PARA PAHLAWAN DAN SESUDAHNYA
(Translater : Al Bathory; Editor : Toro)

Bercukur dengan pisau, aku membasuh wajah. Melihat ke cermin, wajah tuaku telah bersih.
Wajah yang tak memunculkan emosi apapun, wajah yang sangat normal yang bisa kau temukan dimanapun.
“Wajahku terasa aneh.”
Aku bergumam tapi tak ada jawaban. Oh benar, aku menitipkan Ermenhilde pada Souichi. Aku tidak begitu kesepian tapi merasa kehilangan sesuatu, aku mendesah.
Segera setelah mengganti pakaianku, aku meninggalkan ruangan. Sambil memainkan pisau cukur sebagai pengganti partnerku Ermenhilde, dengan segera kuselesaikan makan di lantai satu.
Di dunia ini, roti adalah makanan pokok. Aku berharap bisa makan nasi lagi. Meski itu tak mungkin
Aku tak begitu tahu soal pertanian tapi aku tahu untuk mendapatkan nasi kau harus setidaknya mempunyai padi. Kami telah mencarinya selama perjalanan kami ,tapi tak ketemu. Mungkin memang tak ada di dunia ini. Atau mereka menyebutnya berbeda bukan ‘biji beras’.
Sambil memikirkannya, aku mengambil roti yang baru saja dipanggang, sayuran rebus, dan seiris daging. Ini cukup berat untuk sarapan tapi normal saja di dunia ini. Gantinya mereka menghabiskan kalori dengan bertani atau pekerjan lain. Orang-orang di birokrasi atau bangsawan jadi lebih gemuk. Mungkin karena jenis makanan ini.
Sambil mengambil air dari pemilik penginapan, aku mulai berpikir tentang rencana hari ini.
Haruskah aku pergi ke asrama Souichi dan yang lain untuk mengambil Ermenhilde sekarang atau menunggu dan menghabiskan waktu dengan mengumpulkan herbal sampai kelas mereka usai.
“...untuk sekarang, ayo ke guild.”
Hanya itu yang kupikirkan saat itu.
Alasannya adalah karena guild lebih dekat daripada asrama. Aku tidak berpikir tentang menikmati waktu sementara saudara ipar yang berisik seperti Ermenhilde tak bersamaku.
Setelah memutuskannya, aku meninggalkan penginapan setelah menyelesaikan makanku.
Aku harus segera pergi dari tempat ini secepatnya, pikirku sambil berjalan. Aku bertemu Souichi dan yang lain dan bisa mengobrol dengan mereka seperti sebelumnya.... mungkin.
Sekarang aku sudah menyelesaikan urusanku disini, aku harus pergi ke tujuanku berikutnya yaitu ke Ibukota untuk menemui temanku disana dan bicara tentang pengikut dewa iblis
Dompetku sudah cukup terisi.
Aku sampai di guild sambil berusaha menghindari orang-orang yang pergi untuk pekerjaan mereka.
“Ah, aku lelah....”
Sambil mendesah, kubuka pintu guild. Pintu ganda terayun menimbulkan kebisingan di lobi saat aku masuk... dan entah mengapa pandangan semua orang berkumpul Padaku.
Tidak, yah, aku tahu alasannya ini karena aku terlalu berlebihan melawan goblin. Dengan pedang giok Ermenhilde di tanganku, aku bertarung bersama Souichi dan yang lain. Identitasku mungkin diketahui mereka.
Sambil menghiraukan pandangan yang tak mengenakkan, kuambil memo dari meja request. Tanpa sengaja tanganku mengentuh tangan gadis disampingku.
“Oh, maaf.”
“Ah, tidak apa.”
Kami saling meminta maaf dan saling melihat. Aku kenal wajah gadis ini.
“Oh, bukankah kau Nona Francesca?”
“Ah, Renji-sama.”
“...tolong hentikan akhiran ‘-sama’ itu.”
Sambil mengatakannya aku menghela nafas.
Rambut madu tansparan, mata hijau. Karena dia memakai seragam sekolah sekarang, dadanya yang tak sebanding dengan Aya atau Yayaoi-chan begitu memanjakan mata.
