PEMBICARAAN AIKO-SENSEI
(Translater : Dhien; Editor : Hamdi)

Kendaraan sihir roda empat Hajime menggandakan kecepatannya ketika memulai kepergiannya, tapi sayangnya suspensinya tidak dapat menyeimbanginya, jadi Tio yang diikat di atas sangat menerima dampaknya. Para siswa yang ada di gerobak pun mendapatkan getaran seperti di dalam mixer.
Kemudian, saat itu, dia menemukan para kesatria dengan perlengkapan lengkap yang mengendarai kudanya dengan cepat menuju ke area di antara kota Ul dan area pegunungan utara. 'Farsight' milik Hajime dapat melihat David memimpin dengan raut wajah yang begitu menyeramkan sementara Chase yang disampingnya menyembunyikan rasa frustasinya sambil ngebut dengan kudanya.
Sambil berkendara, mereka melihat sebuah objek hitam yang membuat keributan sambil bergerak. Hal yang wajar bagi mereka untuk berpikir bahwa itu adalah demonic beast. Dengan senjata yang mereka tarik dari sarungnya, mereka pun mengubah formasi. Kecepatan respon mereka begitu cepat dan memang hal itu terlihat jelas kenapa mereka dipuji sebagai pengawal VIP.
Di sisi lain, meskipun dia akan diserang, Hajime tidak memiliki kendala untuk melewati mereka begitu saja, tapi Aiko tidak tahu hal itu karena ia pikir akan menjadi masalah besar jika Tio mengeluarkan teriakan meminta tolong dan membuat para siswa rentan terhadap serangan. Ia mengeluarkan wajahnya lewat atap dan melambaikan tangannya sambil berteriak kepada David agar menyadarinya.
Di saat mereka mendekat, David mencoba untuk merapalkan sihirnya. Dia menyipitkan matanya seolah dia dapat melihat sesosok manusia yang tiba-tiba muncul dari belakang objek hitam yang melaju dengan cepat. Biasanya, dia akan membuka pertarungan tanpa basa-basi terlebih dahulu, tapi sesuatu di dalam dirinya mengatakannya untuk berhenti melakukannya. Bisa dibilang ini akibat indra keenam khusus milik Ako yang biasa disebut sebagai 'sensor Ako dengan kesensitivitasan tinggi'.
Dengan mengangkat tangannya, David mengirimkan sinyal kepada kawan-kawannya untuk menghentikan serangan. Meskipun anak buahnya merasa curiga dengan hal itu, mata mereka terbelalak saat mereka mendengar suara yang familiar dari atas objek hitam yang mendekati mereka. David mengeluarkan ekspresi tidak percaya sambil bergumam, "Aiko?".
Untuk sesaat, jangan bilang kalau bagian bawah tubuh Aiko dimakan oleh demonic beast itu!?, pikir David dan yang lainnya sambil menjadi pucat, tapi Aiko melambaikan tangannya dengan semangat dan berkata "David-sa-n, ini aku! Tolong jangan serang kami~!", dengan nada riang.
Mereka sadar bahwa mereka telah salah memahami situasi, dan mereka mengeluarkan ekspresi senang atas pertemuan mereka kembali karena objek hitam itu tidak diragukan lagi adalah orang yang mereka kasihi. Seperti sedang mabuk, David merentangkan tangannya lebar-lebar dengan ekspresi yang mengatakan "Datanglah! Lompat ke pelukanku!" Chase dan yang lainnya juga merentangkan tangannya sambil mengatakan "Lompatlah padaku--!"
Melihat penampilan para ksatria yang merentangkan tangannya, Hajime terlihat tidak senang. Meskipun Aiko dan para murid berpikir kalo Hajime akan berhenti di depan David dan ksatria yang lainnya... Hajime tiba-tiba menambahkan lebih banyak kekuatan sihir dan menambah kecepatan.
Disaat mereka seharusnya melambat karena jarak yang dekat, para ksatria menjadi melongo begitu melihat objek hitam itu malah menambah kecepatan, dan membuat mereka lari dalam kepanikan.
