JALAN UNTUK MELANGKAH DENGANMU, 
JALAN MENUJU MIMPI

(Part 1)

(Translator : Hikari)


Pada tanggal 25, keesokan harinya, Sorata terbangun di atas lantai kamar tidurnya. Tubuhnya terpapar hawa dingin, kesadarannya ditarik kembali ke realita.

“.......”

Membuka paksa kelopak mata yang berat dan membangkitkan tubuhnya.

Di depan matanya adalah sebuah TV yang terus menyala. Benda itu terus memancarkan cahaya menyilaukan pada Sorata. Yang ditampilkan si sana adalah layar Lanjut “Rhythm Battlers”.

Sepertinya, dia jatuh tertidur di tengah-tengah uji permainan.

“Yatsuchi Matsuta...”

Sistem kemudi karakternya padam. Tempatnya adalah starting point di stage pertama. Kelihatannya kesadaran Sorata juga menghilang bersama dengan karakter itu ketika bergerak ke layar game.

Begitu dia berpikir untuk mematikan sumber dayanya, tangannya bergerak ke peralatan pengembangan. Tapi dia menyadari bahwa dia harus segera melanjutkan proses debugging dan membatalkan niatnya.

Di sekeliling Sorata saat dia terbangun, kucing-kucing berkumpul semua. Hikari, Nozomi, Kodama, mengeong nyaring bergantian.

“Iya, iya, aku akan membuatkan sarapan.”

Berdiri sambil menguap, Sorata keluar dari kamar.

Ada satu orang di ruang makan.

Itu adalah Mashiro yang berdiri di depan kulkas.

Dia menyadari kedatangan Sorata dan menoleh perlahan.

“.......”

“.......”

Hanya saling memandang dalam keheningan.

“Selamat pagi.”

Sorata mengucapkan duluan.

“Selamat pagi.”

Sebuah balasan singkat muncul.

“.......”

“.......”

Terhadap satu sama lain, tidak ada kata-kata lainnya.

Ini membuat suasana tidak nyaman seakan sedang menunggu sesuatu.

Sementara itu, Komachi menggesekkan punggungnya ke kaki Sorata, begitu dia mendapat nasi. Sepuluh kucing yang berdatangan tidak dipedulikan Sorata 

“Kemarin.... Apakah ini pop-up picture-nya?”

Berbicara sambil memberi makan kucing 

“....Benar.”

“Apa kau menyelesaikannya?”

“Selesai.”

“Begitu, ya.”

“Yup...”

Interaksi yang tidak jelas. Percakapan memang terjadi, tapi pikirannya tidak tersampaikan. Kata-katanya terasa begitu membosankan.

“Apa kau akan sarapan?”

“Yup.”

“Baiklah, duduk dan tunggulah. Aku akan segera menyiapkannya.”

“Yup.”

Tanpa bersuara, Mashiro menuju ke meja makan.

Sebelum menyiapkan, dia harus  mengurus kucing-kucing yang berkerumun. Makanan dibagi ke dalam tiga tempat makan dan ditaruh di sebelah meja makan. Segera sesudah itu, kesepuluh kucing tersebut menjauh dari Sorata dan langsung pergi.

Saat situasinya terkendali, Sorata menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri dan Mashiro.

Sebagai pelengkap untuk roti bakar dan telur goreng, dia menambahkan tomat dan salad kentang yang Misaki sajikan di meja makan. Untuk Mashiro, dia memberikan minuman coklat hangat dan kemudian duduk.

“Aku akan mengambilnya”

“...Aku akan mengambilnya.”

Mashiro mengambil roti panggang dari toaster saat mendengar suara dering.

Sorata juga mengikutinya.

Untuk sementara waktu, dia fokus membersihkan meja di depannya tanpa berkata apapun.

“.....”

“.....”

Tapi, suasana tidak alami ini segera menghilang. Dengan jelas, dia menghela napas.

“Itu, Mashiro.”

Mashiro memandang Sorata.

“Yang kemarin itu... ..., maaf.”

Kata-kata yang dia ucapkan menyiratkan dia ingin melakukan sesuatu, menjelaskan semuanya.

Ini juga adalah hal yang alamiah, karena dia tidak mengerti apa yang dirinya sendiri sedang bicarakan. Yah, dia bertanya-tanya apakah dia tidak bisa kencan kemarin.