Blus birunya yg menjulur berlawanan dengan kepribadiannya dan jubah bersulam emas hanya membuat kehadirannya makin menonjol.
“Kenapa kamu disini?”
“Tidak, anu....”
Seperti biasadia tidak jelas
Karena kami ke memo yang sama, kupikir dia juga mencari quest pengumpulan herbal.
“Mengumpulkan materi untuk sihir atau alkemi?”
Ah, eh? Kenapa...”
“Yah, kau mencoba mengambil quest mengumpulkan herbal. Apa aku salah?”
Ketika aku mengibaskan memo didepannya, dia baru sadar.
Yah, siapapun bisa melakukannya, bisikku pada diriku sendiri.
“Yah, kau tepat sekali.”
“Ya?”
“Aku ingin menghubungi Souichi tapi—“
Saat aku bicara, didalam guild jadi sedikit tambah ramai.
Ketika aku melihat apa yang terjadi, Souichi dan Yayoi dengan seragam yang sama dengan nona Francesca seragam akademi Albana, memasuki guild.
Oh.”
Ah.”
Kami sama-sama menaikkan suara kami disaat yang sama. Kelihatannya aku beruntung hari ini, pikirku sambil mengangkat tangan.
“Yo, apa yg terjadi? Kenapa disini?”(Renji)
“Kami mencari Renji-oniisan. Ini.”
[.....]
Oh, terima kasih."
Mengambil ermenhilde darinya, kumasukkan ia ke kantong.
Seperti yang kuduga.”
Hm?”
Jenggot. Kau terlihat lebih keren tanpakya.”
Terimakasih.”
Aku tidak benar-benar senang.
Apa memang aku tak cocok berjenggot? Sebanarnya aku menyukainya. Seakan mengecek lagi jenggot yang sudah tak ada, aku hanya menggosok daguku.
“Di samping itu, Renji-niichan, aku menunggu sejak kemarin lho.”
“...salahku. Setelah mengantar Aya pulang, aku kembali.”
[Ke bar lagi?]
“....”
[Daripada mengambilku kembali....kau pergi ke bar.]
“Tidak apa kan? Sekali-sekali. Adakalanya aku ingin minum sendirian.”
[Hooo.]
Kelihatannya aku membuatnya marah.
Apa yang harus kulakukan. Yah, mood nya nanti juga baikan. Jika dia tetap merajuk seperti itu, aku merasa bersalah sekali. Yah, memang salahku sih.
Yah, kadang aku merasa ingin sendirian jadi itu tak apa, kan? Akan lebih baik bila di desa tapi jika kubiarkan Ermenhilde sendirian di penginapan seperti itu dengan banyak orang, aku takut dia akan segera dicuri orang. (tl: lu pikir er-chan apaan oy? Emang ‘benda’ berharga kan? Kalo dicuri ya wajar.)
Kemarin, setelah memberikannya secara tak sengaja ke Souichi, aku pergi ke bar...mungkin karena aku merasa sedikit lega setelah bertemu dengan Aya.
Sambil minta maaf dalam hati, aku berpikir tentang menaikkan moodnya.
“Apa kalian kemari hanya untuk memberikan Ermenhilde?”
Kebisingan para petualang disekitar makin menjadi.
Karena inilah aku benci jadi terkenal. Tak peduli dimanapun kamu, kamu akan jadi pusat perhatian. Kau tidak bisa bicara sambil berdiri dengan normal.
“Aku akan kembali setelah menerima request, bisa tunggu sebentar?”
Tentu, aku akan disana.”
Setelah itu, ku melewati petualang yang mengelilingi kami dan pergi. Ah, menyakitkan. Aku akan mengisolasi diriku didesa terpencil lagi.
[Dasar pezina.]
Dari mana kau mempelajari kata itu?...”
Siapa yg mengajarinya kata-kata itu? Souichi tidak mungkin mengatakan hal seperti itu. Apakah Aya atau Yayoi?
