BAB TERAKHIR

DI BAWAH POHON SAKURA

(Translator : Hikari)


Setelah berjalan keluar dari aula Universitas Seni Suimei, angin hangat musim semi berhembus.

Sorata, yang berpakaian setelan lengkap, melonggarkan dasinya dan memandangi langit yang menyilaukan.

Warnanya biru dan jernih.

Awan-awannya bagaikan permen kapas yang melayang-layang.

Cahaya matahari yang lembut.

Karena cahaya matahari yang menenangkan, pohon-pohon sakura telah bermekaran seminggu lebih awal daripada biasanya.

Di depan pintu aula yang digunakan sebagai tempat upacara kelulusan, pohon yashino sakura yang indah juga mekar.

Tidak ada cuaca yang lebih cocok untuk kelulusan.

Ada mahasiswa-mahasiswa yang mengambil foto kenang-kenangan di mana-mana.

Para pemuda berpakaian formal sementara para gadis mengenakan kimono yang menarik perhatian. 

Pemandangan yang tepat sebagaimana harusnya untuk kelulusan universitas.

Setelah lulus dari Suimei, Sorata yang berusia 22 tahun dengan tenang menyambut hari-hari kelulusannya.

"Sorata-senpai~!"

Setelah mendengar namanya dipanggil, dia sudah jelas mencari pemilik suara itu.

Dia melihat Iori, melambaikan tangannya, berlari ke arahnya dari jalan besar.

Sehelai kemeja putih yang cocok untuk musim semi, bersama dengan celana jeans hitam. Lipatan kemejanya menyembul keluar. Sorata menyadari headphone yang bergantung dari kepalanya ketika dia datang mendekat.

“Kau datang secara khusus untuk memberiku selamat?”

“Aku, akhirnya telah menemukan kebenarannya. Aku harus mengatakannya bagaimanapun juga.”

Dia tidak kelihatannya tidak di sini untuk memberi selamat.

Oppai jauh lebih baik daripada pettanko yang dekat.” [TL : Karakter paling hopeless sampai2 rasanya pengen ngubur hidup2 kalau memang homo sapiens gagal macam ini beneran ada…]

Mahasiswa-mahasiswa yang berseliweran dari aula semuanya seperti ‘Apa yang sedang Iori katakan?’. Bahkan Sorata merasakan tatapan-tatapan curiga terarah padanya. Sorata benar-benar berharap dirinya bisa menghentikan itu. Bahkan gadis berambut pendek di sebelahnya menyorotkan tatapan jijik dan mundur menjauhinya.

“Ya ampun… Hal bodoh apa yang kau katakan?”

Sorata menjulurkan tangannya dan sepenuh hati mencubit wajah Iori, membuatnya melar.

“Aduh! Aduh! Aduh! A-apa yang kau lakukan!”

Orang yang datang mendekat adalah Kanna.

Dia mengenakan kemeja yang terlihat ringan dengan rok pendek.

Kakinya terbalut kaus kaki hitam ketat dan mengenakan sepatu bot yang sedikit lebih tinggi dari pergelangan kaki. Kanna melemparkan raut wajah tidak senang pada Iori dari balik lensa kaca matanya.

Tapi bahkan setelah ini pun, gadis itu masih berkata, “Selamat atas kelulusannya.”

“Terima kasih. Kelihatannya Iori dan Kanna masih seperti biasanya, ya.”

Keduanya saat ini adalah mahasiswa dari Universitas Seni Suimei.

Mereka akan menjadi mahasiswa tahun ketiga mulai bulan depan.

Kanna masuk ke Jurusan Literatur.

Sebagai seorang novelis, dia lanjut menulis novel. Iori tidak masuk ke jurusan Musik, sebagai gantinya masuk ke seksi Games SFX di jurusan Seni Media, memanipulasi musik latar orisinil dan melatih kemampuan DTM (Digital Terrain Model).

“Apa maksudnya dengan ‘seperti biasa’?”

Kanna melemparkan tatapan dinginnya pada Sorata.

“Artinya hubungan baik.”

“Sama sekali tidak.”

Kanna membalas datar.

“Tidak, itu sangat bagus. Luar biasa bagus. Serius.”

Pandangan Iori benar-benar kebalikannya.

“Sama sekali tidak.”

Walaupun kelihatannya seperti ini di permukaannya, mereka berdua sebenarnya berpacaran.

Mereka berdua mulai berpacaran sejak tahun ketiga di SMA.

Walaupun Kanna kelihatannya telah menetapkan beberapa persyaratan, Iori perasaannya tidak goyah selama dua tahun ini.

--Kalau kau menang di Kompetisi Piano Nasional Jepang, aku akan pacaran denganmu.

Sorata menghadiri kompetisi itu juga, dan menyaksikan resital Iori mendapatkan standing ovation (TL : tepuk tangan meriah sambil berdiri yang dianggap bentuk penghargaan tertinggi dari penonton). Itu memang sebuah pertunjukkan yang spektakuler.

Sorata bertemu dengan saudara perempuan Iori, Saori secara kebetulan.

“Bahkan aku tidak pernah menerima tepuk tangan seperti itu.”

Saori mengatakannya dengan sedikit berlebihan. Dia mungkin pulang sebentar ke Jepang dari sekolahnya di Australia. Bersama dengan Saori berdiri Ketua Dewan Murid sebelumnya, Soichiro Tatebayashi.

“Apa ini penyesalan?”

Dia mengatakannya dengan dingin.

Dari tatapan tanpa kata-kata Saori pada Soichiro, orang bisa mengatakan bahwa ini bukanlah dugaan tanpa alasan.

“Aku tidak selalu merasa bahwa pencapaian pertama adalah sebuah target. Pertunjukkan luar biasa tidak bisa disamakan dengan pertunjukkan yang dapat menawan hati seseorang.”

Makna di balik kata-kata itu hanya bisa dipahami setelah mendengar resital Iori.

Iori yang bahkan setelah meretakkan lengannya, mengumumkan bahwa dia akan menghadapi tantangan lainnya lagi.

