BAB 17
(Translater : Fulcrum)

Walaupun dia tidak bisa melihat wujud roh itu, Lina merasa kalau ‘mahluk itu’ sudah mati. Kumpulan ‘informasi’ itu berhenti, membeku, lalu hancur. Kalau mengendalikan Psion didalam dimensi informasi sudah jadi hal yang biasa bagi penyihir, tidak mungkin penyihir sekaliber ‘Sirius’ tidak ada menyadari hancurnya Psion sebanyak itu.
“Sihir Lunar…………?”
Sihir Lunar adalah kata yang biasa digunakan penyihir dengan Bahasa Inggris untuk menyebut Sihir Pengganggu Mental, yang mengunci sasaran dan langsung menyerang rohnya, dan nama itu diambil dari Sihir Mental paling terkenal, ‘Lunar Strike’.
Lunar Strike, diantara sihir-sihir lain selain Sihir Pengganggu Mental, memiliki proses yang terbentuk dengan cara yang tak biasa; karena sihir itu hanya digunakan oleh anggota ‘Kelas Satu’ Stars, maka saat mereka menjadi musuh, ada cara untuk menghadapinya.
Sebenarnya Lina sudah pernah melihat Lunar Strike berkali-kalu dan walaupun ini pertama kalinya ia melihat Cocytus dan dia tidak benar-benar paham cara kerjanya, dia dapat menyimpulkan kalau sihir itu menyebabkan kerusakan yang besar pada roh-roh itu.
Dan orang yang menggunakannya adalah Miyuki.
“Sihir Lunar sekuat ini……. Miyuki, kau…….. tidak, siapa kalian sebenarnya?”
Masih belum berdiri, Lina bergumam.
Kalau dia menggunakan sihir ini saat pertarungan mereka…… pemikiran seperti itu tidak benar-benar terbesit di pikiran Lina. Pikirannya masih terlalu syok untuk memroses hal itu sekarang.
Sebenarnya, Miyuki juga dalam keadaan yang sama.
Separuh kesadarannya kegirangan, dia masih berada di pelukan Tatsuya. Ditambah lagi menggunakan sihir yang sudah lama tidak digunakannya, sekaligus melihat dengan mata Tatsuya; dia sepertinya masih mabuk dengan semua itu.
Mereka berdua yang sebelumnya dalam suasana hati yang buruk sekarang sedang kebingungan; ini kesempatan. Tatsuya mengambil komunikator dari telinganya dan mematikannya.
“Lina, jangan ceritakan apapun yang baru saja kau lihat.”
Melihat Lina di bawah, suaranya terdengar kecil dan mengintimidasi.
“A-Apa maksudmu, tiba-tiba……”
Kalau dirinya yang biasa, metode seperti ini pasti akan berhasi. Tapi seperi dugaan Tatsuya, Lina masih belum kembali seperti biasa,
Dia sedang berada dibawah stress yang besar, dan sekarang dengan hilangnya target yang memberikan tekanan besar padanya, dia benar-benar hancur. Ini adalah saat yang sempurna untuk melakukan ‘persuasi’.
“Sebagai balasannya, kami akan menjaga identitasmu sebagai Angie Sirius. Ini tidak hanya berlaku untukku dan Miyuki saja, tapi semuanya yang terlibat di insiden hari ini.”
Lina tidak memberikan jawaban.
Mata birunya berkedip. Secara perlahan, Tatsuya dapat melihat pikirannya yang mulai berjalan kembali.
Misi.
Curiga.
Pertahanan.
Pembersihan nama baik.
Banyak hal yang terlihat di matanya, selagi pikirannya perlahan-lahan kembali normal. Tatsuya tidak ahli dalam analisa kejiawaan ataupun membaca pikiran sehingga dia tidak terlalu yakin, tapi dia tahu kalau Lina sedang mencoba untuk meyakinkan dirinya sendiri.
