INTERLUDE 2
(Translater : Orion)


---[Underwood] Markas Besar Festival Panen
Enam kursi dipersiapkan untuk meja bundar yang terletak di salah satu ruangan yang ada di Markas Besar.
Sebagai bagian dari tanggung jawab sebagai perwakilan, pemimpin dari sub-Komunitas Aliansi [Draco Greif] berkumpul dan melakukan pemungutan suara untuk memilih ‘Floor Master’ selanjutnya.
Namun, hanya ada empat orang yang hadir dalam pertemuan itu:
Pemimpin [One Horn], Sala Doltrake.
Pemimpin [Two Wings], Griffith Greif.
Pemimpin [Six Scars], Porol Gundark.
Dan seorang lagi yang bertanggung jawab untuk memberikan pendapatnya: [Guru Agung yang Menghancurkan Lautan] JaRyuu. Merekalah orang – orang yang hadir dalam pertemuan itu.
Ketiga komunitas lainnya memilih untuk memberikan hak memilih mereka kepada masing – masing pemimpin komunitas yang hadir dan memutuskan untuk tidak menghadiri pertemuan itu.
Menjadi yang paling muda dalam situasi canggung seperti ini, Porol sudah merasakan adanya tekanan yang ditujukan kepadanya.
[Apa yang para orang tua itu lakukan?!... Kenapa mereka memberikan hak memilihnya kepada [Six Scars] yang akan segera keluar dari Aliansi! Mengerikan! Semoga kalian para orang tua tersedak oleh mochi dari kedai yang ada di Festival Panen atau mati karena keracunan alkohol. Bukan berarti sekarat karena diabetes atau hal yang lainnya. Apapun hal yang buruk selama mereka semua mati....!]
Menyumpahi mereka semua dengan kutukan yang tak ada habisnya, Porol diam – diam terus menympahi ketiga pemimpin yang tidak menghadiri pertemuan ini. Tapi juga, bukannya Porol tidak mengerti alasan dibalik tindakan mereka.
Bahkan dengan kuasa yang diberikan kepadanya, [Six Scars] yang akan segera keluar dari Aliansi tidak bisa menunjuk diri mereka sebagai kandidat ‘Floor Master’ selanjutnya. Oleh karena itu mereka membagi hak pilihnya agar setara dan penentu dari pemilihan ini diserahkan kepada [Six Scars].
Dan pada kesempatan itu seseorang memutuskan untuk tidak setuju dengan pilihannya, lagi pula [Six Scars] akan segera keluar dari Aliansi dan rasa ketidakpuasan itu tidak bisa mempengaruhi Aliansi.
[Sepertinya ia telah memilih pilihan yang bijak dengan menerima tawaran Jin......]
*Haiz* Porol menghela napas.
Griffith yang kesal dengan lamanya keputusan yang akan Porol ambil, mendesaknya untuk cepat memilih:
“[Six Scars], hal apa yang masih kau pikirkan? Jika kau masih tidak bisa memilih diantara kami, maka kita harus menyelesaikan hal ini dengan adu kekuatan antara [Two Wings] dan [One Horn]! Bukankah kita sudah sepekat dengan hal itu dulu?!”
“Yeah.  Aku mengerti tentang hal itu...”
Menggunakan game untuk memutuskan jika ada kasus dimana keputusan yang sebanding adalah cara mereka yang tinggal di Little Garden. Dan hal itu juga bisa disebut sebagai sedikit cara hidup yang rumit di Little Garden. Jika itu adalah pertarungan yang adil, Porol tidak keberatan dengan ide itu. Tpi ia memiliki pertanyaan tentang game yang akan digunakan dalam pemilihan ini.
“Seperti yang kutanyakan sebelumnya, apa yang [Two Wings] sarankan sebagai game yang menuntukan kekuatan dari kedua calon?”
