KAMP PELATIHAN
(Bagian 2)

Penerjemah: Ridho H.


Part 5

Distrik perbelanjaan saat senja disukai para siswa SMP pada libur musim panas dan para ibu rumah tangga untuk membeli makan malam untuk keluarga mereka. Diantara mereka, Ikki dan Stella berjalan berdampingan.

Ketika mereka melakukannya, mereka mendengar suara-suara bisikan.

「Bukankah mereka adalah putri Vermillion dan anak dari keluarga Kurogane yang banyak dibicarakan akhir-akhir ini?」

「Ahh, rumor tentang sang putri yang diselingkuhi dan dianiaya?」

「Kudengar itu cuma rumor palsu. 」

Topik tentang hubungan mereka berdua terdengar satu per satu, dan itu bukan hanya Stella, tetapi juga Ikki yang wajahnya sekarang dikenal luas oleh masyarakat. Bukan hanya wajah, tapi detail hubungan mereka juga. Itulah kenapa mereka berdua terus berjalan, meskipun hal itu tidak menyenangkan.

“Lihat lihat! Mereka berpegangan tangan! Mereka benar-benar punya hubungan! 」

「Maksudku, berkaca pada kenyataan, putri itu sangat cantik.」

「Benar sekali… aku ingin berkencan dengan seorang gadis seperti itu ….」

Terhadap tatapan penasaran yang berasal dari sekitar mereka, telinga Stella menjadi sedikit merah. Dia telah cukup terbiasa dipandang sebagai sepasang kekasih di sekolah, tetapi dipandang sebagai sepasang kekasih oleh orang-orang di luar kampus masih terasa memalukan, tidak peduli bagaimana pun dia memikirkannya.

Menebak bahwa Stella memikirkan ini, Ikki berbicara.

“Hei Stella, kalau kamu malu, bisa kita melepaskan tangan?”

Itu menjadi pertimbangannya setelah memperhatikan bahwa Stella merona karena tatapan dari sekitar mereka. Namun Stella―

“Aku … ti-tidak malu … sama sekali ….”

― Mengatakan kebohongan.

Dia jelas sekali malu, tapi dia sangat suka berpegangan tangan seperti ini.

“Kalau begitu, baiklah. Tapi jangan memaksakan dirimu.”

Apakah Stella benar-benar memahami situasi ini? Ikki sedikit tersenyum, menguatkan cengkeramannya sedikit, dan tetap berjalan sambil menariknya.

Melihat wajah Ikki, Stella berpikir,

“Apa ini? Ikki sudah berubah sedikit.”

Anak yang dikenal Stella sebagai Ikki Kurogane menurut standar bukanlah seorang yang tegas. Seperti dirinya, ini adalah pertama kalinya dia menyukai seseorang atau berkencan dengan seseorang, jadi ini adalah hubungan di mana mereka berdua dengan rikuh mencoba berperan sebagai sepasang kekasih.

Namun baru-baru ini, suasana di sekitar Ikki telah berubah ―dia menjadi sangat proaktif. Sebagai contoh, dia meraih tangan Stella beberapa saat yang lalu. Mereka telah menikmati kontak fisik semacam itu sebelumnya, tetapi sampai sekarang, sulit untuk mengatakan siapa yang biasanya meletakkan tangan di atas yang lain. Tapi akhir-akhir ini berbeda.

Tangan ini terasa … solid … tegas … –

Itu bukanlah sentuhan spontan, melainkan genggaman tegas Ikki. Dan saat ini, dia tidak mengkhawatirkan tatapan di sekitar mereka dan memegang tangannya dengan bermartabat. Mengetahui kebaikan dan ketulusan Ikki yang biasa, Stella yang sedikit cemas terkejut dengan perubahan ini. Apa sebenarnya yang menyebabkan perubahan mentalitasnya ini? Karena itu, Stella berbicara kepada Ikki tentang hal ini secara terbuka.

“Hei Ikki, kau baru-baru ini sudah berubah.”

“Aku sudah berubah?”

“Kamu menjadi … sedikit agresif, sedikit lebih asertif dari sebelumnya.”

… Sedikit lebih jantan, sedikit lebih mengesankan….

Pada pernyataan Stella, Ikki menunjukkan ekspresi terkejut sesaat. Dan segera, dia tersipu dan setelah menggaruk rahangnya, dia menjawab.

“… Kurasa kamu menyadarinya, Stella?”

Jawaban Ikki menunjukkan bahwa ia menyadari perubahannya sendiri.

“Maaf. Aku sudah berusaha lebih berani.”


“B-Bukannya aku tidak suka ini! Aku hanya penasaran pada alasannya.”

“Aku tidak berpikir itu benar-benar punya alasan ….”

Pada pertanyaan yang diajukan kepadanya, Ikki memulai penjelasannya seperti itu.

“Hanya saja, sejak aku melamarmu, aku merasakan keterikatan denganmu yang yang bertumbuh di dalam diriku yang bahkan mengejutkanku. Perasaan bahwa aku tidak bisa berbuat apa-apa. Perasaan mengenai kalau orang ini ini adalah gadis berhargaku.”

Dia berbicara tentang alasan perubahannya kepadai Stella. Pengakuan yang dia buat setelah bertarung dengan Raikiri, telah menjadi titik balik yang sangat besar baginya. Hingga saat itu, Ikki berniat untuk mencintai Stella lebih dari orang lain, tetapi setelah perasaan kuat mereka dikonfirmasi melalui kata-kata, hasrat kepadanya untuk dirinya sendiri telah bertumbuh lebih luas daripada yang pernah dia rasakan sebelumnya. Perasaan bahwa dia tidak akan menyerahkan gadis ini kepada siapa pun telah tumbuh lebih kuat.

Akibatnya, rasa sadar diri telah lahir di dalam dirinya. Rasa sadar diri seorang pria yang bertekad akan melindungi wanitanya. Dan rasa sadar diri itu telah memberi Ikki ketegasan yang tidak dimilikinya sampai saat ini.

“Sampai-sampai aku ingin memelukmu saat ini juga … Tapi aku tidak merasa berkata begitu terasa sangat tulus, kan?”

Ikki mengutarakan apa yang ada di hatinya, meskipun dia terdengar agak malu. Pada pengakuan Ikki, Stella merasakan dadanya berdebar seperti drum.

Ikki ….

Degupan itu, itu adalah rasa manis yang muncul di dalam dadanya.

