PERTEMPURAN MASSAL
(Translater : Zerard)
Yang
terhormat Goblin Slayer,
Saya
harap surat ini tiba kepada anda dengan aman. Musim peri salju akan datang, dan
bersamanya sebuah udara dingin. Kesehatan petualang adalah aset terpentingnya di
dalam waktu ini. Mohon jaga kesehatan anda.
Sedangkan
untuk saya, sungguh membahagiakan bagi saya untuk memberi tahu bahwa setelah
pertemuan terakhir kita, saya sudah tidak bermimpi tentang goblin, dan bahkan keadaan
menjadi cukup tentram. Semua ini berkat anda dan teman anda. Saya menyampaikan
ucapan terima kasih terdalam saya. Seharusnya saya menulis surat ini lebih
cepat, namun sungguh memalukan bagi saya untuk beralasan bahwa kesibukan pekerjaan
saya sungguh menyita waktu saya yang membuat surat ini menjadi tertunda.
Ataupun karena saya
merasa sungkan untuk merepotkan
anda dengan segera—oleh karena itu saya memohon maaf, karena itu merupakn hal
yang akan saya lakukan. Terdapat sebuah quest yang saya ingin anda
mengambilnya.
Merupakan
cerita yang sudah umum: seorang gadis bangsawan muda melarikan diri dari orang
tuanya untuk menjadi petualang. Beliau mengambil sebuah quest, setelahnya semua
komunikasi dari gadis itu terputus—hasil yang menyedihkan namun juga biasa.
Salah satu dari orang tuanya yang mengunjungi Guild untuk menawarkan sebuah
quest untuk mencari gadis itu pun juga bukan sesuatu yang istimewa.
Satu
hal yang saya perlu sampaikan adalah bahwa quest yang di ambil gadis itu adalah
pembasmian goblin.
Saya
yakin anda sudah mengetahui kemana arah cerita ini.
Quest
pencarian yang di dokumentasikan oleh orang tuanya menspesifikasikan “petualang
yang paling dapat di andalkan,” harus mendaftar. Namun tentu saja, hampir tidak
ada satupun dari yang mereka yang berperingkat tinggi yang ingin mengambil
quest membasmi goblin. Ketika Guild berkonsultasi dengan saya, saya tidak bisa
memikirkan orang lain selain anda.
Mengetahui
anda, saya yakin anda cukup sibuk (saya mendengar apa yang terjadi pada
festival panen), namun jika anda dapat menyisihkan waktu anda, saya ingin anda
mengulurkan tangan bantuan untuk menolong gadis muda tidak beruntung itu.
Saya
mendoakan kesehatan dan keselamatan anda.
Salam
hangat,
“Ini dari Sword Maiden. Dia
bilang dia mendoakanmu...surat para manusia itu romantis banget.” Sebuah suara
riang elf terdengar di sebuah jalanan musim dingin.
Jalanan membentang jauh
melintasi sebuah lahan yang terhembus angin. Satu-satunya yang dapat terlihat
adalah pohon mati dan semak-semak yang tertutup salju hingga ke horison. Langit
terhias warna abu-abu pucat bersama dengan goresan lebar awan-awan; tidak adal
yang menarik untuk di lihat.
Di dalam dunia membosankan ini, suara riang sang
elf sangatlah menonjol.
Figur yang kurus terlapisi dengan pakaian berburunya. Sebuah busur mengantung
pada punggungnya, dan telinga panjangnya mengepak riang.
Rasa penasaran High Elf
Archer yang sperti kucing tidak hanya pada petualangan. Dia melipat surat yang
berada di tangannya, menjepitnya dengan jari panjangnya dan memberikannya ke
belakang.
“Aku nggak begitu sering
melihat surat. Apa semua surat itu seperti ini?” dia bertanya.
“Hmm...”
Gadis manusia yang
mendapatkan surat itu dari High Elf Archer memberikan senyum ambigu, terlihat
sedikit malu. Bahkan ketika dia mengambil secarik kertas itu, dia tampak ragu
untuk membacanya.
Tubuhnya yang kurus tertutup
oleh baju besi, yang di lapisi dengan pakaian kependetaannya, dan di tangannya
dia menggengam sebuah tongkat: dia adalah seorang pristess. Tidak salah lagi—surat ini mempunyai tanda-tanda
sebuah surat cinta. Akan salah bagi Priestess jika dia tidak merasa penasaran,
namun dia juga merasa tidak nyaman untuk membaca surat orang lain. Jika
seseorang melakukkan hal itu kepada Priestess, tentunya Priestess akan merasa
sangat malu.
“Tapi...tapi rasanya semakin dingin, ya?”
Dengan itu dia berusaha
mengubah topik pembicaraan, secara paksa bila di perlukan.
Semakin mereka menuju utara,
semakin tebal awan-awan yang berada di langit, hingga bias mentari tidak dapat
menembusnya. Angin berhembus menggigit, dan terkadang membawa sesuatu berwarna
putih bersamanya.
Adalah musim dingin.
Merupakan hal yang sangat jelas, melihat salju-salju yang bertumpukkan di
jalanan.
“Aku kedinginan,” Priestess
berkata. “Mungkin ini kesalahanku sendiri. Baju besiku nggak akan membuatku
hangat...”
“Inilah kenapa produk metal
itu nggak bagus!” High Elf Archer tertawa kecil bangga dan membusungkan dada
kecilnya, telinganya naik dan turun bangga. Memang benar pakaian berburunya
sama sekali tidak mengandung metal.
“Jangan ribut,” Dwarf Shaman
berkata. “Jujur saja, aku kagum melihat kamu nyaman dengan pakaian yang tipis
seperti itu.”
“Apa aku nggak salah dengar?
Kamu bilang elf lebih tangguh dari dwarf?”
“Tangguh dan lambat menyadari
dingin adalah hal yang berbeda gadis kecil,” sang dwarf berkata, membelai
jenggotnya, memprovokasi sebuah amarah “Apa?!” dari elf yang bermuka merah.
Perdebatan bersahabat mereka
seriuh seperti biasanya. Priestess tersenyum. “Beberapa hal memang nggak pernah
berubah!”
“Mm,” lizardman yang besar
mengangguk di sampingnya. “Sungguh
saya iri dengan mereka yang memiliki energi untuk membuat keributan seperti ini.” Darah dari
leluhurnya, naga yang menakutkan, mengalir di nadinya—dan dia berasalah dari
suku selatan. Tubuh bersisik Lizard Priest menggigil di dalam dinginnya salju.
Sukar bagi Priestess untuk
melihat kondisi Lizard Priest saat ini dan Priestess di penuhi oleh rasa
khawatir. “Apa kamu baik-baik saja?”
“Merupakan sebuah pertanyaan yang seharusnya di peruntukan leluhur saya, yang sama rentannya dengan udara dingin. Saya bisa sajaa punah.” Lizard Priest memutar
bola matanya dan lidahnya menjulur keluar. Dia melanjutkan dengan nada
bercanda, “Tuanku Goblin Slayer tampaknya cukup tenang. Saya rasa anda memiliki banyak pengalaman perihal ini.”
“...Nggak.”
Lizard Priest telah
berbicara kepada manusia warrior yang memimpin barisan. Pria itu menggunakan
armor kulit
kotor dan helm baja yang terlihat murahan. Sebuah pedang dengan panjang aneh
berada di pinggulnya, dan sebuah perisai bundar kecil terikat di lengannya.
Bahkan para petualang pemula-pun memiliki perlengkapan yang lebih baik.
Goblin Slayer: itulah
sebutan orang lain untuk petualang ini, seorang pria dengan peringkat ketiga,
Silver.
Satu-satunya yang berbeda
dengan yang biasanya adalah sepasang panah yang dia genggam di kedua tangannya.
“Pertama kali aku berlatih
itu di pegunungan bersalju.” Dia sedang mengerjakan sesuatu pada mata panah
seraya dia berjalan, tidak menoleh kebelakang kepada rekannya.
“Oh-ho,” Lizard Priest
berkata mengagumi. “Suatu latihan yang tidak dapat saya tiru.” Ekornya berayun.
Goblin Slayer tidak
memperlambat langkahnya seraya dia berkata, “Aku nggak ingin melakukannya
lagi.”
Seperti biasanya, tidak
terdapat keraguan di dalam langkahnya; dia berjalan sigap.
“Um, Pak Goblin Slayer!”
Priestess mendatanginya dengan langkah seperti burung kecil, memeras tongkatnya
dengan kedua tangan. “Terima kasih, um, untuk ini.” Meminta maaf karena telah
mengganggu pekerjaan pria itu, Priestess menyerahkan surat itu kembali
kepadanya. Adalah kesempatan yang bagus, karena High Elf Archer dan Dwarf
Shaman masih di sibukkan dengan perdebatan mereka.
“Kamu mengerti dasar dari
quest ini?” Dia memegang kedua panah pada satu tangan, mengambil surat dengan
tangan lainnya dan melipatnya. Priestess dapat melihat sekilas isi di dalam
kantung peralatannya seraya dia memasukkan suratnya. Seperti biasanya, kantung
itu penuh akan segala macam benda acak yang tidak di ketahui. Namun baginya terdapat
sebuah susunan di dalamnya, dan tidak di
ragukan dia berpikir semua yang berada di dalam kantung itu adalah sesuatu yang
di perlukan.
Mungkin
aku perlu mengatur perlatanku lebih hati-hati juga...
Priestess membuat catatan
mental untuk meminta saran darinya dan mengangguk. “Um... Kita perlu
menyelamatkan wanita itu kan? Dari para goblin.”
“Benar.” Goblin Slayer mengangguk.
“Dengan kata lain, ini quest pembasmian goblin.”
Dan itu, adalah kurang lebih
semuanya. Tidak lama setelah festival panen pada kota perbatasan, sebuah surat
tiba dari kota air. Surat itu berasal dari sang archbishop akan Supreme God di
sana—di kenal dengan Sword Maiden—dan seperti sebelumnya, surat itu di tujukan
untuk Goblin Slayer.
Petualang eksentrik ini
tentunya tidak akan menolak pekerjaan apapun yang melibatkan goblin. Dan begitu
pula Priestess, yang telah mengantarkan surat itu kepadanya dari kuil, bersama
dengan High Elf Archer, Dwarf Shaman, dan Lizard Priest, dan pergi menuju utara
bersama dengan Goblin Slayer.
Adalah siang hari, dan
mereka akan segera tiba pada sebuah desa kecil pada kaki gunung bersalju.
“Aku harap gadis itu
baik-baik saja...”
“Yeah. Aku benci harus
memikirkan tentang itu...” High Elf Archer, tampaknya telah lelah berdebat,
melambaikan tangannya seolah ingin mengusir pikiran mengerikan itu. Nadanya
ringan, namun telinganya melemas membuktikan kesedihan yang dia rasakan. “Jujur
saja, aku ragu ada sandra goblin yang aman.”
“Yah... Uh...”
Priestess dan High Elf
Archer sama-sama memberikan senyum kaku, dan sangatlah jelas apa yang tampaknya
sedang mereka ingat.
“Kalau dia hidup, kita akan
menyelamatkannya. Kalau dia mati, kita akan bawa bagian dari mayatnya, atau
barang-barang pribadinya.”
Kengerian seperti itu, tentu
saja, merupakan keahlian para goblin.
Entah itu goblin ataupun
naga, tidak ada petualang yang aman di dalam genggaman monster apapun. Oleh
karena itu jawaban Goblin Slayer sangatlah normal. Dia berbicara dengan pelan,
tidak berekspresi, hampir mekanikal. “Apapun itu, kita akan bunuh semua goblin.
Itulah questnya.”
“...Pastinya ada cara yang
lebih baik untuk mengatakan itu semua,” High Elf Archer berkata dengan rasa
jengkel yang dapat di mengerti, namun Goblin Slayer tampak tidak menyadarinya.
“Mau bagaimana lagi?”
Priestess berkata dengan sedikit goyangan bahu dan senyum tidak berdaya.
Lizard Priest menambahkan
dengan waktu yang tepat,
yang semakin menambah rasa gelisah para gadis.
“Saya penasaran tentang apa
alasan para goblin yang
berniat menyerang
sebuah desa di pertengahan musim dingin.” Tubuh besarnya
menggigil, hampir teatrikal,
seolah ingin mempertegas perasaan
dingin yang dia raakan. “Bukankah akan lebih menyenangkan bagi mereka untuk berdiam di dalam gua mereka?”
“Scaly, sama seperti
beruang, ya?” Dwarf Shaman menjawab, membelai jenggotnya. Dia membuka penutup botol di
pinggulnya, meneguknya dan menawarkannya kepada Lizard Priest. “Ini. Bakal
menghangatkan dalam tubuhmu sedikit.”
