SEORANG GADIS, PUTRI SI TOKOH UTAMA, JATUH DARI LANGIT
(Translator : Elsa)

Warna biru terlihat sejauh mata memandang.
Langit cerah membentang ke cakrawala, serta mentari bersinar terang benderang. Akan tetapi, cuacanya tidak terlalu panas sehingga mudah untuk menghabiskan waktu disini. Angin sepoi-sepoi yang bertiup dari waktu ke waktu terasa nyaman. Hanya saja, tidak ada apapun yang bisa dilihat, tidak peduli sekeras apa usaha untuk memperhatikan sekeliling, membuat orang merasa sedikit kesepian.
Lagipula, rasa kesepian itu memang tidak dapat dihindari, mengingat lokasi saat ini yang berada di tengah-tengah lautan.
Pada bagian tengah lautan, terdapat sebuah kapal yang berlayar melintasi ombak. Cocok atau tidaknya benda ini disebut 'kapal' tidak diketahui. Lagipula, semua orang di dunia ini tidak akan menganggap benda ini sebagai 'kapal'.
Alasannya, badan kapal ini berwarna hitam, berbentuk menyerupai arus air yang mengkilap, tanpa tersedianya tempat bagi penumpang untuk naik, tidak seperti kapal-kapal pada umumnya. Biasanya, badan kapal juga akan memiliki dua benda kecil menyerupai sayap di kedua sisi-nya; menciptakan bentuk menyerupai huruf  'V', serta kemudi yang berbentuk seperti sekrup terpasang di belakangnya ... tetapi satu-satunya hal yang bisa dilihat disini hanyalah sisa-sisa sayap yang hancur. Jika dihaluskan, bentuk orca yang agak datar seperti bentuk aslinya dapat terlihat.
Namun, pastinya orang yang berasal dari dunia ini akan menyebutnya demonic beast jenis baru, daripada sebuah kapal. Kapal berbentuk orca ini adalah sebuah kapal selam. Tanpa perlu dikatakan, kapal selam ini adalah artefak Hajime, yang membiarkan para penumpangnya untuk melarikan diri dari kematian setelah terlempar ke dalam magma di «Gunung Berapi Agung Guryuu-en». Sebagai gantinya, kapal ini mengalami kerusakan yang berat.
Orang yang berbaring di atas kapal selam yang mengambang sambil tersapu oleh ombak dengan kedua tangan di belakang kepalanya dan menunjukkan ekspresi penuh kepuasan adalah Hajime. Tangan kiri tiruan-nya yang meleleh dan tidak mampu bergerak sebagaimana mestinya, sudah 'diperbaiki' menggunakan material dari kapal selam itu kini sudah kembali seperti semula. Namun, perlengkapan yang ter-install masih tidak dapat digunakan. 
"... Hajime, bagaimana keadaanmu?"
Hajime tertidur sejenak, terbuai oleh hangatnya cahaya matahari dan ayunan ombak. Tiba-tiba, 
tutup lubang di geladak kapal-nya terbuka. Kepala Yue muncul keluar dari sana dan bertanya mengenai keadaannya dengan khawatir. Itu karena Hajime cedera berat disebabkan oleh serangan sebelumnya, dan karena serangan tersebut mengandung racun, lukanya tidak dapat sembuh dengan mudah.
"Tidak ada masalah. Semua lukanya sudah menutup. Tetapi kurasa aku masih butuh waktu agar bisa pulih sepenuhnya... Dan lagi, bagaimana keadaan Yue? Kau sangat kelelahan, kan?"
"Nn... Aku baik-baik saja. Lagipula, Shia sudah memberiku darahnya." 
Kekhawatiran Hajime dijawab dengan riang oleh Yue. Ia menghampiri Hajime yang sedang berbaring dengan posisi merangkak . Begitulah, secara natural, ia meletakkan tubuhnya di atas Hajime. Pantat lembutnya menekan Hajime dan merangsangnya di tempat yang buruk.
"... Yue-san, kenapa kau berada di atasku?"
"... Karena ada Hajime disitu."
Pandangan Yue terlihat serius. Setelah itu, "... tetaplah seperti itu", gumam Yue, yang membuat Hajime terpesona saat ia menjatuhkan tubuhnya, menuju leher Hajime. Leher itu dijilat dan digigit olehnya. Kemudian, Yue merasakan cairan merah yang mengalir keluar.
"... Nn, hampir semua racun yang ada dalam tubuhmu sudah lenyap. Kelihatannya kita tidak perlu khawatir."
Rupanya, Yue menjilat darah Hajime untuk memastikan seberapa banyak racun yang tersisa. 
"Bukankah aku sudah bilang bahwa semuanya baik-baik saja?"
"... Nn, tetapi aku tetap saja khawatir. Lokasi kita sekarang juga dapat menjadi masalah... tetapi aku senang Hajime bisa tenang."
"Hmm, iya. Kita mengalami perkembangan yang sangat cepat. Aku tidak yakin apakah kita beruntung atau tidak."