Kenapa? Alasannya jelas. Orang yang dia cintai telah menyatakan sesuatu sekarang ini tidaklah cukup dengan kata-kata.

Kau milikku. Aku tidak akan membiarkan orang lain memilikimu.

Dan pada saat yang sama, tekanan luar biasa dari lingkungan mereka runtuh.

Dia adalah wanitaku. Jangan menyentuhnya.

Terhadap kesadaran ini, Stella harus menyembunyikan pipinya yang melembut.

Ikki, kau manis sekali ….

Jujur, itu menggemaskan. Meskipun dia belum dewasa, dia berusaha memonopoli wanita itu dengan sekuat tenaga. Dia tidak bisa menahannya ketika dia semanis itu. Ikki mungkin tidak akan senang dianggap seperti itu, tetapi selama menyangkut Stella, Ikki sangat manis sehingga dia mulai merasa pusing.

Dia harus menghargai ini apa pun yang terjadi. Sebagai gadis seseorang, sebagai gadisnya. Jadi Stella ― meraihl lengannya dengan tangannya sendiri, dan menariknya ke pelukan.

“S-Stella?”

“Jika kita melakukan ini, semua orang akan lebih mengerti bahwa aku gadismu, kan?”

Sambil tersenyum, Stella menempelkan lengan Ikki ke pipinya. Dia tidak lagi peduli dengan tatapan di sekitarnya. Lebih dari sekadar hal-hal sepele seperti itu, lelaki yang berusaha memonopoli perempuan itu dengan sekuat tenaga telah menciptakan perasaan yang jauh lebih kuat.

Tetapi bagi Ikki, yang mencoba memegangi tangannya dan berjalan dengan wajah lembut sampai akhir, tindakan Stella yang melekat padanya telah menciptakan situasi di mana dia tidak bisa tenang. Meskipun dia sendiri yang berkata menginginkan ini, dia tidak bisa menyuruhnya melepaskannya karena dia juga malu.

“I-Itu benar. Ide bagus. Ya ….”

Ikki terus berjalan setenang mungkin, tetapi pipinya memerah karena malu, dan tangannya yang tersandar pada Stella menjadi lembap karena keringat.

“Hehe….”

Dengan gertak sambal, Stella tidak bisa tidak menganggapnya menarik.

… Entah bagaimana, aku merasa benar-benar bahagia sekarang ….

Dengan mulutnya yang tersenyum, Stella mempercayakan perjalanan itu sepenuhnya kepada Ikki. Siapa pun di sekitar mereka yang melihat ini mungkin akan berpikir bahwa mereka adalah pasangan genit idiot. Stella dengan serius berpikir bahwa itu bukanlah sesuatu yang perlu mereka pedulikan. Bagaimanapun juga, mereka saling jatuh cinta.

Pegang erat-erat, pangeranku.

Hal memalukan ini tidak terlontar dari mulutnya, tetapi hanya terbisik di dalam hatinya.

Tetapi pada saat itu—

“Hmm?”

Langkah Ikki tiba-tiba berhenti.

Apakah dia menemukan tempat makan? Itu adalah pikiran pertamanya, tetapi Stella langsung menyadari bahwa bukan itu masalahnya.

Garis pandang Ikki berada di arah yang berlawanan dari tempat mereka pergi, dan wajahnya tampak suram.


Part 6

“Ada apa?”

“… Orang itu tadi.”

Ikki, menatap lurus punggung seorang pria berpakaian kantor yang telah melewati mereka, dan menjawab seperti ini.

“Bukankah ada yang aneh dari cara dia berjalan?”

“Mungkin dia terluka?”

“Tidak-“

Ikki juga memikirkan itu pada awalnya, tapi ….

Mungkin bukan itu masalahnya.

Menghela nafas pendek, dia meningkatkan konsentrasinya. Menatap bagian belakang pria yang telah berlalu itu, dia memperhatikan fisik, tinggi, dan lebar pria itu. Dia membandingkan otot-otot yang melekat pada kerangka itu dengan gagasannya mengenai cara tubuh bekerja. Ya, pria itu berjalan dengan aneh. Langkah-langkahnya tidak ke kiri dan kanan secara teratur. Tetapi tidak ada tanda-tanda dia terluka atau cedera. Dia bisa melihat berbagai persendian mendorong pria itu ke depan dengan normal.

Tapi itu sangat tidak bernyawa. Pria itu berjalan seolah-olah tubuhnya diambil alih.

Aku bisa melihat ada sesuatu di saku kanannya.

Salah satu tangannya dimasukkan ke dalam saku kanan di pinggang. Di dalam saku itu, tidak hanya ada tangan. Tangan kanan memegangi sesuatu, yang disimpan di dalam saku. Itu tampak panjang dan lebar. Kemungkinan besar itu ― pisau bertahan hidup, atau semacamnya.

… Dari pakaiannya, dia mungkin seorang tukang listrik.

Sudah biasa bagi seorang tukang listrik membawa pisau untuk mengupas pembungkus kabel listrik. Pisau yang digunakan tukang listrik biasanya sangat besar, tetapi dia tidak terlalu tahu soal itu, dan mungkin ini hanya asumsi. Tapi saat dia memikirkan ini, Ikki memperhatikannya dengan seksama.

Dari ujung topi yang dikenakan pria itu di kepalanya, sesuatu tampak berkilau. Itu adalah mata merah binatang buas yang fokus pada mangsanya. Mereka adalah mata seseorang yang penuh kebencian.

Namun bisa jadi mata merah itu mungkin karena pria itu kurang tidur. Dan juga, benda di sakunya mungkin hanya alat kerja biasa. Kedua kemungkinan itu lebih memungkinkan daripada dugaan terburuk Ikki. Tapi ― tidak mungkin dia bisa melupakan kasus terburuk itu. Firasatnya tidak bisa diabaikan.

“…Oke.”

“Ah, Ikki, kamu mau kemana !?”

“Tunggu sebentar.”

Ikki menarik lengan kanannya yang dipegang Stella, dan dia bergegas menghampiri pria yang mengenakan pakaian kerja.

Dia bisa mulai dengan berbicara, dan menemukan cara untuk memeriksa apa yang ada di saku pria itu. Kalau ternyata dia hanya salah paham, itu tidak masalah. Dia hanya perlu meminta maaf. Kalau permintaan maafnya tidak diterima, yah, dia bisa menerima sedikit masalah. Karena itu, kalau dia bisa menghilangkan dugaan terburuk yang mencuri perhatiannya ….