Konflik pikirannya tidak berlangsung lama.
“Aku tidak punya pilihan bukan?”
“Bukan seperti itu.”
Tatsuya menyangkal perkataaan Lina. Tapi dia tidak bertanggung jawab atas konsekuensinya kalau ia menolak.
Kecurigaan menimbulkan kegelisahan. Perkataan yang tak terucap itu, atau lebih seperti aksi yang tak terlakuka, adalah dorongan terakhirnya.
“Baiklah….. kalau itu membuatmu tutup mulut, itu tidak terlalu buruk untukku. Aku juga akan tutup mulut tentang kalian berdua. …….Bagaimanapun juga tidak akan ada orang yang percaya omonganku.”
Bagian terakhir perkataannya tidak terlalu terdengar jadi Tatsuya tidak mendengarnya. Dia tidak menanyakannya.
Dia menggendong Miyuki yang masih lemas; saat Miyuk tiba-tiba kembali sadar dan mulai meronta-ronta, Tatsuya memintanya untuk tenang saat mereka berpaling dari Lina.
Hanya berpaling, tidak pergi.
Segera sebelum Lina bisa memanggil Tatsuya dengan curiga,
“Lina.”
Tatsuya memanggil Lina.
“Apa ada hal lain?”
Dari perkataannya sendiri bisa disimpulkan kalau Lina masih kesal, tapi suaranya tidak sekecut perkataannya.
Suasana terpojok sebelumnya sudah hilang.
“Kalau kau ingin keluar dari Stars………”
“Eh?
“Kalau kau ingin berhenti jadi tentara, aku rasa aku bisa membantumu. Tidak, bukan berarti aku punya semacam kuasa, tapi aku punya kenalan-kenalan yang bisa membantu.”
“Tatsuya? Apa maksudmu?”
Lina tidak marah sambil berkata ‘itu bukan urusanmu’ atau tertawa terbahak-bahak sambil berkata ‘dasar bodoh’.
“Aku tidak merasa ingin keluar dari Stars…….. berhenti menjadi ‘Sirius’.”
Dia menjawabnya dengan bingung.
“Aku mengerti.”
Tanpa menoleh, Tatsuya menjawab dengan singkat, lalu mulai pergi.
“Tunggu, Tatsuya! Kenapa kau berkata seperti itu!?”
Tidak menoleh ke arah Lina yang memanggilnya dengan suara keras,
“Maaf, aku mengatakan sesuatu yang aneh.”
Dia hanya berkata seperti itu, dan pergi.
Boneka mesin itu mengikutinya seperti biasa dan mengabaikan Lina.
Hanya Miyuki, yang masih di pelukan Tatsuya, yang melihat ke belakang bahu kakaknya, menunjukkan ekspresi gelisah kepada Lina.
◊ ◊ ◊
Saat sosok Tatsuya menghilang ke dalam kegelapan, Lina mendesah.
Sadar kalau dia diam melihat punggung Tatsuya, dia segera bangkit berdiri.
Kenapa matanya terpaku melihat kepergiannya…… disaat pemikiran seperti itu memasuki pikirannya, Lina segera menggelengkan kepalanya.
(Ini hanya karena dia mengatakan sesuatu yang aneh. Pasti karena itu!)
Secara tak sadar, tatapannya tertuju pada Tatsuya untuk waktu yang lama.
Segera setelah dia sadar akan apa yang dilakukannya, dia juga sadar kalau pipinya memerah dan hatinya berdebar kencang.
Faktanya dia terseret ke dalam ‘kesalahpahaman’ yang dibuatnya sendiri, tapi dengan jatuh ke perangkap ini Lina jadi tidak dapat berpikir jernih. Dia seakrang sedang terjebak dalam Suspension Bridge Effect[1].
Untuk menghilangkan ‘cinta’ dari pikirannya, Lina dengan putus asa mencari hal lain untuk dipikirkan. Akibatnya, pikirannya terpusat pada pertanyaan terakhir Tatsuya.