Kendaraan sihir milik Hajime hanya melewati David dan para ksatria yang melambaikan tangan sambil tersenyum. Aiko hanya dapat berteriak, "Kenapa?", yang terdengar lirih karena efek doppler. selagi David dan yang lainnya hanya terpaku dan tersenyum dengan begitu saja. Setelah itu, beberapa saat kemudian mereka berteriak, "Aikoo~!", seperti terpisahkan dari orang yang mereka cintai dan mulai lari mengejar dengan beringas.
"Nagumo-kun! Kenapa, kenapa kau melakukan hal yang begitu berbahaya!?"
Aiko menjadi marah, kembali masuk ke kendaraan dan protes kepada Hajime.
"Tidak ada alasan untukku harus berhenti, Sensei. Jika kita berhenti, mereka pasti akan menanyakan situasinya. Apa kita memiliki cukup waktu untuk itu? Bagaimanapun kita akan menjelaskan situasinya di kota, jadi kenapa kita harus melakukannya 2x bukan?"
"Uh, i-itu benar..."
Entah bagaimana Aiko dapat diyakinkan, para prajurit yang muncul tiba-tiba dan menyebabkan Hajime harus berhenti terlebih dahulu tentu akan memakan waktu, jadi Aiko hanya dapat menutup mulutnya. Yue, yang kembali ke tempat duduknya mendekatkan wajahnya ke telinga Hajime dan menanyakan sesuatu.
"... Niat sebenarnya?"
"Para prajurit yang nyengir itu membuatku risih"
"... Nn, sama."
Ngomong-ngomong, tepat di belakang Aiko yang menyembulkan kepalanya ke atap, terdapat Tio yang terikat ke kendaraan. Perasaan 'ngefly' terlihat di wajahnya akibat tubuhnya yang terluka terstimulus oleh getaran dari badan kendaraan, tetapi Aiko dan para ksatria sepertinya tidak melihatnya.
Ditambah, saat mereka sampai ke kota, Yue yang mengetahui sifat buruk Tio mengatakan "... apakah ini benar ras Ryuujin?", sambil mengeluarkan ekspresi sedikit terkejut. Semenjak pertama kali Tio melepas wujud Naganya di area pegunungan utara, ia terlihat dalam keadaan bergairah dan 'menikmati' rasa sakitnya, itulah kenapa Yue terbebas dari ilusi pikirannya tentang menghormati dan merindukan ras Ryuujin.
Sampai di kota Ul, Hajime dan party berjalan dengan tenang, selagi Aiko dan yang lain berlari menuju ke kediaman kepala kota. Hajime berpikir untuk berpisah dengan Aiko dan para murid di sini dan membawa Will kembali ke Fhuren, tapi Will enggan mengikuti mereka karena dia telah lari mengikuti Aiko dan yang lain.
Kota dipenuhi dengan kehidupan. Makanan yang datang bervariasi dan begitu banyak, dan kotanya juga dekat dengan danau. Itu adalah lokasi di mana orang-orang dan alam berkumpul. Tidak ada yang pernah berpikir bahwa kota ini akan diinjak-injak oleh pasukan demonic beast dalam sehari. Hajime dan partynya melihat ke kota itu, mengingat mereka belum makan sejak kemaren, jadi mereka pun melangkah menuju ke aula kota sambil menikmati sate yang dibelinya dari sebuah kios.
Hajime dan partynya akhirnya sampai di aula kota, dan tempat itu sudah ramai. Kepala cabang guild dari kota Ul, eksekutif kota, dan para pendeta dari gereja dikumpulkan dalam kegemparan. Ekspresi mereka semua menunjukkan bahwa mereka tidak dapat mempercayainya dan tidak ingin mempercayai informasi yang diberikan oleh Aiko, para murid, dan Will sambil menanyai mereka bermacam-macam hal.
Biasanya, mereka akan menganggapnya sebagai sebuah omong kosong dari orang gila jika mereka mendengar bahwa besok seluruh kota akan dibantai, tetapi cerita itu datang dari Aiko sang 'Utusan Tuhan' dan yang biasa diketahui sebagai 'Dewi Panen' juga. Hal itu juga didukung oleh kenyataan bahwa ras Iblis dapat memanipulasi para demonic beast jadi mereka tidak dapat mengabaikan informasi inbegitu saja.