Sambil berpikir begitu, Ikki memanggil ― dan pada saat itu, pria itu tiba-tiba berhenti berjalan.

Tempat dia berhenti adalah jalan nomor sepuluh di distrik perbelanjaan. Itu di tengah pejalan kaki yang sangat sibuk. Mengapa dia berhenti di tempat seperti itu tanpa melihat apa pun? Jawabannya adalah—

“Apa-apaan !? Kenapa kau berhenti di tengah jalan, pak tua !?”

Saat beberapa anak usia sekolah menengah menabrak pria itu, itu menjadi jelas.

“Heeee―”

Membocorkan cengiran yang aneh, pria itu bergerak. Dia mulai menarik apa yang ada di sakunya dengan tangan kanannya dengan cepat. Pada saat itu, Ikki melihat waktu yang berjalan dengan konsentrasi penuh dan persepsi gerak yang meningkat.

Dia dengan benar telah mengidentifikasi benda yang berkilauan yang dilihatnya do dalam saku pria itu. Itu adalah ujung bilah berkilau, sebuah pisau bertahan hidup yang tebal. Di tengah-tengah persimpangan, hanya ada satu alasan mengeluarkan alat seperti itu.

Kemungkinan terburuk yang dicurigai Ikki menjadi kenyataan. Dan ketika dia merasakan prediksinya akurat, Ikki bergerak.

Dengan konsentrasinya yang memperlambat dunia di sekelilingnya, dia lebih cepat daripada siapa pun. Menyelinap di depan para pejalan kaki yang berseliwerani, Ikki berlari untuk menangkap tangan pria yang memegang pisau itu. Jaraknya ke pria itu kurang dari lima meter. Pria itu belum mengeluarkan pisau sepenuhnya, dan sekelompok siswa sekolah menengah di depan pria itu belum menyadari bahaya.

Aku bisa melakukannya…!

Dengan kecepatan Ikki, ada banyak waktu. Dengan berlari, dia bisa memukul pria itu dari belakang dan membuat pria itu pingsan. Sebelum bilah pisau sepenuhnya ditarik keluar, dia bisa menyelesaikan masalah ini. Meskipun itu bisa membuat keributan kecil, dia bisa menghentikan tragedi terjadi. Ini semua berawal dari apa yang Ikki rasakan pada saat mereka berpapasan, tetapi syukurlah Ikki cepat menyadarinya. Memang, sampai saat ini semua itu Ikki anggap sebagai kemungkinan terburuk.

Tetapi pada saat berikutnya, sesuatu yang tidak dia duga terjadi.

“Waa! Tunggu, tunggu! Jangan lakukan itu!”

Suara melengking seorang gadis bergema di belakangnya, dan sebelum Ikki bisa mencapai tempat lelaki itu berada, pemilik suara itu menempel di lengan lelaki itu.

Eh … !?

Ini sudah diatur tepat sebelum pisau itu dapat dikeluarkan sepenuhnya dari saku.

Kalau orang normal tidak melihat sakunya, pria itu akan dengan waspada mengawasi, dia tidak akan punya waktu mencegah tindakannya hanya dengan refleks biasa. Hanya seseorang yang memiliki kemampuan fisik terasah seperti Ikki saja yang dapat melakukannya. Itulah sebabnya Ikki tidak melihat ada yang punya kecepatan seperti itu. Seseorang menyerang pria itu ketika dia lengah. Dan terlebih lagi, itu adalah seorang gadis yang berada di sebelah pria itu, yang sekarang berada di jalur serangan Ikki.

Dia tidak bisa berhenti melesat. Tidak punya pilihan, Ikki segera membatalkan akselerasi tubuhnya dan berhenti.

Sementara itu, situasinya berubah. Gadis itu, dengan suara melengking, berteriak kepada pria itu yang tampak kaget dengan interupsi yang tiba-tiba.

“Tidak bisa begitu, Tuan! Bahkan jika perusahaanmu memecatmu atau kamu berhutang banyak, berpikir membawa seseorang denganmu dalam bunuh diri adalah …!”

Tapi teriakannya terdengar oleh semua orang di sekitarnya—

“H-Hei! Orang ini membawa pisau!”

“Eh — Whoa!”

“Eeeeek! Dia akan membunuh seseorang!”

Meskipun benda itu belum sepenuhnya ditarik keluar dari sakunya, semua orang bisa memahami alasan tindakannya. Kilau yang menyeruak dari saku kanan pria itu menyebabkan kehebohan. Sementara orang-orang di dekatnya mundur, dan isi tas-tas yang mereka bawa tumpah, semua orang berdesak-desakan pergi dari persimpangan. Di tengah-tengah mereka, gadis muda yang telah meraih lengan pria it …

“Karena kau gagal melakukan yang ingin kau lakukan, maukah kau akan ikut denganku ke polisi? Sesuatu seperti ini akan membuat ibumu di pedesaan berkabung, kau tahu. Ini akan baik-baik saja. Selama kau masih hidup, nasib baik akan datang kepadamu pada akhirnya, kan!? “

Tersenyum dengan wajah cantik yang hanya berkeringat sedikit, dia berbicara dengan suara lembut. Dia mungkin mencoba menenangkan pria itu.

Namun pria itu tidak menerimanya.

“Jahanaml!”

“Uwa!”

Pria yang dihadang meraung dengan suara marah, dan mendorong gadis itu dengan sekuat tenaga. Gadis itu dengan mudah dijatuhkan, dan jatuh terlentang.

Sebuah bayangan menimpanya. Bayangan pisau itulah yang diayunkan pria itu dengan ekspresi sangat kecewa di wajahnya—

A-Apa yang harus kulakukan !?

Pada saat itu, Ikki yang menyaksikan rangkaian peristiwa itu diantara orang-orang yang melarikan diri ragu dalam memutuskan tindakan selanjutnya.

Sebenarnya, itu adalah situasi di mana dia seharusnya tidak ragu, selain bergerak dan menyelamatkan orang itu. Tapi — ada satu faktor yang membuat Ikki ragu. Itu tidak lain adalah gadis yang menyebabkan semua ini.

Tidak — dia bukan gadis. Dia tidak salah membaca suara mempesonanya atau fitur-fitur cantiknya. Tapi pakaiannya adalah — seragam anak laki-laki Akademi Kyomon.