Tawaran membingungkan Tatsuya.
Penasaran kenapa dia bertanya seperti itu, Lina memiringkan kepalanya.
Apa itu karena wajahnya, penampilannya, diserang monster dan harus membunuh orang satu negara, terlihat menderita?
Kalau begitu maka dia salah, pikir Lina.
Dipaksa untuk melawan ‘keluarga’nya tentu saja membuat hatinya sakit.
Tapi Lina yakin apa yang dilakukannya benar. Ia yakin kalau dirinya memberi pengampunan kepada mereka.
Dia sudah lama tahu kalau harga diri ialah sesuatu yang berharga.
Itu adalah pekerjaan yang sulit, tapi semua orang masih perlu melakukannya.
Dia tidak akan lari dari itu.
Kalau seorang penyihir kuat berubah jahat, maka satu-satunya orang yang dapat menghentikannya adalah sang terkuat, Sirius, dengan kata lain dirinya…..
(…….Hanya dirinya?)
Tidak pernah memikirkan hal tersebut, pikiran Lina saat ini buntu.
Membunuh penyihir-penyihir pengkhianat itu sebelum mereka menjatuhkan korban baru. Sebagai penyihir terkuat, dia lah yang paling cocok untuk tugas itu.
Tidak pernah ada keraguan didalam pikirannya, sampai sekarang.
Dia sekarang tahu apa yang tidak pasti.
Bahkan jika dia tidak melakukannya, mereka berdua pasti.
Bahkan jika dia tidak dapat melewati penderitaan itu, rasa bersalah membunuh rekan-rekannya, mereka berdua pasti…
(Aku mengerti…….. jadi itu kenapa aku kalah, aku terlalu gegabah.)
Hal yang membebani pikirannya untuk hampir sebulah akhirnya hilang seperti matahari terbenam.
Bahka jika dia tidak melakukannya, orang pasti akan melakukannya.
Bagi Lina, itu seperti menemukan sesuatu yang tak terbayangkan.
Dia sadar kalau masa depannya yang dikiranya sudah ditentukan, tak bisa diubah, adalah sesuatu yang bisa ditentukannya sendiri. Jalan lurus yang selalu ia pikir harus ikuti mendadak bercabang, dan hal itu diikuti dengan munculnya kegelisahan dan harapan.
Akhirnya terbangun dari ilusinya, Lina masih terjebak dalam kebingungannya untuk sejenak.
◊ ◊ ◊
Tujuan Tatsuya adalah lokasi dua Parasite yang telah disegel sebelumnya. Tapi seseorang sudah sampai disitu terlebih dahulu.
Dua kelompok saling berhadapan.
Salah satu kelompok itu mengenakan baju hitam semua, dipimpin oleh seorang tua yang berdiri tegak.
Dan yang satunya lagi juga berpakaian hitam, dipimpin oleh seorang gadis muda mengenakan gaun one piece hitam.
Meski saling berhadapan, bukan berarti mereka bermusuhan. Kelompok yang dipimpn gadis itu, apapun yang terjadi, tidak menunjukkan perlawanan sedikit pun terhadap kelompok yang dipimpin orang tua itu. Itu mungkin karena gadis itu, pemimpin mereka, sendiri tidak punya masalah terhadap orang tua itu.
Sebaliknya, gadis itu memandang orang tua itu dengan penuh hormat. Setidaknya, begitulah yang terlihat.
“Tetua Kudou, sebuah kehormatan dapat bertemu dengan anda.”
Gadis itu maju dan memberi salam dengan anggun. Namun, meski elegan, tidak ada kesopanan yang terasa. Tatapan matanya lebih kuat daripada itu.
“Nama saya Kuroba Ayako. Saya adalah anggota rendah Keluarga Yotsuba, dan saya melayani kepala keluarga kami, Maya”
Mengangkat kepalanya, Ayako memberikan senyuman ceria.