Dengan indahnya menyelesaikan tekadnya, Iori melakukan pertunjukkan bukan sebagai ‘saudara Himemiya’, tapi menunjukkan penampilannya sendiri. Terlebih lagi, dia juga dikelilingi oleh tepuk tangan yang hangat.

Dinilai dari hasilnya, sayang sekali dia tidak menang...

Sebuah kekalahan yang membuat frustasi.

“Masa mudaku tamat…”

Iori yang telah kehilangan kesempatannya untuk pacaran dengan Kanna benar-benar merasa depresi.

“Aku tidak mau melakukan apapun lagi. Kalau saja aku bisa menghilang dari permukaan Bumi saat ini juga…”

Terbakar habis tak tersisa apapun.

Kanna yang melihat hal ini pun memutuskan, “Haah...  Ok. Ayo pacaran.” Meskipun kesannya dipaksakan, keduanya memulai hubungan mereka.

Tidak disangka dua tahun sudah berlalu seperti ini.

“Kelihatannya akan berjalan sukses, aku senang.”

Sorata menyenggol mereka dengan nada meledek.

“Karena tidak ada pria yang memuaskan di sekitar, aku untuk sementara waktu memanfaatkan dia untuk menutupinya.”

Sisi tsundere Kanna masih terlihat jelas.

“Ehhh, aku juga sudah menerima keadaan dadamu yang rata itu, lho.”

“Iori, seingatku kau bilang sesuatu seperti ‘sesuatu yang jauh tidak sebagus sesuatu yang dekat, dan semacam itu’?”

“Bisa tidak kau berhenti mengulang kata-kata yang tidak berkelas itu?”

Kanna memelototinya dengan tatapan dingin.

“Ah, ngomong-ngomong, kau tidak bersama dengan Ryuunosuke-senpai?”

Iori jelas-jelas mengalihkan topik pembicaraan.

Sepertinya dia takut dimarahi Kanna.

“Hm? Kurasa Akasaka bilang dia akan menghadiri upacara kelulusan?”

“Pagi ini sebelum Sorata-senpai pergi, Rita-senpai datang untuk menjemputnya juga. Setelah itu, dia secara paksa menyeret Dragon-senpai pergi.”

“Seperti itu, ya?”

Saat ini, Sorata, Ryuunosuke, dan Iori tinggal bersama sebagai satu grup yang terdiri dari tiga orang. Setelah lulus dari Suiko, Sorata dan Ryuunosuke menyewa sebuah bangunan tua yang tidak jauh dari universitas, dan menggunakannya sebagai laboratorium pengembangan mereka.

Sebuah tempat yang berseberangan dengan Universitas dari Sakurasou. Meskipun berada di jalan yang sama, setidaknya pemandangannya sedikit berbeda. Untuk permulaan yang baru, ini dirasa tidak masalah

Iori yang berencana untuk mendaftar masuk ke Universitas Seni Suimei juga mulai tinggal di situ.

Di bagian produksi game, walaupun ada beragam kesulitan, semuanya berjalan baik dengan sukses.

Mimpi Sorata untuk mendirikan sebuah perusahaan produksi game sebelum Iori datang di tahun kedua telah dicapai dengan baik.

Tim tiga orang yang terdiri dari Sorata, Ryuunosuke, dan Iori.

Kalau ada kekurangan anggota, setiap kali sebuah proyek baru dimulai, mereka akan memohon pada Rita dan Misaki, serta Fukaya Shiho dari jurusan produksi CG di Universitas untuk ikut ambil bagian.

“Aku akan mencari Dragon-senpai!”

"Ah, tunggu!"

Iori yang terburu-buru pun menghilang di antara kerumunan mahasiswa yang lulus.

Kanna mengejar Iori setelah mengangguk sedikit pada Sorata.

"Kalian bisa menggunakan handphone..."

Sorata bergumam pada kedua orang itu yang telah menghilang. Dia mengeluarkan handphonenya dari saku.

"..."

Tapi tidak ada balasan, jadi mengembalikannya ke dalam saku.

Setelah dipikir baik-baik, Sorata sadar tidak perlu untuk bertemu secara khusus dengan Ryuunosuke yang dia temui tiap hari.

Bahkan sekalipun tidak seperti itu, mereka berjanji untuk bertemu setelah hari ini. Sebuah pertemuan dengan kawan-kawan yang menjalani waktu yang sama, di Sakurasou.

Sorata, Ryuunosuke, Iori, Kanna, Misaki, Jin, Nanami, Chihiro, dan Mashiro. (TL : Adiknya Sorata gk dianggap?)

Ada banyak teman yang dia temui sesekali juga. Kalau mereka memasuki universitas yang sama, bahkan meskipun mereka tidak mengambil jurusan yang sama, mereka akan bertemu di suatu tempat seperti kantin. Akan tetapi, ada juga keadaan di mana mereka tidak saling menghubungi berbulan-bulan.

Selama empat tahun ini, Sorata tidak pernah bertemu dengan Mashiro sekalipun.

Tapi dia akan selalu mendapatkan update peristiwa terbaru dari Rita yang tinggal di dekat Sakurasou.

"..."

Begitu dia memikirkan akan bertemu Mashiro, dia menjadi luar biasa gugup. Untuk memfokuskan perhatiannya, Sorata mulai keluar dari aula.

Untuk menghindari kekacauan, dia mengambil jalan besar.

Sorata memutuskan untuk keluar dari gerbang utama, dengan Sakurasou sebagai tujuannya.

Tidak lama setelah dia pergi, dia menemukan banyak orang di bawah pohon beech.

Apa terjadi sesuatu? Sorata memperhatikan sambil memikirkan ini.

Kelihatannya orang-orang berkerumun mengelilingi sebuah pasangan yang sedang bertengkar.

Dia tadinya ingin mengabaikan itu, tapi sepertinya dia tidak bisa. Di tengah-tengah keramaian ada wajah-wajah yang dia kenal… Ryuunosuke dan Rita.

Sorata tidak punya pilihan selain berbaur dengan kerumunan untuk melihat situasinya.