Dan dia tahu wajah itu. Dia tidak mengenalinya pada awalnya, tetapi setelah melihatnya dengan seksama, dia ingat. Setelah pertempuran seleksi berakhir, teman sekelasnya, Kagami, menunjukkan padanya daftar siswa perwakilan festival Seven Stars Sword-Art tahun ini. Wajah orang ini ada di foto itu.

Ikki sudah lupa nama itunya, tapi dia adalah seorang Blazer yang mengikuti festival Seven Stars Sword-Art. Kalau begitu-

Orang seperti itu tidak akan bertindak tanpa rencana.

Orang seperti itu tidak akan muncul dengan acuh tak acuh dan mengucapkan kata-kata klise dari drama polisi. Orang seperti itu pasti memiliki beberapa cara dan kemampuan untuk mengendalikan situasi. Dan karena dia tidak tahu kemampuan seperti apa yang dimiliki anak ini, ada kemungkinan dia bisa menjadi beban kalau dia turun tangan. Ikki berpikir begitu terhadap anak itu.

Jadi aku harus menyerahkan situasi ini kepadanya ya?

Tetapi ketika Ikki sampai pada kesimpulan itu, anak laki-laki dengan rambut pirang yang menghadap pisau yang menghunjam – menutupi kepalanya dan berteriak.

“S-Seseorang selamatkan aku—!”

Kau tidak punya rencana— !?

Sambil berteriak dalam benaknya karena tangisan anak itu yang meminta bantuan, Ikki segera mulai bergerak. Dia tidak punya cukup waktu untuk mencapainya, karena barang-barang pejalan kaki yang berserakan di tanah.

Ikki menendang lipstik, bertujuan untuk menjatuhkan pisau itu.

“Guah !?”

Mengalami hal tak terduga, pisau itu terbang dari tangan pria itu dan jatuh ke tanah. Pada saat yang sama, Ikki menyerang dan memukul pria itu dengan tinjunya.

“Gah!”

Pria itu jatuh tertelungkup dengan darah melayang dari hidungnya dalam lengkungan, dan dia berhenti bergerak. Tinju Ikki membuat pria itu pingsan dalam satu pukulan.

Bagi siapa pun yang menonton, itu mungkin penampilan yang mengesankan. Tapi…

“Ha … haa … haa … haa …!”

Si pemain itu sendiri berkeringat dingin.

Hampir saja…! Orang ini benar-benar tidak berpikir sebelum bertindak…!

Kalau saja Ikki tidak membantu anak itu, anak itu pasti akan terbunuh. Pada saat itu, anak itu tidak berdaya melawan sebilah pisau. Bahkan dia tidak mencoba membela diri, atau bahkan menggunakan sihir Blazer untuk melindungi dirinya sendiri, hanya panik, membatu, meringkuk melawan musuh bersenjata pisau. Sejujurnya, perilaku sembrono anak itu lebih mengerikan daripada pria yang mencoba menyerang orang secara acak di jalan.

“Ikki!”

“Ha… Stella. Bisakah kamu memanggil polisi untuk menangkap orang ini?”

“Y-Ya! Aku akan melakukannya!”

Setelah meminta Stella yang datang terlambat untuk memberi tahu pihak berwenang, Ikki berbalik ke arah anak muda yang masih terbaring di tanah. Ikki agak ingin menyampaikan komplain, tetapi anak itu telah melakukan apa yang dia lakukan untuk menghentikan tragedi. Karenanya, tidak perlu ada komplain darinya, dan Ikki bertanya kepada anak itu sambil mengulurkan tangan.

“Apa kau terluka?”

“… Ah, tidak. Terima kasih. Kau menyelamatkanku.”

Anak itu tiba-tiba tersenyum, dan mengucapkan terima kasih ketika dia meraih tangan Ikki.

“Hah?”

Tiba-tiba, matanya membola saat dia melihat wajah Ikki.

“Ah-Ahh! Kamu, apa kau Ikki Kurogane-kun!?”

“Err, ya. Itu benar, tapi—”

Apa masalahnya? Saat Ikki menjawab pertanyaan anak aneh itu—

“Wow! Wow! Ini benar-benar kamu. Ini benar-benar kamu, Ikki-kun!”

Dan tidak lama setelah anak itu bangun, dia memeluk Ikki.

“E-Ehhhh !?”

“H-Hei, apa yang kalian lakukan— !?”

Pada pelukan yang tak terduga, baik Ikki dan Stella bertanya dalam kebingungan. Tapi anak itu terus memeluk Ikki tanpa mempedulikan keterkejutan mereka.

“Aku sangat tersentuh! Meskipun aku menantikannya, bertemu denganmu secara kebetulan seperti ini, bagaimanapun juga aku benar-benar beruntung!”

Seolah-olah mereka berteman lagi setelah sepuluh tahun, anak itu berseri-seri dan melompat-lompat. Mata birunya yang bergetar di bawah bulu matanya yang panjang menumpahkan air mata kasih sayang yang dalam. Anak itu tampak benar-benar dan dengan tulus senang bertemu Ikki.

Tetapi karena ini, Ikki merasa bingung. Mengapa anak ini senang sekali bertemu dengannya?

“Siapa … kamu—”

Tapi sebelum Ikki sempat bertanya, Stella lebih cepat. Karena lupa memanggil polisi, dia yang tidak tahan lagi bergegas dan meraih bahu bocah itu dengan wajah imut yang memeluk pacarnya dan memisahkannya. Dan dia berdiri di depan bocah itu seolah-olah sedang melindungi Ikki.

“Kau pikir kau ini siapa !? Dari pakaianmu kau terlihat seperti anak laki-laki, tetapi apa kamu gay !? Apakah kamu gay juga !? Meskipun kita sudah memiliki satu karakter seperti itu!”

Stella cemberut pada anak itu yang seolah-olah ingin mengintimidasinya. Anak itu kaget karena didorong tiba-tiba, tetapi segera mengerti bahwa dia sedang menghadapi Stella yang merupakan pacar Ikki, dan bersimpati atas kemarahannya.

“Ahh, aku minta maaf, Stella-san. Tidak, aku bukan gay. Aku hanya senang dan bahagia bertemu Ikki-kun.”

Setelah penjelasan ini, dia menoleh ke mereka berdua dan memperkenalkan diri.

“Bagaimana kabarmu? Aku murid tahun pertama di Akademi Kyomon, Amane Shinomiya. Sama sepertimu, aku juga wakil di festival Seven Stars Sword-Art, dan — aku fans berat The Crownless Sword King!”