“Ah! Sungguh terima kasih.” Sang priest membuka
rahang besarnya dan meneguk, kemudian mengembalikan penutupnya dan menyerahkan
botol itu kembali kepada Dwarf Shaman.
Sang dwarf mengguncang wadah
itu, mendengarkan goyang air
untuk mengetahui seberapa banyak yang tersisa, kemudian mengembalikannya pada
pinggulnya. “Kamu butuh banyak menyimpan makan, minum dan manisan untuk dapat
melewati musim dingin.”
“Oh? Kalau begitu sepertinya
lebih baik menyerang desa di saat musim gugur.” High Elf Archer memutar jarinya
membentuk lingkaran
di udara dan dengan penuh kepercayaan dirinya sebagai ranger, dia berkata, “Itu yang di lakukan
beruang dan binatang lainnya yang berhibernasi.”
“Tapi bahkan beruangpun
menyelinap keluar sesekali di musim dingin,” Dwarf Shaman berkata. “Bagaimana
dengan itu?”
“Terkadang mereka nggak punya
pilihan, seperti misalnya mereka nggak menemukan gua yang bagus untuk tidur,
atau panen sedang buruk di musim gugur.”
Tidak ada yang dapat
mengalahkan pengetahuan kaum elf perihal berburu dan memerangkap. Hal ini
membuat dwarf yang sering berdebat dengannya hanya dapat bergumam, “Aku rasa
itu masuk akal,” dan mengangguk.
Perbincangan ini membuat
Priestess meletakkan jari pada bibirnya berpikir dan bergumam, “Hmm.” Dia merasa
telah memiliki semua keping petunjuk di kepalanya. Sekarang dia hanya perlu
menyusun keping itu menjadi satu...
“Oh!” dia berteriak
ketika sesuatu terlintas di pikirannya.
“Kenapa?” High Elf Archer
bertanya.
“Mungkin,” Priestess
menjawab, “Itu karena festival panen baru saja berakhir.”
Ya,
pasti karena itu. Seraya Priestess berbicara,
keyakinnannya semakin menguat.
“Festival panen sudah
berakhir,” dia melanjutkan, “Karena itu gudang di desa dan kota pasti penuh.
Dan para goblin—“
“—Menginginkan semua
itu untuk diri mereka sendiri,”
Lizard Priest berkata, menyelesaikan kalimat Priestess.
“Benar,” Priestess berkata
dengan anggukkan kecil.
“Jadi begitu. Jadi bahkan
para goblinpun bisa membuat keputusan yang logis.”
“Atau mungkin mereka hanya
ingin membuat kekacauan yang paling memungkinkan,” Dwarf Shaman berkata,
membelai jenggotnya.
“Nggak,” Goblin Slayer
berkata, menggeleng kepalanya. “Goblin memang bodoh tapi mereka nggak tolol.”
“Kamu kedengarannya yakin
sekali,” High Elf Archer berkata.
“Memang,” Goblin Slayer
berkata, kali ini mengangguk. “Goblin hanya bisa mencuri, tapi mereka memang
menggunakan kecerdikkan mereka dalam melakukan pencurian.”
Dia memperhatikan panah yang
selama ini dia kerjakan, kemudian memasukkannya ke dalam tempat panah di
pinggulnya. Dia tampak puas dengan pekerjaan yang dia lakukan seraya berjalan.
“Aku sudah melihatnya sendiri.”
“Jadi begitu...” Priestess
berkata dengan sedikit rasa kagum.
High Elf Archer melempar hmm dari bibirnya sendiri, namun
bukanlah ucapan Goblin Slayer yang mennarik perhatiannya. Yang menarik
perhatiannya adalah busur dan panah—yang merupakkan bidang khusus dirinya.
“...Jadi, Orcbolg, apa yang
kamu lakukan dengan panah-panah itu?”
“Mempersiapkannya.”
“Oh, yang benar?” High Elf
Archer menjulurkan tangannya dengan gerakan yang begitu halus sehingga hampir
tidak bisa di rasakan dan mengambil salah satu panah dari tempatnya.
“Hati-hati.” Goblin Slayer
memperingati elf itu namun tidak memarahinya, yang membuktikan bahwa dia sudah
terbiasa dengan rasa penasaran High Elf Archer. Namun, Goblin Slayer terdengar
sedikit jengkel.
High Elf Archer mengendus
memahami dan memeriksa panah. Merupakan panah biasa yang murahan. Kualitas
panah itu tidak bisa di bandingkan dengan panah kaum elf. Mata panah itu
memiliki warna lumpur yang berkilau dalam matahari musim dingin. High Elf
Archer mengetuk lembut panah itu dengan jarinya.
“Sepertinya nggak beracun
atau yang lainnya...”
“Nggak hari ini.”
“Aw, yang benar!” Sang elf
mengernyit pada kata kasar itu namun membuat suara akan rasa tertarik seraya
dia memutar panah itu. “Mata panahnya nggak terikat kencang. Matanya akan lepas
nanti.”
Dan benar, sepertimyang di
katakan High Elf Archer. Mungkin di karenakan High Elf Archer yang
mengutak-atiknya, mata panah murahan itu
sudah tidak Sepertinyang seharusnya. Walaupun panah itu berhasil mengenai
sasarannya, mata panah itu dapat patah, dan tentunya akan jatuh pada arah yang
salah.
“Orcbolg, kamu ini...” High
Elf Archer menggoyangkan bahunya dan menggeleng kepala, menambahkan, “Aishhh,”
sebagai efek.
High Elf Archer menghiraukan
dwarf di belakangnya, yang mengatakan, “Kamu ini seperti anak kecil.”
“Sini, berikan tempat
panahnya. Aku perbaiki untukmu.”
High Elf Archer menjulurkan
tangannya, namun Goblin Slayer hanya melihatnya. Kemudian berkata, “Nggak,” dan
menggeleng kepalanya. “Panah ini sudah bagus.”
High Elf Archer hanya
menatap melongo kepadanya. “Bagus apanya?”
“Karena kita belum
mengetahui di mana para goblin tidur kali ini.”
“Dan itu ada sangkut pautnya
dengan panah ini?”
Nggak
masuk akal!
Ketika terdapat sesuatu di
mana High Elf Archer tidak memiliki pendapat
yang sama, dia bisa menjadi sangat cerewet.
Mereka sudah saling mengenal
hampir satu tahun sekarang. Goblin Slayer menghela. “Di saat panah ini mengenai
sasaran, batangnya akan patah,
dan hanya meninggalkan mata panahnya.”
“Terus?”
“Mata panah itu akan menjadi
beracun.” Goblin Slayer menjulurkan tangannya. High Elf Archer mendengus dan
mengembalikan panah itu dengan sopan. Goblin Slayer mengembalikannya dengan
perlahan ke dalam tempat panahnya. “Selama mereka nggak mencabutnya, dan hanya
pergi kembali ke dalam sarang mereka, daging mereka akan mulai membusuk, dan penyakit
akan mulai tersebar.”
Dan para goblin tidak
memiliki pengetahuan akan obat-obatan—paling tidak untuk saat ini.
Sebuah sarang kotor dan
sempit. Sebuah luka yang tidak akan sembuh. Membusuk. Penyakit yang tersebar.
Itu artinya...
“Ini mungkin nggak akan
membunuh mereka semua, tapi ini akan mengurangi jumlah mereka.”
“Kayak biasanya, Orcbolg,
rencanamu nggak masuk akal bagiku,” High Elf Archer bergumam. Di sampingnya,
Priestess mendengak mengarah langit seolah sedang memohon ampun.
Dewa.
O dewa. Dia tidak bermaksud buruk...yah terkecuali untuk goblin. Tapi kumohon,
maafkanlah dia.
Sangatlah terlambat baginya
untuk terkejut pada setiap kata atau tindakan Goblin Slayer, namun tetap saja,
dia tetap merasa perlu untuk menawarkan sebuah doa sesekali.
Goblin Slayer, bergerak
dengan cepat, melihat kepada Priestess. “Apa kamu sebegitu kagetnya?”
“...Er, yah, uh...”
Priestess tidak dapat secara pasti harus kemana melihat. “Maksudku, ini memang
benar-benar seperti kamu, pak Goblin Slayer...”
“Benarkah?” dia bekrkata
perlahan, mengundang tawa dari
Lizard Priest.
“Jangan biarkan ini mengusik anda. Memang seperti inilah
tuanku Goblin Slayer.”
“Benar, kita memang nggak
pernah tahu sedikitpun tentang apa yang di pikirkan Beardcutter.” Dwarf Shaman
mengambil botol dari pinggulnya dan meneguk anggur untuk mengusir hawa dingin.
Fire wine sangatlah panas; dan sangat cukup untuk meninggalkan aroma
alkohol di udara.
High Elf Archer tersedak
perlahan, menjepit hidung dengan satu tangannya dan mengusir aroma itu dengan
tangan sebelahnya. Dwarf Shaman membersihlan tetesan-tetesan anggur dari
jenggotnya.
“Kita masih belum
mendapatkan jawaban dari pertanyaan utama kita.” Dia berkata.
“Pertanyaan utama?” Goblin
Slayer bertanya. “Yang mana?”
“Mustahil gadis itu nggak
terluka.”
“Maksudmu kemungkinan gadis
yang diculik itu masih hidup.”
“Benar.” Dwarf Shaman
melihat kepada Goblin Slayer dan membelai jenggotnya. “Ada kemungkinan mereka
memakan gadis itu kan? Kalau nggak, mereka bakal
mempunyai satu mulut tambahan lagi untuk di beri makan. Mereka nggak punya
alasan untuk membiarkan gadis itu hidup selama musim dingin.”
“Musim dingin itu panjang,”
Goblin Slayer berkata, mengangguk. Dia berbicara dengan acuh. “Mereka akan
menginginkan sesuatu untuk mengisi waktu.”
Tidak lama kemudian, mereka
menyadari sebuah asap mengepul dari sebuah pedesaan di kaki gunung.
*****
“Orcbolg...!”
High Elf Archer adalah
pertama yang berbicara, telinganya mengepak.
Di depan jalanan, tidak
begitu jauh, beberapa asap mengepul. Mungkin asap itu berasal dari perapian
memasak? Tidak.
“Goblin?”
“Desa. Api. Asap. Aroma
terbakar. Teriakan, jeritan...kemungkinan besar.”
“Jadi memang goblin.”
Goblin Slayer mengangguk,
dan tanpa sedikitpun keraguan dia mengambil busur kecil di punggungnya. Dia
bergerak cepat, dia memeriksa talinya dengan gerakan terlatih, memasang
panahnya dan menariknya.
Tidak ada yang memberi
perintah: keseluruhan party dengan segera mengikuti dirinya. Para goblin yang
menyerang desa itu sedang terpaku pada aksi mencurinya; mereka bahkan belum menugaskan
seekor penjaga dan belum mengetahui kedatangan para petualang.
Bagaimana cara party mereka
menghukum para goblin yang telah memberikan mereka sebuah keuntungan seperti
ini?
“Pak Goblin Slayer,”
Priestess berkata dengan serius, walaupun napasnya berat dan wajahnya penuh
akan kegelisahan, “Apa aku perlu menyiapkan keajaibanku...?”
“Lakukan.”
“Baik!”
Priestess telah menjadi
petualang selama satu tahun. Memang benar, apa yang dia lakukan selama itu
hanya membasmi goblin, namun tingkat keseringan berpetualang Priestess jauh
melebihi petualang pemula lainnya. Itulah mengapa dia tidak bertanya keajaiban
apa yang harus di lakukan dan segera bersiap. Itu karena, dia telah mengenal
Goblin Slayer jauh lebih lama di banding anggota party lainnya.
“O
Ibunda Bumi yang maha pengasih, dengan kekuatanmu berikanlah perlindungan
kepada kami yang lemah.”
Dia mendekap tongkat di dadanya
dan berdoa memohon kepada Ibunda Bumi. Merupakan sebuah aktifitas ekstrim yang
dapat mengikis jiwanya. Keajaiban sejati, yang dapat membuat kesadarannya
menyatu dengan para dewa yang bersemayam di surga.
Sebuah cahaya samar namun
suci menyinari dari langit, memeluk Goblin Slayer dan Lizard Priest. Ini adalah
keajaiban Protection
yang sesungguhnya, yang telah menyelamatkan Goblin Slayer dan yang lainnya
lebih dari satu kali momen kritis.
Lizard Priest berlari,
menendang tanah, menyipitkan matanya seraya
pendar mengelilinginya. (TL
Note : Pendar = https://kbbi.web.id/pendar )
“Hmm! Ibunda Bumi anda memang benar-benar
dapat memberikan keajaiban. Jika saja Ibunda Bumi merupakan seorang naga, mungkin saya akan berpindah keyakinan saya kepadanya. Jika begitu, sekarang...”
