WARNA DUA LUKISAN

(Part 3)

(Translator : Hikari)


Bulan Februari benar-benar melesat bagaikan anak panah.

Pada saat ini ketika ujian masuk menjadi semakin menegangkan, anak-anak kelas tiga tidak perlu pergi ke sekolah. Sorata telah memanfaatkan sebagian besar waktu tersebut untuk hal yang tidak berhubungan dengan ujian. Dia bekerja keras untuk menyelesaikan master-up “Rhythm Battlers”.

Tiga orang, Sorata, Ryuunosuke, dan Rita sedang bekerja di Sakurasou yang telah berubah menjadi ruang pengembangan. Tidak ada yang dilakukan dengan priroritas lainnya.

Hanya Ryuunosuke yang pergi ke Universitas Seni Suimei pada tanggal 12 Februari. Itu adalah untuk menjalani ujian masuk dari fakultas media dengan kemampuan programming.

“Apakah kau lulus?”

Rita menanyai Ryuunosuke yang baru saja pulang.

“Aku mendapatkan pemberitahuan penerimaannya.”

Ryuunosuke mengeluarkan secarik kertas dari sakunya yang membuktikan kelulusannya.

Sama sekali tidak mengejutkan. Walaupun menjauhkan diri, Ryuunosuke yang tangguh melakukan hal-hal yang luar biasa.

Saat jalur Ryuunosuke telah ditetapkan, master-up game akhirnya selesai.

Semua grafis, suara dan skenarionya dikumpulkan dan disimpan sebagai data material. Semuanya itu melengkapi komposisi stage dan akan diteruskan untuk disesuaikan dai di-debug di saat yang bersamaan.

Rita, Iori, Kanna dan Misaki melakukan uji main dan menjadi staff debug. Masalah-masalah yang mereka temukan ditulis dalam alat manajemen bug di mana semua orang bisa saling berbagi dan lihat, lalu Sorata membaginya menjadi bagian yang perlu diproses dalam game engine dan bagian yang Ryuunosuke harus tangani dalam level program. Kesimpulannya, kesalahan-kesalahan dalam kesulitan dan komposisi stage diarahkan pada Sorata dan debug kesalahan operasi sistem ditangani Ryuunosuke.

Sorata dan Ryuunosuke akan memperbaikinya dari yang memiliki prioritas tertinggi. Dan, untuk yang mereka perbaiki, itu akan diupload sebagai “data termodifikasi” oleh alat manajemen. Jika  pelapor memastikannya lagi dan tidak ada masalah, maka itu akan dianggap “selesai”.

Kalau tidak begitu, mereka tidak bisa menangani ratusan kasus. Hanya dengan mengorganisirnya dengan otak, akan ada terlalu banyak angka dan mereka tidak bisa mengingatnya.

“Oh, oh sial, kita mendapat sepuluh masalah lagi yang muncul!”

“Jangan menangis, Kanda. Ini hanyalah masalah kecil.”

“Aneh. Aku bisa melihat tiga rauts figur di hadapanku.”

“Kalau ini menjadi game RPG dalam skala seperti itu, ini akan naik menjadi sekitar 2.000 sampai 3.000. Ini hanya sedikit. Dan sambut angka-angka yang banyak bermunculan. Itu pengecekan yang jauh lebih teliti.”

“Jadilah seorang masokis untukku.”

“Gerakkan tanganmu tanpa menggerakkan mulutmu.”

Setelah dua puluh hari, Ryuunosuke membawa peralatan ke dalam kamar Sorata untuk memperpendek waktu. Menaruh penghalang di koridor dan mengatur area kerja di meja Sorata. Mereka secara lisan saling mengkomunikasikan bagian yang mereka ingin perbaiki, menyelesaikan langsung di situ, dan saling memeriksa.

Dia perlahan merasa muak dengan pertarungan melawan bug yang tidak berkurang walaupun dia sudah melakukan banyak hal, tapi di saat yang sama ada sebuah respon bahwa ini sudah pasti mengarah pada penyelesaian.

Benar saja, tiga hari sebelum master-up, saat dia menemukan sebuah bug serius sampai layarnya berhenti, dia merasa membeku...

Begitu pula, Ryuunosuke menghancurkan masalah itu dalam dua hari.

“Apa penyebabnya?”