Part 7

Setelah itu, Stella dan Ikki memberikan laporan kepada polisi yang datang untuk menangkap si penyerang, dan kembali ke tujuan awal yakni mencari sesuatu untuk dimakan. Mereka memasuki restoran waralaba hamburger. Mereka bertiga.

Orang ketiga adalah Amane Shinomiya, orang yang memperkenalkan dirinya sebagai fans Ikki. Dia datang karena dia ingin mentraktir mereka berduayang telah menyelamatkannya dari bahaya.

“Nnn— ♪ Ini pertama kalinya aku datang ke tempat seperti ini, tapi kentang ini enak, meskipun lemaknya terasa di perut dan kebanyakan garam.”

“Makan sesuatu seperti ini sesekali tidak masalah buatku. Tapi apa tidak masalah bagimu untuk mentraktir kami?”

Ikki bertanya sambil duduk menghadap Amane. Terhadap pertanyaan itu, Amane mengangguk dengan senyum lebar di wajahnya yang menawan.

“Tentu saja! Ikki-kun, kau seorang penyelamat, jadi aku setidaknya harus mentraktirmu ke McRonalds!”

Seorang penyelamat tentu tidak berlebihan. Pada dasarnya, kalau Ikki tidak turun tangan pada saat itu, Amane akan kehilangan nyawanya. Memikirkannya dari sisi Amane, mungkin itu akan menyebabkan rasa bersalah kalau dia tidak menawarkan sesuatu seperti ini.

“… Kalau begitu aku akan menerima kebaikanmu.”

Bersimpati dengan situasi ini, Ikki menerima niat baik Amane. Membuka burgernya, Ikki menggigitnya. Meskipun itu bukan makanan yang bergizi, rasa lezat menyebar di lidahnya.

“Ngomong-ngomong, Amane-san ‘kan?”

Tiba-tiba, Stella — yang sudah melahap burgernya dan mengembalikan nampannya beberapa waktu lalu — berbicara kepada Amane.

“Panggil aku Amane. Kita seumuran, dan lagipula kalau seorang putri menempatkan ‘-san’ di belakang namaku rasanya agak memalukan.”

“Begitu. Kalau begitu aku tidak akan menggunakan honorifik, tapi Amane, kamu adalah salah satu wakil Kyomon, bukan?”

“Ya. Itu benar.”

“Tapi sejauh ini aku belum melihatmu di kamp pelatihan. Di mana saja kau?”

Atas pertanyaan itu, Amane mengeluarkan “aah” dan menjawab.

“Itu karena aku tidak berpartisipasi dalam kamp pelatihan. Hari ini adalah pertama kalinya aku datang ke sini, jadi wajar saja kalau kau belum melihatku.”

“Begitukah? Jadi kau berpikir untuk berpartisipasi mulai hari ini dan seterusnya?”

“Tidak. Hari ini aku hanya datang untuk membawakan barang-barang yang diminta oleh kakak kelas yang berpartisipasi dan kemudian segera kembali.”

“Rendah hati sekali. Karena kamu sudah berusaha untuk datang, kamu harus berpartisipasi juga.”

“Ahaha.… Yah, tidak sepertimu, Stella-san, aku tidak terlalu tertarik dengan festival Seven Stars Sword-Art. Itu karena aku memiliki kemampuan langka, meskipun aku tidak memiliki kekuatan fisik atau kemampuan bela diri, tapi aku terpilih sebagai wakil. “

Seorang siswa yang tidak tertarik pada festival Seven Stars Sword-Art telah dipilih sebagai wakil. Tidak jarang hal seperti itu terjadi di akademi yang tidak menggunakan seleksi tempur seperti Hagun dan Bukyoku. Jadi itu normal. Amane telah menjelaskannya secara sederhana. Kalau begitu….

“Kalau begitu melawan penyerang itu, kemampuanmu yang langkamseharusnya bisa membantu, kan?”

Ikki mengatakan ini pada Amane. Sebagai tanggapan, Amane menggelengkan kepalanya sedikit, dan menjawab.

“… Kenapa kamu berpikir begitu?”

“Hanya proses eliminasi. Amane-san, aku yakin kau tidak pengalaman seni bela diri berdasarkan kekuatanmu dan reaksimu ketika penyerang mendatangimu. Meskipun begitu, kau punya timing yang tidak biasa ketika kamu menahan tangan orang itu. Meskipun kau tidak punya kemampuan bela diri tingkat tinggi, timing-mu menunjukkan kecepatan reaksi yang luar biasa. Kalau itu bukan dari kemampuan bela diri, maka yang tersisa hanyalah kemampuan Blazer, kurasa. “

Mendengar pertanyaan Amane, Ikki menjawab dengan asumsinya sendiri. Ketika dia melakukannya, kejutan menyebar di wajah Amane.

“Ahh, seperti yang diharapkan darimu, Ikki-kun. Kau bisa melihatnya melalui hal itu. Instingmu tajam seperti yang dirumorkan.”

Itu adalah ekspresi bijak yang disebut “cermin ajaib yang bersinar”, milik Crownless Sword King. Apakah Amane senang melihat sesuatu seperti ini? Dia mengungkapkan kekagumannya.

“Tapi aku tidak bisa memberitahumu kemampuan seperti apa itu. Guruku bilang aku tidak boleh memberi tahu orang-orang dari sekolah lain, jadi aku minta maaf.”

“Ahh, sesuai perkiraan, terutama untuk orang-orang seperti kita yang sama-sama wakil.”

Tidak ada yang bisa diperoleh dari memberi tahu musuh kemampuanmu sendiri, jadi Ikki tidak punya niat mendengarnya.

“Tapi Amane-kun… kalau itu bukan kemampuan yang bisa kau gunakan untuk menahan lawan, kau harusnya sedikit lebih menahan dirimu lain kali. Lagipula, nyawamu yang jadi taruhannya.”

Memang benar, Ikki memberi saran kepada Amane berdasarkan pengalamannya. Dengan tatapan serius, Amane menundukkan kepalanya untuk meminta maaf.

“Y-Ya. Itu benar …. Aku sangat kecewa karena sampai lupa melindungi diriku …. Kalau saja kau tidak berada di dekatmu, Ikki-kun, apa yang akan terjadi …? Aku benar-benar beruntung. Tapi—”

“Tapi?”