Lizard Priest telah
menyelesaikan doanya kepada leluhurnya yang mengerikan, para naga, dan sebuah taring
yang mengkilap bagai pedang berada di tangannya. Lizard Priest memiliki
kelincahan yang membuatnya dapat menyerang musuh di saat kapanpun juga.
Sekarang Lizard Priest melihat mengarah desa dengan penuh curiga dan berkata, “Tuanku Goblin Slayer, apakah kita menyerang para goblin atau melindungi penduduk desa?”
Goblin Slayer menjawab
dengan tenang, “Keduanya.”
High Elf Archer mengeluarkan
helaan kagum. High Elf Archer memperhatikan setiap jejak yang ada di tanah
seraya dia berlari dengan busur di tangan.
Walaupun Goblin Slayer telah
menilai sendiri keadaan yang terjadi, dia tetap bertanya kepada Lizard Priest,
“Bagaimana kelihatannya menurutmu?”
“...Tampaknya tidak begitu baik.” Sang Lizard merupakan
seorang veteran warrior priest, dan penilaiannya memiliki bobot. “Saya tidak mendengar adanya benturan pedang. Itu artinya pertempuran telah berakhir; sekarang tampaknya mereka sedang terfokus untuk mencuri.”
“Menurutku para goblin menang, dan itu akan
membuat mereka menjadi rentan. Kita nggak mengetahui jumlah kekuatan mereka,
tapi...”
Namun itu adalah hal yang
biasa bagi party ini. Goblin Slayer tidak ragu.
“Kita masuk dari depan.”
“Dragontooth Warrior?”
“Jangan. Aku jelaskan
nanti.” Kemudian Goblin Slayer mempercepat langkahnya. Priestess kewalahan
untuk mengikuti, sementara Dwarf Shaman mendongakkan dagunya, berlari mengikuti
secepat yang dia mampu.
Goblin Slayer bukanlah
seseorang yang akan berbohong. Jika dia mengatakan akan menjelaskannya, maka
dia akan melakukannya. Itulah mengapa tidak ada seorangpun dari party mereka
yang membantah. Lagipula, mereka tidak memiliki waktu untuk berdebat. Mereka
tidak memiliki seorang pemimpin yang seperti itu, namun jika menyangkut urusan
bertarung dengan goblin, siapa lagi yang akan mereka ikuti?
“Jangan gunakan potion, tapi
jangan kerahkan semua mantramu.”
“Nggak masalah!” Jawaban itu
berasal dari pembaca mantra mereka, Dwarf Shaman. “Jadi ku rasa terserah padaku
mantra mana yang akan ku gunakan?” Seraya dia berlari dengan kaki kecilnya,
sang dwarf sudah memulai merogoh isi tas katalis miliknya.
Walaupun terdapat banyak
musuh, kemungkinan adanya musuh yang menggunakan benda sihir sangatlah
tipis—dan bukan hanya karena mereka melawan goblin. Adalah karena seperti
itulah jalannya dunia. Kenyataan bahwa tiga dari lima anggota party mereka
adalah pembaca mantra adalah sebuah bukti akan betapa di berkahinya mereka.
“Ya, aku serahkan padamu.”
Goblin Slayer mengangguk, kemudian melirik kepada High Elf Archer. “Cari tempat
tinggi dan lihat apa yang terjadi. Kamu akan menjadi pendukung kita.”
“Oke.” High Elf Archer
memberikan senyuman puas layaknya kucing yang kegirangan. Dengan gerakan
elegan. Dia mempersiapkan busur besarnya dan memasang panahnya.
Semuanya telah siap. Menjaga
matanya tetap menatap ke depan seraya mereka maju, Goblin Slayer berkata, “Satu.”
Sebuah panah terbang tak
bersuara melintasi udara, membenamkan batangnya pada dasar tengkorak seekor
goblin yang berdiri melamun pada pintu masuk desa.
“ORAAG?!”
Goblin yang telah mati
terjatuh ke depan, namun tidaklah jelas apakah rekan-rekannya menyadari
kematiannya.
“Ti-tidaaaakkk!!
Tolong—tolong aku! Mbakkkkk!!”
Karena pada saat itu, mereka
tengah di sibukkan menyeret seorang gadis keluar dari sebuah drum tempat di
mana dia bersembunyi. Gadis itu menjerit dan menendang, namun para goblin telah
mencengkram rambut gadis itu; tampaknya para goblin belum menyadari situasi
yang sedang terjadi.
Pada detik yang sama dengan
goblin pertama yang telah mati, sebuah panah bermata kuncup mulai jatuh
menghujani, mendarat pada mata dan leher.
“Hey, Orcbolg! Nggak adil mulai
duluan!” High Elf archer, bibirnya manyun, memberikan banyak keluhan beriringan
dengan banyaknya panah yang dia tembak. Di saat dia telah menembak mati seekor
goblin, High Elf Archer melompat, dari drum, menuju tiang, menuju atap.
Merupakan sebuah aksi yang hanya dapat di lakukan oleh para elf, yang telah
lahir dan di besarkan di pepohonan, sebuah pertunjukkan akrobatik yang sungguh
elok.
“Apa? Huh...?” Gadis desa
melongo tidak mempercayai.
Seraya Goblin Slayer berlari
mendekat, dia berkata
singkat, “Kami petualang.”
Gadis itu masih muda—dia
bahkan tidak lebih tua dari sepuluh tahun. Pakaiannya sangat sederhana namun
terbuat dari bulu; tampak jelas
bahwa dia di rawat dengan baik. Ketika gadis itu melihat sebuah kalung
peringkat silver yang menggantung di sekitar leher Goblin Slayer, matanya
berbinang dengan air mata.
Silver. Mengartikan seorang
petualang tingkat ketiga. Sebuah peringkat petualang yang mewakili
kemampuannya, begitu juga dengan banyaknya kebaikan sosial yang telah dia
lakukan. Adalah sebuah identifikasi terpenting di perbatasan.
Goblin Slayer sedetikpun
tidak lengah; dia melihat sekitar, berbicara dengan cepat. “Dimana goblinnya?
Berapa banyak mereka? Apa yang terjadi dengan penduduk desa lainnya?”
“Er, um, aku—itu, aku
nggak... Aku nggak tahu...” Teror dan penyesalan menguras warna paras gadis itu,
dan gadis menggelengkan kepalanya. “Tapi—semuannya—mereka semua berkumpul di
balai desa... mbakku, dia berkata... Dia menyuruhku untuk bersembunyi...”
“Aku nggak suka ini,” Goblin
Slayer meludah, mempersiapkan panah baru dari tempatnya. “Aku nggak suka ini
sama sekali.”
Bisikannya penuh akan emosi.
Priestess memberikan tatapan
mencari, namun itu tidak menghentikannya untuk berlutut di depan gadis muda
itu.
“Semua akan baik-baik saja,”
dia berkata. “Kami akan membantu mbakmu, aku yakin.”
“Yang benar?”
“Benar!” Priestess menepuk
dada kecilnya dan memberikan sebuah senyuman layaknya bunga yang bersemi. Dia
menepuk lembut kepala gadis yang gemetaran, menatap matanya seraya dia
Priestess menunjukkan simbol Ibunda Bumi. “Lihat? Aku melayani sang dewi. Dan—“
Ya, dan.
Priestess menggeleng
kepalanya. Sang gadis mengikuti tatapannya seraya Priestess mendongak ke atas. Armor
yang kotor. Helm yang terlihat murahan. Seorang warrior manusia.
“Dan Goblin Slayer nggak
akan pernah kalah melawan goblin.”
Goblin Slayer melirik pada
gadis itu dan Priestess, kemudian memperhatikan desa, di mana suara aksi
pencurian dapat terdengar.
“Musuh masih belum menyadari
keberadaan kita. Ayo lakukan.”
“Tunggu—masih berbahaya.” Lizard
Priest berkata muram memberikan pendapatnya pada situasi. “Goblin ataupun bukan, musuh kita tampaknya cukup terorganisir. kita tidak boleh terlalu menduga-duga.”
“Keinginan mereka untuk
menyerang di siang bolong menandakan adanya goblin tingkat atas di antara
mereka.” Goblin Slayer berkata.
Karena itu mereka tidak
dapat membiarkan sedikitpun informasi bocor ke sarang mereka.
Setelah beberapa saat Goblin
Slayer mengambil panah dari busurnya, yang di maksudkan untuk membunuh secara
perlahan dan mengembalikannya ke punggung. Sebagai gantinya, dia menarik pedang
yang tidak asing dengan panjangnya yang aneh.
“Aku nggak ingin ada dari
mereka yang melarikan diri, tapi menjaga mereka agar tetap berkumpul di tengah
desa juga cukup sulit.”
“Kalau begitu, biarkan aku
yang tangani balai desa—habisi
mereka semua dengan sihir.” Dwarf Shaman menepuk perutnya seperti sebuah drum.
“Hmm,” Goblin Slayer
bergumam, menggulingkan mayat goblin dengan kakinya.
Sebuah kulit berbulu. Untuk
senjatanya, sebuah golok. Tentunya golok ini telah di curi dari suatu tempat.
Warna tubuh mayat itu bagus; tidak menunjukkan tanda-tanda kelaparan.
“Tergantung dari jumlah
mereka.” Goblin Slayer mengambil golok dari tangan goblin, memasangnya pada
pinggulnya. Dia mendongak dan melihat High Elf Archer melambai dari atap.
Telinga panjangnya berkedut; dia pasti sedang berusaha membaca situasi dari
suara.
“Lima atau enam dari mereka
ada di tengah desa!” dia berteriak lantang, menyampaikan suaranya, dan Goblin
Slayer mengangguk.
“Seberapa banyak goblin yang
ada di desa secara keseluruhan? Berdasarkan yang kamu bisa lihat.”
“Terlalu banyak bayangan,
jadi sulit untuk menghitungnyq, tapi aku rasa nggak lebih dari dua puluh.”
“Jadi mereka cuma unit garis
depan,” Goblin Slayer berkata dan dengan cepat membuat strategi.
Jika berasumsi terdapat
kurang dari dua puluh goblin, termasuk tiga yang telah mereka bunuh sebelumnya.
Terdapat enam di tengah desa. Itu artinya terdapat kurang dari empat belas pada
sekitaran desa yang sedang menjarah desa. Hanyalah sebuah perkiraan, namun
sepertinya perkiraan itu tidak begitu melenceng.
Melawan musuh dengan jumlah
yang besar, membagi kekuatan tempurmu adalah hal terbodoh yang dapat kamu
lakukan, namun situasi saat ini memaksanya.
“Kita berpencar. Tengah desa
dan sekitarannyq.”
“Jika begitu, Saya akan menuju tengah desa bersama dengan
master pembaca
mantra,” Lizard Priest berkata.
“Baiklah.” Goblin Slayer
mengangguk.
High Elf Archer, yang
mendengar percakapan mereka dari tempatnya di atap, berbicara tanpa mengalihkan
pandangannya atau pendengarannya dari desa. “Aku rasa aku akan membantumu,
dwarf!”
“Kedengarannya bagus,
Telinga Panjang!” Dwarf Shaman meneguk botol dan mengelap mulutnya dengan
tangannya, kemudian menepuk perut Lizard Priest seperti sebuah drum. “Baiklah,
Scaly! Kita pergi?”
Seraya Dwarf Shaman pergi,
Lizard Priest memberikan pukulam pada pundak Goblin Slayer dengan tangannya
yang kekar. “Saya
mendoakan anda sukses dalam pertempoeran, tuanku Goblin Slayer.”
“......”
Goblin Slayer tidak berkata apapun dan akhirnya
mengangguk dan mulai bergerak. Langkahnya acuh, namun tidak menimbulkan suara
sama sekali. Dia sedang mendekati sebuah sisi rumah, di mana Priestess berada
bersama dengan gadis kecil yang mereka
telah selamatkan.
“...Apa gadis itu baik-baik
saja?”
“Ya, aku rasa dia sudah
nggak terlalu ketakutan lagi sekarang...” Priestess memberikan senyum optimis.
Di depannya, sang gadis meringkuk di tanah, tertidur lelap. Petualang telah
datang, dan dia telah memberi tahu mereka perihal kakak perempuannya—mungkin
dia membutuhkan istiraha setelah semua itu.
“Apa yang harus kita
lakukan...?”
“Kita nggak punya waktu
untuk mengkhawatirkan gadis itu.”
“Oh...” Namun sebelum
Priestess dapat melanjutkan ucapannya, sepasang tangan kasar, bersarung tangan mengangkat gadis itu. Goblin Slayer
memasukkan gadis itu ke dalam drum terdekat. Kemudian dia mengeluarkan selimut
dari tasnya dan menutupi drum itu. Gadis itu tidaklah benar-benar aman, namun ini adalah tempat
yang telah di pilih kakak perempuannya. Mungkin ini akan membantunya lebih
rileks.