“Inisialisasi memori penyimpan replay data tidak rampung.”

"..."

Sorata tidak tahu dengan pasti apa yang sedang dia katakan.

“Itu artinya sampah yang tidak diperlukan telah terakumulasi dan itu meluap.”

Ryuunosuke menjelaskannya lagi ketika Sorata kelihatan kebingungan. Meski begitu, dia masih tidak tahu dan tidak mengerti. Jadi, dia sebaiknya beralih pada Ryuunosuke yang mengetahuinya dengan baik.

“Ini sudah diperbaiki lagipula.”

“Oh, aku mengerti.”

Mengatasi masalah semacam itu, Sorata akhirnya mencapai hari tersebut.

Hari terakhir bulan Februari.

Pada saat terbenamnya matahari, Sorata, Ryuunosuke, Rita, Iori, dan Kanna berkumpul di kamar Sorata. Mereka menatapi layar PC. Semuanya memperhatikan baik-baik meteran gauge yang sedang menulis software perlahan bertambah.

Pada akhirnya, meteran gauge itu penuh. Setelah sekitar satu menit menutup prosesnya, sebuah pemberitahuan menginformasikan status perekaman cakram DVD pun terpampang.

Wadah tempat cakram DVD pun terbuka secara otomatis dan mengeluarkan ROM berwarna keemasan.

Sorata membuatnya terguncang dengan tangan bergetar dan menaruhnya dalam wadah plastik. Dia menuliskan “Penyerahan Master-up Rhythm Battlers” di permukannya dengan spidol.

Rita, Iori dan Kanna menelan ludah dan menyaksikan seluruh situasi tersebut. Hanya Ryuunosuke yang terlihat biasa saja, tapi mungkin dia merasa senang karena dia mengelus kepala seekor kucing.

“Apa ini selesai?”

Ritalah yang pertama kali bersuara.

“Oh, ini selesai.”

“Hoore~!”

Iori melompat-lompat.

“Haa~, sudah selesai, ya?”

Kanna duduk di lantai. Uji bermain tanpa henti dan rasa lelah dari periode debugging kelihatannya langsung keluar semua.

Ada ekspresi lega.

Sorata merasakan sesuatu seperti sebuah ombak besar yang muncul dari dalam tubuhnya. Bahkan sekalipun dia mencoba menekannya, itu bukanlah sesuatu yang bisa dia tahan. Meledak-ledak, liar, lebih dari apapun, sebuah perasaan sangat senang yang luar biasa. Dia tidak bisa menahannya. Dia bahkan tidak perlu menahannya.

“Oh~ aku selesai!”

Meregangkan kedua tangan ke atas sebelum Sorata ambruk ke ranjang.

“Kalau kau melakukannya, itu akan berakhir...”

Dia merasa nyaman dan terkesan.

“Apa yang kau bicarakan tentang kenormalan.”

Ryuunosuke bersikap dingin.

“Itulah yang kau katakan.”

Sejujurnya, semakin mereka memprosesnya, semakin berkurang dia berpikiran itu akan benar-benar selesai. Tidak peduli seberapa banyak pekerjaan yang mereka lakukan, jumlah bug tidak berkurang, malah bertambah. Akan tetapi, hanya tanggal-tanggal di kalender yang pasti akan berkurang hari demi hari. Dia mendapatkan pengalaman yang parah bahwa waktu akan berkurang tapi pekerjaan akan bertambah.

“Sesuai dugaan, aku merasa tidak sabaran saat sebuah bug muncul dan menghentikan semuanya tiga hari yang lalu.”

Ryuunosuke mendengus tertawa. Dia tidak biasanya kehilangan ekspresi raut wajahnya yang biasa.

“Selamat tinggal pada hari-hari debugging sekarang.”

Rita menuju Ryuunosuke dan tersenyum bagaikan bunga yang sedang merekah.

“Ryuunosuke, kau punya waktu sekarang. Besok kau akan berkencan denganku.”

“Apa yang kau bicarakan, bodoh.”

“Siapa yang bodoh?”

Rita yang menggerutu datang mendekati wajah Ryuunosuke. Ryuunosuke mundur sedikit menjauh.

“Kau bisa bilang kalau kau sudah selesai master-up, dan kau masih ada pekerjaan yang tersisa.

