan fisiknya untuk mengelak dan menyelinap ke dada Katsuto.

Tatsuya lalu menjulurkan kedua tangannya.

Katsuto jelas sudah memprediksi serangan ini.

Namun.

Tangan Tatsuya terhalang dengan penghalang fisik Katsuto.

Pelindung fisik itu terdorong dengan kekuatan yang sangat besar.

Tatsuya terhempas oleh serangan Phalanx dan menabrak pohon di belakangnya.

Ketika dia terjatuh ke tanah, Katsuto sudah melepas badge di dadanya saat posisinya masih melayang di udara.

◊ ◊ ◊

Di gerbang masuk hutan latihan, mereka sedang melakukan persiapan pesta BBQ.

Yang memanggang daging dan sayuran adalah murid-murid perempuan SMA 1.

Miyuki dan yang lain juga ada di sana.

“Onii-sama, terima kasih atas kerja kerasnya.”

“Tatsuya-san, kalah ya?”

Miyuki dan Honoka berada di sisi Tatsuya.

Namun, mereka tidak sedang meperebutkan Tatsuya.

“Ichijou-san, juga, terima kasih atas kerja kerasnya.”

“Ter-terima kasih….!”

Di sana juga ada kakak kelas dan murid SMA 3. Di samping ia yang mengabaikan Honoka, topeng sempurna Miyuki tidak tercela sama sekali dan dia tidak pernah melupakan posisinya sebagai seorang gadis terhormat.

“Ichijou, si pemikat perempuan sialan itu.”

Leo bergumam dengan suara pelan yang sulit didengar sambil mengunyah sate daging-sayur.

“Leo, walaupun kau merasa seperti itu, seharusnya perkataan itu tidak keluar dari mulutmu.”

Mikihiko dengan perlahan mengatakan itu kepada Leo.

“Tidak ada orang yang mendengarnya, jadi tidak apa-apa bukan? Leo setidaknya pasti tahu itu, bukan?”

Senyuman kecut terpasang di wajah Tatsuya saat ia mendekat membela Leo.

Saat ini, Leo tidak bisa menjawab karena mulutnya yang penuh makanan.

“Jangan bilang kalau kalian orang terakhir yang bertahan.”

Orang yang mengatakan itu adalah Hattori yang datang dari belakangnya.

Mizuki dengan sopan menolak makan dan hanya minum teh.

“Itu bukan hal yang mengejutkan, ‘kan? Lagipula mereka juga sudah menunjukkan kemampuan mereka di Monolith Code divisi kelas 1.”

Sambil memegang sate di satu tangannya, Kirihara dengan entengnya mengatakan hal itu.

“Kirihara-senpai, apa hari ini Saaya juga ikut datang?”

“Kenapa semua orang terus menanyakan itu padaku!?”

Namun, serobotan Erika merubah suasana pembicaraan itu. Omong-omong, ‘Saaya’ ini Mibu Sayaka pacar Kirihara.

Kirihara mengejar Erika yang melarikan diri, setelahnya Hattori meninggalkan Tatsuya dan yang lain untuk menghentikan mereka.

Menggantikan dia, Katsuto datang mendekati mereka bertiga tidak lama setelahnya.

“Katsuto-senpai, terima kasih atas kerja kerasnya hari ini.”

Tatsuya membuka pembicaraan, berperan sebagai perwakilan mereka bertiga.

“Aku berkesempatan melihat sesuatu yang benar-benar bagus tadi. Terima kasih, Shiba, Yoshida, Saijou.”

Di sisi lain, perkataan Katsuto ini tidak formal.

“Aku minta maaf, Juumonji-senpai.”

“Maaf aku tadi melakukan hal seperti itu.”

Mikihiko mengatakan itu sambil menunduk dengan wajah malu, lalu Leo juga ikut melakukan hal yang sama sambil terlihat menyesal.

“Saijou, tidak apa-apa itu. Pertarungan kalian luar biasa.”

Leo tidak membantah atau merendahkan dirinya, tapi sebaliknya ia menunduk ke Katsuto.

“Shiba, kau tidak menggunakan sihir untuk pergi ke sampingku, bukan?”

Katsuto bertanya pada Tatsuya.

Tatsuya ingat kalau Katsuto tidak pernah kehilangan posisinya dan agak terkejut mendengar pertanyaan itu sambil menjawabnya dengan tegas.

Dia tidak mencoba sama sekali untuk menutupinya.

“Ninjutsu… Bukan, bela diri. Tanpa sihir, aku tidak bisa bertahan melawanmu.”

Maksud perkataan Katsuto adalah dia pasti akan kalah kalau mereka tidak boleh menggunakan sihir.

Miyuki dan Honoka berdua senang bukan main mendengar hal tersebut, tapi Tatsuya saat ini kesulitan untuk menahan tawanya.

“Itu bukan apa-apa. Aku mungkin buruk dalam sihir biasa, tapi aku tetaplah seorang penyihir.”

Mendengar hal itu, senyuman pahit muncul di wajah Katsuto.

“Kau benar. Maaf. Perkataanku tidak sopan.”

“Tidak, senpai benar. Aku memang lebih ahli dalam bela diri daripada sihir.”

“Aku mengerti. Kalau begitu, kapan-kapan ayo kita lakukan itu.”

Tepat setelah berbicara dengan Tatsuya, Katsuto pergi meninggalkan mereka.

Tatsuya menghilangkan kebohongan besar yang baru saja ia katakan dari pikirannya, lalu meraih sate yang ada di depannya.