Di manakah Ibunda Bumi dan
Supreme God berada hingga
mereka tidak menjawab doa dari seorang gadis kecil?
“....Ini sudah cukup,”
Goblin Slayer bergumam.”
“Iya,” Priestess berkata
dengan anggukan kecil, tangan kanannya memegang tongkatnya, namun tangan
kirinya mengambang mencari di udara, hingga dia mendaratkannya dengan ragu pada
punggung Goblin Slayer. “Aku yakin...akan baik-baik saja.”
“...Ya.” Goblin Slayer
mengangguk. Kemudian dia memperkuat genggamannya pada pedang, mengangkat
perisainya, dan melihat ke depan. Desa terbakar, dan terdapat goblin yang harus di basmi. “Ayo.”
“Baik, pak!” Priestess
menjawab tanpa kebimbangan seraya menggenggam tongkat dengan kedua tangan. Dia
tidak akan membantah apapun yang di minta olleh pria ini. Itu karena, pria ini
adalah seseorang yang telah menyelamatkan nyawanya.
Priestess sangat menyadari
bahwa kemampuannya belumlah cukup matang, dan juga dia belum memiliki
pengalaman yang cukup, namun—
“Jangan khawatir. Aku akan menjaga
punggungmu!”
Dengan itu, pertarunganpun
di mulai.
*****
Goblin Slayer dan Priestess
bergerak layaknya sebuah bayangan di antara jalan bersalju berbaris rumah-rumah
kayu. Matahari, mengintip dari balik awan-awan, telah mulai tenggelam, dan
tidak lama lagi akan senja. Jam para goblin. Desa ini sudah tidak memiliki
banyak waktu lagi.
Priestess menelan liurnya
seraya dia berlari. “Aku belum pernah...bertarung di desa sebelumnya...”
“Nggak terlalu banyak
halangan seperti di dalam gua. Perhatikan bayang-bayang dan berhati-hatilah
serangan dari atas.” Bahkan seraya dia berbicara, Goblin Slayer mengangkat
pedangnya dan melemparnya. Pedang itu terbang melintasi udara, terbenam pada
dada seekor goblin yang merayap-rayap di atap.
“ORAAG?!”
Makhluk itu menjerit dan
terjatuh ke tanah. Goblin Slayer menarik golok darinikat pinggangnya. Satu
ayunan dari tangannya menghantarkan golok itu kepala goblin yang meronta-ronta
di tanah.
“GAAROROROOOOOORG?!”
Goblin itu memberikan satu
jeritan kematian. Goblin Slayer taampaknya terlihat senang mendengar suara itu.
Tidak jelek.
“Dengan ini empat.”
“Karena ada enam di tengah
desa, itu artinya tersisa kurang dari sepuluh lagi, kan?”
Priestess menutup rapat
matanya, menawarkan sebuah doa kepada Ibunda Bumi agar kiranya iblis kecil ini
tidak kehilangan jalannya di kehidupan berikutnya.
Semua makhluk fana hanya
hidup satu kali; Karena itu, semua orang tiada yang berbeda. Kematian adalah
hal terlembut dan teradil di dunia ini.
“Ya. Dan kita nggak punya
banyak waktu untuk mencari.” Goblin Slayer berlari kecil menuju sebuah
persimpangan, kemudian bergerak mendekati Priestess seraya ingin memintanya
untuk menjaga belakangnya. Di karenakan jarak mereka yang begitu dekat secara
tiba-tiba—jantung Priestess mulai berdebar, walaupun dia menyadari bahwa ini
semua hanyalah platonis.
“Mereka akan mendengar
teriakannya. Sebentar lagi mereka akan datang. Bersiaplah.”
“Oh, ba-baik!”
Priestess mengangguk,
memeras tongkatnya kuat, dan mendekapnya di dada.
Mungkin rasa gugup dan lelah
setelah berlari yang membuat degup jantungnya meningkat dan wajahnya memanas.
Tidak ada waktu untuk berpikir yang tidak-tidak sekarang, dia mengatakannya
pada dirinya sendiri.
“Perhatikan langkahmu. Kalau
kamu terpeleset di salju, kamu mati. Dan hati-hati dengan senjata beracun.”
“Baik. Um.,,” Priestess
melihat Goblin Slayer penuh tanya. Berlindung. Di atas kepala. Kakinya dan
senjata beracun. “Jadi maksudmu...berhati-hati terhadap semuanya, seperti
biasanya.”
“Mm,” Goblin Slaher
mendengus.
Priestess melihatnya
mengangguk, dan senyum menghias bibir Priestess.
“Itu nggak bisa di bilang
bimbingan lagi.”
“Maaf.”
“Astaga , kamu... kamu
benar-benar terlalu ya?” Priestess tertawa kecil, namun itu hanyalah topeng
untuk menutupi betapa takutnya dia sekarang.
Ini merupakan satu dari
kesekian banyak momen di mana Priestess dan Goblin Slayer bertarung bersama,
hanya mereka berdua. Namun ini adalah, mungkin, pertama kalinya dia berada di
garis depan bersamanya.
Party mereka sekarang
berjumlah lima orang. Goblin Slayer merupakan satu-satunya spesialis garis
depan mereka, namun Lizard Priest juga nerupakan seorang petarung. Spesialis
garis belakang seperti dirinya sangatlah jarang mempunyai kesempatan untuk
merasakan pertarungan sengit. Priestess mengakui bahwa sesekali, dia merasa jenuh
karena selalu di lindungi oleh mereka, namun tetap saja...
Itu
nggak penting. Aku harus melakukan pekerjaanku dengan benar.
Dan lagipula, Priestess
menghargai mereka semua yang berusaha melindunginya.
Dia memeras tongkatnya lebih
erat lagi; dia melihat sebuah sosok bergerak, terlindung oleh salju yang
berjatuhan.
“Sepertinya mereka sudah di
sini...”
“Lakukan gerakan kecil
dengan senjatamu. Yang aku butuhkan adalah pengalihan. Aku akan melakukan
serangan penghabisannya.”
“Baik, pak...!”
Dan kemudian mereka sudah
tidak memiliki waktu lagi untuk berbicara.
Para goblin, melihat musuh
mereka hanya berjumlah dua, dan salah satu dari mereka adalah wanita, menyerang
persimpangan dari empat arah secara sekaligus.
“GAAORRR!!”
“GROOB!!”
“Lima...!” Goblin Slayer
berkata, menyerang goblin pertamanya dengan goloknya semudah dia memotong kayu
bakar.
“GOROB?!”
Monster itu terjatuh ke
tanah, golok masih tertancap di dahinya. Tidaak memperlambat aksinya, Goblin
Slayer mengarahkan perisainya pada makhluk yang ada di kiri. Perisai tajam,
terasah, dapat berfungsi sebagai senjata, dan mengundang jeritan aneh dari goblin kedua ketika perisai
itu membelah kepalanya.
Makhluk kedua terhuyung ke
belakang. Goblin Slayer tanpa ragu mengambil belati yang terdapat pada kain
kotor goblin itu.
“Hrr!”
Dia menendang perut goblin
dan membuatnya terlempar, kemudian memusatkan momentum itu untuk melempar
belati yang telah di curinya. Belati itu terbang lurus tepat menuju goblin yang
mendatanginya dengan sebuahntombak. Makhluk itu mulai mencakar-cakar belati
yang secara tiba-tiba terbenam di tenggorokannya, kemudian mati.
“Enam.”
Dia menginjak tubuh goblin
pertama yang dia bunuh dan menarik goloknya, kemudian menancapkannya kembali
pada kepala goblin kedua yang tidak beruntung itu, yang berusaha untuk bangun.
“Tujuh!”
Merupakan pertarung dua
melawan banyak—namun salah satu dari dua orang itu adalah Goblin Slayer. Dia berfokus
pada apa yang ada di depannya, meempercayakan punggungnya yang rentan pada
Priestess. Tidak ada dinding yang dapat menjadi tempat para monster melakukan
sergapan; Goblin Slayer dapat melihat ke semua empat arah, dan hanya itulah
yang dia butuhkan. Tidak ada musuh yang lebih mudah di kalahkan selain goblin
yang telah meninggalkan wilayahnya.
“Hah! Yah!”
Priestess, keringat mengucur
dindahinya, membuat gerakan kecil dan cepat dengan tongkatnya. Gerakan itu
tidaklah seperti tarian yang telah di pelajarinya untuk sebuaah ritual yang dia
lakukan di festival.
Dia tidak memberikan para
goblin pukulan yang mematikan; dia hanya berusaha menjaga para goblin berada
tetap di tempatnya. Memastikan mereka agar tidak maju. Memberikan mereka
sesuatu untuk di pikirkan. Priestess hanya ingin memastikan agar mereka tidak
terlalu dekat. Priestess mungkin dapat membuat mereka mengambil langkah mundur
yang lebih jauh jika dia membuat gerakan yang lebih lebar, namun itu dapat
menyebabkan resiko adanya sebuah celah yang dapat di manfaatkan para goblin,
dan semuanya akan berakhir.
Lagipula,
aku punya Goblin Slayer di belakangku.
Mereka berdua saling menjaga
punggung mereka satu sama lain. Priestess merasa senang dan perasaan akan
sebuah kebutuhan.
“Ah...!” Tiba-tiba, dia
merasa Goblin Slayer mulai bergerak ke arah kanan. Tanpa adanya keraguan,
Priestess mengikutinya. Mereka berputar, seolah sedang berdansa, sekarang
Goblin Slayer menghadap tempat di mana Priestess berada sebelumnya.
“Delapan... Sembilan!”
Golok Goblin Slayer mulai
memangkas para goblin yang telah di tahan Priestess. Tidak peduli seberapa
seringnya di mendengarnya, gadis ini tidak pernah terbiasa denga suara pedang
yang memotong daging dan kulit. Terutama pada saat dia berhadapan dengan
goblin, mata mereka di penuhi oleh keserakahan dan kebencian, melangkahi mayat
rekan mereka untuk dapat menghabisi Priestess.
Pengalaman buruk akan
petualangan pertamanya masih terngiang di hatinya. Dan tampaknya pengalaman itu
tidak akan bisa dilupakannya.
“Ya—ah?!”
Terdengar suara thock seraya salah satu goblin menangkap
ujung tongkat Priestess. Momen tarik menarik-pun mulai berpihak pada goblin itu.
Bahkan monster lemahpun dapat mengalahlan lengan kurus Priestess. Dengan
tenaganya, goblin ini dapat dengan mudah membuat priestess terjatuh, dan
mencakar tenggorokannya.
Priestess memucat; gambaran
akan mantan rekan partynya, seorang wizard wanita yang berakhir tragis,
terlintas di pikirannya.
“O
Ibunda Bumi yang maha pengampunk berikanlah cahaya sucimu pada kami yang
tersesat di kegelapan!”
“GORRUURUAAAA?!”
Namun Priestess tidak akan
membiarkan itu terjadi. Dia telah mendapatkan banyak pengalaman sejak saat itu.
Keajaiban Holy Light membakar mata goblin tanpa ampun. Makhluk itu terjayuh ke
belakang, memegang wajahnya, dan tongkat Priestess hampir terlontar ke
wajahnya.
Keajaiban ini tidak
menimbulkan kerusakan, namun segalanya memiliki kegunaan. Mereka yang tidak
memiliki imajinasi adalah yang pertama akan mati. Adalah sesuatu yang dia
pelajari dari Goblin Slayer.
”Sepuluh...!”
Dan Goblin Slayer, tentunya,
tidak akan melewatkan sebuah kesempatan di mana seekor goblin sedang lengah.
Golok itu telah bertukar tempat Priestess; golok itu menyayat tenggorokan sang
goblin. Monster itu kejang-kejang dan berguling di tanah. Lehernya menggantung
pada arah yang aneh. Satu pukulan lainnya. Dan semua berakhir.
Goblin Slayer menghasilkan
semua tumpukkan mayat ini semudah dia bernapas. Sekarang, dia berputar tanpa
ekspresi kepada Priestess.
“Kamu terluka?”
“Ng-nggak.”
Pertanyaannya selalu
blak-blakkan. Priestess dengan cepat memeriksa tubuhnya untuk lebih memastikan.
Walaupun dia tidak berpikir bahwa dia terluka, sangatlah mungkin jika dia
mengalami luka gores di suatu tempat. Dengan goblin yang menggunakan senjata
beracun, bahkan sebuah luka kecilpun dapat mematikan.
“Ku-ku rasa aku baik-baik
saja.”