Aku tidak bisa membayangka mereka mengatakan hal itu, tapi aku yakin pasti salah satu dari mereka.
[Omong-omongRenji]
Sikapmu berubah tiba-tiba...jadi, apa?”
[Kelihatannya mereka memutuskan mengirim iblis yang terangkap ke ibukota.]
“Yah, jelaslah.”
[....kau tidak terkejut?]
Siapapun bisa berkesimpulan begitu jika dipikir sedikt.
Ibukota punya empat kelompok ksatria yang spesialis melawan monster, bahkan iblis. Jelas saja jika memberikan sesuatu yang merepotkan seperti iblis ke tangan mereka. Orang-orang bodoh di kota akan merasa takut jika iblis itu menyerang lagi, tapi orang - orang di Kota Sihir sangat lamban jadi pasti mereka akan memberikan masalah ini ke orang lain.
“Dan yang mungkin untuk pergi mengawal menuju ibukota adalah Souichi dan yang lain, kan?”
[Muu, kau sangat tak menyenangkan renji.]
“Iblis itu hal yang serius. Itu membuat mereka sangat yakin.”
Dan iblis itu menggunkan skill pemanggil. Goblin  dia juga memanggil Ogre hitam.
Tak apa jika hanya goblin tapi Ogre hitam itu terlalu berlebihan untuk petualang biasa. Yah aku ragu iblis itu bisa memanggil monster seperti itu dengan mudah. Daripada itu, jika Souichi dan yg lainnya pergi ke ibukota, aku bisa menumpang mereka. Jika mereka mengantar iblis, mungkin dibawa dengan delman dengan perlindungan disekitarnya. Lalu pendampingnya akan memakai kuda atau delman juga.
Jika aku pergi bersama mereka, perjalanan akan lebih mudah. Jika aku berjalan, paling tidak butuh waktu 20 hari. Akan lebih cepat separuhnya bila dengan bersama mereka.
Sembari memerhatikan kerumunan di depan guild, aku berpikir tentang apa yang bisa diselesaikan. Jika aku tak bisa pergi dengan mereka, aku akan jalan saja. Atau aku akan mengambil quest pengawalan dari guild
“Ah, Renji-sama.”
“Aku tak merasa sebegitu hebatnya sampai diberi akhiran ‘-sama’ tapi, ada apa nona Francesca?”
Saat aku sedang berpikir, nona Francesca keluar.
Aku pasrah dengan panggilan ‘-sama’. Aku hanya mengalahkan beberapa goblin dan satu Ogre di pertarugan itu. Aya yang mengalahkan Goblin yang tak terhitung hanya di sini satu sihir lebih cocok dipanggil seperti itu. Yah, dia bebas mau memanggil siapa saja.
Jadi, apa kau mengambil request?”
Yauntuk mengumpulkan materi alkemi di hutan energi sihir.”
Hmmm.”
Daripada request itu sendiri, aku lebih khawatir kalau dia nanti tersesat di hutan.
Dia bertarung melawan Orc bersamaku tapi tetap saja dia masih tidak dapat dipercaya, gambaran berbahaya. Seperti bangsawan, dia punya aura itu.
“Apa kau sendirian?”
“Tidak, aku membayar pemandu.”
Baiklah, tak apa kalau begitu.”
Untuk selanjutnya, paling tidak dia tak akan tersasat di hutan. mungkin.
Selama pemandunya tak melakukan sesuatu. Saat aku memikirkannya, ada yang meninggalkan guild lagi.
Rambut emas dan telinga runcing. Wajah asamnya yg membuatku melihatnya tetap terlihat tampan. (mahooo~)
Yo.”(Renji)
Mu, Anda....”
(TL : Si Elf memakai ‘anata-sama’ utk ‘kamu’ yg mana lebih sopan dari biasanya.)
Cara bicaranya berubah.
Aku hanya menurunkan bahu dan menghela napas berat karenanya.
Tolong bicaralah seperti biasa. Tatapan penasaran itu saja sudah hampir membunuhku.”
Fu.... kupikir kau akan tertawa dalam hati sambil menyembunyikan identitas aslimu. Jadi kau mendapatilkan kekecewaan, eh?”