Sebuah senyuman penuh misteri yang provokatif sekaligus tidak jelas maksudnya.
Namun, seperti yang diduga, Kudou Retsu tidak termakan umpan itu.
“Perwakilan Keluarga Yotsuba, betul bukan. Kau terlihat cukup tegas, meski masih muda. Seperinya kau sudah tahu tentangku. Atau masih harus perlu memperkenalkan diri?”
Dekat, bukan dalam hal pertemanan, dengan Maya, Kudou punya status yang sama dengannya didepan umum, sesama kepala keluarga dari Sepuluh Master Clan. Caranya berkata ‘Yotsuba’, dan caranya dia melihat Ayako sekarang, yang seumuran cucunya, sebagai seorang ‘saingan’.
“Tidak, itu tidak perlu.”
Tatapan Kudou yang tajam menunjukkan niatannya. Tapi dihadapannya, sikap manis sekaligus tidak takut Ayako tidak gentar sedikit pun.
“Ngomong-ngomong Tetua, kami tidak punya banyak waktu, jadi ada sesuatu yang ingin yang bicarakan dengan anda.”
Kudou tidak menunjukkan adanya ketidaknyamanan sama sekali terhadap sikap Ayako yang tergesa-gesa. Dia tidak merasa kalau dia harus tergesa-gesa, tapi karena dia juga ingin untuk segera menyelesaikan semua ini.
“Katakan.”
“Terima kasih.”
Ayako memberikan tundukan sekali lagi kepada izin dari orang tua itu, lalu memandang lurus ke matanya.
“Aku khawatir kalau tujuan Tetua disini, yang mana untuk membawa mahluk bernama Parasite yang telah tersegel disini, juga merupakan tugas yang diberikan kepala keluarga kami.”
“Hou.”
Tatapan Kudou makin tajam dan intens.
Saat itu muncul sedikit keraguan di wajah Ayako, naun dia segera tersenyum kembali.
“Namun, untungnya, sepertinya ada dua inang yang tersegel. Bagaimana kalau satu untuk Tetua dan satu untuk kami?”
Memertahankan senyumannya, Ayako melihat ke mata orang tua itu dan menunggu jawabannya.
Secara tak terduga Kudou tertawa.
Keras, dan terbahak-bahak.
“Oh astaga…….. tentu saja. Dan kau masih SMP.”
Ayako tidak memberitahu umurnya kepada Kudou. Perkataannya menandakan kalau dirinya sudah melakukan investigasi padanya sebelum dia memperkenalkan dirinya.
Tidak ada tanda-tanda ketidaknyamanan pada Ayako kali ini. Dia hanya sedikit terkejut Kudou Retsu akan menyelidiki bahkan sampai pion-pion Yotsuba seperti dirinya.
Sekali tahu kalau Kudou Retsu memang melakukan penyelidikan itu, maka dia tidak kaget kalau dia juga tahu tentang dirinya.
“Baiklah. Mari kita selesaikan ini dan masing-masin ambil satu.”
“Terima kasih banyak, Tetua.”
Tanpa merubah ekspresinya, Ayako mengelus dadanya lega.
Tidak memiliki kekuatan sihir ilusi. Meskipun ia tidak terbatas dalam kekuatan sihirnya seperti Tatsuya, dia juga tidak sebebas Miyuki. Dia adalah penyihir yang memiliki kelebihan dan kekurangan yang jelas. Dan sihir jarak dekat dan tarung langsung bukanlah keahliannya.
Dia tidak bisa percaya kalau untuk sesaat dirinya berharap bisa mengalahkan orang itu yang pernah dianggap sebagai ‘penyihir terhebat di dunia’.
Ayako diam-diam berterima kasih atas kepada mereka berdua.
Dan
(Tatsuya-san, aku dapat menjalani misiku dengan baik berkatmu.)