“Begitu.” Goblin Slayer
mengangguk. Dia memeriksa golok berdarahnya dan menjentikkan lidah. Golok itu
tidaklah terlalu berlumur daging, namun mata golok tersebut sudah mulai menjadi
tumpul di karenakan memotong begitu banyak tulang. Dia melemparnya unntuk kedua
kalinya, menarik busur kecil dari punggungnya.
Bagaikan sebuah kilasan, dia berkata, “Holy Light.
Pilihan yang bagus.”
“Huh...?” Butuh waktu
beberapa saat bagi Priestess untuk memahami apa yang dinbicarakan pria ini. Apa dia...apa dia memujiku? “Oh! Uh—um,
te-terima kasih...?” dia memujiku, iya
kan?
Priestess merasakkan
hangatnya kebahagiaan yang mulai tersebar di pipinya. Namun sebelum kehangatan
itu dapat menyebar lebih jauh, dia menahan sebuah senyuman yang terhias di parasnyya.
“Heh-heh.”
Hanya sedikit tawaan yang
terlepas dari bibirnya. Ini bukanlah waktu yang tepat untuk menikmati sebuah
pujian. Karena itu, dia tetap menjaga wajahnya tetap netral, menggenggam
tongkatnya memohon, dan menawarkan sebuah doa untuk mereka yang mati. Goblin
Slayer tidak akan menghentikan Priestess untuk melakukan itu.
“Sebelumnya tiga, tujuh di
sini, dan sepuluh di tambah yang satu ini.” Goblin Slayer menyiapkan panahnya
dan memeriksa area sekitar.
Inspeksi lumpur dan jalan
bermandikan darah secara terperinci menunjukkan beberapa tubuh yang tergeletak
di tanah. Kebanyakan dari mereka adalah manusia, namun beberapa darinya
merupakan goblin. Penduduk desa pastilah melakukan perlawanan. Para monster
tampaknya telah terbunuh oleh cangkul atau alat perkebunan semacamnya. Terdapat
dua—tidak, tiga lagi—mayat goblin.
“Jumlah akhirnya tiga
belas.”
Goblin Slayer pergi
menendang setiap tubuh untuk memastikan bahwa mereka benar-benar mati. Salah
satu dari mayat itu menjatuhkan sebuah belati; dia mengangkatnya dan menaruhnya
pada pinggulnya. Dia tidak pernah mendiskriminasi sebuah senjata. Sebuah batu
dapat membunuh goblin, Bahkan tangan kosong, terdapat banyak cara. Namun, tetap
ada sebuah waktu di mana sebuah senjata sungguhan menjadi faktor penentu.
Sangatlah penting untuk mengumpulkannya di saat kamu bisa.
“Seingatku masih ada lima
atau enam di tengah desa.”
“Berarti jumlah semuanya
delapan belas atau sembilan belas, kan?” Priestess telah menyelesaikan doanya;
dia berdiri, mengibas debu dari lututnya.
Ekspresi Goblin Slayer
tersembunyi di balik helmnya, namun Priestess tampak terlihat bingung. “Nggak
sampai dua puluh...”
“Aku nggak suka cara mereka mengumpulkan
semua sandra di satu tempat, dan aku juga nggak suka melihat mayat penduduk
desa yang melawan balik kelihatan nggak di apa-apain.”
Priestess meletakkan jari di
bibirnya dan berpikir, kemudian bergumam, “Nggak kayak...goblin banget, ya?”
Banyak hal yang telah
terjadi di dalam gua, reruntuhan dan tempat lainnya yang Priestess tidak ingin
ingat. Namun di manapun dan kapanpun goblin mengalahkan musuh mereka, mereka
cendrung menganiaya musuh mereka di saat itu juga. Dan semakin seseorang
melawan balik, semakin kejam dan ganas goblin bertindak.
Goblin sangatlah licik dan
pengecut, jahat dan bringas, dan terlebih mereka semua setia dengan nafsu
mereka. Mereka mungkin tidak mengetahui arti dari sebuah pengendalian diri. Mengambil
sandra dalam wilayah musuh, dan terus melanjutkan penjarahan tanpa sedikitpun
menyentuh sandra mereka...
“Apa menurutmu ada ogre atau
dark elf lainnya di balik semua ini?”
“Aku nggak tahu,” Goblin
Slayer berkata. “Bisa saja cuma goblin biasa.”
Dia berbicara dengan sikap
biasanya; entah mengapa, Priestess merasa
yakin. Goblin Slayer memang sedikit tidak waras, sedikit aneh,
dan tentunya keras kepala. Priestess telah sering melewati berbagai macam
bahaya selama setahun bersamanya. Dan terkadang, Priestess merasa bahwa dia tidak
bisa membiarkan Goblin Slayer sendiri.
“Kamu mungkin benar,”
Priestess berkata, dan suaranya sangatlah lembut. Namun...
“Huh...?”
Sesuatu menggelitik di
hidungnya, sebuah aroma samar di dalam angin. Aroma manis yang menstimulasi
layaknya alkohol.
“Dia pasti memakai Stupor,”
Priestess berkata.
“Jadi dia memutuskan untuk
membuat semua sandra dan goblin tertidur.” Goblin Slayer melihat sekeliling,
kemudian menuju tengah desa, di mana aroma itu dapat tercium. Benar: sebuah
asap mengepul di sekitar daerah itu, sebuah asap yang di hasilkan sebuah sihir.
“Sangat efisien.”
“Ha... Ah-ha-ha-ha...” Sebuah
senyum melintas di wajah Priestess, dan dia mengalihkan pandangannya.
Nggak
ada yang lebih efisien selain memguat seluruh sarang tertidur. Iyalah...
Dia berpikir namun tidak
mengucapkannya.
*****
“Orcbolg, aku kira kamu
nggak bakal sampai kesini!”
“Begitukah?”
Dada kecil High Elf Archer
membusung; Goblin Slayer menjawab dengan sedikit kejengkelan. Ketika Priestess
telah tiba, alun-alun desa telah di tangani oleh rekan partynya.
Semua jarahan goblin telah
di tumpuk di sekitar para sandra. Semua penduduk desapun di kumpulkan di
alun-alun, masih tertidur. Setelah memastikan ini, dia mengangguk sekali lagi.
Kemudian, dia memutar
perhatiannya pada mayat goblin.
“Semua ada enam di sini.”
Dwarf Shaman telah menyeret semua mayat itu pada satu tempat dan sekarang
mengelap tangannya dengan ekspresi jijik. “Aagh! Mereka ini bau sekali.”
“Kamu yakin?”
“Yakin kalau mereka bau atau
yakin mereka mati? Jawaban keduanya iya. Paling nggak mereka yang terkena
mantraku. Gimana denganmu Scaly?”
“Mm.” Lizard Priest yang
masih memperhatikan dengan seksama di sisi lain balai, mengangguk serius. “Saya mencabut dua nyawa
dengan cakar dan taring saya. Nona ranger tiga dengan busurnya. Semua enam.
Saya rasa tidak ada kekeliruan.”
“Aku mengerti, Sembilan
belas kalau begitu.” Goblin Slayer bergumam, melangkah mendekati tumpukan
mayat. Dia memeriksa apakah terdapat pedang di antara goblin yang mati.
Dia menemukannya dan
mengeluarkannya, memeriksa mata pedang, dan ketika dia mengangap pedang itu
masih dapat dingunakan, dia memasukkannya ke sarung pedang. Akhirnya dia tampak
lebih tenang.
“Uh, hei, Orcbolg. Di mana
gadis itu?” Keluhan High Elf Archer sebelumnya tampaknya telah terlupakan.
Ketika dia mengatakan gadis itu, hanyalah
satu orang yang High Elf Archer maksud.
“Aku suruh dia membawa anak
kecil itu.”
“Apa menurutmu dia akan
baik-baik saja?”
“Ya.” Goblin Slayer
mengangguk. “Aku rasa nggak akan ada masalah. Paling nggak berdasarkan
pengalamanku.”
Goblin Slayer melihat
sekitaran desa sekali lagi. Dia melihat seseorang yang tampak paling tua dan
berpakaian paling baik dan melangkah mendekatinya.
“Apa kamu kepala desanya?”
“Er, ya. Siapa kalian semua
ini...?” Dia melihat kepada Goblin Slayer, kecurigaan menambahkan keriput pada
wajahnya yang telah menua.
Goblin Slayer menjawab
dengan menunjukkan kalung peringkatnya.
“Kami petualang.”
“Petualang... Dan kamu
tingkat silver...”
Kepala desa berkedip
beberapa kali, kemudian sebuah pemahaman memasuki kepalanya. “Apa kamu Goblin
Slayer...?”
“Ya,” Goblin Slayer
bergumam, mengundang teriakan dari kepala desa.
“Oh-ho! Saya senang sekali
kamu bisa datang! Terima kasih! Terima kasih...!”
Pria tua yang berterima
kasih menggenggam tangan Goblin Slayer dengan kedua tangannya sendiri, yang
tampak monggol seperti cabang pohon. Tangan dan lengannya, yang dulu kekar
karena pekerjaan kebun, sekarang sudah tidak menunjukkan kekuatannya. Namun
Goblin Slayer tetap dapat merasakan jabat tangan pria itu seraya pria itu
menggerakkan tangannya ke atas dan ke bawah.
“Ada sesuatu yang mau aku
tanya.”
“Tentu saja. Apapun.”
“Pertama-tama, apa kalian
mempunyai seorang herbalis atau penyembuh di desa kalian? Seorang cleric atau
semacamnya? Seseorang yang dapat menggunakan keajaiban.”
“Ahem... Ketika kami
membutuhkan seorang cleric, kami hanya berharap kepada seorang priest yang
datang berkunjung. Untuk seorang herbalis, yah, kami punya satu...” Kepala desa
tampak terlihat menyesal. Dia mmengira bahwa petualang ini akan bertanya
perihal pembayaran, atau setidaknya bantuan. “Tapi dia hanya seorang wanita
muda. Dia menjadi wanita obat kami baru-baru saja ketika orang tuanya meninggal
di karenakan wabah. Dia tidak...”
“Aku mengerti,“ Goblin
Slayer berkata dengan segera, seolah-olah semua ini sangatlah wajar. “Kami akan
membantu mereka yang terluka. Partyku—“ Dia terdiam beberapa detik”—punya dua
cleric.”
“Apa...?”
“Tapi maaf aku nggak bisa
memberikan satu potion-pun.” Dia menepuk kantung peralatannya. Botol kecil di
dalamnya berguncang. “Kalau apa yang kamu bilanh tentang wanita obatmu benar,
aku ragu dia bisa banyak membantu. Kami hanya bisa memberikan kalian beberapa
keajaiban dan P3K.”
“Ketika Goblin Slayer
bertanya, “Apa kamu kecewa dengan ini?” sang kepala desa menggeleng kepalanya
kuat. Kecurigaan di matanya mulai berubah menjadi rasa kagum dan kemudian rasa
hormat.
Penyair yang berkelana menceritakan
sebuah kisah menakjubkan akan seorang petualang yang bergegas membantu desa
apapun yang telah di serang oleh goblin; di dalam lagu mereka, pahlawan ini
sangat terkenal dan begitu indah. Apakah ada sedikit saja kebenaran dengan apa
yang mereka nyanyikan?
“Ha-ha-ha! Barulah saya
mengerti sekarang mengapa anda melarang saya untuk menciptakan Dragontooth
Warrior,” Lizard Priest berkata, mendekati mereka berdua.
“Warga perbatasan sangat
percaya takhyul,” Goblin Slayer berkata.
“Terutama tentang tulang.”
“Betapa pengertiannya anda.”
“Aku dulunya juga seperti
itu.”
Lizard Priest memutar mata
di kepalanya memahami. “Benar. Naga ataupun bukan, sungguh banyak mereka yang
percaya bahwa hanya necromancer yang dapat mengendalikan seekor skeleton
warrior.” Kemudian Lizard Priest berkata, “Kita harus memisahkan mereka yang
terluka berdasarkan tingkat keparahan luka mereka,” dan dengan ayunan ekornya,
Lizard Priest pergi.
Kaum lizardmen merupakan
kaum petarung. Sebagai ras, mereka juga sering memiliki seorang medis yang
handal.
“Aku kaget,” High Elf Archer
bergumam, memperhatikan percakapan mereka dari kejauhan. Dia memiliki busur di tangannya
dan memperhatikan sekitaran daerah, namun High Elf Archer berusaha keras
menjaga Goblin Slayer untuk tetap di dalam jangkauan pengelihatannya.
Goblin Slayer sekarang telah
duduk di antara para penduduk desa, merawat mereka dengan peralatan yang dia
keluarkan dari tasnya. Dia memperban luka dengan herba yang akan menghentikan
pendarahan dan menetralisir racun, memberikan tekanan pada luka. Bahkan di
sini, entah mengapa dia terlihat berbeda.