Hajime yang tersenyum masam tersebut menciptakan kerutan pada alis Yue, menunjukkan kecemasannya. Mereka mengingat kembali, saat dimana mereka tertelan oleh magma «Gunung Agung Guryuu-en», terhanyut hingga mereka sampai pada lautan luas, tempat mereka berada saat ini. Rombongan ini sudah mengalami banyak sekali malapetaka yang dapat diratapi sepanjang jalan. Akan tetapi, kenyataan bahwa sekarang mereka masih selamat merupakan hal yang membahagiakan, bahkan merupakan suatu keberuntungan. 
Setelah mereka terjatuh ke magma dan melayang-layang di bawah tanah, Hajime dan rombongannya terkena arus deras selama sehari penuh. Karena tidak dapat selalu memanfaatkan gaya tarik-menarik dari “Absolute Calamity" milik Yue untuk mengontrol posisi tubuh mereka, entah bagaimana caranya, Hajime berhasil membuat batu gravitasi menggunakan sihir penciptaan. Dia membuat kursi yang mengambang, setelah mencoba-coba dan gagal berkali-kali di dalam kapal selam tersebut. Jadi, meskipun kapal selam itu terus-menerus menghasilkan bunyi menyerupai mainan yang bertabrakan dengan dinding, tempat duduk hasil ciptaan Hajime berhasil membuat mereka duduk tenang, tanpa guncangan. 
Kemudian, sementara Yue dan Shia berpegang erat di sisi kanan dan kirinya, Hajime menghabiskan waktunya sambil terjaga dengan ditemani oleh cahaya remang-remang batu Cahaya Hijau.
"Mungkinkah kita akan langsung menuju ke lapisan luar planet ini?" Hajime mulai mempertanyakan hal itu, diiringi oleh keringat dingin. Namun perjalanan bawah tanah mereka tanpa tujuan yang jelas itu akhirnya berakhir. Rombongan ini diserang oleh sesuatu yang lebih parah dari semua yang pernah mereka rasakan. Serangan dahsyat itu dapat menerobos pertahanan 'Vajra' dan merusak kapal mereka. Di saat yang sama kapal selam itu terbang terlempar dengan kecepatan yang sangat tinggi.
Hajime lekas mengaktifkan kembali 'Vajra' setelah serangan itu, sambil bertanya-tanya apa sebenarnya yang terjadi. Hajime juga menggunakan 'Farsight stone/batu Penglihatan jarak jauh' yang berfungsi seperti kamera jarak jauh. Mengikuti semua itu, yang terlihat olehnya bukanlah dunia berwarna merah yang dipenuhi oleh magma, tetapi magma yang menggeliat menyerupai ular dan merebus 'lautan' yang mengamuk tersebut.
Kelihatannya, rombongan Hajime terlempar oleh karena ledakan freatomagmatik ketika mereka tersembur dari gunung berapi yang terendam, dan akibatnya merusak lambung kapal. Untungnya, tidak ada air yang masuk, atau bisa dibilang, seperti yang diharapkan dari artefak Hajime.
Berhasil menghindar dari kematian, Hajime dan rombongannya merasa lega karena berhasil kembali ke permukaan. Sayangnya, penderitaan mereka masih berlanjut.
Setelah dibuat ketakutan oleh letusan gunung dan terlempar ke laut, mereka dapat kembali mengendalikan kapal selam dengan segera dan melanjutkan pelayaran. Sayap dan bagian belakang kapal rusak, tetapi masih ada kemungkinan untuk berlayar dengan menyuplai kapal dengan sihir. Tidak ada masalah, selain tingkat penggunaan bahan bakar yang semakin buruk dibandingkan saat bagian-bagian kapal yang rusak masih bisa digunakan.
Karena kapal mereka tidak dapat menahan ledakan lagi, rombongan Hajime bergerak dengan terburu-buru. Namun, sebuah bayangan raksasa mengikuti kapal selam berbentuk orca tersebut. Makhluk yang mengikuti mereka itu berbentuk menyerupai cuma-cumi raksasa. Dengan panjang mencapai 30 meter, serta tentakel bergeliut yang berjumlah lebih dari 30 buah. Penampilannya mirip dengan monster laut, Kraken.
Monster itu menyerang tanpa ampun. Kapal selam pun terbelit oleh tentakel-tentakel si monster hingga hampir dikunyah oleh taring yang amat tajam di tengah-tengah mulutnya. Akan tetapi, monster itu terusir oleh torpedo kapal dan sihir Yue.
Meskipun demikian, kemalangan mereka tidak berakhir sampai disana, ketika mengusir monster 'Kraken' itu. Kali ini, mereka diserang oleh sekawanan hiu. Hiu-hiu ini merupakan sejenis demonic beast, musuh merepotkan yang bekerja sama menembakkan tornado-tornado air.