Bahkan jika Tatsuya tidak setuju untuk bekerjasama, lagipula memang tidak ada waktu untuk memintanya; Ayako mengatakan hal itu dengan licik di pikirannya.
◊ ◊ ◊
Di pelukan Tatsuya, Miyuki meringkuk.
Namun tidak peduli bagaimanapun dia memintanya, Tatsuya tidak menurunkannya. Miyuki tidak bisa dibilang kecil untuk seorang gadis, dan beratnya juga tidak terlalu ringan. Tidak peduli seberapa terlatih Tatsuya dalam menahan berat, tapi lengan Tatsuya yang memeluk Miyuki tidak gemetaran sedikit pun. Sebaliknya, dia membawanya sangat hati-hati sampai Miyuki tidak merasa tergoyang sedikit pun kecuali saat melewati tanah yang tak rata.
Dari kebiasaan mereka setiap hari, Miyuki sudah sering memeluknya. Namun, Miyuki tidak hanya menempel pada leher Tatsuya; dia juga menaruh tangannya di dadanya dan menahan rasa malunya.
Keheningan itu menyakitkan.
Tidak kesal; tapi, dadanya sakit.
Itu terasa seolah nafasnya akan berhenti dan jantungnya akan meledak. Dari sudut pandang orang lain itu tidaklah lebih dari sebuah reaksi berlebihan, tapi Miyuki sendiri benar-benar mencari topik untuk dibicarakan di pikirannya yang kepanasan.
“Onii-sama, bagaimana tentang Lina?”
Itulah yang keluar dari mulutnya?”
Tatsuya menujukkan perhatian yang tidak biasa kepada Lina. Setidaknya, lebih dari sekadar teman.
Karena dia menyadarinya, sejujurnya Miyuki tidak ingin membawa-bawa topik ini didepan kakaknya.
Tapi sekarang tidak ada lagi yang terlintas di kepalanya.
“Ya?”
“Lina……. Apa dia benar-benar memasukkan perkataan Onii-sama ke hati?”
Selain itu, Miyuki sendiri juga khawatir terhadap Lina.
“Aku tidak tahu. Tidak mungkin aku bisa tahu. Lagipula kau bukan dirinya.”
Nada bicara Tatsuya berisi perasaan kalau ia sudah terlalu ikut campur.
Tentu saja miyuki tahu perkataan kakaknya tidak punya maksud apa-apa. Bahkan di mata Miyuki, Lina yang impulsif namun baik hati memang tidak cocok dalm militer. Itu mungkin bukan haknya, tapi dia benar-benar merasa prihatin melihat Lina.
“Lina punya alasannya sendiri. Bukan hanya dirinya saja yang tidak dapat menemukan jalannya.”
“Tapi Onii-sama, kau sudah mencoba menolongnya…….? Kenapa?”
“Kenapa, apanya?”
Miyuki juga tahu kalau mereka sudah masuk ke sesuatu yang tidak seharusnya dikatakan. Kalau ingin berhenti, maka sekarang lah waktunya.
Tapi Miyuki tidak berhenti.
“Onii-sama……… Kenapa kau merasa ingin membantu Lina? Apa karena…….. kau punya perasaan khusus kepadanya?”
Mata Tatsuya terbelalak mendengar perkataan adiknya, tapi itu hanya untuk sesaat.
“Kau sepertinya salah paham dalam banyak hal……….”
Tatsuya menunjukkan senyuman kecut. Tapi ekspresinya ini tidak serius. Setidaknya, dia terlihat mencoba untuk menjawab pertanyaan adiknya semampunya.
“Seperti yang kau katakan, ini pertama kalinya aku bertemu dengan seseorang seperti Lina. Sampai sekarang semua orang di militer lebih tua dariku, dan mereka sudah memilih jalan hidup mereka.”
Satu per satu, dia meluruskan semua kesalahpahaman ini.