“Kami hanya harus bertarung dalam game [Balapan Kuda Laut] yang akan diselenggarakan besok. Pemenangnya akan mewarisi [Tanduk Draco Greif] dan bisa menunjukkan kekuatannya. Bukankah itu seperti membunuh dua burung dengan satu batu?”
[Ketika kau mengatakannya seperti itu, tentu saja hal itu terdengar bagus.] Porol meratap diam.
Persyaratan minimum sebagai ‘Floor Master’ adalah kekuatan mereka atau tidak ada lagi yang perlu didisuksikan tentang hal ini. Tapi kalau ada cara lain, Porol lebih memilih untuk tidak memilih cara ini.
[Meminta Sala Onee-san untuk bertarung ketika dia sedang memulihkan diribukanlah tentang bertarung melainkan hasrat untuk menang!]
Sejujurnya, Porol ingin memilih Sala.
Meskipun Griffith memang mempunyai kekuatan yang dibutuhkan, ia kurang tenang dalam mengambil keputusan. Dan Porol menilai bahwa Sala Doltrake adalah pilihan yang lebih baik karena ia percaya bahwa dia mempunyai apa yang dibutuhkan untuk mempersatukan Aliansi dengan sukses.
Tapi pikirannya Porol tidak sedangkal itu juga dan ia lebih tahu jika memilih seseorang berdasarkan sifat mereka.
Apa yang Porol takutkan adalah apa yang akan terjadi setelah Festival Panen. Jika ada rumor bahwa ‘Floor Master’ yang baru telah dipilih dari balapan jelek seperti itu, Porol tidak ingin tahu apa yang orang lain pikirkan mengenai hal ini....
Jika hal ini harus diselesaikan dengan duel, hal ini hanya harus dilakukan ketika kedua pihak dalam keadaan sehat dan terbaik mereka atau hal itu akan terasa kurang adil. Khususnya untuk [One Horn] yang dipaksa untuk mengikuti game yang merugikan mereka....itu hanya akan menjadi penghinaan publik.
[Selain itu, Sala Onee-san mengalami luka yang parah baru – baru ini dan untuk pulih sepenuhnya membutuhkan waktu beberapa bulan...atau mungkin beberapa tahun.]
Tapi tidak ada waktu lagi untuk memilih ‘Floor Master’ yang baru.
Lagi pula, kita harus mengingat fakta bahwa Sala telah kehilangan salah satu tanduk naganya, apakah dia sembuh sepenuhnya atau tidak. Kekuatannya sekarang mungkin hanya setingkat Griffith atau meungkin dibawahnya.
[Dengan hal buruk seperti itu, aku mungkin harus mempersiapkan hal yang terburuk dan memilih Sala Onee-san.]
Alasan untuk memilihnya adalah “Ini karena Griffith tidak mempunyai apa yang dibutuhkan untuk memimpin!” atau sesuatu seperti itu yang akan berperan sebagai alasanku.
Jika ia benar – benar melakukan itu, [Six Scars] harus segera keluar dari Aliansi dan memutuskan semua hubungannya.......Namun, Porol tahu bahwa ia harus memikirkan situasi ini dengan sangat hati – hati karena langkah semacam itu pasti akan menimbulkan masalah untuk Sala.
Ketika ia mulai frustasi dengan keadaanya yang tampaknya tidak bisa ia selesaikan----JaRyuu yang selama ini duduk terdiam tiba – tiba berdiri dan memberi sebuah saran:
“Hey, Porol. Jika kita menambahkan beberapa persyaratan dalam game itu, bukankah hal ini akan sedikit menyelesaikan masalahnya?”
“Apa yang anda katakan, Gu.......Guru?!”
Porol tidak bisa menahan rasa terkejutnya dengan apa yang dikatakan oleh Gurunya karena rasa frustasi yang menumpuk.
Griffith tidak melewatkan kesempatan ini untuk menyetujui hal tersebut.
“Dapat melihat masa depan Aliansi, seperti yang diharapkan dari seorang penasihat.”