Ryuunosuke dalam setelan adalah hal yang langka. Kaki-kakinya yang jenjang menandakan sosoknya yang ramping. Karena wajahnya yang netral (androgini) dengan rambut yang hitam, hampir terlihat seakan dia sedang crossdressing, tapi...

Tidak hanya Ryuunosuke menarik perhatian, Rita yang berdiri di depannya juga terlihat menonjol di antara kerumunan itu juga.

Gadis itu memiliki rambut keemasan yang berkilau, dan mengenakan baju berlengan hijau dengan sisanya memiliki semburat warna merah muda.

“Aku akan kembali ke Inggris minggu depan.”

Rita mengumumkan dengan tegas.

“Aku tahu. Aku sudah mendengar ini berkali-kali sejak beberapa bulan yang lalu.”

“Kita mungkin tidak akan bisa bertemu sesering sekarang.”

“Untukku itu adalah sesuatu yang patut dirayakan.”

“Aku benar-benar akan kembali ke Inggris, ok?

"Jadi?"

Ryuunosuke membalas dingin.

“Tidak peduli apa yang terjadi, kau tidak mau pacaran denganku?”

“Yeah. Aku sudah mengatakannya berkali-kali.”

Rita menunduk muram setelah mendengar balasannya itu.

“...Aku mengerti. Aku menyerah terhadap Ryuunosuke.”

Balasan gadis itu dipenuhi dengan kesedihan.

“Jadi, aku ada permintaan terakhir.”

“Aku menolak.”

“Kalau kau bisa menciumku sekarang, saat ini juga, aku akan menyerah.”

“Sama sekali kutolak!”

"Kenapa?"

“Berapa kali kau mau aku mendengarkan ‘permintaan terakhir’mu!? Ada empat puluh delapan kali permintaan seperti itu selama empat tahun terakhir ini!”

Sejak dia masuk ke universitas, itu terjadi setiap sebulan sekali.

Dan setiap kali Ryuunosuke akan dipaksa untuk berbelanja dengan Rita, dipaksa untuk memberinya hadiah ulang tahun, mengunjungi Kebun Binatang, Museum Seni….

Mereka sudah menjadi pasangan terkenal di antara kenalan mereka. Kemungkinan besar mereka semua berpikir kedua orang ini adalah pasangan yang berpacaran.

“Ini benar-benar akan jadi yang terakhir hari ini.”

“Walau begitu, aku tetap akan menolak.”

"Kenapa?"

“D-di depan orang sebanyak ini. Ba-bagaimana mungkin aku melakukan sesuatu seperti mencium!”

“Jadi kau akan setuju kalau tidak ada siapa-siapa?”

Rita mengartikan kata-katanya itu dari sudut pandang positif.

“Bukan itu maksudku!”

“Kalau begitu ayo ke studio rekaman. Tidak akan ada siapa-siapa di sana, ditambah lagi karena kedap suara jadinya sempurna!”

Rita yang sedang dalam suasana hati yang bagus memeluk lengan Ryuunosuke erat-erat. Begitu erat di depan dadanya.

"Uuahh! L-Lepaskan aku!"

Ryuunosuke yang panik ingin menarik lepas tubuhnya, tapi itu sudah terlalu terlambat. Sorata masuk dalam jangkauan pandang Ryuunosuke.

“Ah, Kanda! Jangan hanya menonton, tolong aku!”

“Kalau boleh jujur, menurutku semuanya akan bisa diselesaikan kalau kau pacaran dengan Rita, ‘kan?”

Ini berasal dari lubuk hatinya. Ada juga dasar dari pemikiran ini. Sorata adalah satu-satunya  orang yang tahu perasaan sejujurnya Ryuunosuke. Mereka juga mendiskusikan hal ini sebelumnya.


Nee, Akasaka...apa yang kau pikirkan tentang Rita sejujurnya?”

Itu tidak lama setelah perusahaan didirikan.

“Tidak banyak.”

“Kau didekati dengan penuh semangat dan antusiasme. Kau bukannya tidak menyukai hal itu, ‘kan? Walaupun dia sedikit keras kepala, dia tetap saja cantik, dan kepribadiannya juga tidak buruk, benar ‘kan?”

“Dia luar biasa aneh denganku sekarang.”

"Ada apa?"

“...Saat ini kita sedang dalam masa yang benar-benar penting dalam mengembangkan perusahaan. Aku tidak bisa fokus dalam hal lain selain produksi game. Kalau kau punya metode untuk fokus dalam dua hal secara bersamaan, tolong cerahkan aku.”

"..."

Sorata tidak bisa membalas. Karena hal ini juga yang membuatnya putus dengan Mashiro.

Baru saat itulah dia benar-benar mengerti apa yang Ryuunosuke rasakan waktu itu.

Entah bagaimana dia merasa itu dikarenakan waktu makanya dia jadi seperti itu, tapi ada juga perasan Rita akan bersikap ofensif tidak lama lagi.


“Nah ‘kan, bahkan Sorata bilang begitu. Ayo pacaran denganku!”

“Berhenti bicara omong kosong! Cukup sudah, lepaskan aku!”

Ryuunosuke berkutat mati-matian. Tapi, Rita tetap menempel.

"Ahhhh...Eh, Ryuunosuke, berhenti menyentuhku di tempat yang aneh di depan umum."

"!"

Kemungkinan besar karena merasakan sensasi lembut dada dari tangannya, Ryuunosuke merona saat itu juga.

Kelihatannya uap akan akan segera muncul.

“Ah, iya, Sorata.”

Rita melihat Sorata seakan dia teringat sesuatu.

"Un?"

“Itu, walaupun sulit bagiku untuk mengatakannya….”

Volume suara Rita menurun dengan jelas.

"Apa?"

"Mashiro...Dia tidak akan datang hari ini."

"..."

Saat itu juga, mulut Sorata terbuka lebar dan tidak bisa berkata apa-apa.

"...Aku mengerti."

Dia akhirnya bisa memaksakan diri mengucapkan sesuatu.