Akan tetapi, penyebab hal ini adalah Mashiro yang mendadak mendapat pekerjaan. Entah apakah perlu meminta maaf seperti ini.

“Aku juga minta maaf.”

Kata-kata permintaan maaf muncul. Dalam suara pelan tanpa kepercayaan diri.

Ini menyesakkan, dan Mashiro tidak mengerti untuk apa dia meminta maaf. Mungkin penyebab pembatalan kencan sudah jelas karena Mashiro, tapi tidak perlu meminta maaf karena manganya berjalan lancar. Bahkan Sorata sama sekali tidak merasa itu hal yang buruk.

Akar permasalahan suasana yang buruk di tempat ini berada di tempat lain.

Perbedaan perasaan antara Sorata dan Mashiro yang ditunjukkan di meja ini akibat pembatalan kencan. Perbedaan perasaan ini membuat mereka berdua diliputi suasana buruk.

Karena itulah, hanya kata “maaf” tidaklah cukup untuk menyelesaikan masalah di antara mereka.

“....”

“....”

Keheningan muncul kembali.

Sorata mendorong sisa roti bakar dengan telur goreng ke dalam mulutnya.

“Mashiro. Bagaimana dengan liburan musim dingin?”

“Aku akan kembali ke Inggris dengan Rita.

“Eh.”

Dia tadinya berpikir Mashiro akan berkata dengan jelas “Aku akan menggambar manga”. Dia merasa sedikit kecewa.

“Oh, benar juga...”

Akan tetapi, di saat yang sama, Sorata menyadari dirinya merasa lega.

Sekalipun Mashiro tetap tinggal di Sakurasou, dia nyaris tidak yakin bahwa dia bisa menghabiskan waktu dengan santai bersama gadis itu. Dia tidak merasa tenang sampai hasil evaluasi versi beta keluar, dan banyak sekali hal yang akan muncul begitu itu keluar. Menyerahkan versi beta adalah satu cara untuk mengakhirinya.

Di masa yang akan datang, mereka harus membuat tujuan untuk versi master. Dia ingin mengerahkan segenap usahanya agar tidak ada penyesalan. Nantinya, dia jelas tidak ingin berkata “Seandainya aku melakukannya pada saat itu”.

“Aku sudah lama tidak pulang ke Inggris.”

Sudah sejak musim semi kedua ketika dia datang ke Sakurasou.

“Bagaimana dengan Sorata?”

“Aku akan pindah ke tempat di mana aku bisa membuat game.”

“Begitukah...”

“Tapi di Malam Tahun Baru, aku akan kembali ke rumah orang tuaku.... Setelah lulus...aku harus memberitahukan orang tuaku tentang universitas dan hal-hal lainnya.”

“Yup...”

Sambil memperhatikan kucing-kucing, Mashiro mengangguk ringan. Wajahnya terlihat agak sedih.

Sorata menyembunyikan matanya karena balasan yang tidak jelas itu. Walau baru sekarang, dia  tidak pernah membicarakan dengan Mashiro sebelumnya tentang bagaimana mereka akan menghabiskan liburan musim dingin. Setiap hari, dia bertemu langsung dengannya, pergi ke sekolah, dan sama-sama berada di Sakurasou. Meski begitu, dia tidak pernah memberitahu soal itu.

“Piring kotornya, biarkan saja.”

Saat Sorata bangkit berdiri lebih dulu, dia hanya membawa piring kotornya ke bak cuci piring.

“Hei, Sorata.”

“...Apa?” 

Terhadap Mashiro, dia menyadari dirinya tidak sadar. Dia menyiapkan hati untuk merasa tidak apa-apa tidak peduli apa yang akan dia katakan.

Terhadap Sorata, Mashiro bergumam untuk pertama kalinya 

“Kalau Nanami, mungkin tidak akan seperti ini?”

“........”

Itu adalah pernyataan yang tidak kekanak-kanakan. Untuk sesaat, dia tidak tahu harus berkata apa. Perlahan keterkejutan bertunas, lalu berubah menjadi kebingungan sebelum daun-daunnya bermunculan.

“Kenapa sekarang Aoyama disebut-sebut?”

Dari Sorata, itu pertanyaan yang alamiah.

“Karena Nanami juga menyukai Sorata.”

Alasan tersebut seharusnya tidak menjadi penjelasan.

