AKAN TIDAK ADA GUNANYA MENANGISI NASI YANG TELAH MENJADI BUBUR
(Translator : Zerard)

Tadi sukses banget.
Sang gadis, sekarang menggunakan seragam Ibunda Bumi—aduh, bagian dadanya sempit banget—tertawa sendiri dalam kegelapan malam.
Dan sebuah topi dan tongkat derik, dengan sebuah baju besi dalam seragamnya. Hanya itu yang di butuhkan untuk membuatnya tampak seperti cleric.
Ketika dia menydari seseorng datang dari arah berlawanan, membawa sebuah lentera, dia memasang senyum dan membusungkan dada besarnya. Sang pejalan kaki pertama terlihat terkejut dan kemudian menundukkn memberi salam sebagai terima kasih seraya dia berlalu. Sang gadis kembali tersenyum.
Tentunya dia akan dapat terbiasa dengan ini.
Dia melihat bahwa ap yang di hormati orang adalah seragam priest, bukn priest itu sendiri. Hal ini membuktikan bahwa dirinya benar karen telah mengelabui kakak laki-lakinya dan pergi dengan salah satu seragam prajurit milik kakaknya.
Ketika sang gadis tampak seperti prajurit—walaupun kotor, dan berantakan—tidak ada seorangpun yang mempedulikannya. Meskipun dia telah berjalan di dalam saluran air dan harus menahan bbau keringatnya.
Dan pemandian tadi rasanya seger banget—ini sempurna.
“...Tapi ini rasanya ketat benget.” Dia bergumam, menarik kerah bajunya.
Seragam itu sendiri bukanlah satu-satunya masalah; baju besi itu membuatnya sulit untuk bernapas.
Kenapa gadis itu mau repot-repot pakai sesuatu yang murahan...? Dia mendapati dirinya sendiri merasa penasaran. Petualangan pasti sangatlah sulit.
“...Kurasa aku sudah melakukan hal yang buruk.”
Ketika dia memperhatikan dengan seksama, dia dapat melihat baju besi itu telah di perbaiki dan di jahit di berbagai macam tempat. Gadis lain itu tentunya telah menggunakan baju besi ini dalam waktu yang lama. Sang gadis mengambil baju besi ini dengan begitu cepat sehingga dia tidak mempunyai waktu untuk memperhatikan sebelumnya, naamun sekarang dia telah sadar akan betapa pentingnya perlengakpan ini untuk gadis lain itu.
Sang gadis sangat memahami dari pengalaman akan betapa menyakitkannya untuk kehilangan sesuatu yang sangat dia sayangi dalam waktu yang lama. Benar, dia selalu berniat untuk mengembalikan pakaian ini suatu saat—namun sekarang senyum pada wajahnya telah menjadi kegundahan.
Bukanlah—bukanlah maksud dirinya untuk membuat masalah pada gadis itu yang tampak begitu mirip dengannya.
Terdapat begitu banyak alasan yang dapat dia buat. Demi petualangan, demi dunia, demi kemanusiaan, demi dirinya sendiri. Dia ingin melihat seperti apakah petualangan itu dengan kedua matanya sendiri, memahaminya, dan memberi tahukan kakaknya dan melampaui kemampuan kakaknya.
Namun fakta akan dia telah mencuri benda milik gadis lain itu—adalah fakta yang tidak dapat di bantah.
“...Saat ini semua sudah selesai, aku harus mengembalikan ini dan meminta maaf dengan benar.”
Sang gadis mengangguk pada dirinya sendiri. Satu alasan lagi mengapa dia melakukan ini.
Dan dia memiliki banyak alasan lainnya juga—cukup untuk menutupi permohonan maaf, dan kemungkinan akan kegagalannya.
Tentu saja, dia sama sekali tidak merasa bahwa dirinya akan gagal (itu karena, segalanya di dunia ini di tentukan oleh lemparan dadu), namun paling tidak, gadis lain itu setidaknya dapat membeli sesuatu yang jauh lebih baik dari ini.
“Oke... Argh, gerbang pasti sudah di tutup sekarang.”
Sang gadis memperhatikan sekeliling, menatap segalanya. Semua terlihat begitu tidak asing, namun dia hanya pernah melihat ini semua melalui sebuah jendela. Dan sekarang dia berada di antara semua itu.
Pikiran itu membuatnya riang, dan langkah kakinya terasa ringan.
Dia mengarah pada sebuah tokok di mana dia selalu mendengar bahwa itu adalah tempat yang di tuju jika seseorang ingin menjadi petualang.
Golden knight.
Nama itu begitu legendaris, di antara bangunan tertua di ibukota, tersohor di seluruh kota sebagai rumah makan petualang. Dia tidak dapat menahan rasa gemuruh hatinya dari menemukan sebuuah tempat yang bahkan lebih tua dari organisasi yang di kenal sebagai guild.
Dia mendorong pintu terbuka dengan decitan dan masuk ke dalam untuk mendapati bangunan ini masih begitu ramai walaupun telah jam larut. Tubuhnya menegang seraya tatapan khayalak yang—dia dapat mengetahui dengan sekilas—sama sekali tidak menatap kepadanya.
Perasaan itu hanya berlangsung sesaat. Seorang petualang pemula berubah menjadi seorang knight bukanlah sesuatu yang aneh. Dia melemaskan tubuh seraya memejamkan mata. Kemudian dia menegakkan tubuh dan mulai berjalan ke dengan imitasi tak gentar semampu gadis itu.
Seorang pria muda yang sedang menatap meja di sebuah sudut tiba-tiba mendengak, namun sang gadis menghiraukan tatapan tak di undang itu.
“Ahem, apa kamu masih punya ruangan untuk malam ini?” dia merasa bahwa suaranya terdengar serak.
“Hrm?” mata yang pemilik memperhatikan gadis itu dari belakang mejanya. Dia menatap gadis itu dari atas ke bawah dan kemudian menghela pelan. “Kamar royal, kamar biasa, kamar ekonomi, pondok, atau...”
“Kandang kuda!” Sang gadis terkejut akan betapa keras suaranya sendiri. Perhatian khalayak kembali tertuju kepadanya, dan sang gadis menunduk menatap lantai.
“...Di belakang. Mudahan kamu bisa tidur.”
“Te-terima kasih.” Dia mengangguk dan kemudian pergi meninggalkan rumah makan. Wajahnya terasa begitu panas.
Para petualanh tidur di kandang kuda. Itulah yang mereka lakukan, oleh karena itu mengapa dia tidak? Dia menyukai para petualang.
Dan yang terbaik, kandang kuda merupakan tempat gratis. Jika dia pergi mencari batu permata di seluruh ibukota, maka akan sangat mudah bagi kakaknya untuk menemukan dirinya.
“Kalau aku bisa menghindari dia untuk malam ini...”
Maka akan ada sebuah kemungkinan. Dia akan dapat keluar dari gerbang. Dia dapat melakukannya. Dia dapat melakukannya—dia berpikir.
Sang gadis pergi ke belakang, melirik sekitarannya seraya dia membuka baju di dalam bayang-bayang.
Dia menarik seragam dan baju besi yang terlalu ketat dan melempsrnya ke samping, kemudian menenggelamkan dirinya pada tumpukkan jerami dengan tongkat dan kantung permata dirinya.
Kandang kuda ini begitu bau akan sesuatu, dan jerami mencuat di segala arah; mustahil bagi dirinya untuk dapat tidur.
Namun juga, itu bisa di sebabkan oleh bayang-bayang tangisan wajah priestess itu, yang sebenarnya tidak pernah dia lihat, namun tetap menghantui pikirannya di keseluruhan malam.