“Kelihatannya dia sibuk dengan sketsa manganya…”

“Yah, bab berikutnya adalah yang akhir cerita.”

Mashiro saat ini adalah seorang Mangaka yang sangat terkenal. Sejak serialisasi manganya waktu itu, dia telah memenangkan beberapa penghargaan dari banyak Ajang Penghargaan Manga, dan manganya telah dirilis dalam bentuk Anime, Drama dan Sinematik.

Bagaimanapun juga dia terkenal.

Total buku yang terjual telah melewati angka ribuan, dan itu bahkan ditulis sampai volume sepuluh. Sebagai seorang mangaka wanita, dia adalah sosok yang hebat.

Terlebih lagi, seri manga yang populer itu juga mendapat serialisasi dalam waktu lima setengah tahun. Ini akan segera berakhir di majalah edisi bulan April. Tidak heran dia sibuk. Pastinya sekarang adalah masa paling intensif dalam pekerjaannya.

“Walaupun begitu aku tadinya berharap dia setidaknya akan muncul sebentar…”

“Tidak apa-apa. Terima kasih, RIta.”

Mashiro bukannya sengaja menghindari Sorata. Dia hanya ingin mencurahkan seluruh dirinya dalam pekerjaan. Empat tahun telah berlalu. Hanya saja...Walaupun mereka tinggal di jalan yang sama, tidak ada satu kesempatan pun untuk bertemu dengannya.

Ada satu waktu ketika dia melihat siluet Mashiro yang sedang bersama Rita saat mereka membeli sesuatu, tapi walaupun jaraknya termasuk dekat, Sorata kehilangan kesempatan untuk menyapa Mashiro karena ada urusan bisnis, jadi dia harus berbicara dengan Fujisawa Kazuki di handphone.

“Baiklah kalau begitu. Sorata, sampai ketemu nanti.”

Rita secara paksa menyeret Ryuunosuke pergi.

“Cukup, lepaskan aku!”

“Kalau aku tidak melakukan ini, kita akan terpisah karena kerumunan, ‘kan?”

“Sekalipun kita terpisah, aku bisa langsung menemukanmu karena rambut keemasanmu itu!”

Setelah itu, Ryuunosuke terdengar merengek sambil diseret pergi oleh Rita.

Setelah menyaksikan kepergian mereka, seseorang menyapanya.

“Kelihatannya hubungan Ryuunosuke dan Rita juga berjalan dengan baik.”

"Um?"

Sorata melihat Nanami sedang berdiri ketika dia memutar kepala. Nanami mengenakan kimono berwarna hijau gelap dengan lengan berwarna biru terang. Ada juga pola-pola bunga sakura di kimononya, terlihat seperti sebuah sungai yang mengalir perlahan melintasinya.

"Ohh."

Sorata tidak dapat menahan diri menunjukkan betapa takjubnya dia

"A-Apa??"

Nanami bersikap waspada setelah menyaksikan reaksi Sorata.

“Sudah kuduga, kalau orang ingin memakai kimono, dia seharusnya terlihat seperti ini.”

“Apa?”

“Sebagai bahan diskusi, bisa dibilang cara Rita memakai kimono adalah cosplay.”

Mata biru yang dibarengi dengan rambut keemasan.

Itu sama sekali tidak serasi dengan kesan yang dipancarkan oleh kimono.

Pandangan Sorata secara alamiah berhenti di rambut Nanami yang terikat.

Sepertinya rambutnya telah tumbuh lebih panjang selama empat tahun ini, dibandingkan dengan rambut pendek sebelum mereka lulus dari Suiko.

“Rambutmu, kau memanjangkannya.”

“Kanda-kun, kau akan berkata begitu setiap kali kita bertemu.”

Mungkin itu karena dia tidak bertemu Nanami yang berada di jurusan yang berbeda selama beberapa bulan ini.

"Benarkah?"

"Yeah."

Seakan-akan memberi sinyal “Apa tidak ada hal lain yang ingin kau katakan”, Nanami cemberut tidak senang.

Mereka berdua pun mulai berjalan santai bersisian.

Karena ada grup-grup yang sedang berfoto hampir di mana-mana, akan mengganggu kalau mereka tetap berada di tempat.

“Bagaimana kabar pekerjaanmu sebagai seorang seiyuu?”

“Aku mulai dari peran kecil.”

“Peran kecil, ya”

“Walaupun aku berpartisipasi dalam banyak tes seleksi di agensi, aku tidak bisa mendapat banyak peran karakter yang berkesan…”

“Kompetisinya benar-benar berat.”

“Sebuah fakta bahwa walaupun hanya ada satu peran saja, ada sekitar ratusan kontestan.”

Kelihatannya bahkan setelah dia masuk agensi, tidak semuanya berjalan lancar, tapi apa karena dia dikontrak sebuah agensi makanya hal-hal tidak berjalan lancar?

“Tapi aku tidak menyerah.”

Nanami terlihat penuh semangat.

“Aku akan memberikan usaha terbaikku untuk berakting sebagai Gadis A besok.”

“Itu juga bukan pekerjaan yang buruk.”

“Un… Bagaimana denganmu, Kanda-kun? Apa perusahaan berjalan lancar?”

“Yah, kami mencoba untuk tetap menjalankannya, meskipun terkadang jadi sakit kepala saat berbenturan dengan biaya pengembangannya.”

Satu langkah salah dan itu akan menghancurkan masa depan perusahaan kecil ini. Mereka harus menangani manajemennya dengan cermat. Walaupun beberapa ide mungkin menarik, mereka tidak bisa hanyut dalam hal itu tanpa berpikir. Mereka harus menghadapi daftar jadwal dan anggaran setiap hari.

“Tapi Kanda-kun masih tetap merasa senang meskipun melewati semua hal itu, ‘kan?”

"Eh?"

“Raut wajahmu, kau tersenyum.”

Setelah diberitahu begitu, wajah Sorata menjadi kaku.

Nanami tertawa dengan cara yang aneh.

“Sudah dua tahun sejak pendirian perusahaanmu, heh.”