“Maaf, terima kasih banyak.”
Di sampingnya, seorang wanita dengan jubah sedang menundukkan kepalanya—tampaknya
seorang wanita obat yang mereka bicarakan sebelumnya.
Telinga runcing High Elf
Archer berkedut, dan sebuah senyum terhias di wajahnya. “Ternyata Orcbolg itu
bisa ngobrol panjang lebar kalau dia mau.”
Di sampingnya, Dwarf Shaman membelai
jenggot dan mengangguk. “Yah, Beardcutter itu yang paling di kenal di antara
kita.” Tidak seperti rekan elfnya, yang sedang melakukan tugas berjaga, dengan
pertempuran yang berakhir, sang dwarf tidak memiliki sesuatu untuk di lakukan.
Bukan berarti dia tidak
membantu sama sekali. Dwarf Shaman tidak mengetahui prosedur P3K, namun dia
berjalan berkeliling dengan banyak barang kecil yang dapat berfungsi sebagai
katalis. Salah satu dari barang itu adalah fire wine, dengan ungkapan yang dia
katakan “Bagus untuk di minum dan bagus untuk penyembuhan.” Adalah sebuah roh
yang sangat kuat, yang juga membuatnya menjadi desinfektan yang bagus. Dwarf
Shaman telah memberikan sebotol fire wine kepada wanita obat, yang telah
menerimanya dengan banyak ucapan terima kasih, yang membuat Dwarf Shaman merasa
malu. Cara hidup kaum dwarf adalah untuk tetap mengingat hutang dan budi begitu
pula dengan dendam dan tidak mempermasalahkan hal-hal kecil.
“Goblin Slayer, petualang perbatasan yang paling berharga..
Bukannya itu lagu yang membuatmu merekrut dia?”
“Iya sih. Tapi ternyata lagu
dan kenyataan nggak sama...” High Elf Archer menggembungkan pipinya tidak
menyukai seraya dia mengingat lagu penyair itu.
Penyair itu mengatakan bahwa
Goblin Slayer terbuat dengan bahan yang paling keras, pendiam dan setia.
Seorang pria tanpa ketamakan. Seseorang yang tidak akan menolak hadiah sekecil
apapun. Ketika Goblin muncul, dia akan pergi menghadapi mereka walaupun itu di
wilayah terpelosok dan terpencil sekalipun, pedangnya akan membasmi mereka
semua. Banyak yang menganggapnya seeprti petualang platinum atau orang suci.
“Tapi kalau di pikir-pikir
lagi... dia memang akrab dengan gadis di guild itu.”
“Orang bilang mereka yang
nggak mengetahui situasi yang sesungguhnya akan cepat terbakar api cemburu. Di
mana-mana sama saja.” Dwarf Shaman melirik kepada elf dengan senyuman menggoda,
“Makanya kamu nngak perlu iri dengan gadis itu cuma gara-gara dadanya lebih
besar dari dada papanmu.”
Dwarf Shaman dapat mendengar
amarah yang menggebu di wajah High Elf Archer.
“Lagipula, kalian para elf
butuh satu atau dua abad untuk tumbuh, nggak seperti gadis itu!”
“Oooh, berani banget kamu
bilang begitu! Dasar perut sebesar—!”
“Ho-ho-ho-ho! Di antara para
dwarf, sebuah tubuh yang terbentuk adalah sebuah keharusan untuk menjadi lelaki
sejati!”
Dan perdebatan merekapun
kembali berlangsung, seperti biasanya—namum ini bukanlah sebuah tanda bahwa
mereka sedang lengah. Dwarf Shaman sama sekali tidak melepaskan tangannya dari
dalam tas berisi katalisnya, dan telinga High Elf Archer terus bergerak,
mendengar. High Elf Archer mendengar dua langkah kaki mendekat.
Salah satunya adalah anak
kecil, sementara langkah lainnya merupakan langkah yang sudah di kenalnya,
Priestess. High Elf Archer mengetahui ini semua dengan pasti.
“Mbaaaaak!”
“Oh...!”
Keceriaan menghias paras
wanita obat, yang terus bergerak di antara mereka yang terluka. Gadis kecil itu
datang berlari mengarahnya, dan wanita obat menangkapnya dengan kedua tangan,
memeluk erat di dadanya. Mereka berdua menangis, tidak mempedulikan mata yang
memperhatikan mereka.
Goblin Slayer melihat ini
dengan diam, hingga pada akhirnya, dia mengalihkan padangannya. Dia tidak dapat
melihatnya lagi karena Priestess, yang telah menjemput anak ini, entah mengapa
memiliki senyum indah di wajahnya.
“Ada apa?” Goblin Slayer
bertanya.
Priestess menutup mata
mendengar pertanyaan blak-blakan itu dan menjawab, “Heh-heh. Oh nggak
apa-apa... Aku cuma berpikir kalau kamu keliahatan...senang.”
“Benarkah?”
“Iya benar.”
“Benarkah.......?”
Goblin Slayer memeriksa
helmnya untuk memastikan bahwa helmnya masih dalam kondisi yang bagus. Tidak
ada senyuman pada pelindung kepala itu.
“Baiklah. Awasi perawatan
penduduk desa. Dan penguburannya.”
“Penguburan...” Priestess
meletakkan jari kurus, pucat di bibirnya, berpikir untuk sesaat. “Satu-satunya
upacara penguburan yang aku tahu cuma dari Ibunda Bumi. Apa menurutmu nggak
apa-apa?”
“Aku yakin mereka nggak akan
peduli. Selama itu ritual dari dewa ketertiban.”
“Oke. Serahkan padaku.”
Priestess membalas sigap, kemudian dia melihat sekitaran dan berjalan, memegang
tongkatnya. “Maaf aku terlambat!”
“Ah, anda datang.” Lizard
Priest, sedang merawat sebuah luka dengan tangan kasar bersisiknya, memutar
kepala pada leher panjangnya untuk melihat Priestess.
“Iya,” Priestess berkata
dengan anggukam dan mulai mengeluarkan perban dan salep dari dalam tasnya. “Aku
masih punya satu keajaiban, jadi kalau ada yang memiliki luka serius, aku bisa
menggunakan keajaibanku unntuk menyembuhkannya....”
“Jika begitu, maka saya akan
serahkan pasien ini untuk anda. Tampaknya beliau telah dianiaya dengan cukup
parah, dan pengobatan saya tampaknya kurang membuahkan hasil.”
“Baik!”
Pada saat Priestess tinggal
di Kuil, pekerjaan Priestess adalah merawat para petualang yang terluka. Seraya
dia menggulung lengan bajunya dan mulai melakukan perawatan pada mereka yang
terluka, Priestess tampak jauh lebih dewasa jika di bandingkan dengan umurnya.
Goblin Slayer mengikuti Priestess
dengan tatapannya, memikirkan sebuah pertanyaan di dalam hatinya.
Ini
pasti bukan akhirnya,tapi...?
“Orcbolg!”
Keseluruhan party melihat ke
atas mendengar peringatan jelas dari High Elf Archer.
Adalah sebuah bayang-bayang
yang mengintip dari balik sebuah drum, dan sekarang bayang-bayang itu telah
melompat keluar dari balik drum dan bergegas menuju jalanan—seekor goblin
berusaha melarikan diri.
Goblin itu berlari layaknya
kuda yang ketakutan; hampir terpeleset dan tersandung, dan semakin lama
terlihat semakin kecil di kejauhan.
Namun hanya untuk beberapa
saat.
“Peri, peri, cepatlah! Tidak ada
suguhan untukmu—Aku hanya tipu
muslihat!”
Dwarf Shaman melantunkan
mantra pengikat, dan sebuah tali terikat dengan sendirinya di sekitar goblin
yang berusaha lari seperti seekor ular. Tali itu menangkapnya di sekitar kkaki
dan membuatnya terjatuh di tanah.
Merupakan sebuah kesempatan
yang di butuhkan High Elf Archer. “Kamu pikir kami akan membiarkanmu pergi?!”
Dengan sebuah gerakan dramatis seindah lukisan, dia menarik busur besarnya ke
belakang dan melompat. Dari drum, ke dinding, dan kemudian ke udara, dia
melompat dan melompat, membidik sasarannya.
“Jadi memang dua puluh...!”
Itulah di mana Goblin Slayer
menarik panah dari tempatnya. “Jangan bunuh dia! Biarkan dia membawa racun itu
pulang dan menyebarkannya!”
High Elf Archer menangkap
sebuah panah di udara dengan gerakan akrobatik. Dan dengan sekejap, panah itu
bersiul di udara, terlihat seperti sebuah kilatan cahaya. Sang elf mendarat di
tanah bersamaan dengan goblin di kejauhan terjatuh. Tidakmada yang mengetahui,
bagaimana dia memasang, menarik, dan menembakkan busurnya di saat seperti itu.
Adalah sebuah kemampuan yang begitu tinggi hingga membuatnya terlihat seperti
sihir.
“Senang sekarang?” High Elf
Archer mengembalikan busurnya ke punggung di saat dia mendarat.
“Ya. Tapi...” Goblin Slayer
bergumam sendiri, tatapannya terpaku pada goblin di kejauhan itu. Goblin itu
mencabut batang panah di pundaknya dan memotong tali di sekitar kakinya dan
berlari kembali. Goblin itu berlari menuju utara—menuju pegunungan bersalju
tempat di mana angin dingin berhembus.
“...ini masih belum
berakhir.”
Adalah sesuatu yang di
ketahui keseluruhan party.
Para goblin mengumpulkan
penduduk desa di alun-alun di karenakan mereka ingin melakukan penjarahan;
mereka mengumpulkan hasil jarahan mereka di alun-alun juga. Namun, mereka sama
sekali tidak menyentuh para wanita. Itu artinya mereka berencana untuk membawa
para wanita menuju sarang mereka. Dua puluh goblin yang telah menyerang desa
hanyalah sebuah satuan garis depan. Masih terdapat banyak dari mereka, mustahil
untuk mengetahui apakah mereka akan melakukan serangan baru atau mundur.
Goblin Slayer telah
menyelesaikan kalkulasinya dan memberikan kesimpulannya tanpa ragu:
“Ketika mantra kita terisi
kembali, kita akan menyerang.”
Goblin Slayer berlutut di
depan kepala desa yang duduk di tanah, kemudian menatap matanya. Sebuah pikiran
akan adanya pertarungan lainnya tergambar di wajah kepala desa, namun Goblin
Slayer hanya berkata, “Aku ingin meminta persiapan untuk melakukan serangan
malam, dan juga tempat untuk beristirahat semalam. Kamu keberatan?”
“A-apa? Ti-tidak sama
sekali! Kalau kami bisa melakukan apapun untk membantumu, beritahu saja aku...”
“Kalau begitu ceritakan
padaku tentang party petualang yang datang sebelum kami. Dan apakah kalian
mempunyai seorang pelacak di desa ini?”
“Y-ya, kami punya. Cuma
satu... Dia masih muda, tapi dia ada di sini.”
“Aku perlu tahu geografi
pegunungan ini. Aku ingin peta, biarpun itu peta sederhana.”
Kepala desa mengangguk
cepat, namun kemudian kepala desa tampak sedang memikirkan sesuatu, dan sebuah
senyum melintas di wajahnya. “Oh, tapi...kalau untuk hadiahnya, kami tidak
bisa....”
“Goblin lebih penting.”
Goblin Slayer berkata datar. Menghiraukan kepala desa yang tercengang, Goblin
Slayer menatap pegunungan yang berada di utara. Di suatu tempat yang tertutup lautan
awan, matahari mulai terbenam di baliknya, dan angin mencekam menandakan
kedatangan sang malam.
“Ketika semuanya sudah siap,
kami akan pegi dan membasmi mereka semua.”
*****
Sebuah keberuntungan, jika
dari secara keseluruhan, kerusakan yang terjadi pada desa sangatlah minimal.
Tentu saja terdapat mereka yang terluka ataupun terbunuh bertarung melawan para
goblin. Beberapa rumah telah terbakar, yang lainnya hancur—tentunya. Namun para
petualang telah tiba sebelum para goblin berhasil membawa jarahan dan para
wanita kembali menuju ke sarang mereka. Oleh karena itu mungkin ini adalah
hasil yang lebih baik. Atau paling tidak, itu apa yang di pikir Priestess.
Akan tetapi... Akan tetapi,
Priestess tidak terlalu dapat menerima ini semua sebagai hasil yang terbaik,
dia berpikir, seraya dia melihat pada kuburan desa.
Di saat mereka telah selesai
merawat para korban, Priestess, wanita obat, dan Lizard Priest akan mengurus
proses penguburan.