Tentu saja. Masalahnya adalah hal yang menyebalkan dari perjalanan bebas.”
[Tanpa uang, itu hanyalah mimpi belaka.]
“Kau yakin mengatakan hal yang berbau mimpi.”
Kujentikkan Ermenhilde ke udara dengan ibu jariku.
Saat dia berputar di udara, kutangkap. Kubuka tanganku, kepala. Yah. Aku beruntung.
Oh benar, bagaimana dengan ujianmu?”
Ah, ya, aku belum memberitahumu... maaf.”
Tak perlu minta maaf. Bagus bila kau lolos.”
Ya....meski aku akan menyulitkanmu sekali lagi, mungkin.”
Huh? Apa yg kau lakukan lagi sekarang? Aku bingung.
Sejak awal, perburuan Orc membantuku mengumpulkan uang cukup banyak jadi itu bukan masalah.
Ketika aku mau bilang, Souichi dan Yayoi muncul.
“Maaf membuat kalian menunggu.”
Maaf, Renji-niichan.”
Hah, tak apa. Aku belum mengambil request apapun.”
[Jika aku tak datang, kau pasti berpikir akan mengambil yang mudah lagi, kan?]
“Tidak mungkin. Aku bangun hari ini dengan keinginan untuk bekerja Ermenhilde. Lihat, aku bahkan bercukur.”
[Tak ada yg spesial dari itu.]
Seperti biasa parterku cerewet.
Souichi tertawa. Nona Francesca dan yang lain tak bisa dengar Ermenhilde jadi mereka membuat wajah bingung.
“Apa kalian juga mangambil request?”
Tidak, tapi kami diberi.’”
Aku mengarti. Mengawal iblis menuju ibukota, eh?”
Mereka berdua terkejut.
“Apa Eru-san memberitahumu?”
[Ya, tapi aku tak bisa membuatnya terkejut....membosankan.]
“Apa yg kau harapkan dariku?”
Kumasukkan medali itu ke saku ku.
Mungkin aku juga akan mengambil request....”
.
.
.
Sekarang, bagaimana bisa begini?
Karena aku sudah bertemu lagi dengannya aku memutuskan mengambil request yang sama dengan nona Francesca tapi entah bagaimana, Souichi dan Yayoi juga bersama kami. Ketika aku tanya apakah sekolah mereka baik-baik saja, jawabannya ‘Ya’ sambil tersenyum. Senyum yang tak bisa kupercaya. Terutama Souichi. Lain waktu akan kutanya Aya atau Yayoi tentang peringkat di sekolahnya.
Tapi tetap saja, dengan kekuatan berlebih pada kami, aku mulai merasa sedih pada Goblin-goblin kemarin.
Bagaimanapun, para Goblin itu terbelah bersama dengan senjata dan armor mereka. Seperti yg diharapkan dari Si Pemberani yang mengalahkan bos terakhir. Seperti yang diharapkan dari orang yang memiliki cheat terbaik.
Dia juga memegang pedang suci dengan energi sihir biru ditangannya. Dengan cheat itu, aku sendiri, tak juga Si Elf itu tak punya kesempatan melakukan sesatu sebelum pertarungan berahir. Tak peduli meski lawannya lebih dari satu.
Kami menyerahkan pertarungan kepada Souichi. Itu lebih efektif.
“...ini adalah kekuatan dari seorang pahlawan, eh?” (Elf)
“Jangan taruh aku di kategori yang sama, oke? Aku tak punya setengah dari kekuatan souichi.”(Renji.)
“Lagi-lagi ngomong begitu....”(Yayoi)
Itu benar kok.
Kebenaranya, meski aku belum pernah bertarung dengan Souichi, aku yakin aku akan kalah dengannya dalam pertarungan satu lawan satu. Meski ketujuh perjanjian Ermenhilde terlepas, aku tak mungkin bisa mengalahkannya. (Er-chan buat bunuh dewa, bukan orang, bego. Jelas kalau kalah.)