“Tapi karena keberuntunganku bagus, aku dapat melihatmu beraksi, dan itu sangat mengagumkan ~ ♪ Kau benar-benar terlihat keren, seperti pahlawan ~ ♪”

Dalam perubahan total dari ekspresi sesalnya, wajah Amane tampak ceria seperti anak kecil. Di mana orang dapat menemukan orang yang begitu optimis? Kepala Ikki mulai sedikit sakit.

… Yah, dia bukan anak yang buruk, tapi ….

“Oh itu benar.”

Tiba-tiba, Amane mengulurkan tangan ke tasnya seolah dia baru ingat sesuatu.

“… Sebenarnya, karena aku tahu bahwa Hagun dan Kyomon akan mengadakan kamp pelatihan tahun ini, aku sedikit berharap bahwa aku bisa bertemu denganmu, Ikki-kun, jadi aku membawa sesuatu untuk meminta tanda tanganmu. Um … apa kau keberatan!?”

Dengan mata berbinar, dia menarik selembar kertas raksasa dan memohon Ikki.

“Eh, K-Kamu ingin aku membubuhkan tanda tangan di atas kertas mahal ini?”

“Ya! Tolong?”

“Err, bukannya aku akan menolak ….”

Ikki merasa bingung terhadap permintaan Amane. Setelah duel dengan Stella di sekolah dia menjadi agak populer, jadi bukannya tidak ada orang yang meminta jabat tangan atau menandatangani buku catatan mereka. Tapi tidak ada orang yang dengan sigap membawa kertas khusus untuk ditandatangani. Karena itulah, orang biasa seperti Ikki tentu saja akan menjadi gugup. Karena diperlakukan seperti seorang selebriti dengan cara ini, bukankah itu aneh?

“Kertas yang tampak mahal itu, rasanya tidak layak untuk tanda tanganku….”

Tapi Stella berpendapat seolah-olah dia benar-benar tidak terlibat.

“Tidak apa-apa? Tinggal tulis saja namamu.”

“Stella … tapi tetap saja.”

“Dia mengidolakanmu sampai tingkat ini. Bukankah seharusnya kamu meresponnya dengan sepenuh hati? Lagipula, nilai tanda tanganmu layak atau tidak itu adalah hak penerimanya yang memutuskan.”

“Ugh ….”

Itu tentu alasan yang masuk akal. Amane hanya ingin Ikki memberikan tanda tangannya, dan membawa kertas yang mencerminkan betapa pentingnya tanda tangan Ikki untuk permintaan itu, jadi tidak masuk akal bagi Ikki untuk meragukan nilainya sendiri.

Karena itu Ikki menerima kertas indah itu dengan lembut, “Aku mengerti.”

“Tapi aku benar-benar tidak bisa berbuat selain memberikan tanda tanganku. Apakah itu tidak apa-apa?”

“Jangan khawatir soal itu!”

Jadi setelah Ikki meminta kepastian, dan Amane menegaskan kembali bahwa ia harus menandatangani, ia menulis nama lengkapnya dengan karakter yang kurang rapi.

“Whoa—! Terima kasih, Ikki-kun! Aku akan membingkainya dan menghargainya selama sisa hidupku—!”

Menerima tanda tangan Ikki, Amane melompat-lompat dengan gembira dan memeluknya erat-erat. Melihat kebahagiaan yang tidak berbeda seperti seorang anak yang membeli mainan yang benar-benar diinginkannya, Ikki tersenyum masam.

Apakah aku pernah berpikir seseorang akan menaruh namaku ke dalam bingkai dan menghargainya seumur hidup …?

Dia senang bahwa seseorang mengidolakannya sampai sejauh itu, tetapi Ikki yang tidak terbiasa dengan perlakuan seperti itu merasa lebih sadar diri daripada apa pun, dan mulai berkeringat. Sampai dia bertemu Stella, hal-hal seperti pujian dan rasa hormat jauh di luar jangkauannya, jadi mungkin perasaan ini normal untuknya.

Namun, bertentangan dengan suasana hati Ikki,

“Yang jelas, kau sangat menyukai Ikki ‘kan, Amane? Apa sebenarnya yang membuatmu menjadi fansnya?”

Stella bertanya kepada Amane soal ini, dan topiknya semakin mengarah pada Ikki.

“Aku suka cara dia bertarung. Cara dia mengalahkan setiap lawan di hadapannya hanya dengan pedang dengan cerdas dan elegan.”

“Tapi kudengar rekaman dari pertandingan seleksinya tidak diizinkan tersebar di luar sekolah.”

“Itu benar, tetapi setiap sekolah memiliki beberapa ‘dermawan’ yang mengunggah video-videonya. Terutama Bukyoku dan Hagun, sepertinya. Sekolah-sekolah dengan siswa-siswa populer saat ini rekaman pertandingannya bocor. Jadi pertandingan utama Ikki-kun begitu diapresiasi oleh semua orang! Diunduh ke datapad, disiarkan ratusan kali, aku telah menghafal seluruh kata-katanya! —Dengan kelemahanku yang hebat, akan kukalahkan keperkasaanmu…! “

“Buh!”

Melihat foto dirinya mengucapkan kata-kata dari pertandingan melawan Raikiri dengan ekspresi seksi, Ikki nyaris berhasil menutupi semprotan jahe dari mulutnya dengan serbet.

“Frasa tanda tangan itu memukau! Ah, tapi aku suka versi yang kamu berikan saat bertarung dengan ‘Hunter’!”

“D-Dengar, bisakah kita tidak mendengarkan itu? Berhenti? Tolong berhenti! Hei!”

“Dengan kelemahanku yang hebat, akan kukalahkan kekuatan terhebatmu—!”

“Tidaaaaaaaak!”

“Ketika kamu menghancurkan, bukan, menangkap Hunter, kamu terlihat sangat elegan, tahu?”

“Ap — tidak, tolong abaikan aku! Aku benar-benar tertekan saat itu! Selama pertarungan aku hanya terbawa suasana! Jadi tolong maafkan aku, kumohon!”

Karena tidak tahan lagi dengan rasa malu karena penghinaan, Ikki menempel pada Amane. Wajahnya sangat merah sehingga bisa menyala kapan saja. Tapi Amane tampak tidak puas dengan pengekangan Ikki.

“Eh — kenapa? Aku pikir kau terlihat sangat keren. Bukankah begitu, Stella-san?”

Dan Stella, yang Amane coba ajukan ke dalam percakapan—

“Y-Ya, itu benar. Yap. Ikki memang keren. … Heh heh heh.”