“O Ibunda Bumi yang maha
pengasih, hamba mohon, dengan tangan penuh kasihmu, bimbinglah jiwa-jiwa mereka
yang telah meninggalkan dunia ini.”
Tongkat berbunyi di
tangannya, dia menggumam doanya, membuat tanda suci di setiap bagian tubuhnya
menyentuh tanah.
Merupakan hal yang sudah
seharusnya di lakukan, walaupun tidak ada resiko mayat menjadi undead jika di
biarkan begitu saja sekalipun. Jika mereka yang hidup gagal mengucapkan selamat
tinggal kepada mereka yang mati, bagaimana mereka dapat melanjutkan kehidupan
mereka? Proses penguburan ini, lebih di tujukan kepada mereka yang masih hidup
di banding mereka yang telah mati.
Selama mereka yang mati
berada di antara mereka yang dapat berbahasa, jiwa mereka akan bersemayam pada
setiap dewa yang mereka percaya. Dengan itu, dunia akan tetap berputar.
“Aku ragu mereka akan
menyerang di malam hari, walaupun aku nggak bisa memastikannya.” Goblin Slayer
berkata, setelah dia meninggalkan desa untuk menyelesaikan proses penguburan.
“Kamu pasti lelah. Istirahat.”
Seperti biasa, nadanya tidak
menunjukkan keinginannya untuk beragumen—akan tetapi, Priestess paling tidak
memahami bahwa ini adalah cara Goblin Slayer untuk menunjukkan rasa
perhatiannya. Walaupun Priestess masih menganggap bahwa pria ini masihlah
seseorang yang sungguh terlalu.
Tidak peduli berapa kali
Priestess memperingatinya, Goblin Slayer tidak pernah menggubrisnya. Benar,
jika Priestess menolak tawarannya untuk berisitrahat, Goblin Slayer tidak akan
mendengarnya. Karena itu Priestess merasa akan lebih baik jika menurutinya,
walaupun dengan sedikit rasa jengkel.
“Ahh... Phew.”
Itulah mengapa saat ini
Priestess sedang bersantai di dalam pemandian air panas. Dia menghela, hela
napasnya tampak seperti keluar dari keseluruhan tubuhnya, setiap otot dari
tubuhnya melonggar.
Dia sedang berada di
pemandian air panas. Pegunungan bersalju yaang berada di dekatnya, tampaknya
dulu adalah sebuah gunung berapi, dan roh api masih memanasi air bawah tanah
(atau semacam itu).
Pemandian air panas ini
duduk di bawah atap panggung, di kelilingi oleh bebatuan seraya uap mengupul
lembut mengudara. Sebuah ikon yang tidak asing akan dewi pemandian mengawasi aliran
air mandi. Namun terdapat dua wajah pada ikon itu, mungkin di karenakan tempat
ini merupakan pemandian campur yang terbuka bagi pria dan wanita. Karena itu,
Priestess harus berhati-hati dalam melapisi tubuhnya dengan handuk.
Seraya dia duduk di dalam
air keruh, tubuhnya yang telah lama menegang melawan dingin, tampak seperti
melelh. Dia tidak dapat menahan dengusan menikmati yang terlepas dari bibirnya.
“Mmmmm...”
Di lain sisi, High Elf
Archer, merupakan cerita yang berbeda. Tubuhnya yang kurus, tanpa sehelai
benangpun menutupinya, tampak putih layaknya seorang peri. Akan tetapi dia
terus bergerak mondar-mandir di pinggiran pemandian, terlihat seperti kelinci
yang ketakutan. Dia mengepal tangannya, bertekad, kemudian dengan ragu
mencelupkan jempol kakinya ke dalam air sebelum melompat kebelakang kembali.
“Oooh... Ohh... Apa kamu
yakin soal ini?” High Elf Archer tampak terlihat seperti anak kecil yang tidak
ingin mandi—bahkan, dia terlihat seperti cleric muda yang di kenal oleh
Priestess, dan itu membawa senyum pada wajah Priestess.
“Aku sudah bilang, nggak
apa-apa. Ini cuma pemandian dengan air panas.”
“Ini tempat di mana roh air
,tanah, api, dan salju berkumpul jadi satu. Apa kamu nggak merasa terganggu
dengan ini...?”
“Apa aku harus merasa
terganggu? Ini terasa luar biasa kok...”
“Hmmm...”
Tatapan High Elf Archer
bergerak di antara dirinya sendiri dan Priestess, dan telinganya berayun tidak
pasti. Setelah beberapa saat, dia menggigit bibirnya, dan—
“Y-yaaaah!”
“Yikes!”
Melempar dirinya sendiri ke
dalam kolam, menimbulkan cipratan besar yang menyembur pada Priestess.
“Pff! Pff!” High Elf Archer,
yang berada di dalam air, timbul ke permukaan terlihat seperti kucing yang
basah kuyup, memeras dan mengibas air dari rambutnya. Pada akhirnya dia melihat
mengarah Priiestess dengan ekspresi terkejut dan kemudian menghela.
“...Huh. airnya hangat.
Rasanya...enak juga.”
“Aduh! Bukannya itu yang
dari tadi aku billang sama kamu? ...Dan kamu seharusnya nggak boleh melompat.”
“Maaf. Aku cuma terlalu
takut kalau nggak melompat.”
“...Hee-hee.”
“...Ha-ha-ha!”
Mereka bertukar pandang,
sama-sama basah dari kepala hingga kaki, dan tertawa riang.
Tidak peduli seberapa tinggi
tingkat seorang petualang, kegelisahan akan pertarungan tidak akan menghilang.
High Elf Archer mungkin memang tingkat silver, namun dia masihlah muda dan
tidak berpengalaman; Terlebih lagi untuk Priestess. Mereka mungkin berbeda ras,
namun secara emosional, umur mereka sama.
Mereka duduk bersampingan,
melihat langit. Bintang-bintang terhalang oleh awan hitam dan tebal, dan hanya
bayangan dua bulan yang dapat terlihat.
Pria
itu pernah mengatakan—kapan itu?—bahwa goblin berasal
dari bulan hijau.
Pakaian para gadis telah di
susun rapi di samping pemandian, bersama dengan senjata dan peralatan yang
telah mereka gunakan pada pertarungan sebelumnya. Goblin Slayer telah
memperingati mereka untuk berhati-hati akan serangan kejutan seraya mandi.
Mungkin
dia pakai armor dan helm itu walaupun sedang mandi juga...
Gambaran itu terlalu lucu
dan membuat para gadis tertawa kembali.
“Aku ingin mereka semua
bergabung dengan kita,” Priestess berkata.
“Oh, kamu tahulah. ‘Kami
para lizard lebih menyukai lumpur.’ Yang benar saja, siapa coba yang mencuci
badanya sendiri pakai lumpur?” Aku nggak
ngerti sama kaum lizard. Senyum Priestess melebar mendengar High Elf Archer
yang meniru Lizard Priest. “Dan si dwarf juga, ‘Anggur adalah cara terbaik
untuk menyegarkan jiwamu!’ Sedangkan Orcbolg...”
“...Tugas jaga. Pastinya.”
Priestess berkedip, bulu matanya melembab di karenakan uap, dan memeluk
lututnya. “Tapi, aku agak sedikit khawatir. Dia sama sekali nggak mau
istirahat...”
“Iya, yah, dia
masih punya banyak tenaga. Harus membunuh semua goblin, dia bilang.”
“Apa itu…nggak
kelihatan aneh buatmu?”
Pastinya adalah
kesimpulan yang mereka berdua setujui. Sangatlah mudah untuk membayangkan pria
itu, berdiri berjaga di lahan bersalju dan bergumam, “Goblin, goblin.”
“Kalau kita
membiarkan dia begitu saja, dia akan menghabiskan seluruh hidupnya seperti
itu.” High Elf Archer berkata.
“Aku rasa…kamu
benar.” Priestess mengangguk serius membalas.
Sangatlah benar.
Goblin Slayer telah banyak berubah dalam satu tahun sejak dia bertemu dengan
Priestess. Begitu pula Priestess. Namun tetap saja…
“Yah, berkat
berpetualang bersamanya aku jadi dapat kesempatan untuk bisa mengunjungi bagian
utara seperti ini, jadi aku rasa aku nggak terlalu mempermasalahkannya.” Sang
elf berkata. Dia menyemburkan air seolah untuk mengulur waktu untuk berpikir.
Gerakan itu membuat uap berputar. Priestess melirik kepadanya.
“Um… Kamu bilang
kamu pergi dari rumah karena kamu ingin melihat apa yang ada di luar hutan,
kan?”
“Uh-huh.” High
Elf Archer menjulurkan tangan dan kakinya, bersantai. Priestess merubah posisi
duduknya. “Kaum kami bilang, ‘Kamu hidup sampai kamu mati,’ tapi kalau yang
kamu ketahui hanya seputaran hutan, apa gunanya?”
“Aku bahkan
nggak bisa membayangkan bagaimana rasanya hidup sampai ribuan tahun.”
“Itu bukan hal
yang terlalu besar. Rasanya seperti, pohon tua. Kamu cuma….ada.”
Bukanlah hal
yang buruk secara keseluruhan. High Elf Archer menggambar lingkaran di udara
dengan jarinya. Priestess mengikuti gerakan itu dengan matanya. Bahkan gerakan
terkecil dari kaum elf sangatlah gemulai dan elegan.
“Jadi,”
Priestess berkata, menyeretkan tubuhnya di bawah air untuk menyembunyikan rasa
malunya akan bagaimana dia terpesona dengan gerakan itu. “Kamu pergi karena…kamu
bosan? Aku dengar itu memang sering terjadi…”
“Kamu setengah
benar.” High Elf Archer terdiam. “Memang benar. Aku merasa ada sesuatu yang
harus aku lakukan.”
High Elf Archer
berbicara tentang bagaimana dia berburuh binatang yang populasinya terlalu berlebihan
dan mengembalikan mereka kembali ke tanah, memetik buah yang sudah terlalu
banyak untuk membasahi tenggorokannya, dan mengawasi lingkaran kehidupan di
hutan.
Ini cukup untuk membuat kepalamu meledak. Selalu ada
pekerjaan yang harus di lakukan. Dan hutan nggak pernah berhenti tumbuh. Tapi
kamu tahu nggak?
Disini, High Elf
Archer mengedipkan matanya dan tersenyum nakal. “Satu kali, aku melihat daun
yang terbawa arus sungai. Dan aku penasaran kira-kira kemana daun itu akan
pergi? Dan kemudian aku nggak bisa berhenti memikirkannya.” Dia tertawa.
High Elf Archer
kembali kerumahnya dengan cepat dan mengambil busurnya, dan kemudian dia pergi
melalui pepohonan, secepat rusa, mengejar daun itu. Ketika dia mulai
memperhatikan sekelilingnya, dia menyadari bahwa dia telah keluar dari hutan.
Dia melompat dari batu ke batu di atas aliran sungai, mengikuti daun itu.
“Dan…apa yang
kamu temukan?”
“Bukan hal yang
menarik yang bisa aku kasih ceritakan ke kamu.” High Elf Archer berkata,
meyipitkan matanya layaknya kucing.
“Sebuah tanggul. Yang para manusia buat. Itu pertama kalinya aku melihat
yang seperti itu—menarik sekali pikirku waktu itu.“ Daun yang terbawa sungai,
telah tersangkut di tanggul itu.
Bukanlah seperti
High Elf Archer mendapatkan wahyu. High Elf Archer tersenyum samar. Kemudian
membuka bibirnya perlahan dan bersiul. Dia bersenandung sebuah lagu dengan
suara beningnya.
Apakah
yang menunggu di ujung sebuah sungai?
Apakah
yang bermekaran yang membuat burung-burung terbang?
Jika
rahim akan angin berada di ujung horizon
Maka
dari manakah pelangi yang turun dari langit muncul?
Jauh
kita berjalan untuk menemukan jawaban
Namun
kebenaran adalah hal yang akan kita temukan di dalam jalan kita
Priestess
berkedip, mengundang ucapan puas “Heh!” dari High Elf Archer.
Konon tidak ada
bangsa yang dapat melebihi ke-elegan-nan bangsa elf.
High Elf Archer
melirik pada dada Priestess dan mengeluarkan sebuah helaan.
“Kamu masih
dapat tumbuh… Beruntung banget.”
“Er… Ap?!”
Priestess hanya dapat menghasilakn beberapa suara aneh, dan wajahnya
benar-benar memerah. “Ap-apa yang kamu bicarakan?! Dan tiba-tiba gitu lagi!”
“Kita berbicara
soal waktu. Jalannya waktu. Itu maksud dari lagu itu, dan itu komentar yang aku
maksudkan.”