“Kau... ....”

Tubuhnya terasa semakin memanas. Emosi yang berkobar mengamuk di dalam dadanya. Kelihatannya Sorata terbakar kecuali dia mengungkapkannya.

Tetap saja, di ambang mengucapkannya, Sorata berjuang keras.

–Bicara, untuk mengakhiri semuanya.

Karena itulah akal sehatnya bekerja.

“.... Apa kau tahu apa yang sedang kau bicarakan?”

Dengan tatapan sendu, Sorata memandangi Mashiro. Mashiro kelihatan akan menangis, dan dia menatapi Sorata. Gadis itu menggigiti bibir bawahnya.

“Aku memilih Mashiro.”

Sorata menatap mata Mashiro dan mengucapkannya dengan jelas.

“.......”

Mashiro memandangi Sorata dengan raut wajah yang tidak berubah.

“Ada yang harus kukerjakan sekarang.”

Sebelum berkata lebih banyak lagi, Sorata meninggalkan ruang makan.

Menutup pintu di belakangnya.

Fuuu...”

Mencoba melepaskan hawa panas itu.

“Hei, kau. Menghela napas di depan orang lain. Kau punya nyali sebesar apa?”

Saat mengangkat wajah, ada wajah Chihiro tepat di depan hidungnya.

“Wow!”

“Hei, kau. Melihat wajah orang lain dan berteriak. Nyalimu itu seperti apa, sih?”

“Mungkin nyali yang kacau.”

“Oh, Kanda sudah tumbuh besar untuk mengatakannya.”

“Aku tumbuh setiap hari.”

“Hm, tumbuh besar.”

Dia mendengus tertawa.

“Kalau begitu, aku akan menanyaimu yang tumbuh besar ini. Kenapa kau mengencani Mashiro?”

Itu seharusnya adalah pertanyaan yang sangat sederhana. Tapi, sekarang bagi Sorata itu setajam pisau dan tidak lebih dari itu. “Karena aku mencintainya.”

Setelah merasa ragu sesaat, Sorata menjawab.

“Setengah benar, setengah salah.”

“Kenapa?”

“Kau benar saat mengutarakannya dalam kata-kata, tapi kau tidak mengerti arti dari kata tersebut.”

“...”

Dia pikir bahwa wanita itu memperlihatkan sedikit keraguan.

“Pikirkan itu baik-baik.”

Menepuk bahu Sorata, Chihiro masuk ke dalam ruang makan. Dia tidak bisa mengejarnya ke dalam dan Sorata tidak punya pilihan selain berwajah getir.

—Kenapa kau mengencani Mashiro?

Itu seharusnya bukanlah pertanyaan yang tajam. Meski demikian, tubuh Sorata bereaksi demikian. Jantungnya berdegup kencang. Seakan-akan dia mendengar hal yang buruk... Sorata sendiri dipaksa merasa frustrasi seakan dia menyentuh niat sebenarnya yang tidak dia sadari. Apa sebenarnya....

“..........”

Pertanyaan itu tidak terjawab dengan sedikit berpikir. Dia harus memastikan menyadari itu.

Dia melangkahkan kaki untuk kembali ke kamar. Melewati bagian depan pintu masuk, dia bisa mendengar suara dari belakangnya di lorong.

“Kanda, kalau kau sudah bangun, lanjutkan debugging.”

Itu adalah Ryuunosuke yang memunculkan wajahnya dari kamar 102.

“A, ah.”

“Penting untuk menyerahkan ROM-nya besok pagi. Tidak ada waktu lagi “

“Aku tahu.”

Sorata kembali ke kamarnya untuk debugging. Ada hal-hal yang harus dia pikirkan, tapi presentasi edisi beta yang dilakukan besok adalah prioritas utama.


---o0o---

TL note : Gomen nunggu lama untuk bab ini. Nerjemahin dari sumber MTL Jpn-Eng adalah sebuah siksaan tersendiri pas ngumpulin mood dan ngegarapnya. Dan...untuk alasan yg sama, ada bbrapa bagian yg kuterjemahin lepas gk ngikutin mentah2 ver. English sbgai penyesuaian supaya ttap enak dibaca. Kalau ada bgian yg aneh, terutama bgi yg udah baca RAW, tolong kasih tahu, ya. Ok, happy reading~ ❄️