Ngomong-omong, dari diskusi yang dilakukan di dalam kendaraan, Aiko dan para murid setuju untuk menyembunyikan wujud sebenarnya Tio dan kemungkinan dimana Shimizu Yukitoshi lah yang menjadi dalang di balik semua ini. Ras Ryuujin tidak ingin keberadaan mereka diketahui, jadi Tio meminta mereka untuk tetap diam mengenai ini, dan identitas dalang itu juga masih sebuah kemungkinan, jadi Aiko tidak ingin sembarangan membicarakannya.
Entah bagaimana Aiko dan yang lain setuju untuk menyembunyikan keberadaan ras Ryuujin karena ras itu adalah sebuah hal yang cukup tabu bagi Gereja para Saint, dan hal itu hanya akan membawa keributan diikuti oleh para pasukan penakhluk.
Dengan keributan seperti itu, Hajime datang menghampiri Will. Dia hanya memikirkan keributan di sekitarnya sebagai angin lalu.
"Oi, Will. Jangan lari dengan begitu tiba-tiba. Ingat, kau ada dibawah perlindunganku. Jika kau telah selesai melapor, ayo secepatnya kembali ke Fhuren."
Mendengar ucapan Hajime, Will, Aiko dan yang lainnya terkejut sambil melihatnya. Yang lainnya, kepala kota terlihat tidak senang sambil melihat Hajime mengganggu jalannya diskusi yang genting ini, seolah berkata "Memang siapa kau?".
"A-Apa yang kau katakan? Hajime-dono. Ini adalah saat darurat ok? Jangan bilang kalau kau akan menelantarkan kota begitu saja...."
Will mulai berdebat dengan Hajime dengan ekspresi seolah dia tak mempercayai apa yang baru saja dia katakan, dan Hajime menjawab dengan ekspresi seolah dia telah menduga percekcokan ini.
"Menelantarkan atau apapun itu, pada akhirnya bukankah kau akan meninggalkan kota juga, mencari tempat perlindungan, dan menunggu bala bantuan datang? Aku telah paham tentang pertahanan kota ini hanya dengan melihat-lihatnya... jika kau ingin mencari tempat berlindung, akan lebih baik ke Fhuren. Sekarang kau hanya perlu membicarakan bagaimana mengevakuasi orang-orang dengan secepatnya."
"I-Itu... benar... tapi, aku tidak bisa lari begitu saja dari situasi seserius ini! Bahkan ada sesuatu yang bisa aku bantu. Meskipun Hajime-dono..."
"Hajime-dono, tolong kerja samanya", adalah lanjutan dari kalimat Will, tapi kalimatnya terpotong sambil terbekukan oleh pandangan dingin Hajime.
"... Apa aku perlu berbicara dengan lebih jelas untuk membuatmu mengerti? Pekerjaanku adalah untuk membawamu kembali ke Fhuren. Aku tidak peduli dengan kota ini. Dengar, aku tidak akan mendengarkan pendapatmu. Jika kau masih tidak ingin pergi... Aku cukup menghajarmu dan menyeretmu kembali."
"Ap--, i-itu..."
Dengan melihat udara di sekeliling Hajime, Will menebak bahwa dia memang serius dan membuat wajahnya berubah pucat. Ekspresinya mengatakan bahwa dia tidak dapat mempercayainya. Hajime, yang dapat mengalahkan Naga yang dapat dengan begitu mudah membantai para petualang veteran dari party milik Gil, terlihat sedikit seperti pahlawan bagi Will. Itulah kenapa meskipun dia tidak berbelas kasihan, Will secara otomatis mempercayai bahwa Hajime akan berusaha untuk menolong warga kota dalam situasi darurat ini. Itulah kenapa Will merasa terkhianati oleh kalimat dingin yang terlontar dari mulut Hajime.