—sedikit menitikan air mata, sambil terkikik geli.

“Stella, ucapanmu tidak sesuai dengan ekspresimu.”

Saat dia berpikir begitu, Stella memalingkan wajahnya daripada disindir. Yah, karena dia mengerti perasaannya, Ikki tidak keberatan. Bagaimana dia bisa mengatakan kata-kata yang begitu percaya diri seperti itu? Stres adalah hal yang menakutkan.

Tapi di tempat ini, fans Ikki terus berbicara tentang hal-hal yang membuat Ikki malu, meskipun Ikki menggeliat mendengar perilakunya sendiri.

“Meskipun kamu terlihat sangat keren saat bertarung … Aku suka melihatmu tampak larut dalam pertarunganmmu, Ikki-kun.”

“Bagaimana Ikki terlihat ketika dia larut dalam pertarungan?”

“Yah. Caraku mengatakannya mungkin tidak sopan, tetapi terus terang Ikki-kun tampaknya tidak cocok sebagai Blazer, kan? Setidaknya, dia tidak diberkati dengan cara itu. Tapi Ikki-kun tidak membiarkan hal itu menghalanginya. Tidak peduli seberapa kuat lawannya, atau perbedaan antara dia dan lawannya, Ikki-kun menjalankan pertandingannya dengan kebanggaan dan martabat. Seolah dia percaya pada nilainya sendiri. Hal itulah yang membuatku terpesona.

Jadi Amane memberi tahu mereka alasan kenapa dia tertarik pada Ikki. Pada pengakuan itu, Ikki sekali lagi merasa terkejut dan malu.

Dia benar-benar memperhatikanku dengan seksama, ya?

Memercayai nilainya sendiri. Sikap yang dia miliki ketika dia berjuang yang Amane gambarkan, itu pastilah inti kebenaran Ikki.

“Ah, haha. … Berkata begitu di depan orangnya langsung terasa memalukan. Wajahku agak merah, kau tahu.”

“… Mendengarnya bahkan lebih memalukan.”

“Haha. Maaf, maaf.”

Sambil tersenyum seolah-olah sedang menikmatinya, Amane meninggalkan tempat duduknya sambil mendesah.

“Yah, sudah waktunya aku kembali.”

“Astaga. Bukankah, kita akan pergi ke kamp pelatihan? Kalau begitu mari kita pergi bersama.”

“Tidak mungkin aku bisa mengikuti kalian berdua berlari bahkan setelah kalian baru selesai makan. Lagipula, aku belum selesai membeli barang-barang yang diminta kakak kelasku.”

Amane menolak saran Stella. Dan sebelum dia pergi, Amane menoleh ke Ikki.

“Terima kasih atas tanda tangannya. Aku akan mendukungmu dari lubuk hatiku kalau kamu akan melewati setiap kesulitan dan mengklaim puncak Seven Stars!”

Ya, dia memberikan kata-kata penyemangat itu dengan senyuman. Sangat aneh mendengar kata-kata penyemangat dari seseorang yang mungkin akan ditemuinya dan melawannya di festival Seven Stars Sword-Art, tetapi akan sangat tidak sopan bagi Ikki mengungkapkan isi pikirannya.

Dia mendukungku dengan cara yang jujur, kalau aku tidak meresponsnya dengan benar ….

Ikki membuka mulutnya untuk berterima kasih kepada Amane atas dukungan itu dengan senyumnya sendiri—

-Hah…?

Pada saat itu, di dalam dirinya, dia merasakan kegelisahan — dan kehilangan jalur pemikirannya.

“Ikki-kun …?”

“… Ah, tidak. Aku akan melakukan yang terbaik. Terima kasih.”

Setelah Ikki terdiam beberapa saat, dia berhasil melontarkan beberapa kata sebagai jawaban. Terkait Ikki yang tiba-tiba tenggelam dalam keheningan, Amane menunjukkan ekspresi yang sedikit bingung, tapi …

“Yah, mari kita bertemu lagi ~”

Apakah dia puas dengan jawaban Ikki? Amane tersenyum kecil dan meninggalkan tempat itu sendirian.


Part 8

“Hehehe. Pda akhirnya, kamu menjadi seserang yang bisa punya fans sampai di luar sekolah, Ikki. Ini luar biasa dibandingkan dirimu yang dulu.”

Setelah Amane pergi, Stella tertawa bahagia ketika dia menghabiskan sisa kentangnya. Sebagai balasan, Ikki sedikit mengangguk.

“…Itu benar.”

“Dan Amane tampaknya menyukaimu.”

“Kau terlihat sangat senang soal itu, Stella.”

“Ya, tentu saja. Aku senang kalau kekuatan telah mengalahkanku telah diakui, tetapi tidak seperti Amane yang mengutarakannnya secara terang-terangan dan antusias, aku senang dia mengakui kemampuan orang yang kucintai. Ikki, kau juga senang, kan? Punya fans yang memahamimu dengan baik dan bahkan mendukungmu? “

“… Ya. Aku tidak punya masalah soal itu. … Aku tidak bisa punya masalah dengan hal itu.”

“Ikki …?”

Tiba-tiba, Stella merasakan ada yang aneh pada respons Ikki, dan memandang ekspresinya. Ikki menatap ke arah pintu keluar yang Amane lewati dan membuat ekspresi tegang.

Tidak, itu tidak — hanya pada tingkat tegang. Ikki … jelas, tampak berkeringat. Bahkan di toko ini dengan AC yang berfungsi.

“Ada apa, Ikki? Kenapa kau begitu berkeringat….”

“Hei, Stella.”

Seolah mengesampingkan pertanyaan Stella, Ikki bertanya pada Stella.

“Di matamu, orang seperti apa Amane-san?”

“Seperti apa … sikapnya baik, wajahnya imut, dan lebih dari apa pun dia memperhatikanmu dengan seksama. Kurasa orang yang luar biasa.”

Terhadap jawaban Stella,

“Ya … itu benar. Orang biasanya akan berpikir begitu … kan …?”

Suara Ikki keluar seperti erangan, dan dia mengerutkan alisnya.

Betul sekali. … Karena tidak ada yang bisa dibenci darinya.

Amane Shinomiya. Dengan penampilan menawan seperti seorang gadis dari suatu tempat. Dengan sifat lembut yang tidak bisa menutup mata terhadap tragedi, yang berani menahan seorang penyerang bahkan dengan nyawanya sendiri sebagai taruhannya. Dia, lebih dari segalanya, mengidolakan dan menghormati Ikki. Segala sesuatu tentang dirinya adalah hal yang disukai manusia.