Pada akhirnya, amunisi dalam kapal habis. Mereka hanya dapat bergantung pada sihir Yue. Yue menggunakan kekuatan sihir yang tersimpan dalam batu Kristalisasi sihir dan yang didapat dari menghisap darah Shia, karena Hajime sudah kehilangan banyak sekali darah. Entah bagaimana, mereka berhasil melarikan diri saat mengusir hiu-hiu itu. Karena mereka sudah bertarung di «Gunung Agung Guryuu-en» sebelumnya, jadi pastinya rombongan ini sudah menghabiskan seluruh energi mereka. Meskipun Shia tidak benar-benar melakukan apapun, ia pingsan karena kekurangan darah akibat memberikan darahnya pada Yue, sebab hanya itulah 'satu-satunya' hal yang dapat dilakukannya.
Membiarkan Shia dan Yue beristirahat, Hajime mengarahkan kapal ke permukaan. Mereka berada di suatu tempat dimana hanya ada lautan dan birunya langit sejauh mata memandang, jadi mereka melanjutkan perjalanan menuju benua. Setelah berlayar setengah hari lamanya, karena keadaan iklim dan ombak yang tenang, Hajime menghentikan kapal dan beristirahat, berjemur di bawah matahari di bagian luar kapal.
Perkembangan dari perjalanan mereka ini, mulai dari menaklukkan «Gunung Agung Guryuu-en» hingga saat ini benar-benar pesat. Mungkin bisa dibilang bahwa semua orang, kecuali Hajime dan rombongannya, sama sekali tidak memiliki kemungkinan untuk selamat. Bagi Hajime, bisa dimaklumi bila dia ingin secara tidak sadar berteriak, "Sial sekali!" seperti seseorang yang kita kenal.
"Bagaimana keadaan Shia?"
Meskipun sedang memandang ke kejauhan, Hajime bertanya pada Yue yang sekarang sedang duduk di atasnya.
"... Ia masih tidur. Banyak sekali darahnya yang kuminum... jadi mungkin ia akan tertidur cukup lama."
Alasan Yue meminum banyak darah Shia adalah, karena penggunaan "Blood Pact" dengan Shia tidak se-efisien ketika ia menggunakannya dengan Hajime. Sebabnya, jumlah darah yang dibutuhkan lebih banyak, dibandingkan jika digunakan bersama Hajime, pasangannya dalam melakukan "Blood Pact."  Setelah menentukan pasangan untuk "Blood Pact", efek dari “Blood Conversion/Konversi darah” dari orang lain akan menurun, sementara itu, efeknya akan meningkat beberapa kali lipat bila melakukannya dengan pasangannya terpilih-nya.
"Begitu ya. Yah, lebih baik dia beristirahat untuk saat ini. Lagipula, kita tidak mengetahui lokasi kita, apalagi berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke benua. Kita juga tidak tahu apa yang akan terjadi, jadi lebih baik kita meluangkan waktu yang kita punya untuk memulihkan diri. 
“…Nn.”
Laut ini ada di bagian barat benua, jadi mereka hanya perlu berlayar ke arah timur agar sampai ke sana. Tidak ada masalah, karena mereka bisa menciptakan air menggunakan sihir dan menangkap ikan untuk dimakan. Benda-benda seperti ikan, tidak akan dapat melarikan diri dari kapal selam dan sihir, jadi meski mereka berada di tengah-tengah lautan luas, mereka tidak perlu panik. Juga, selama mereka bisa memastikan lokasi menggunakan bintang di langit saat malam hari, mereka tidak akan kehilangan arah. Begitulah, mereka beristirahat seperti seharusnya.
Hangatnya sinar mentari dan hembusan angin lembut menenangkan Hajime. Melihat Hajime dengan mata yang disipitkan, Yue...
"... Yue-san. Kau sedang apa?"
"... Membuat Hajime bersemangat."
Sebelum dia menyadarinya, Yue memancarkan aura yang mempesona dan bergerak pelan. Kelihatannya ia ingin membuatnya lebih 'bersemangat'. Tidak terlintas di pikirannya untuk menolak, ketika Hajime menatap mata Yue.
"Ngh... fufu, Hajime sudah menjadi bersemangat."
"... Tunggu, melakukan itu di tengah-tengah lautan... Yah, jika ini aku setengah tahun lalu, membayangkannya saja aku tidak bisa."
Di tempat dimana mereka merasa nyaman dan bersyukur bisa hidup ini, Hajime dan Yue menunjukkan tubuh masing-masing. Sejenak, kapal selam tergoncang oleh hal lain yang bukan sekedar ombak kecil.
* * *
"Kalian terlihat senang..."
Setelah tersegarkan oleh karena berbagai macam hal, mereka kembali ke dalam kapal selam sambil diperhatikan oleh Shia.
"Ng? Kau sudah bangun, ya. Bagaimana kondisimu?"
"Bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa, ya. Tetapi, terima kasih karena sudah mengkhawatirkanku. Rasa kantukku hilang karena guncangan hebat, suara-suara yang memikat hati, dan bunyi-bunyian yang menyegarkan telinga itu. Kondisi fisikku sekarang sangat baik karena energi yang berasal dari rasa kosong dan kesepian ."
"Begitu ya, baguslah."