Seolah seperti kehilangan kata-kata, tanpa disadari Will mengambil jarak dari Hajime, tetapi Hajime malah mendekatinya. Karena suasana yang begitu aneh, orang-orang di sekitar hanya dapat memandangi mereka secara bergantian tanpa dapat bergerak. Kemudian seseorang tiba-tiba bergerak dan menghalangi Hajime.
Orang itu adalah Aiko. Ia dengan segera memandang lurus Hajkme dengan pandangan tegas.
"Nagumo-kun. Jika itu kau... tidak bisakah kau melakukan sesuatu dengan para tentara demonic beast itu? Tidak... kau bisa malakukannya bukan?"
Suara Aiko penuh dengan keyakinan, dia dapat melakukan sesuatu jika dia adalah Hajime. Dengan kata lain, ia menyatakan bahwa ia dapat menyelamatkan kita. Dengan kalimat yang seperti itu, para petinggi kota pun membuat keributan.
Jika mereka percaya dengan laporan serangan dari Aiko dan yang lainnya, musuhnya pasti sekitar belasan ribu demonic beast. Terlebih, mereka berkumpul dari beberapa area pegunungan. Ini berarti sudah menyamai besarnya sebuah perang. Itu alasan yang masuk akal. Untuk membalikkan keadaan akan situasi tersebut, terdapat seseorang yang begitu spesial yang berasal dari 'para orang yang terpanggil dari dunia lain', dialah sang pahlawan. Tapi, itu bukan berarti dia dapat menang sendirian dari kumpulan para tentara. Yang berarti mengarahkan mereka untuk membuat ras manusia dan kawan-kawannya untuk menyatukan kekuatan, sederhannya menggunakan jumlah kuantitas. Itulah kenapa mereka tidak dapat percaya remaja pria di depan mereka yang bahkan bukan seorang pahlawan dapat melakukan sesuatu, meskipun perkataan itu datang dari mulut Aiko. Meskipun kalimat itu terlontar dari mulut sang 'Dewi Panen'.
Kepada tatapan Aiko yang begitu kuat, Hajime melambaikan tangannya dengan muram seolah dia mencoba untuk menipunya dengan menyangkalnya.
"Tidak tidak, Sensei. Bukankah itu hal yang mustahil? Bukannya jumlah mereka ada lebih dari 40 ribu? Itu pasti akan menjadsangat-sangat--...."
"Tapi, saat itu di gunung, kau tidak bilang itu mustahil saat Will memintamu untuk melakukan sesuatu. Lalu, bukannya kau bilang 'halangannya akan terlalu besar sampai itu menjadi pertarungan kematian di mana aku menjadi yang terakhir kali berdiri' benar? Singkatnya, ada kemungkinan pertarungan itu dapat kau menangkan bukan? Apa aku salah dengar?"
"... Ingatan yang bagus"
Karena ingatan Aiko yang bagus, muka Hajime berubah seolah menjadi canggung sambil mengatakan hal tersebut. Dia tidak menyesali apa yang telah dia katakan. Aiko memohon dengan ekspresi yang lebih serius ke Hajime yang memalingkan wajahnya.
"Nagumo-kun. Tidak bisakah kau meminjamkan kekuatanmu? Jika ini terus berlanjut, bukan hanya kota ini yang akan hancur, pasti akan banyak nyawa yang ikut melayang juga."
"...Tidak kusangka. Kupikir kau menjadikan muridmu sebagai prioritas utamamu. Meskipun semua hal yang telah kau lakukan memang tak terhindarkan karena ada kemungkinan itu membuatmu kembali ke dunia nyata sedikit lebih cepat bukan? Tapi, untuk kepentingan orang-orang yang tidak kau kenal, kau mencoba mengirim muridmu sendiri untuk mati hah? Kau mungkin tidak berniat begitu, tapi yang kau coba lakukan sama seperti gereja yang mendorong kami ke peperangan tahu?"