Dia harusnya menjadi sosok yang disukai. Tapi — meskipun begitu—

Aku tidak bisa terus merasa menyukainya tanpa merasa janggal…

Terlebih lagi, pada saat Ikki membalas senyuman Amane ketika Amane pergi, dia merasakannya. Terhadap senyum Amane, dia perlu mengerahkan banyak upaya. Kata-kata Amane. Ekspresi Amane. Keimutannya yang seperti anak anjing. Semua itu secara alami akan membuatnya disukai. Semua hal yang menurut Ikki harusnya dia sukai, pada kenyataannya iyu tidak meresap ke dalam hati Ikki.

Itu tidak bisa dipahami. Ikki sendiri tidak bisa mengerti kenapa dia tidak menerima kebaikan Amane. Jadi, kebenaran aneh itu melekat di hati Ikki seperti tar.

Kegelisahanya tidak bisa dihindari, jadi Ikki mengeluarkan datapad siswanya, dan berusaha memanggil seseorang. Panggilan telepon terhubung segera.

「Yaaa~ , halo! Jarang sekali kau meneleponku, Senpai. Apakah ada masalah?”

“Ah, Kagami-san. Apa kamu punya sedikit waktu sekarang? Ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu.”

「Tentu, tidak masalah. aku saat ini sedang minum teh dengan Alice-chan dan yang lainnya sekarang. Apa yang ingin kamu tanyakan?”

“Kagami-san, kamu tidak hanya menyelidiki Hagun, tetapi juga kontestan dari sekolah lain, kan?”

“Tentu saja. Aku pada dasarnya sudah memeriksa semua tim perwakilan pada setiap sekolah. 」

“Lalu, apakah kamu tahu orang seperti apa wakil Kyomon, Amane Shinomiya?”

「Orang seperti apa, katamu. Itu pertanyaan yang mencurigakan, kau tahu? “」

“Ah, ya, aku tahu. Hmm.”

Berkata begitu, Ikki memiliki pemikiran yang sama. Itu adalah hal yang tidak biasa saat seorang laki-laki menanyakan soal laki-laki lain. Namun, untuk menghilangkan perasaan janggalnya, mengetahui apa pun tentang Amane bukanlah hal terlarang? Karena dia tidak mengenal dirinya, Ikki untuk sementara ini khawatir. Kagami menebak keIgalauan Ikki di telepon dan membuka mulutnya untuk berbicara.

「Ahh, tidak apa-apa. Kalau ini soal Shinomiya-san, aku bisa mengatakan itu adalah sesuatu di antara anak laki-laki. 」

“Apakah begitu?”

「Tidak banyak informasi soal dirinya. Dia bukan kontestan yang muncul di liga SMP. Yang kutahu adalah bahwa dia seorang Blazer dari sistem manipulasi sebab-akibat yang langka, dan kisahnya adalah dia didukung dengan opini tinggi sebagai wakil. Bagaimana aku mengatakannya ya? Yang jelas adalah ada berbagai macam kontestan tahun ini, kau tahu? Ada pola tahun-tahun pertama tanpa nama yang tidak punya pengalaman dalam liga SMP yang dipilih sebagai wakil. Jadi mengenai Shinomiya-san menjadi salah satu dari mereka, tidak ada banyak hal– yang menarik soal dirinya, tapi karena kau menanyakannya itu membuatku sedikit tertarik. Apakah terjadi sesuatu dengan Shinomiya-san? 」

Terhadap pertanyaan yang dilontarkan padanya, Ikki ragu-ragu dalam menjelaskan sensasi janggal yang dia rasakan. Karena dia sendiri tidak tahu alasannya, dia tidak ingin mencurigai orang lain, dan selain itu, dia tidak bisa mengungkapkan perasaan anehnya ke dalam kata-kata.

“Tidak, aku hanya berjumpa dengannya saat berlari. Dan karena itu, aku hanya merasa ingin tahu dia orang seperti apa.”

Pada akhirnya, Ikki menghindari pertanyaan seperti itu.

「Huh … kupikir dia tidak datang ke kamp pelatihan, tetapi dia datang ke gunung?」

“Sepertinya dia datang untuk mengirimkan perbekalan kepada kakak kelasnya.”

「Kalau begitu, aku harus waspada dan mengumpulkan informasi tentangnya ~ kurasa? Heh heh heh. 」

“Ahaha … yah, kamu bisa melakukannya. Maaf sudah meneleponmu tiba-tiba.”

“Tidak tidak. Maaf aku tidak bisa membantu banyak. Katakan padaku kalau kau menemukan sesuatu yang menarik ~ 」

“Ya. Terima kasih. Sampai jumpa lain kali.”

Setelah mengucapkan terima kasih, Ikki mengakhiri panggilan. Pada akhirnya, dia tidak mendapatkan informasi yang bagus. Kalau Kagami yang selalu punya telinga untuk hal-hal seperti itu tidak tahu, berarti hanya ada sedikit informasi soal Amane.


“Bukankah kau terlalu memikirkannya? Kau mungkin hanya punya kesan pertama yang buruk dengan Amane. Mungkin kalian membunuh satu sama lain di kehidupan sebelumnya, atau bertarung untuk kekasih yang sama. Atau bisa saja keduanya.”

“Bisa jadi begitu.”

“Yah, kupikir semua orang memiliki seseorang yang tidak bisa bergaul dengannya.”

Tidak bisa bergaul. Akan lebih baik kalau ketidaknyamanannya hanya sampai sebatas itu dan tidak lebih. Namun, karena dia sendiri tidak bisa menjelaskan alasan perasaan anehnya terhadap Amane,

“Ya. … Itu benar. Mungkin hanya itu.”

Dia tidak punya pilihan selain setuju. Tetapi bahkan kalau dia berkata pada dirinya sendiri kalau dia setuju, dia tidak bisa menghapus perasaan aneh setelah mendengar kata-kata palsu itu melekat di hatinya.

Apa yang ada dalam hatinya, yang tidak bisa dia ungkapkan, adalah — pertanda buruk. Firasat yang sangat tidak menyenangkan. Inilah yang dipikirkan Ikki ketika dia melihat pintu keluar restoran yang telah dilewati Amane: bahwa dia telah bertemu dengan sesuatu yang sangat menakutkan tadi.



Sebelumnya | Daftar Isi | Selanjutnya