Hajime benar-benar senang melihat Shia pulih, tetapi karena dia tidak menunjukkan rasa bersalah sedikitpun, itu membuat Shia, "Uu~", mengeluh dengan mata berkaca-kaca. Penampilannya membuat Hajime berpikir bahwa dia terlalu mengabaikan Shia. Tersenyum masam, Hajime menyuruh Shia untuk bergeser, kemudian dia duduk di sebelahnya.
Bangun tanpa melihat satu orang pun dan mendengar suara Hajime dan Yue bercumbu dari tutup lubang geladak kapal yang terbuka membuat Shia benar-benar kesepian, dan kemudian ia memeluk Hajime yang duduk di sampingnya dengan erat. Yue juga duduk di samping Shia (bukan Hajime) dan mengelus rambut Shia untuk menghiburnya.
Sementara mereka berdua menenangkan Shia, Hajime menyuplai kekuatan sihirnya untuk menggerakkan kapal dan melaju ke arah timur. Dari waktu ke waktu, mereka diserang oleh demonic beast, tetapi serangan-serangan itu ditangkis oleh sihir Yue, dan mereka berlayar selama satu hari penuh. Setelah melaju di bawah langit penuh bintang, akhirnya Hajime dapat melihat penampakan daratan ketika mentari pagi menyinari dunia.
Menurut posisi bintang yang mereka lihat semalam, saat ini mereka berada di sebelah utara Elisen. Demikianlah, selama mereka berlayar menuju sisi kiri daratan, mereka pastinya dapat melihat pelabuhan beserta dengan Elisen dan «Gurun Pasir Agung Guryuu-en».
Merasa lega karena melihat daratan, mereka menuju ke selatan selama dua hari.
Ketika matahari sudah mencapai puncaknya pada hari kedua, rombongan ini menghentikan kapal selam untuk beristirahat, dan makan siang di atas kapal sambil diguncang-guncangkan oleh ombak. Menu-nya tentu saja ikan-ikan yang mereka tangkap dari laut. Menggunakan “Lightning-clad” untuk memanggang, membuat Hajime teringat ketika dia berada di abyss. Mereka tidak memiliki peralatan masak ataupun bumbu-bumbu, karena “Treasure Box/Peti Harta Karun”-nya dipegang oleh Tio.
Meski demikian, ikan yang mereka makan dengan senang hati sambil tanpa sadar menatap cakrawala itu cukup lezat. Pemandangan dan suasana saat ini sudah dapat membumbui hidangan makan siang mereka. Mereka yang tinggal di laut, atau membuka kedai selama festival, semuanya dapat merasa seperti ini. 
Ketika Shia menikmati ikan yang tidak diketahui namanya itu, telinga kelincinya tiba-tiba berdiri tegak dan mulai bergerak-gerak, gelisah. Mengikuti itu, "Nn?", Hajime juga merasakan keberadaan sesuatu. Memenuhi mulutnya dengan seekor ikan dengan panjang sekitar 60 sentimeter, dia mengalihakan pandangannya.
Mengepung kapal selam, beberapa orang, sekitar dua puluh jumlahnya, muncul dari dalam laut dan bersiap untuk menyerang menggunakan tombak. Mereka semua memiliki rambut hijau, sehijau batu zamrud dan telinga yang menyerupai sirip berbentuk kipas. Kelihatannya, mereka suku Sea-dweller/Penghuni Laut. Mata mereka dipenuhi oleh kewaspadaan dan menyipit, berbahaya.
Di antara mereka, seorang pria dengan posisi menusukkan tombak bertanya.
"Siapa kau? Untuk apa kau disini? Dan apa benda yang kau kendarai ini?"
Hajime terlalu sibuk mengunyah ikan yang memenuhi mulut, hingga pipinya terlihat membengkak. Dia tidak berencana untuk melawan mereka, jadi Hajime ingin menjawab dengan cepat. Tetapi sayangnya, ikan yang sedang dikonsumsinya itu kenyal dan besar, sehingga butuh waktu lebih agar dia bisa menelan makanannya.
Hajime ber-pose serius, tetapi melihat bahwa dia makan dengan tenang meskipun sedang dikepung dan terdapat tombak-tombak yang ditujukan padanya, membuat yang lain memandangnya sebagai orang yang lancang.
"Ah, umm, tenang dulu. Kami..."
"Diam! Seorang Rabbitman sepertimu tidak usah buka mulut!"
Posisi suku Rabbitman terbilang lebih rendah, bahkan jika dibandingkan ras Demi-human diluar Lautan Pohon. Bagaimana mereka dengan anehnya merasa gelisah dan betapa bersikerasnya mereka menginginkan Hajime, yang merendahkan mereka (dari sudut pandang mereka), untuk menjawab mungkin adalah penyebabnya. Merubah target tombak, pria itu mengarahkan tombaknya ke arah Shia. 
Serangan suku Sea-dweller tidak akan menembus pertahanan Shia dengan tubuhnya yang sudah diperkuat itu; tusukan tombak hanya akan sedikit melukai pipi Shia, bahkan meskipun ia tidak menghindar. Pria itu mungkin ingin sedikit menyakiti gadis itu untuk memberi peringatan pada Hajime. Sesuai dugaan, Hajime dan rombongannya merasa aneh. Lagipula, suku Sea-dweller biasanya tidak se-kasar ini.