High Elf Archer
terkekeh-kekeh. Tawanya terdengar seperti lonceng. Seraya dia tertawa, dia
mennjulurkan tangan dan mengelus rambut Priestess yang basah.
“Maksudku… Aku,
masih punya waktu, tapi…”
“Masih punya?”
Priestess melihat ke bawah, tidak menolak sebuah tangan pada rambutnya.
Yeah, High
Elf Archer mengangguk. “Manusia… Mereka menjadi tua dan mati setelah seratus
tahun atau lebih, kan?”
“Uh-huh…”
“Aku penasaran
kenapa nggak semua orang bisa hidup panjang, Mungkin ini sesuatu yang bakal
masuk akal kalau seandainya aku manusia.”
“…Kalau kamu
terlahir sebagai manusia, kamu bakal berharap kamu bisa secantik seperti
seorang elf,” Priestess bergumam. Priestess tidak menyesali akan siapa dirinya
sendiri, namun akan selalu ada angan-angan akan jika, keingingan yang tidak dapat terkabulkan.
Hari itu,
sebagai contohnya. Priestess telah bertarung di sisi Goblin Slayer; Pria itu
telah menjaga punggung Priestess. Bagaimana jika Priestess dapat bertarung
dengan lebih baik? Bagaimana jika dia mempunyai lebih banyak mantra atau
keajaiban? Apakah dia akan dapat lebih berguna bagi pria itu?
Priestess telah
berjanji bahwa di kala Goblin Slayer sedang dalam masalah, Priestess akan
membantunya. Apakah Priestess sudah melakukan hal itu hari ini? Jika seperti
ini terus…
Kalau kita membiarkan dia begitu saja, dia akan
menghabiskan seluruh hidupnya seperti itu.
Priestess merasa
bahwa sebuah balas dendam akan datang, balas dendam yang tidak dapat di
hindari.
“…”
“Dan kalau kamu
terlahir sebagai elf, aku yakin kamu akan berharap kalau kamu manusia.” High
Elf Archer menjelaskan ucapannya dengan memberikan kepala Priestess sebuah
pelukan kecil sebelum melepaskannya kembali. Priestess mengira dia dapat
menghirup aroma hutan yang mengisi hidungnya.
Tentunya dia
hanya mengkhayalkannya. Ini adalah sebuah tempat di mana tanah dan air dan api
bersemayam.
Namun… Bagaimana
jika itu bukanlah khayalan Priestess?
Para elf pasti tetap terhubung dengan hutan walaupun
mereka sudah meninggalkannya…
“Kamu mungkin
benar,” Priestess berkata dan menghela. Dia merasa seperti sesuatu jauh di
dalam lubuk hatinya, sesuatu yang menggenang dan kaku, mulai memudar.
“Bagaimana kalau
kita nggak keluar?” Priestess bertanya. “Kita nggak punya banyak waktu cuma
untuk bersantai aja.”
“Benar.” High
Elf Archer berdiri tiba-tiba. “Dunia nggak pernah mau bermain dengan baik, ya?”
*****
“Situasinya
nggak kelihatan bagus.” Goblin Slayer berkata. Dia sedang berdiri di depan api
di tengah rumah makan desa. Lantai dua merupakan penginapan, yang merupakan hal
biasa di tempat seperti ini.
Kehangatan akan
api yang mengisi bangunan kayu, bayangan dari sebuah piala yang berada di
dinding berdansa di bawah cahaya api. Para petualang, kembali seusai masa
bersantai mereka, duduk di sekitar meja besar dengan sebuah cangkir yang terisi
penuh dengan madu. (TL Note ; Madu di sini semacam alkohol yang di buat dari
madu https://id.wikipedia.org/wiki/Mead )
Wanita obat dan
adiknya, bersama dengan hampir seluruh penduduk desa, telah meminta penyelamat
mereka untuk tinggal di rumah mereka, namun Goblin Slayer menolaknya.
“Kita semua akan
membayar biaya penginapan ini. Kalau terpencar, kita nggak akan bisa merespon
dengan cepat kalau ada sesuatu yang terjadi.”
Priestess
merasakan sedikit kelegaan ketika dia mendengar Goblin Slayer mengatakan itu.
Sekarang para
petualang di kelilingi oleh penduduk desa dari jarak jauh. Mereka setengah
berharap dan setengah penasaran. Beberapa juga tampak memperhatikan anggota
wanita dari party ini dengan penuh rasa tertarik. Priestess duduk tidak nyaman
di bawah tatapan mereka.
Aku bersyukur sepertinya nggak ada yang akan membuat
masalah…
“Apa
menurutmu…mereka nggak mau kita ada di sini?” Priestess bertanya, melihat
makanan yang berada di meja.
Kentang rebus,
kentang biasa, kentang, kentang, kentang… Semua yang di sediakan adalah
kentang. Priestess, tentunya, tidak mengharapkan untuk hidup dalam kemewahan.
Dia sudah terbiasa dengan hidup sederhana. Dan benar, adalah musim dingin;
terdapat salju di tanah dan sangatlah penting untuk menyimpan persediaan
pangan. Namun tetap saja—tidak ada yang lain selain kentang?
“Nah,” Dwarf
Shaman berkata dengan gelengan kepalanya. “Dari apa yang aku dengan, petualang
terakhir yang datang ke sini membawa sebuah suplai mereka.”
“Semuanya?”
“Mereka bilang
mereka membutuhkannya untuk membasmi goblin, kalau kamu percaya itu.” Dwarf
Shaman menopang dagu dengan tangannya.
“Ha-haa! Saya
rasa…” Ekor Lizard Priest berayun di lantai seolah bukanlah hak mereka untuk
menilaipara petualang itu. “Konon seseorang harus memancing goblin keluar
sebelum seseorang itu dapat membunuhnya. Mungkin mereka memang membutuhkan
semua suplai itu…?”
Hmm. Priestess
meletakkan jari di bibirnya berpikir, rambutnya mengalir seperti ombak seraya
dia memiringkan kepalanya bertanya-tanya. Sangatlah jelas kepada siapa dia
harus memberikan pertanyaan seperti ini.
“Apa memang
perlu?”
“Tergantung dari
waktu dan tempat dan keadaan.” Spesial pembasmi goblin mereka menjawab datar.
“Terkadang, kamu akan bertemu dengan mereka yang berkelana tanpa sarang.
Pengejaran bisa memakan banyak waktu.”
“Tapi waktu
adalah yang nggak kita punya saat ini kan?” High Elf Archer berkata, meminum madu
dengan senang hati. Pipinya sudah tampak terlihat merah di karenakan alcohol. “
Kita nggak tahu apa yang ada di sarang mereka, dan kita nggak tahu ada berapa
banyak mereka. Di tambah lagi, ada kemungkinan kalau petualang lainnya masih
hidup.”
“Kita beruntung
penduduk desa lainnya nggak di bawa pergi. Siapa yang tahu kalau kita bisa
membantu mereka tepat waktu?”
Goblin Slayer
mengangguk, kemudian membuka gulungan kertas kulit domba di atas meja. “Kita
nggak bisa menunggu sampai penyakit dari panah itu menjadi fatal, tapi mereka
seharusnya sudah mulai melemah sekarang.” Pada kertas terdapat sebuah peta
sederhada akan rute dari desa menuju gunung; Goblin Slayer telah meminta
pemburu local untuk menggambarkannya. Beberapa goresan catatan tampaknya telah
di tambahkan oleh Goblin Slayer sendiri. “Berdasarkan dari pemburu itu, ini
tempat paling memungkinkan untuk para goblin membangun sarang.”
“Yeah, tapi…”
High Elf Archer menelusuri peta dengan jarinya, mengukur jarak antara desa dan
gua. “Kalau nggak ada penduduk desa yang di culik, kenapa kita nggak langsung
pergi?”
“Aku rasa aku
tahu apa yang telah di rencanakan oleh petualang sebelumnya.” Tatapan mereka
semua tertuju pada Goblin Slayer. Dia mengambil kentang bakar dan memasukkannya
ke dalam mulut. Helmnya sedikit bergerak, mengeluarkan suara mengunyah dan
menelan. “Wanita obar itu bilang sama aku kalau party mereka membawa kayu
bersama dengan suplai lainnya.”
“Kayu?” Dwarf
Shaman bertanya. “Tapi mereka bisa saja—nggak, tunggu, jangan bilang aku, aku
akan pikir sendiri.” Dwarf Shaman mengambil secangkir madu, menghiraukan
tatapan dari sang elf seraya dia mengelap beberapa tetes yang terjatuh di
jenggotnya.
Dwarf tua dan
bijak mendengus pada dirinya sendiri, dan tidak lama kemudian dia menjentikkan
jarinya dan berkata, “Ah! Aku tahu sekarang! Yang mereka bawa bukan kayu bakar,
jadi mereka nggak bermaksud untuk mengisi sarang itu dengan asap. Mereka
melakukan persiapan untuk sesuatu. Dan kalau mereka membawa makanan. Itu
artinya…”
“Ya,” Goblin
Slayer berkata seolah ini adalah hal paling wajar sedunia. “ Mereka bermaksud
untuk membuat para goblin kelaparan.”
Terdengar
jentikkan lidah api. Untuk beberapa saat, tidak ada yang berbicara. Lizard
Priest mengambil sebuah poker dan menusuk-nusuk pada kayu bakar. Terdengar
suara lainnya di kala kayu terbelah dua, percikan api berterbangan. (TL Note :
Poker di sini bukan permainan kartu poker ya, tapi semacam tusukan untuk
perapian http://rustydogforge.hypermart.net/Firepoker.html )
“Tetapi, musuh
sangatlah banyak dan mereka berjumlah sedikit,” dia berkata.
“Taktik itu
memiliki kegunaan.” Goblin Slayer berkata datar. “Tapi taktik itu nggak akan
berguna kalau kamu berusaha membasmi musuh dengan jumlah yang banyak di lahan
mereka sendiri.”
Priestess
membayangkannya, tubuhnya menjadi kaku. Akan sebuah terror menghadapi goblin
yang kelaparan.
Aku rasa aku nggak sanggup.
Kemudian
Priestess berpikir tentang para penduduk desa. Akan bagaimana mereka telah
meminta para petualang untuk menghentikan para goblin yang telah mencuri makan
dari mereka, dan party sebelumnya telah memutuskan sebuah taktik yang
menggunakan keseluruhan persediaan pangan desa.
“Kita nggak bisa
menyiapkan satu pedangpun, satu potion, ataupun makanan untuk diri kita
sendiri.” Gluk. Goblin Slayer mengambil minuman madunya tanpa
melepas helmnya. “ Dan petualang tanpa suplai akan mati di saat malam tiba.”
“Orcbolg,
mungkin sesekali kamu bisa memikirkan hal yang lain.”
“Aku mencoba.”
Gluk, gluk. Satu
tegukan madu lagi.
Keempat rekannya
memperhatikan ini dengan senyum samar pada wajah mereka. Mereka mengetahui
bahwa party ini tidak akan terbentuk jika bukan karena pria ini.
“Dan tuanku
Goblin Slayer,” Lizard Priest Berkata, seseorang yang saat ini sudah terbiasa
menjadi peran penasihat militer. “Strategi apakah yang anda pikirkan?”
“Saat ini belum
ada.” Goblin Slayer terdengar santai.
Mereka tidak
mengetahui bagaimana keadaan di dalam sarang atau seberapa banyak musuh yang
berada di dalamnya. Tidak mengetahui apakah petualang lainnya masih hidup.
Mereka tidak dapat menghancurkan sarang itu begitu saja. Dan jika para goblin
telah menyerang satu kali, mereka tentunya akan melakukan penyerangan untuk
kedua dan ketiga kalinya.
Oleh karena itu,
hanya terdapat satu strategi yang memungkinkan.
“Kita lakukan
serangan cepat pada mereka.”
Di karenakan banyak keluhan perihal dialog Lizard
Priest, pada jilid ini saya mengembalikan dialog Lizard Priest menjadi bahasa
formal seperti sebelumnya.
6 Comments
mungkinkah pertamax :D
BalasHapussemangat min
hehehe.... ok mas :)
HapusTerima kasih admin, sehat selalu.
BalasHapusTerima kasih mas. :)
Hapusbener juga tuh yg protes min, terkadang gk tau apa yg diomongin si kadal wkwkwk
BalasHapusbtw makasih min translate nya
Seperti yang di bilang prist, kita ga bisa membaca pikiran goblin slayer.... Meski sebagai pembaca masih bisa melihat apa yang di pikirkan goblin slayer tapi ga ketebak aja gitu.... Dan terlihat naturao banget sifatnya kayakga tahu tapi tahu, tapi kadang beneran ga tau
BalasHapusPosting Komentar