Kalimat Hajime penuh dengan sindiran, tapi Aiko masih tetap sama saja. Ekspresinya bukanlah ekspresi khawatir seperti beberapa menit yang lalu, itu adalah ekspresi tegas dan khas dari seorang guru. Ada beberapa pendeta dari gereja yang mendengarkan percakapan antara Hajime dan Aiko di dekatnya. Mereka mengerutkan dahi dan menyipitkan matanya karena kalimat Hajime penuh dengan penghinaan ke gereja. Itulah kenapa Aiko tidak bergerak dari tempatnya melainkan meluruskan pandangannya dan postur tubuhnya.
"... Jika ada cara bagi untuk kembali ke dunia nyata. Aku akan kembali secepatnya dengan para murid, dan aku masih merasakannya sampai sekarang. Tapi, jika itu tidak mungkin... lalu, kita hidup di dunia ini sekarang, orang-orang yang tersenyum dan kita ajak bicara, setidaknya aku tidak ingin menelantarkan orang-orang di dekatku. Itu adalah hal yang manusiawi untuk memikirkannya. Tentu saja karena Sensei adalah seorang guru, prioritas Sensei tidak akan berubah meski dalam keadaan genting seperti ini..."
Aiko menegaskan niatnya yang sebenarnya satu persatu.
"Nagumo-kun, meskipun dengan keadaan ini kau masih bisa bersikap tenang, itulah kenapa kupikir kau memiliki pengalaman yang di luar imajinasi kami untuk dapat menjadi dirimu yang sekarang. Makanya aku merasa kau memiliki kesabaran untuk memikirkan orang lain. Ucapan dari seorang guru yang tidak bisa mendampingimu di saat-saat kau paling menderita... mungkin seperti omong kosong bagimu. Tapi, bagaimanapun juga tolonglah dengarkan aku."
Hajime tetap diam, dan membalas tatapan Aiko, mendesak Aiko untuk melanjutkannya.
"Nagumo-kun. Kemaren malam, bukannya kau bilang bagaimanapun juga kau pasti akan kembali ke Jepang? Lalu, Nagumo-kun. Apa kau akan pergi dengan semua orang yang penting bagimu kecuali mereka yang menghalangimu? Kau akan meninggalkan mereka yang menghalangimu? Apa kau dapat hidup seperti itu di Jepang? Ketika kau kembali ke Jepang, apa kau akan mengubah cara hidupmu? Alasan kenapa Sensei tidak ingin murid-murid aktif dalam pertempuran adalah karena Sensei sadar mereka mungkin tidak dapat kembali ke kehidupannya yang seperti dulu. Membunuh adalah... , Sensei tidak ingin kau terbiasa dengan hal yang seperti itu.!
"..."
"Nagumo-kun, kau memiliki nilai tersendiri, masa depanmu ada pada pilihanmu sendiri. Ditambah, kau tidak memiliki kewajiban untuk mendengarkan semua yang Sensei katakan. Tapi Sensei pikir tidak peduli masa depan seperti apa yang kau pilih, cara hidup yang tidak mempedulikan orang lain, selain mereka yang penting bagimu... itu benar-benar hidup yang kesepian. Tentu, cara hidup yang seperti itu tidak akan membuatmu atau orang yang berharga bagimu merasa bahagia. Jika kau menginginkan kebahagiaan, setidaknya untuk sesuatu yang masih dalam jangkauanmu... tolong jangan lupa untuk kasihani mereka. Dari awal, itu adalah hal berharga dan tak ternilai yang kau miliki... jadi tolong jangan buang itu."
Satu persatu, Aiko mengutarakan perasaannya, dan ia mencoba untuk menyampaikan semuanya di depan Hajime. Para petinggi kota dan para murid diam mendengarkan apa yang Aiko katakan. Khususnya para murid. Mereka hanya menunduk seolah mereka sedang ditegur dan merasa tidak enak karena telah terlena oleh kekuatan yang mereka miliki. Di saat yang bersamaan, karena sekarang Aiko telah serius untuk membawa mereka kembali, dan bahkan memikirkan bagaimana kehidupan mereka selanjutnya. Dengan perasaan mereka yang terbarukan, dapat terlihat mereka tersenyum bahagia seolah sesuatu sedang menggelitiki mereka.