Namun, itu adalah langkah yang salah, tidak peduli bagaimana keadaan mereka. Tidak peduli, meskipun hanya sebagai peringatan, Hajime tidak akan melepaskan orang yang mencoba menyakiti Shia.
Seketika, niat membunuh yang amat besar dan tekanan udara  pun mengalir seperti hujan deras, menyebar di permukaan laut seperti riak, menyebabkan gelombang yang kasar.
BOOOOM!!!
Dengan kedua mata terbuka lebar, pria yang menyaksikan perubahan dalam diri Hajime terlempar dari tempatnya semula, diikuti oleh suara yang keras. Pria itu memantul beberapa kali dipermukaan air, terbang berputar-putar di udara, dan akhirnya, tenggelam ke dasar laut.
Dengan ekspresi menunjukkan kebingungan, rombongan suku Sea-dweller yang tersisa disana mengalihkan pandangan dari arah pria yang terlempar ke Hajime yang entah bagaimana menggenggam ekor ikan bakar yang besar dengan berpose seperti orang yang habis melakukan ayunan golf penuh.
Percikan air laut terlihat berkilauan, memantulkan sinar matahari. Bahkan mata ikan-ikan yang mati pun entah bagaimana juga terlihat bersinar.
"A-, ap-."
Rombongan Sea-dweller itupun gelisah.
Dengan ikan yangsudah habis dimakan di bahunya, Hajime memelototi pria yang berada di samping orang yang terlempar tadi. Tanpa dibilang pun, karena menerima tekanan yang belum pernah dirasakannya sebelumnya, pria Sea-dweller menunjukkan posisi menusuk menggunakan tombaknya dengan panik karena pandangan mengerikan Hajime.
“ZeeAAh!!”
Bahkan selama pria itu hidup, sampai sekarang, serangan itulah yang paling memuaskannya. Karena memiliki firasat bahwa dia akan mati, pria itu melakukan serangan sure-kill. Namun, serangan itu hanya menusuk mulut ikan bermata putih dan dapat dengan mudah dihentikan.
"Eh? Apa? B-Bagaimana..."
Hajime mengayunkan ikannya. Pria itu kebingungan setelah melihat tontonan yang sulit dipercaya itu, dan begitulah, tombaknya disambar dengan mudah. Ayunan ikan itu membuat tombak terbang, terlepas keluar dari mulut si ikan, secara langsung mengenai wajah Sea-dweller lain. Mengerling ke arah seorang Sea-dweller yang mengerang saat darah menyembur keluar dari hidungnya, sekali lagi, Hajime mengayunkan ikannya.
Pipi pria yang tombaknya direbut dan dilempar tadi kesakitan karena kejadian tidak masuk akal dimana seekor ikan mati dengan mulut terbuka dan entah bagaimana bersinar merah terang, mendekati wajahnya. 
Lalu,

BAM!!!

“Hmmm?!”
Dia terbang, terlempar seperti temannya tadi.
"Nyam, nyam... gulp... Sekarang, sebenarnya aku tidak ingin bertarung melawan suku Sea-dweller. Dengan demikian, bagaimana kalau kita mengobrol pelan-pelan saja disini? Namun, tentunya aku tidak akan tinggal diam bila ada orang yang mencoba menyakiti temanku... Ah, mereka, yang sudah terlempar tadi, tidak akan mati karena aku masih menahan diri, oke?"
Dengan ikan yang lemas dan sudah kehilangan sinarnya di satu tangan, Hajime memberikan sebuah tawaran, setelah menonaktifkan ''Pressure''-nya. Hajime sendiri tidak benar-benar ingin melawan suku Sea-dweller yang satu suku dengan Myuu itu. Meskipun mereka mencoba membunuhnya, Hajime bahkan tidak menghiraukan mereka.
Akan tetapi, para Sea-dweller kelihatannya tidak menerima tawarannya, disebabkan oleh rusaknya harga diri mereka karena Hajime yang terlihat merendahkan, seakan mengatakan, "kau tidak ada apa-apanya dibandingkan denganku", meskipun posisi manusia itu dirugikan bila berada di laut, apalagi manusia itu melemparkan teman-temannya, dan berkata "mereka tidak akan mati".
Ditambah lagi, karena kewaspadaan mereka yang amat tinggi hingga terkesan abnormal kepada umat manusia, mereka sama sekali tidak dapat mempercayai Hajime. Kita tidak boleh lengah! Mereka sedikit menjauh dari rombongan Hajime, dan bersiap untuk melemparkan tombak pendek di punggung mereka.
"Begitu ya. Menculik anak itu saja masih tidak cukup untukmu, ya? Karena itu kau kembali kesini untuk menculik anak-anak lain?"
"Kami tidak akan memberimu waktu untuk menggunakan sihir! Laut ini adalah wilayah kami, jangan pernah berpikir bahwa kau bisa kembali tanpa luka!"