Aku hanya bisa mengeluarkan kekuatan penuh bila berhadapan dengan dewa iblis tapi Souichi, selama keinginannya tak hilang, bisa menggunakan kekuatan penuh melawan siapa saja.
Cheatnya yg paling luar biasa diantara kami ber-13. Karena dia dipanggil Si PemberaniSouichi kuat. Karena dia sendiri yang meminta menjadi dan hidup seperti itu.
Meski kupikir lebih baik bila dia hidup seperti anak-anak seumurannya daripada mendapat gelar berat sperti itu. Tapi dia bebas memilih hidup yang dia mau. Jika dia meminta begitu, aku tak akan melawan.
“Kupikir, Renji-sama juga cukup kuat untuk tidak kalah dengan Souichi-sama.”
Tak mungkin. Jika aku bertarung didepan seperti itu, aku hanya bisa mengalahkan dua goblin diwaktu yang sama.”
Jika aku bisa menyergap mereka aku bisa menangani sedikit lebih banyak lagi tapi aku tak bisa menyerang langsung dan tak seperti yang Souichi lakukan. Sejak awal, memang berbahaya pergi dan bertarung dengan monster sendirian.
[Renji, aku juga ingin memotong sesuatu.]
“Kenapa kau mengataka hal yg kejam huh?”
“???”
Tolong jangan kau masukkan dalam instingmu. Ini merepotkan.
Juga karena dia tak bisa mendengar suara Ermenhilde, nona Francesca terlihat imut saat dia memiringkan kepalanya bingung karena melihatku bicara sendiri.
“Omong-omongAya tidak bersama kalian?”
“Aya-chan ada kelas....oh benar, Renji-oniisan.”
Hm?”
Aku selalu memerlakukan Souichi dan Aya sebagai pasangan jadi aku merasa aneh bila mereka tak bersama. Tapi entah mengapa tiba-tiba Yayoi bertanya dengan sedikit nada marah. Apa aku melakukan sesuatu? Aku mencoba mengingat yg kemarin.
“Aya-chan sedang dalam mood yang amat sangat bagus, apa kau mengatakan sesuatu padanya kemarin?”
Yah, kami hanya ngobrol biasa.”
Fuuuun.”
Jelas dia tak percaya.
Tapi, memang benar begitu kok. Kami hanya mengobrol tentang masa lalu dan juga aku membuatnya khawatir padaku, itu saja.
[Jadi, setelah mengantaAya ke asramanya, kau dengan masa bodoh pergi ke bar, eh?]
Jangan dendam begitu donk.
Pernah beberapa kali aku meninggalkan Ermenhilde di kamar dan pergi minum sendiri saat kami berdua bepergian. Kupikir itu tak aneh.
“Aya-sama terlihat seperti dalam mood yang bagus sejak tadi pagi.”
“Fuuun, omong-omong, bagaimana ‘mood bagus’nya?”
Berjalan sedikit melompat, dan bergumam, dan lain-lain, biasanya.”
itu saja?
“Dia selalu begitu setiap senang.”
[Umu, dia imut.]
Kesampingkan dulu dia imut atau tidak, selama perjalanan dia selalu seperti itu setiap ada sesuatu yang bagus terjadi.
Ketika meningkatkan sihir atau menemukan benda langka, dan sebagainya.
Waa.”(Yayoi)
“Tak ada sesuatu yang harus membuatmu berteriak atau aku melakukan sesuatu yang seperti itu?”
Aku berlutut di tanah. Aku menemukan beberapa herbal yang kami cari. Masih jauh dari jumlah yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan kami  tapi tetap saja ini rumput roh yangpenting. Aku memetiknya perlahan
Bisikan hati yang jahat? Renji-oniisan?”
Yah, untuk pria sepertiku, aku tak paham tentang hati wanita.”
“Hm? Apa yang kalian bicarakan?”
Setelah mengalahkan seluruh Goblin dan tetap tak kehabisan nafas, Souichi kembali. Dibelakangnya ada si Elf dengan busur ditangannya. Melihat dua orang pria tampan berjalan bersama tentu itu indah. (mahooo~(2))
“Kami membicarakan tentang bagaimana pria tak bisa mengerti hati wanita.”