"Yeah."

“Cepat sekali, rasanya seperti sekejap mata.”

Alasan kenapa kata-katanya memberikan rasa realita pada Sorata adalah karena dua tahun itu pastinya juga merupakan tahun tahun yang sangat spesial untuk Nanami.

“Aku sudah dua puluh dua tahun. Rasanya sedikit tidak bisa dipercaya.”

“Yeah. Saat kita masih SMA, kita pikir kita akan menjadi orang dewasa begitu lewat usia dua puluh, tapi sepertinya tidak ada yang berubah saat kita benar-benar berumur segitu.”

“Walaupun begitu aku merasa Kanda-kun menjadi jauh lebih dewasa.”

“Benarkah?”

“Akulah yang tidak begitu banyak berubah.”

“Tidak, Aoyama yang paling banyak menjadi dewasa.”

"Benarkah?"

Nanami menoleh ke belakang. Dia memiliki alis dan bulu mata yang cantik. Dia tidak memakai make-up saat di Suiko, tapi melakukannya setelah masuk universitas.

Nanami mulai memakai sepatu hak tinggi dengan ketinggian tertentu, dan sepertinya kakinya menjadi cukup ramping. Meskipun sayangnya itu tidak bisa dipastikan saat ini karena sedang mengenakan kimono.

Area lainnya juga berbeda. Sorata tidak tahu kapan ini dimulai, tapi mereka berdua sekarang bisa bercakap-cakap seperti biasa. Ini bukanlah alasan spesial, hanya saja waktu telah melarutkan perasaannya pada Sorata.

Menurut Rita, Nanami pernah bertemu dengan Mashiro juga. Mereka biasa mengadakan pesta hot pot sebulan sekali bersama Misaki dan Kanna.

Ini tidak sama saat dibandingkan dengan saat-saat ketika mereka masih tinggal bersama di Sakurasou, tapi kenangan saat itu terasa masih segar ketika mereka melakukannya.

“Ah, aku harus mencari Chihiro-sensei untuk meminta kunci ke Sakurasou.”

Saat mereka hampir di pintu masuk universitas, Nanami berbalik ke asrama Suiko.

“Baiklah kalau begitu, aku sebaiknya juga ikut. Soalnya aku sedang bosan.”

“Kanda-kun mungkin sebaiknya menyalami Mitaka-senpai dan Misaki-senpai dulu… Atau lebih tepatnya kau sebaiknya mencarinya untuk mencegah Misaki-senpai melakukan hal-hal yang aneh. Bagaimana mengatakannya… Minggu lalu saat aku berpapasan dengannya, dia bahkan bilang kalau dia ingin melakukan pertunjukkan kembang api untuk merayakan.”

Benar, rasanya itu sesuatu yang Misaki akan lakukan. Sesuatu seekstrim ini benar-benar gayanya.

“Aku mengerti, kalau aku bisa menghentikannya, akan kulakukan.”

Walaupun misalnya Sorata mengingat dengan hati-hati, tidak ada jejak-jejak di mana dia pernah berhasil mencegah Misaki sebelumnya.

“Baiklah kalau begitu, kita akan bertemu lagi.”

Sorata melambaikan tangan dan berpisah sementara dengan Nanami.

“Ya, hati-hati di jalan.”

Sorata melangkah menyusuri jalan yang menuju ke Sakurasou.

Dia seharusnya sudah sangat terbiasa berjalan di jalur ini, tapi selama empat tahun setelah dia lulus dari Suiko, jalan yang sekarang saat dibandingkan dengan waktu itu terlihat sedikit berbeda dalam ingatannya.

Jalan-jalan yang tidak rata telah dirapikan, dan rumah-rumah yang baru didirikan. Bahkan ada juga kondominium kelas atas yang tidak pernah dia lihat sebelumnya.

Apa yang seharusnya bukanlah pemandangan yang berubah juga memberikan Sorata sedikit perasaan yang tidak biasa.

Saat dia melewati taman bermain anak-anak, dia melihat pasangan yang tidak asing lagi.

"Oh, Kouhai-kun!"

“Eh? Kenapa kalian di sini?”

Mereka masih berjalan di area lain meskipun sudah berjanji untuk bertemu di Sakurasou beberapa saat lagi.

“Kami tadi pergi ke minimarket untuk berbelanja. Menurut permintaan Chihiro, aku harus membeli sejumlah bir.”

“Bahkan Himemiya sudah dua puluh tahun, ya.” (Umur 20 adalah usia legal untuk orang dewasa dan diperbolehkan minum alkohol di Jepang.)

Jin yang sudah lulus dari universitas di Osaka setahun lebih awal daripada Sorata telah kembali ke jalan yang sama. Dia sekarang tinggal di rumah yang dibangunnya dengan luar biasa dengan isterinya Misaki dan dua kucing yang Sorata dulu pelihara dengan bahagia

Kalau itu Misaki, dia mungkin tidak akan pernah ‘lulus’.

“Aku selamanya adalah lulusan wanita!”

Rasanya wanita itu mengatakan sesuatu yang tidak dia mengerti tempo hari.

Sepertinya tidak ada kelulusan bagi si alien ini.

Produksi animasi Misaki semakin mendapatkan momentumnya dan mengumumkan karya orisinil hebat yang diumumkan sekali setiap tahunnya. Dan itu selalu menarik perhatian.

Yang paling baru, dia sebelumnya mengerjakan lagu PV baru dari seorang artis terkenal, dan jingle iklan kue di TV yang membuat dunia heboh.

"Oh iya, Jin-san."

"Hmm?"

“Aku ingin berkonsultasi tentang pekerjaan…. Apa kau ada waktu kosong di akhir bulan Mei?”

“Apa itu tentang skenario game baru?”

"Ya."

“Karena aku hanya mengerjakan naskah seri anime TV satu demi satu, kurasa tidak akan masalah…. Aku akan mendengarkan isi proyekmu.”

“Ya, aku akan menyerahkan dokumennya nanti.”

"..."