"Kami akan memaksamu membongkar dimana lokasi anak itu, bahkan meskipun kami harus memotong tubuhmu!"
"Jangan khawatir, kami akan membiarkanmu hidup sampai kami menyerahkanmu ke Kerajaan. Tentunya, keamananmu tidak kami jamin."
Situasi ini aneh. Daripada kewaspadaan, yang lebih terlihat pada pandangan mereka adalah dendam. Hajime mengerti penyebab kegelisahan mereka dari kalimat "menculik anak-anak lain". Orang-orang ini pasti salah paham, menganggapnya sebagai orang yang menculik Myuu. Menaiki kendaraan yang terlihat asing dan membawa budak dari suku Rabbitman sambil berlalu-lalang di wilayah mereka... Tidak aneh bila mereka salah paham mengenai manusia sepertinya.
Ras Demi-human memiliki rasa persatuan dan kasih sayang pada rasnya sendiri. Tentu saja demikian, bila kepada ras mereka sendiri. Tetapi rasa persatuan dan kasih sayang itu bahkan lebih kuat kepada suku mereka. Suku Haulia keluar dari Lautan Pohon hanya demi Shia, sementara suku Bearman mengabaikan keputusan konferensi para pemimpin demi membalas dendam pada orang yang melukai kepala suku mereka. Jadi, suku Sea-dweller pun tidak jauh berbeda. Setiap anak yang berasal dari suku mereka dianggap penting, bahkan meskipun bukan anak kandung mereka sendiri.
Diam-diam, Hajime sedikit cemberut sambil mengeluh, "Bahkan meskipun ia tidak menganggapku ayahnya, ia memiliki orang-orang ini, yang menganggapnya sebagai putri mereka, ya." Gumaman itu tercampur oleh senyuman masam yang ditujukan untuk Myuu yang sedang tidak berada disini. Setelah itu, Hajime mencoba mengucapkan nama Myuu untuk meluruskan kesalahpahaman ini.
"Ah~ kalian tahu, mengenai penculik-..."
"Serang mereka!!"
Namun, lebih cepat dari ucapan Hajime, para Sea-dweller mulai melemparkan tombak mereka satu demi satu. Meskipun bagian bawah tubuh mereka ada di bawah air, tombak-tombak mereka beterbangan dengan kecepatan tinggi dan menargetkan bahu ataupun kaki Hajime dan rombongannya, agar tidak membunuh musuhnya itu. Dengan seksama, mereka juga menikam kapal selam, menyebabkan guncangan yang hebat.
Manusia pada umumnya pasti akan kehilangan keseimbangan dan akan tertusuk tombak karena tidak mampu mengatur siasat untuk menghindar atau terjatuh ke laut dan ditekan oleh para Sea-dweller. Yah, itu berlaku pada manusia pada umumnya.
""Wave Castle/Kastil Ombak."
Karena gumaman Yue, air laut tertekan dan melonjak, menghalangi tombak-tombak yang datang dari segala arah. Mengikuti itu, saat para Sea-dweller masih dikejutkan oleh sihir tanpa mantera, Yue menciptakan sekitar 20 buah bola petir yang melayang-layang di sekitarnya.
Pada saat yang sama, suara air laut yang naik dan menjadi benteng, sudah kembali normal. Para Sea-dweller menyaksikan bola-bola petir berkilauan yang melayang di udara mengelilingi sekitar Yue.
"Kh!? M-Munduuurrrr!!"
Teriakan perintah terdengar keras. Para Sea-dweller yang memucat dengan ketakutan berbalik untuk melarikan diri. Namun, mereka kurang cepat.
Fwoosh!! Bzz! BZzz! BzZZzz!!
Bola-bola petir itu, satu persatu terbang ke arah yang berbeda, tanpa membiarkan satupun Sea-dweller melarikan diri... kejut listrik mengenai mereka.
“ABABABABABABABAh” , teriakan semacam itu bisa terdengar dari mulut mereka. Beberapa saat kemudian, 21 orang rombongan Sea-dweller mengambang di permukaan air.
"Yue, terima kasih atas kerja kerasmu."
"Nn... Hajime, soal apa yang orang-orang itu bilang."
"Ya, pasti itu tentang Myuu."
"Banyak sekali hal yang terjadi bahkan saat kita pergi ke Elisen. Seperti yang bisa diharapkan dari Hajime-san. Belum juga menghabiskan waktu di kota, tetapi sudah muncul masalah baru..."
"Tolong hentikan, Shia. Sebenarnya aku juga sedikit mengkhawatirkan itu... sial. Tidak akan ada masalah jika Myuu ada disini..."
Hajime mengembuskan nafas panjang saat mengkhawatirkan hal itu. Lalu, untuk sementara waktu, dia bergerak untuk mengumpulkan tubuh-tubuh para Sea-dweller.

* * *

Setelah Hajime secara-instant merombak kapal dengan membuat alat pengangkut tempatnya meletakkan para Sea-dweller yang berambut afro dan bermata putih pucat, rombongannya melanjutkan perjalanan.
