AKAN BAGAIMANA KESALAHAN DARI REAKSI LAMBAN GADIS ITU
(Translator : Zerard)

“Huff... Puff... Haah... Ahh!”
Terengah-engah, gadis itu tersandung di atas rerumputan menyeramkan.
Kaki telanjangnya tersayat oleh bebatuan dan tergores duri dan cabang pepohonan hutan, yang sama sekali dia tidak ketahui jenisnya, dan ke empat bagian tubuh nya yang terpapar di balik pakaian pendeknya penuh dengan darah.
Pepohonan memblokir cahaya matahri, akan tetapi keremangan dunia di bawah pepohonan ini sangatlah panas, dan dia mendapati dirinya berkeringat deras. Berlari membuat tenggorokannya terbakar, namun dia tidak mengetahui letak keberadaan air yang aman di minum.
Sama halnya dengan makanan. Dia melihat sebuah beri, serangga dan rumput namun dia tidak mengetahui yang mana yang aman untuk di makan.
Bahkan hingga detik ini, dia sama sekali tisak mengetahui ke arah mana dia pergi. Matahati tersembunyi, menyembunyikan arah kemana dia berlari. Jalan yang di lewatinya tampak tidak mengarah ke utara, namun dia tidak dapat memastikannya.
Di dalam hutan hujan, suara para b8natang, burung, dan gemerisik dedaunan, menyelimutinya di dalam sebuah kepompong suara. Dia sama sekali tidak dapat mendeteksi apapun seperti sebuah “keberadaan,” tetapi...
Kalau aku tahu semua bakal jadi seperti ini, aku bakal ikut sedikit latihan ranger.
“Oww, ow...”
Gadis itu membenci rambutnya yang selalu menempel di kulitnya; dia berusaha untuk mengelap keringat dari dahinya namun dengan segera menyesalinya. Dia hanya berhasil menambah lukanya semakin parah.
Kenapa semua ini bisa terjadi?
Tidak terdapat jawaban. Tidak seorangpun yang  tersisa yang dapat menjawabnya. Dia telah kehilangan semua rekannya.
Sangatlah mudah untuk mengejek kenaifan mereka.
Kemungkinan lainnya adalah mereka hanya tidak beruntung, namun itu hanyalah alasan penyejuk.
Ini adalah realita: dia dan rekannya telah mencoba berpetualang, mereka telah gagal, dan mereka telah terbantai. Itu saja.
“Kalau saja...setidaknya aku...punya senjata...!”
Perahu mereka telah tenggelam, dan ketika dia telah tiba di tepi sungai, semua telah terlambat. Semua perlengkapannya hilang, bersama dengan temannya.
Mengapa dia terus mencoba untuk berlari di banding menyerah? Karena dia adalah seorang petualang.
Dan petualang tidak pernah menyerah.
Adalah hak mereka untuk mengeluhkan apapun yang terjadi, namun mereka tidak akan pernah mundur dari itu.
Terlebih lagi, walaupun situasi terlihat suram, itu bukan berarti semua telah berakhir.
Dia tidak mengetahui di mana keberadaan rekannya. Itu berarti terdapat kemungkinan bahwa dia akan bertemu mereka kembali.
Kakakku... Aku yakin dia akan baik-baik saja...  Pasti...
Pikiran tentaang kakak perempuannya, yang bekerja sama dengan dirinya, membawa senyum pada wajahnya.
Terakhir kali dia melihat kakakknya adalah ketika sebuah tangan menjulur dari perahu mencoba menggapai dirinya yang terlempar ke sungai.
Kakaknya, seorang pemimpin dari party dan tempat di mana rekan partynya menaruh rasa hormat, adalah seorang druid.
Seseorang yang menyatu dengan alam—tentunya dia akan baik-baik saja.
Atau setidaknya itulah yang gadis itu terus pikirkan seraya dia berlari setengah mati melintasi hutan.
Itu dia! Aku bisa mengikuti arah sungai.
Mungkin akan menjadi sebuah pertaruhan yang beresiko mengingat adanya pengejar, namun itu lebih baik di banding berlari tanpa arah di antara pepohonan.
Benar. Dia melarikan diri. Setengah mati, untuk dapat bertahan hidup. Dan mereka akan memahami itu.
“—Eeek?!”
Mengikuti suara air, dia melewati pepohonan dan tiba kembali di sungai—dan dengan cepat menahan teriakannya.
Dia di hadapkan oleh sebuah benda yang sangat aneh.
Benda itu tampak seperti sebuah mangsa yang terburu—tertusuk dengan sebuah batang kayu untuk di makan nanti. Atau seperti seekor katak yang di siksa anak kecil untuk bersenang-senang. Atau boneka yang terbelit benangnya sendiri.
Adalah orang.
Sebuah mayat. Orang ini telah mati dengan cara yang mengenaskan: sebuah batang kayu di tusuk dari lubang pantat hingga menembus mulutnya, melewati tubuhnya.
Hal ini mengingatkkan dirinya akan sebuah pertunjukan seri boneka bayangan yang dulu pernah dia lihat.
Ap— Urr... Ackk...”
Semua tampak tidak nyata. Namun dia mendapati dirinya kejang secara refleks, isi dari perutnya memaksa naik keluar dari mulut.
Dia merasakan sesuatu yang pahit. Fakta sederhana mengiang dalam ingatannya: hal terakhir yang dia makan adalah ikan bakar. Di sate dan di panggang.
“Oh... Ugh...”
Dia tidak dapat menahan tubuhnya daan berlutut. Adalah hal yang dalah untuk di lakukan, namun dia sudah terlambat menyadarinya.
Dapat terasa mereka yang mulai bergerak di sekitarnya. Itu bukanlah karena mereka tidak mencoba untuk bersembunyi. Mereka tidak dapat melakukan itu,
Adalah hanya karena gadis itu tidak memperhatikan sekelilingnya.
“Ee... Tidak—ahh—ahhh!”
Ketika dalam keadaan panik, dia mencoba untuk bereaksi, bayang-bayang sosok kecil sudah menyelimutinya. Terkepung, dia terjatuh ke belakang, bokongnya tenggelam di dalam lumpur.
Aku bakal tenggelam...!!
Dia bereaksi secara insting; dia mulai untuk mengayunkan lengan dan kakinya.
Dengan banyaknya musuh seperti ini, tentu saja, perlawanan seperti itu adalah sia-sia. Semua yang berada di sini mengetahui bagaimana ini akan berakhir.
“Hrk?!”
Terdengar tawaan dan sesuatu memegang kakinya. Dia menjerit seketika dia merasakan kakinyq di paksa mengangkang.
Sebuah batang kayu runcing sudah di siapkan, dan sang gadis-pun mulai memucat.
“Tidak... Tidak, tidak, tidak, tidak, jangan! Bagaimana aku— aku tidak mau—mati...seperti ini...!!”
Mengapa semua menjadi seperti ini?
Dia tidak mengetahuinya.
Sangatlah mudah untuk mengejeknya dan berkata bahwa gadis itu terlalu bodoh untuk memahaminya.
Kemungkinan lainnya adalah bahwa dia tidak beruntung; namun itu hanyalah alasan penyejuk.
Apapun itu, dia tidak pernah mengetahui bahwa kakak perempuannya-lah yang tertusuk batang kayu itu.
Dia tidak pernah berpikir bahwa mereka adallah salah satu anggota partynya.
Yang hanya dia ketahui adalah bahwa mereka akan membunuhnya.
(TL Note: damn this interlude is brutal.)