Ah, benar, Aya sering memarahiku karena alasan yang sama.”
“Obrolan apa yg sedang kalian lakukan ditengan menyelesaikan sebuah request?"(Elf)
[Sungguh.]
Ermenhilde dan Elf serius terliat kagum pada kami. Dia mengangkat bahunya dan mendesah. Ditangannya ada rumput roh yang lebih banyak dari milikku. Dia orang yang sangat serius.
“Karena itu kakak, itu tak akan membantu.”
“.....kedengarannya sangat menyakitkan, kau tahu?”
Yah, kami membicarakan Souichi. Dia tipe yang selalu terlalu dekat. Terlalu sampai kau perlu mendorongnya menjauh.
Meski bagus bila kamu jujur tentang apa yang kamu pikirkan, tapi merepotkan jika kau terlalu jujur. Meski sekarang dia terlihat sedikit lebih dewasa.
“Tak apa, kakak, ada aku.”
Apa yang bisa kulakukan dengan itu....”
“.......”
Sungguh, Souichi tak bisa mengerti wanita sama sekali.
Yah, Yayaoi-chan unik dengan caranya sendiri. Seperti biasa seseorang harus memberi tahu mereka untuk tenang.
Akan kuberikan masalah ini pada Utano-san. Dia juga wanita. Aku tak tahu aku harus bilang apa.
“Kalian memang akrab ya.”
Ya!”
“Sungguh?”
Ketika Souichi mngatakan itu, senyum Yayaoi mengejang. Nona Francesca juga memberikan senyum bermasalah.
Apa ini? Meski aku bicara sampai sekarang tapi entah mengapa rasanya seperti piknik saja.
Meski alasan utamanya asalah souichi ada disini. Tak ada bahaya. Goblin bukanlah bahaya lagi. Yang lain juga menjauh karena aura pedang suci.
Sembari mengumpulkan rumput roh dengan Elf, aku menghela nafas. Bagus juga hidup seperti anak-anak . Ya
“Katakan, selama perjalanan perburuan dewa iblis...”
“hm?”
Aku menganguk, tahu ia akan bertanya.
“Apa kalian memang seperti ini?”
Ahh.”
Tak peduli serendah apa bahaya di request ini, atmosfer ringan ini rasanga tak normal.
Sejak awal memang aneh bersantai saat Goblin menyerang.
Tidak. Saat itu tak ada waktu luang.”
Aku ingat perjalanan itu begitu menyakitkan, menyiksa, dan membuatku menagis berkali-kali.
Sekarang, itu perasaan yang nostalgik menjadi ingatan yang berharga bagiku.
“Itu membuatku lega.”
Lega?”
Jika kau berpetualang dengan mood ini dan membunuh dewa iblis....aku tak tahu harus bilang apa.”
“Yah, benar.”
Saat itu, kami selalu mencapai batas setiap hari. Kami belum pernah berpetualang seperti itu, kami belum pernah berjalan selama itu.
Setelah dipanggil ke dunia ini, kami dilatih oleh para ksatria dan dipercayai dengan harapan dan ekspektasi semua orang.
“Tapi, tak apa sekarang.”
Maksudmu?”
Untuk tertawa senang, untuk sebuah dunia, kami sudah berkerja keras.”
Aku merasa itu kalimat yg bodoh. Jika teman-temanku ada disini, mereka akan bilang aku tak cocok mengtakannya. Aku tahu itu.
Aku tahu masih banyak yang tak bisa tertawa.
Ada banyak sekali yatim di dunia ini. Terlalu banyak yang kehilangan orang tercintanya. Kami menyelamatkan dunia tapi tetap saja ada orang yg tak terselmatkan.
“—aku mengerti.”
[Umu. Itu benar.]
Aku tertawa.
Ya benar, memang beginilah adanya.
Sekarang, saat ini, akhirnya, aku merasa senang bahwa aku datang ke kota sihir. Aku senang bertemu Souichi dan yang lain. Aku merasakannya dari lubuk hatiku yang terdalam.