“Perasaanku terhadap Lina tidak seperti yang kau kira. Jujur saja, aku hanya merasa kalau masa depannya akan lebih baik kalau ia keluar dari Stars. Kalau bisa tidak hanya keluar dari tentara, tapi juga pindah ke sini. Naturalisasi sebagai warga Jepang.”
Tidak ada kebohongan yang ada dari perkataan Tatsuya. Sedekat ini, mereka bisa merasakan satu sama lain. Miyuki yakin kalau dirinya bisa mendeteksi kebohongan Tatsuya kalau ia melakukannya.
“Tentu saja, bukan berarti aku merasa simpati. Sederhananya, Lina dan aku cukup sama. Kau bilang menyebut kita satu kategori.”
Pandangan Tatsuya jauh disana.
“Berdua Lina dan aku ditempatkan ‘dimana kita berada sekarang’ tanpa kehendak kita sendiri. Dan meskipun aku setidaknya bisa bilang kalau aku ‘memilih’ untuk masuk SMA 1, Lina mungkin bahkan tidak bisa membuat pilihan seperti itu.”
Walaupun mata terpaku pada Miyuki, pandangannya jauh di suatu tempat.
“Aku mengambil pilihan yang tidak kumiliki. Aku membuang ‘peran’ yang ditugaskan kepadaku, dan meninggalkan apa yang diberikan kepadaku. Kalau Lina mengharapkan hal yang sama, sebagai orang yang dalam posisi yang sama sepertinya aku pikir akan membantunya sebisaku……..”
Saat Tatsuya ragu, matanya kembali fokus pada Miyuki dan ia tersenyum dengan tidak nyaman.
“Lagipula, itu terdengar tidak penting ‘kan?”
Tidak ada alasan dibalik kegugupan di suara Tatsuya.
Sampai sekarang Miyuki masih berada di pelukan Tatsuya, tapi sekarang ia memeluknya juga dengan erat.
Tanpa berpikir, Tatsuya melepaskan tangannya dari adiknya.
Walau begitu dia tidak langsung menjatuhkannya tapi menurunkannya perlahan, mungkin itu sudah secara tak sadar tertanam di kepalanya.
Bahkan saat Miyuki sudah memijakkan kakinya, lengan Miyuki masih belum melepaskan leher Tatsuya.
“Itu tidak seperti itu…….. perhatian Onii-sama pasti suatu hari, suatu saat nanti, akan bisa memahami Lina.”
Tatsuya merasakan perkataan adiknya yang mengalir kepadanya, masuk ke dalam dadanya.
“Maksudku, setelah insiden ini, Lina pasti akan meragukan siapa dirinya saat ini. Dia orangnya sederhana, tapi Lina adalah gadis yang pintar. Menghabiskan banyak waktunya dengan Onii-sama, tidak mungkin tidak ada pertanyaan yang berputar-putar di kepalanya.
“Menyebutnya sederhana terdengar agak kejam.”
Miyuki melihat ke atas, dan memindahkan lengannya ke bahu Tatsuya.
Dua saudara itu tertawa bersama, lalu berjalan berdampingan dengan tenang.
Meskipun sebuah mesin, atau karena ia sebuah mesin, melihat suasana ini, Pixie berubah menjadi sebuah boneka biasa, dan berjalan mengikutinya tanpa bersuara.
◊ ◊ ◊
Bahkan suasana hangat antara dua saudara ini pun berubah setelah melihat ini.
Tempat dimana mereka meninggalkan Parasite yang mereka segel kosong. Dua Parasite itu sudah diambil seseorang.
“Maafkan aku, Tatsuya-san……. Aku tidak bermaksud mengabaikannya begitu saja.”
“…..Tatsuya-san, aku benar-benar minta maaf!”
“Tatsuya, tolong jangan salahkan Shibata-san dan Mitsui-san. Aku jamin mereka tidak bermain-main. Aku tidak sadar sama sekali kalau Parasite yang sudah tersegel itu diambil. Walaupun itu segelku……”
“Kalian, jangan salah diri kalian. Tidak apa-apa.”