Jin menghela napas pelan di sini. Dia memandangi wajah Sorata dengan ekspresi takjub.

"Ada apa?"

“Walaupun kehidupan mahasiswa seperti sekuntum bunga, kau tidak bertemu dengannya selama empat tahun. Kau hanya memikirkan tentang membuat game dan menyelesaikannya.”

“Dia tidak bisa, jadi aku tidak bisa melakukannya?”

“Oh, apa? Apa kau sedang mengincar seseorang? Siapa?”

"Begitulah."

Mencoba memunculkan nama seseorang, tapi tidak ada yang keluar.

“Karena hal semacam itu, ada rumor yang muncul dari Dragon!”

“Dari mana dan siapa hal itu muncul? Rumor apa itu?”

“Shihon mengatakannya saat kunekune! (TL : Serius, Misaki benar-benar alien. Aq gk ngerti mereka ngobrol apa! T_T)

Misaki memanggil Fuyaka Shiho dengan “Shihon”. Dia akan bekerja dengan mereka di game berikutnya, jadi mari memprotesnya nanti.

“Hei, sampai nanti.”

Jin mencoba pergi dengan Misaki.

“Kalau kalian belanja, aku juga ikut.”

“Benarkah? Tidak baik mengganggu waktu bagi pasangan.”

Kata-kata sarkas.

“Aku mengerti. Kalian berdua silakan pergilah bersama.”

Jin tertawa dan melangkah pergi. Misaki berjalan di sebelahnya sambil melambaikan tangan pada Sorata yang dibalas dengan lambaian juga. Sorata mulai berjalan ketika punggung kedua orang yang berpegangan tangan itu menghilang dari pandangan.

Segera dia menjumpai jalan yang sedikit menurun menuju Sakurasou. Dia merasa nostalgik dengan jalan yang tempuh berkali-kali ini. Sorata perlahan melangkahkan kakinya maju satu demi satu.

Udara perlahan berubah. Tubuhnya mulai merasakan hal yang akrab.

Pada akhirnya, sebuah bangunan berlantai dua dengan gaya apartemen boro pun muncul.

Di samping gerbangnya terdapat nama “Sakurasou” pada papan nama kayu.

Menarik napas dalam-dalam, Sorata mendongak memandangi bangunan itu.

Sebuah tempat kenangan di mana dia menghabiskan sebagian besar tiga tahunnya di SMA.

Karena tidak ada siapapun yang tinggal sekarang, dia tidak bisa merasakan tanda-tanda kehidupan. Sudah diputuskan akhirnya akan dirobohkan karena tua. Penghuni terakhir adalah 3 murid kelas tiga, Iori, Kanna, dan adik Sorata, Yuuko. Tidak ada satu pun yang tinggal di sini setelah kelulusan mereka.

Dia meletakkan tangannya di gerbang itu. Suara berkarat mencapai telinganya.

Dia mendekati pintu masuk selangkah demi selangkah. Dia menarik napas dalam-dalam dan berjalan dengan santai.

Dia menjulurkan tangan ke pintu untuk masuk, tapi itu terkunci dan tidak akan terbuka. Dia teringat bahwa kuncinya seharusnya dipinjam Nanami dan harusnya gadis itu di sini sekarang.

Dia tersenyum getir.

Ini tadinya adalah tempat dia pulang setiap harinya, jadi dia merasa bisa masuk kapan saja. Bahkan saat ini, dia masih merasa begitu.

"..."

Tidak ada gunanya menunggu, jadi Sorata memutuskan untuk ke taman.

Saat dia pergi ke naungan bayang-bayang bangunan, dia bisa melihat sebuah pemandangan indah.

Sebatang pohon sakura yang luar biasa menyapa Sorata.

Bunga-bunganya mekar penuh. Sesekali beberapa kelopaknya berterbangan.

Pandangan Sorata diliputi warna sakura.

Meski demikian, Sorata tidak dibuat takjub oleh pemandangan indah ini.

Seseorang sedang berdiri di bawah pohon sakura itu.

Dia berdiri dengan punggung yang menghadap Sorata.

"..."

Sorata merasa tegang.

Berada di depannya adalah punggung rapuh yang selalu dia kejar.

Angin berhembus. Rambut panjang dan lebatnya terbawa.

Dia menahan rambutnya dengan perlahan sambil menekan kepalanya sedikit, membuatnya tetap berayun. Jantung Sorata berdebar kencang.

Dia di sini.

Mata transparan. Mata yang penuh percaya diri. Kulit yang seputih salju. Meskipun dia menyiratkan kesan seperti hasil karya kaca yang rapuh, Sorata merasakan kekuatan yang aneh dan intens dari penampilannya. Dia memancarkan keberadaan misterius yang tetap tidak berubah sejak empat tahun lalu.

"Mashiro ..."

Dia begitu saja memanggil namanya.

"Lama tidak bertemu, Sorata"

Sorata bergetar karena suara yang datang ke dalam dadanya.

“Aku dengar dari Rita kau tidak bisa datang.”

"Kenapa?"

Mashiro menelengkan kepalanya sedikit.

“Aku baru mendengarnya.”

"Sorata lucu."

“Itu, seharusnya aku yang bilang begitu…. Kau tidak berubah.”

"..."

Gadis itu menampakkan raut wajah yang tidak bisa dia mengerti.

“Apakah nama untuk manga-nya bagus?”

“Tidak bagus.”

“Apa kau datang karena itu tidak bagus?”

Ceritanya tidak berkembang dengan halus. Tapi Sorata menikmati perasaan itu. Perasaannya benar-benar melayang. Kebahagiaan berada di luar kendali di hadapan Mashiro

“Apa Mizuho, Tsubame dan Sakura sehat-sehat saja?”

"Mereka sehat."

“Mashiro juga, bagaimana kabarmu?”

“Aku sangat sehat. Bagaimana dengan Sorata?”

“Berbicara soal itu, aku tidak pernah masuk angin selama empat tahun ini.”