“NnNn. Aku hanya tidak mau melihat Aliansi yang dibangun oleh Draco dengan susah payah mulai terpecah. Jika hal itu harus diselesaikan dengan cara yang mudah, aku akan mendukungnya...Namun, aku ingin mengubah kondisi dari game-nya.”
Sebuah senyuman yang lebar terlihat di wajah JaRyuu. Mengetahui bahwa hal itu adalah salah satu senyuman yang dimiliki oleh Gurunya yang menandakan [Aku merencanakan sesuatu], Porol mengalah dan mengikuti kata – kata gurunya:
“......dan kondisi apa yang Guru inginkan?”
“Oh, ini bukanlah kondisi yang aneh. Bukankah game [Balapan Kuda Laut] terbuka untuk umum? Bersaing dalam game adalah hal yang baik......Hanya saja, karena ini adalah game yang menentukan ‘Floor Master’ selanjutnya, komunitas kalian pastinya sudah yakin untuk menang kan?”
Senyuman dan tatapan yang JaRyuu tunjukkan mempunyai kekuatan yang bisa menembus pertahanan seseorang. Begitu kuathingga tatapannya membuat Griffith merinding tanpa sadar.
Pada saat ia mendengar pertanyaannya, Porol mengerti apa yang dimaksud oleh Guru-nya dan mendukung perkataan Guru-nya.
“Oh yeah, itu benar Guru. Lagi pula, ini adalah pertarungan yang akan menentukan ‘Floor Master’ selanjutnya dan menjadi pelindung daerah Selatan. Mereka harus menunjukkan kekuatan mereka.”
“Itu benar. Tapi bagaimana jika......Nn, Anggap saja bahwa ini adalah hal yang tidak mungkin aku percayai akan terjadi. Bagaimana jika para kandidat memenangkan game-nya...bukankah hal itu akan membua mereka malu?” JaRyuu melebarkan tatapan matanya yang penuh dengan tekanan yang mengancam.
Baahkan meskipun ia telah menjadi pertapa yang berkeliaran selama bertahun – tahun, tatapan itu tidak diragukan lagi bahwa itu adalah tatapan yang ditunjukkan oleh seorang Raja Iblis. Griffith yang menerima tatapan semacam ini merasa punggungnya basah karena keringat.
Meski jelas bahwa tidak ada hal yang salah dengan apa yang pria ini sarankan, tatapannya bisa membuat seseorang berkeringat hebat.
[Raja Iblis Sialan! Tunggu saja hingga aku mendapatkan [Tanduk Draco Greif]. Karena kau yang akan pertama kali kumusnahkan!]
Menggunakan hasrat kebenciannya untuk menutupi rasa takutnya, Griffith memikirkan sesuatu untuk membalasnya.
Sala yang selama ini terdiam tiba – tiba berbicara:
“---Lalu, mari kita biarkan pemenang dari [Balapan Kuda Laut] untuk memilih siapa ‘Floor Master’ selanjutnya. Jika Griffith yang menang, maka ia hanya harus memilih dirinya sendiri.”
“Huh? Omong kosong apa itu?! Apa yang terjadi jika seseorang tak dikenal yang tiba – tiba saja muncul dan kebetulan memenangkan game ini?”
“Tidak perlu khawatir tentang hal itu karena hanya ada satu pemenang.  Pahlawan kami---[No Name] dan tidak ada yang lain. Jika mereka yang harus memilih, aku yakin tidak ada yang keberatan.”
Sala mengatakan hal seperti itu sambil membuatnya terdengar seperti fakta karena kepercayaannya pada kemampuan [No Name] begitu kokoh. Setelah bertempur bersama mereka dalam bertempur melawan naga besar, dia mengerti lebih dari siapapun bagaimana kuatnya kemampuan mereka.
“Dan karena keyakinanku akan kemenangan mereka, aku akan membuat peraturan seperti:
1. Jika [No Name] yang menang, mereka berhak untuk memilih ‘Floor Master’ selanjutnya dari salah satu perwakilan yang ada di Aliansi.