Mendengar suara frustasi dan menyesal itu dari komunikatornya, Tatsuya berusahan untuk menjawab dengan lembut.
“Tatsuya-san……….”
Mungkin mereka salah mengira Tatsuya mencoba untuk menghibur mereka. Sikap Tatsuya bukan karena ia peduli kepada mereka; tapi karena dia memang tidak peduli tentang Parasite itu.
……..Namun dia kagum.
“Kita tidak melihat mereka, tapi yang penting mereka berada di pihak kita kali ini. Kita belum benar-benar merencanakan apa yang akan kita lakukan kepada mereka setelah penangkapan ini, jadi tidak ada gunanya terlalu memikirkannya.”
Seperti yang dikatakan Tatsuya, mereka belum membuat rencana apapun tentang apa yang akan mereka lakukan ‘setelah penangkapan ini’. Mereka hanya berpikir ‘mungkin kita akan membawanya ke tempat Mikihiko’, karena mereka sendiri tidak membutuhkan Parasite itu.
Itu berarti, orang yang membawa mereka pasti membutuhkan Parasite itu. Kalau itu mereka, kemungkinan besar mereka akan berakhir tidak sengaja melepas Parasite itu.
(Tapi, hmm….. apa mereka menginginkan ini?)
“Onii-sama?”
Sepertinya Miyuki salah paham tentang keheningannya. Pada pertanyaan gelisah Miyuki, Tatsuya menggelengkan kepalanya untuk menenangkannya.
Miyuki tahu kalau Tatsuya sedang menduga-duga siapa pelakunya. Kalau dia melacaknya, dia mungkin bisa melacaknya, pikir Miyuki.
Tentu saja, Tatsuya menggunakan ‘mata’nya. Dia kira-kira tahu apa yang terjadi disini.
Namun, sebelum itu, salah satu ‘pelaku’nya meninggalkan pesan kepada Tatsuya.
Alasan dirinya jadi lesu adalah karena itu.
Angin berhembus, dan menerbangkan daun-daun mati dari tanah.
Diantara daun-daun itu terdapat bulu hitam[2], mungkin bulu burung gagak, bulu itu tertangkap kedua mata Tatsuya.
◊ ◊ ◊
Saat Tatsuya bergabung dengan Erika dan Leo, berdua Naotsugu dan Korps Pedang sudah pergi.
Mereka menepuk punggung satu sama lain, tidak tenggelam terlalu dalam tentang apa yang terjadi, dan kembali.
Pixie ditinggalkan di garasi sekolah.
Untuk memasuki sekolah setelah melompati pagar, mereka perlu kembali ke gerbang utama, tapi Leo dan Erika tidak berkata ‘merepotkan, aku pulang’.
Setelah bergabung dengan Mikihiko dan yang lain, mereka bertujuh meninggalkan sekolah.
Orang sebanyak itu pergi dari sekolah selarut itu tidak menimbulkan kecurigaan dari penjaga pintu saat mereka keluar, tapi mereka sudah menyiapkan alasan sebelumnya, dan berkat senyuman mempesona gadis-gadis itu, mereka dapat keluar sekolah tanpa terlalu banyak pertanyaan.
Dan dengan begitu, malam panjang ini berakhir.
Kejadian malam ini, manusia, iblis, dan roh, menandakan sejarah baru bagi mereka yang berada dibalik layar, tapi Tatsuya sendiri masih belum menyadarinya saat ini.



[1] Perasaan seseorang saat menyeberang jembatan reot dan bertemu dengan lawan jenis. Saat jembatan itu bergoyang, timbul rasa berdebar-debar. Lalu perasaan itu disalahartikan sebagai rasa jatuh cinta.
[2] Kuroba dalam Bahasa Jepang berarti bulu hitam