Yue dengan efektif melemahkan salah satu bola petir-nya, membangunkan salah satu korban petir tersebut. Orang itu memandu Hajime dan rombongannya menuju ke pelabuhan setelah mereka menjelaskan semuanya pada pemuda itu.
Awalnya, karena Hajime mengetahui nama dan ciri-ciri Myuu, pria itu berkata, 'Ternyata memang kaulah pelakunya!', dan mengamuk. Akan tetapi, Hajime sudah kesal, jadi dia menampar pria itu tanpa ekspresi hingga si pria ini tenang. Kemudian, si Sea-dweller ini mau mendengarkan cerita mereka.
Setelah itu, ketika rombongan ini mengatakan bahwa Myuu sekarang berada di Ancadi dan akan segera kembali ke Elisen, pria ini meminta agar diijinkan untuk ikut ke Ancadi. Baginya, dia tidak bisa menelan mentah-mentah cerita mereka tanpa bukti, jadi dia ingin pergi bersama rombongan ke Ancadi untuk setidaknya mencari petunjuk mengenai Myuu.
Di samping pria muda di hadapan mereka yang menunjukkan jalan itu, orang-orang yang sebelumnya meneriaki Hajime adalah mereka yang mengenal Myuu secara langsung. Ibu Myuu juga luka-luka ketika Myuu diculik, jadi orang-orang ini menjadi emosional. Dan, karena Hajime akan merasa canggung bila bertemu dengan Myuu setelah menghajar orang-orang yang gadis kecil itu kenal, Hajime dengan enggan mengabulkan permintaan pria muda tersebut.
Dan, setelah berlayar selama beberapa jam,
"Ah, Hajime-san! Kotanya udah terlihat! Akhirnya, tempat yang dipenuhi orang-orang!"
"Nn? Ooh, ternyata memang berada di tengah lautan, ya."
Shia menunjuk ke arah «Elisen» dengan mata berbinar-binar dan mengatakan itu kepada Hajime. Hajime mengalihkan pandangannya. Memang benar, sebuah kota besar mengapung di atas air dapat terlihat olehnya.
Hajime mengarahkan kapalnya menuju tempat yang dipenuhi dermaga. Setelah melirik ke arah suku Sea-dweller, para turis (manusia) dan pedagang yang terbelalak melihat Hajime menaiki kapal yang terlihat asing, rombongan ini merapat ke tempat yang kosong.
Orang-orang Sea-dweller mendatangi rombongan ini dan menyaksikan puluhan orang dari suku mereka tidak sadarkan diri berada di pengangkut kapal, dan menimbulkan keributan. Namun menurut Hajime, hal itu tidak menjadi masalah, sebab dia sudah menjelaskan keadaannya pada si penunjuk arah tadi. Sehingga, untuk sementara waktu, Hajime dan pemuda itu menurunkan mereka yang pingsan ke dermaga. 
Lalu, para Sea-dweller bersenjata lengkap dan prajurit (manusia) mengerumuni mereka. Pemuda itu maju ke depan untuk menjelaskan semuanya dan mulai berbicara seperti orang penting. Hajime sudah ingin cepat-cepat kembali ke Ancadi dan bertemu rombongan Kaori, jadi ketika dia melihat pria itu, dia menjadi kesal dan berkata dalam hati, "Cepat putuskan saja siapa yang akan pergi dengan kami!"
Hajime ingin menyelesaikan masalah ini dengan damai, tetapi kelihatannya tidak dapat berjalan mulus. Sambil menyingkirkan pemuda yang bingung, para prajurit bergegas menuju ke rombongan. Rombongan Hajime dikepung tanpa ada celah untuk melarikan diri dari dermaga kecil itu.
"Menurut saja dan izinkan kami menahanmu hingga kami bisa mengklarifikasi apa yang sebenarnya terjadi."
"Oi, oi, bukankah kau sudah mendengar semuanya?"
"Tentu saja, dan akan lebih baik bila kamilah yang pergi untuk memastikan kebenarannya. Kalian tidak perlu pergi."
Ucapan yang tidak mungkin ditolak. Hajime menjadi semakin kesal, tetapi dia menahan diri karena kota ini adalah kampung halaman Myuu.
"Dengar. Teman-teman sudah menunggu kami disana. Tetapi, meskipun kami ingin segera kembali ke Ancadi, bukankah kami sudah datang jauh-jauh kemari untuk memulangkan mereka yang menyerang kami hanya karena kesalahpahaman?"
"Tidak peduli penyerangan itu merupakan kesalahpahaman atau tidak... meskipun anak yang diculik itu memang berada di Ancadi, kau orang yang mencurigakan, karena memasuki wilayah Elisen dengan menaiki kapal yang tak dikenal. Tidak ada yang bilang bahwa kau tidak akan melarikan diri saat kami menuju Ancadi, kan?"
"Sekarang apa? Jika kami ingin melarikan diri, kami bisa langsung membinasakan orang-orang ini dan segera pergi setelahnya."