Bukan omong kosong yang sedang dia bicarakan ini… ...Ini mungkin benar. Segera setelah masuk universitas, mereka harus melalui debug final “Rhythm Battlers” yang diputuskan untuk dirilis dan mendapat konsultasi untuk pengembangan promosinya, dan di saat yang sama mereka harus merencanakan proyek kedua.

Bersamaan dengan itu, dia juga harus mulai belajar untuk mendirikan sebuah perusahaan. Apa yang diperlukan dan apa yang harus mereka lakukan? Berkat konsultasi dengan Kazuki, dia sangat terbantu dan semuanya berjalan baik.

Dan di musim semi tahun ketiga, Sorata akhirnya mendirikan sebuah perusahaan game berdasarkan hasil penjualan dua karyanya.

Baru menarik napas sebentar, hari-hari produksi game berlanjut sambil masuk kuliah. Itu adalah hal yang lumrah karena dia membuat perusahaan untuk itu. Semua yang ingin dia dapatkan. Hal yang dia perjuangkan untuk diraih. Akhirnya, dia berhasil meraihnya. Tidak ada penyesalan. Setiap hari terasa menyenangkan. Tetap menyenangkan. Terasa memuaskan.

"Sorata bodoh."

“Kenapa kau bilang begitu?”

“Kau tidak masuk angin.”

“Kau tidak bisa berkata begitu pada orang lain.”

"Begitulah."

Mashiro tersenyum riang.

Itu adalah ekspresi wajah dewasa yang Sorata tidak tahu.

Gestur tubuh yang menahan rambut yang terbawa angin tidak berubah selama bertahun-tahun.

"..."

Mustahil bagi siapapun untuk tidak tertarik.

"Sorata, ada apa?"

"Eh?"

“Kau terus menatapiku.”

“Aku berpikir kau cantik.”

Mashiro memiliki cukup pesona untuk membuatnya begitu patuh. Dia tidak memikirkan apapun yang memalukan.

“Aku baru saja mandi.”

“Bukan itu maksudku. Kau seharusnya melakukan itu empat tahun lalu.”

“Apakah aku kotor empat tahun yang lalu?”

“Kau cantik waktu itu, tapi sekarang aku harus memuji kalau kau jadi lebih bersih.”

"Bagus."

Mashiro tersenyum malu-malu, tapi itu menawan dan senyumnya lebar.

"Ada apa?"

“Aku tadinya khawatir sampai aku datang ke sini.”

"..."

“Aku khawatir akan bertemu Sorata. Aku senang sekali kau bilang aku cantik.”

Mashiro sedikit mengalihkan pandangannya.

Rasa malu juga menular pada Sorata.

“Kalau aku ke sebelahmu, tidak apa-apa?”

Dia berkata begitu untuk mengalihkan rasa panas di wajahnya.

"Un."

Menunggu jawaban, Sorata datang ke sebelah Mashiro. Mereka mendongak memandangi sakura yang mekar penuh. Semuanya terlihat indah, tapi, di suatu tempat sepertinya mekar dengan rapuhnya.

“Apa Sorata tumbuh besar?”

Mashiro mengalihkan pandangannya ke samping.

“Sejak aku masuk kuliah, tulang punggungku tidak bertumbuh.”

Gadis itu menaruh tangannya di kepala Sorata untuk mengukur tingginya.

“Tapi, jadi semakin besar.”

“Yah, mungkin aku bertumbuh besar dalam cara yang berbeda… sekarang, aku adalah seorang presiden perusahaan.”

“Kau tidak kelihatan seperti orang hebat.”

“Kurasa juga begitu.”

Berapa tahun yang akan diperlukan supaya gelar presiden dan CEO sesuai untuknya?

"Nee, Sorata"

Mashiro berpaling ke pohon sakura lagi.

"Apa?"

Sorata juga mengikutinya. Semakin dilihat, semakin indah pohon sakura ini.

“Apa yang kau pikirkan tentang mantan pasangan kekasih yang bertemu lagi untuk pertama kalinya setelah empat tahun?”

"Apa yang kau bicarakan ...."

Bahkan saat ini, Mashiro memandangi sakura.

“Nama untuk bab terakhirnya belum bisa diputuskan.”

"Oh ... manga"

Semula, ini adalah sebuah kisah yang dibuat dengan Sakurasou sebagai modelnya. Pria dan wanita yang menjadi karakter utamanya, walaupun di satu waktu menjadi pasangan kekasih, harus berpisah karena pekerjaan. Setelah itu mereka menjalani hidupnya masing-masing dan tidak pernah bertemu selama bertahun-tahun.

Mereka baru bertemu kembali di bab terakhir. Itu adalah tempat penuh kenangan bagi mereka….

Bulan ini bab baru diterbitkan lima hari lalu. Pada saat mata mereka bertemu, itu berlanjut ke bab berikutnya di bulan depan. Sorata juga penasaran dengan isi dari bab terakhir.

“Aku tidak tahu apa yang para karakter di manga akan lakukan, tapi….”

Dengan nada yang sama dengan yang sebelumnya, Sorata membuka pembicaraan.

"Mashiro"

Sambil bicara, Sorata berbalik ke arah Mashiro.

“Apa?”

Mashiro juga memutar tubuhnya ke arah Sorata.

“Aku selalu mencintai Mashiro selama empat tahun ini.”

“Ah..."

Mata Mashiro membelalak kaget.

“Aku sudah mencintaimu selama lebih dari empat tahun.”

Dengan lembut, dia mengulurkan tangannya.

“Kita mungkin akan bertengkar lagi.”

Mashiro menahan tangannya sendiri di dadanya.

"Yeah"

Dia benar.

“Kita mungkin akan merasa berat lagi.”

"Yeah"

Dia juga benar soal itu.

“Kita mungkin akan saling menyakiti lagi.”

"Yeah"

Mashiro benar-benar tepat tentang semua hal itu.

"Meski begitu..."

Perasaannya, empat tahun berkembang, mekar bagaikan bunga. Ini seakan waktu mengalir terbalik, memutar jam kembali ke masa yang sudah lewat bertahun-tahun lalu.

"Apa itu?"