2. Jika komunitas lain selain [No Name] yang menang, Griffith akan dipilih sebagai ‘Floor Master’ selanjutnya.
---Bagaimana kedengarannya? Menyingkirkan mereka dan menang pada saat yang sama. Bukankah tidak ada saran yang lebih bagus daripada ini untukmu kan?”
Mengibaskan rambut panjangnya yang merah, Sala tersenyum dengan percaya diri.
Sebuah penghinaan yang ada di dalam kata – katanya membuat bahu Griffith gemetar.
“Apa kau mencoba untuk mengatakan bahwa komunitasku [Two Wings] akan......kalah dengan komunitas sampah rendahan seperti [No Name]?”
“Oh? Jadi maksudmu komunitas biasa seperti [Two wings] bisa menang melawan pahlawan kami? Hinaan dan rasa sombongmu harus berakhir di sini.  Dasar kau B-A-S-A-S-H-I.”

Dalam sekejap, atmosfer nya seperti petir yang menyambar ke dalam ruangan dan tampak seperti tombak yang tajam menusuk ke arah hati Sala.
Segera menyadari situasi tersebut, Sala berdiri dan melakukan hal yang sama kepada Griffith.
Meja yang tersmbar petir segera berubah menjadi dinding api yang ada di antara mereka. Menunjukkan bentuk tubuh Hippogriffnya, Griffith menatap Sala dengan tatapan yang tajam.
“......Okay! Tapi menerapkan peraturannya agar adil sudah cukup! Jika aku menang dengan kekuatanku sendiri! Jika komunitas lain yang menang, mereka berhak untuk memilih siapapun! Tapi kau harus mengingat bahwa ketika aku menjadi ‘Floor Master’, Alaiansi ini tidak akan menganggap keberadaanmu!”
“Aku juga akan melakukan hal yang sama.”
Sala memberihkan debu yang ada di dirinya sedangkan Griffith memanggil sebuah tiang air yang menyiram api yang ada di meja bundar sebelum ia pergi.
Melihat bayangan Griffith yang menjauh dengan perasaan campur aduk, JaRyuu berkata: “*Haiz* ......Griffith benar – benar orang yang mudah dibaca.”
“Nn. Tampaknya ia tidak menyadari betapa mudahnya [No Name] menjadi penggantiku. Ia begitu mudah ditipu sehingga aku terdiam.”
Sala menutup mulutnya saat dia mulai tertawa.
Pada saat itulah Porol menyadari akting yang dilakukan oleh mereka berdua.
“Guru dan Sala Onee-san......bekerja sama?”
“Hahaha! Bukankah agak terlambat untuk mengetahuinya, muridku?”
“Maaf. Ini semua karena pihak lain waspada terhadap pergerakanku dan ingin agar aku menjauh darimu Porol...Tapi untungnya JaRyuu-san membantku membuat rencana seperti itu dan itu sangat membantuku sekali. Jika bukan karena itu, aku masih terus mengkhawatirkan tentang bagaimana melanjutkan hal ini sebagai perwakilan.”
Sala tersenyum kepada JaRyuu dengan lega.
Namun, Porol merasakan hal yang berlawanan dengan muncul rasa gelisah karena perkataan Sala barusan
[Bukan Sala yang meminta pertolongan....Tapi sebuah inisiatif dari Guru yang menyarankannya?]
---Saurian Demon King yang biasanya di disekripsikan sebagai ‘Pengembara yang tak tentu arah’ akhirnya melakukan sesuatu seperti itu?
Meski Porol merasa gelisah dengan perkembangan seperti ini, tapi hal ini berkhir dengan baik dan tidak ada yang perlu dikeluhkan.
Menyadari betapa tidak sopannya ia memikirkan hal itu terhadap Gurunya, ia diam – diam memarahi dirinya karena pertemuan Aliansi yang berakhir seperti ini.