"Itu benar. Tetapi tetap saja tidak merubah fakta bahwa kau memasuki wilayah kekuasaan kami tanpa izin. Ditambah lagi, kau menyerang korps siap siaga kami, jadi tidak mungkin kami bisa membebaskanmu dengan mudah."
"Mereka yang tidak mau mendengar dan menyerang kami karena kegelisahan mereka sendiri. Meskipun demikian, kau mengira kami akan diam saja dan membiarkanmu menahan kami? ... sudah cukup, hentikan saja."
Kedua mata Hajime menyipit dan terlihat berbahaya. Pria yang kelihatannya pemimpin prajurit yang berdiri di hadapannya menunjukkan muka masam merasakan aura berat yang berasal dari Hajime.
Di dada pemimpin adalah lencana dengan lambang Kerajaan Herrlicht, bisa diduga bahwa pria ini adalah komandan resimen yang dikirim dengan dalih perlindungan Kerajaan. Di antara suku Sea-dweller, terdapat orang-orang yang mungkin berasal dari korps tadi, dan mereka bahkan tidak mundur meskipun dikejutkan oleh aura Hajime.
Bagi Hajime, Elisen adalah kampung halaman Myuu dan dia tidak ingin membuat masalah disini. Sebabnya, kemungkinan besar rombongannya akan tinggal disini untuk sementara karena pastinya butuh waktu untuk mencari «Reruntuhan Laut Bawah Meljeene», yang lokasinya belum diketahui. Merupakan fakta bahwa Myuu berada di Ancadi, dan Hajime mengerti, kecurigaan mereka dapat terselesaikan. Namun, kebencian Hajime terhadap ketidakadilan di dunia ini bisa dibilang adalah respon refleks-nya. Karena itu, dia tidak bisa menerima perlakuan ini dengan mudah.  
Ini adalah situasi yang eksplosif. 
Dalam ketegangan yang meningkat, Hajime berpikir bahwa dia tidak boleh mengamuk di kampung halaman Myuu, dan pada saat dia ingin menyerah,
"Nn? Barusan..."
Kedua telinga kelinci Shia bergerak-gerak, kemudian ia melihat ke arah langit. Hajime tidak mengalihkan pandangan dari komandan itu dan bertanya, "Ada apa?" Namun, sebelum Shia dapat menjawab, Hajime juga merasakan hawa kehadiran dan suara kecil.
“—!”
“Ah? Apa?”

“—yah— !”

“Oy, Tidak mungkin!?”

“—Ayaah~!”
Hajime bergegas melihat ke atas dan entah bagaimana sebuah bayang-bayang kecil terjatuh dari langit!
Sambil merentangkan tangan, bayang-bayang yang terjun bebas sambil dipenuhi senyuman adalah...
"Myuu-!?"
Benar, bayang-bayang kecil itu adalah Myuu. Myuu sedang melakukan terjun payung. Tanpa parasut. Jika dilihat dengan seksama, di belakangnya ada wujud naga hitam Tio, yang segera turun, dan yang naik di punggungnya adalah Kaori, yang juga sedang panik.
Sesaat setelah Hajime mengenali bayang-bayang yang jatuh adalah Myuu, Hajime mengaktifkan “Aerodynamic” dan “Ground Shrinker.” Dia segera meloncat dari tempatnya berdiri tadi, tanpa memedulikan dermaga yang tertiup oleh karena loncatan Hajime, dan para prajurit menjerit saat mereka berdua terjatuh ke laut.
Hajime langsung meloncat lebih dari 100 meter tingginya karena “Aerodynamic” menuju posisi dimana Myuu akan terjatuh, dan mengaktifkan “Light Speed/Kecepatan Cahaya”. Di dalam dunia yang diperlambat waktunya itu, dia memastikan Myuu berada di pelukannya, dan dia pun terjatuh dengan kecepatan yang terlihat ajaib, serta dengan sempurna menghapuskan keterkejutan apapun.
Dengan Myuu yang berada di pelukannya, Hajime menggunakan “Aerodynamic” untuk meloncat dan bangkit hingga kembali menapak tanah. Dalam pikirannya, keringat dingin terus mengalir bagai air terjun.
"Ayah-!"
Tanpa mengetahui sedikitpun mengenai apa yang Hajime pikirkan, Myuu mengusap-usapkan pipinya ke dada Hajime sambil tersenyum. Mungkin, Tio-lah yang memberitahunya bahwa Hajime berada tepat di bawah mereka.
Begitulah, meskipun Hajime tidak tahu apakah hal ini merupakan suatu ketidaksengajaan atau bukan, Myuu terjatuh ke arahnya. Melihat wajah tersenyum Myuu saat jatuh, tidak salah lagi bahwa ia percaya bahwa Hajime pasti akan menangkapnya.
Meski begitu, diperlukan keberanian yang diluar batas normal untuk melakukan terjun bebas sambil tersenyum lebar. Kendalikan dirimu! Hajime menasihati anak berumur empat tahun itu dalam hati. Hajime cemberut sambil mengernyit saat berpikir untuk memarahinya. Namun, ketika mereka kembali menapak tanah, Hajime mengusap kepala Myuu.