“Kurasa kita bisa menghadapinya kali ini.”

Saat dia melihat kembali, empat tahun itu membuatnya kewalahan. Di masa itu, dia merasa seakan dia telah menjadi cukup dewasa.

Melihat Mashiro seperti ini sekarang, dia berpikir, hanya inilah bukti yang dia butuhkan untuk percaya bahwa ini adalah sebuah awal yang baru. Dia ingin menyimpan emosi ini dalam hatinya. Dan dia menginginkan gadis ini sampai-sampai semua perasaan ini menyerbunya saat mereka bertemu kembali. Semoga, tidak hanya dirinya saja yang merasakannya.

Mata Mashiro sedikit mengarah ke bawah.

"......"

Tidak ada yang perlu dikatakan.

Dia hanya mengulurkan tangannya perlahan dan menggenggam tangan Sorata.

"Itu benar."

Mashiro mengangkat wajahnya dan mata mereka bertemu.

“Hanya kita berdua.”

Setelah berkata begitu, dia tersenyum cerah.

Sebuah hembusan angin melewati mereka.

Kelopak-kelopak bunga sakura berterbangan dan jatuh berguguran.

Seakan memberkati mereka berdua… ….

Melihat kelopak-kelopak bunga di kepala Mashiro, Sorata mengulurkan tangannya.

"Nah, ini."

Dia menunjukkan Mashiro sebuah kelopak merah muda yang diambil dengan jarinya.

"Sorata juga ada."

"Eh?"

"Aku akan memberikannya."

Sama seperti sebelumnya, Mashiro bersikap keras kepala.

Detik berikutnya, bibir mereka merasakan sensasi lembut.

Sebuah kecupan singkat yang hanya saling bersentuhan.

Mashiro, sedikit berjingkat, tersenyum licik. Sepertinya kejahilannya itu berakhir dengan sukses. Setelah empat tahun, Sorata bisa melihat wajah itu lagi.

Dia merasa terkejut sesaat, ditambah lagi dengan keributan dari belakang.

“Jangan dorong aku! Misaki-san! Uwa ~!”

“Hei, jangan sentuh di tempat yang aneh.”

“Misaki-senpai, apa yang akan kau lakukan kalau ketahuan!”

“Jangan nempel-nempel, gadis asing!”

Sejumlah suara-suara akrab bisa terdengar.

Menoleh ke belakang, ada banyak wajah yang tidak asing lagi.

Iori di paling bawah. Kanna di atasnya, Nanami dan Misaki juga ikut bertumpukan.

Jin tersenyum sambil menyengir di tangga, dan Chihiro yang ada di sampingnya terlihat bosan. Ryuunosuke dipeluk Rita di tempat lain.

“O-Onii-chan! Yuuko tidak akan memaafkan Mashiro-chan lagi!”

Hanya adiknya, Yuuko yang marah-marah sendirian. Ada sesuatu yang salah. Yuuko lulus ujian masuk Universitas Seni Suimei dengan rekomendasi, dan sekarang dia berada di fakultas Sastra yang sama dengan Kanna. Di masa-masa SMA-nya, Sorata tadinya berpikir mustahil bagi Kanna untuk mengajarinya di setiap ujian….

“Aku tidak perlu meminta izin Yuuko.”

Meski lelah, Sorata membalas.

"Benar."

Mashiro juga mengangguk.

“Gaaaah!”

“Tidak, tapi ini adegan yang menyentuh!”

Misaki yang pertama kali berdiri terlihat berbinar-binar.

“ ‘Aku sudah mencintaimu lebih dari empat tahun’.”

Jin dengan sungguh-sunguh menirukan ulang kalimat dari Sorata yang merasa malu.

"Aku juga! Uuuuh!"

Misaki memeluk Jin. Dia merangkulnya erat-erat. Sorata penasaran apakah pikirannya sudah beradaptasi dengan situasi ini.

“Sudah berapa lama kalian menonton?”

“Bisakah kau memahaminya tanpa bertanya?”

Nanami tertawa nakal.

"Sejak awal ...?"

“Kami bekerja sama dan mengarahkan supaya Sorata dan Mashiro bisa bersama-sama.”

Strateginya sukses dan Rita kelihatan senang. Sorata berdiri di samping Rita dan menatap Ryuunosuke.

“Apa kau bekerja sama dengan Akasaka…?”

“Tidak ada alasan untuk menolak.”

“Begitukah…”

Setelah itu, dia melihat ke arah Kanna dengan cara yang sama.

“Aku juga tidak punya alasan untuk menolak.”

"Aku setuju...."

“Aku yakin Sorata-senpai akan melakukannya!”

Iori terlihat penuh semangat dan puas dengan dirinya sendiri.

Kelihatannya, semua orang terkekeh-kekeh di tempat yang tidak diketahui Sorata.

“Yah, aku tidak tahu berapa lama ini akan berlangsung, tapi akan kukatakan selamat untuk saat ini.”

Chihiro seperti biasanya.

“Untuk sekali ini, aku akan mengatakan terima kasih banyak.”

“Baiklah kalau begitu, jangan lupa untuk mengambil foto kenang-kenangan! Ya, semuanya berkumpul di bawah pohon sakura! Teman-teman kocak dari Sakurasou sedang melakukan kumpul-kumpul besar!”

Jin mengatur kamera digital dan semua orang berkumpul di sekeliling Sorata dan Mashiro.

Bahu Sorata ditabrak Misaki yang kemudian berbenturan dengan bahu Mashiro. Mata mereka bertemu. Mata transparan itu menyiratkan warna kebahagiaan. Sorata menggenggam tangannya.

Tangan Mashiro yang pernah menjauh sekali.

Dia tidak akan melepaskannya kali ini, memegangnya sedikit lebih kuat. Mashiro juga menggenggamnya dengan kekuatan yang sama.

Pada akhirnya, tujuh suara dari timer kamera terdengar.

Senyuman mereka bagaikan bunga-bunga yang mekar di Sakurasou, tidak dapat mengalahkan bunga sakura yang mekar penuh.