"Eh? Apa?"

Iori jadi lesu. Ekspresi Kanna membeku. Saat mereka berpikir bahwa ini akhirnya diluncurkan, mereka diberi tahu bahwa masih ada kelanjutannya, jadi mau bagaimana lagi.

“”Hanya bebas hari ini untuk Kanda juga.”

"Aku tahu."

“Benarkah?”

“Karena masih ada waktu sebelum perilisan, kau seharusnya kau mengurangi bug sebanyak mungkin. Jangan hanya menunggu hasil dari rapat pemeriksaan.”

Sambil berbaring telentang, Sorata balas bersuara ke arah langit-langit.

“Tidak masalah kalau kau tahu.”

“Eh~ ayo main-main sebentar saja!”

“Ya, Ryuunosuke. Menyegarkan diri itu penting.”

Kanna mengangguk diam.

“Ditolak.”

Ryuunosuke menolaknya mentah-mentah

“Yah, Akasaka.”

Setelah mendengarnya, Sorata perlahan menghela napas.

Sekalipun dia tidak melihatnya, dia bisa mengerti pandangan keempat orang itu yang terkumpul.

“Bukankah akan lebih baik untuk libur sehari besok? Kita sudah memaksakannya sampai ke tingkat yang luar biasa. Kurasa kata-kata Iori dan Rita itu benar-benar.”

Kemudian, pandangan mereka pun terkonsentrasi pada Ryuunosuke kali ini...

“Kalau Kanda bilang begitu, bolehlah sehari saja.”

“Kau berhasil~! Sorata-senpai, aku cinta padamu!”

Iori yang bersorak lalu terjun ke arah Sorata.

“Wow, menjauhlah, Iori!”

Sorata mendorong wajahnya dan menggulingkan Iori ke sebelah ranjang. Mereka berbaring telungkup bersebelahan.

“Kalau begitu, Ryuunosuke, besok kencan, ya?”

“Kubilang Kanda yang dapat hari libur. Pahami maksudnya dengan benar.”

“Kalau Ryuunosuke kencan denganku, kurasa rasa lelahku akan terobati.”

“Aku akan mengabaikannya karena stress mentalku bertambah.”

Ryuunosuke meninggalkan kamar untuk kabur. Tentu saja, Rita dengan keras kepala mengejarnya.

“Tunggu, Ryuunosuke~!”

Langkah-langkah kaki menjauh ke kamar sebelah.

“Kencan, ya. Hei! Aku juga ingin kencan.”

“Aku mau ke tempat tidur besok.”

Maju mendekat dan Kanna menegaskan.

Lebih penting lagi, kedua murid kelas satu ada pelajaran seperti biasa besok.

“Yah, setidaknya, aku mencoba yang terbaik untuk besok. Biarkan aku menyentuh dadamu!” (TL : Cowok bego...)

Itu pernyataan yang kuat dan konyol. Dia merasa telah mendengar paha Kanna itu bagus sebelumnya, tapi bukankah ini berbeda dari itu? Pikiran Iori sama sekali tidak bisa dimengerti.

Kanna mengambil buku referensi peralatan pengembangan yang setebal buku telepon.

“Matilah.”

Kemudian menjatuhkannya ke wajah Iori.

"Gyaaaaa!"

Iori mengambil buku dan menangkapnya. Dia akan pingsan kalau dia terkena saat dia terhantam itu.

“”Kau, apa-apaan, sih!”

Setelah bangkit, Iori mencoba untuk memprotes, tapi Kanna telah menghilang dari kamar.

“Tunggu sebentar. Ayolah.”

Iori pergi mengejar Kanna.

"..."

Hanya Sorata dan sepuluh kucing yang tertidur di ranjang yang tertinggal. Berkeliling, naik ke tubuhnya, dan berkumpul di sekitar Sorata satu demi satu. Sambil merasakan kehangatan mereka, Sorata memejamkan matanya begitu saja.

Kesadaran meninggalkan tubuhnya. Dia mungkin sudah merasa lelah lebih dari yang dia sadari. Pikiran itu segera tersela, Sorata perlahan tertidur.

Hal ini tertulis di catatan pertemuan Sakurasou berikut :

- Selamat, semuanya. Master-up, selamat. Kerja bagus – Maid-chan