Bagi Hajime, meskipun dia telah berpindah dunia, tidak peduli seperti apa situasinya dan bahkan meskipun para murid telah benar-benar berubah. Aiko yang belum berubah sama sekali sebagai 'guru' membuatnya diam-diam menyengir. Itu bukanlah sebuah penghinaan, tetapi sebuah penghormatan. Aiko dianggap sebagai seseorang yang spesial karena nilainya yang berharga. Ia tidak merasakan kerja keras Hajime, jadi Hajime dengan mudah dapat menyangkalnya dengan berkata 'Kau tidak tahu apapun tentangku!' atau 'Jangan bersikap sok tahu!'. Di satu sisi itu seperti apa yang Aiko katakan, ucapannya begitu 'ringan'.
Tapi, Hajime tidak dapat melakukan itu. Meskipun sekarang Sensei memandang lurus padanya, jadi untuk menyangkalnya sebagai 'omong kosong' akan terasa begitu tidak enak. Terlebih, Aiko belum sekalipun memaksanya untuk melakukan 'hal benar' yang harus dilakukan. Semua ucapannya hanya untuk kepentingan kebahagiaan dan masa depan Hajime.
Hajime dengan segera memandang Yue yang ada di samping Aiko. Entah bagaimana Yue yang memandang Aiko merasakan sebuah kerinduan. Akan tetapi, ketika Yue menyadari pandangan Hajime, ia dengan segera menyamakan pandangannya dengan tatapan yang tenang. Tatapannya seolah mengatakan ia siap mengikuti apapun jawaban Hajime.
Di dalam jurang, Yue adalah seseorang yang berharga bagi Hajime yang dapat menahan kemanusiawiannya tepat sebelum dia berubah, itulah kenapa Hajime sangat menginginkannya bahagia. Dia pikir akan tidak apa-apa jika dia melakukannya sendiri, tapi jika dia mengingat ucapan Aiko, cara hidup Hajime tidak akan dapat membuat Yue bahagia.
Ketika dia mengarahkan pandangannya menjadi lebih jauh, dia menemukan gadis bertelinga kelinci yang melihat padanya dengan khawatir. Ia adalah seseorang yang membawa kehidupan ke dalam dunia sempit milik Yue dan Hajime. Tidak peduli seberapa banyak Hajime bersikap kasar padanya, anehnya ia akan terus berusaha mati-matian untuk mengejarnya, dan sekarang ia pun seperti Yue, seseorang yang dia cintai sebagai kawan dan pasangan. Dengan Hajime yang menerima Shia, bukannya itu akan membawa kebahagiaan untuk Yue?
Bagi Hajime dunia ini bagaikan penjara. Sebuah penjara yang mencegahnya untuk kembali ke kampung halamannya. Oleh karena itu, akan sangat sulit baginya untuk menerima orang-orang dan semua yang ada di dunia ini. Di dalam jurang, dia membuang segalanya agar dapat kembali, bukan hal yang mudah untuk mengubah penilaiannya untuk tidak memaafkan siapapun yang menghalanginya yang telah terukir di batinnya. Tapi meskipun itu adalah hal yang sulit untuk 'mengasihani orang lain', dia dapat melakukannya. Hasilnya, hal yang berharga baginya... jika itu akan membawa kebahagiaan kepada Yue dan Shia, dia tidak akan sepelit itu untuk melompat dan memberikan bantuan.
Hajime tidak sepenuhnya setuju dengan apa yang Aiko katakan. Meskipun begitu, itu adalah sebuah 'teguran' yang serius dari gurunya. Untuk menyangkalnya karena itu tak beralasan adalah hal kekanak-kanakan. Dengan kerusuhan ini, kemungkinan timbulnya masalah akibat keberadaan Hajime terpublikasikan melonjak naik secara drastis, tapi itu bukan masalah jika dia bekerja keras mengaku sebagai murid 'Aiko-sensei'. Apapun pilihannya, dia tahu cepat atau lambat keberadaannya akan diketahui juga. Dia telah bersiap menghadapi segala masalah, dia memutuskan untuk tidak menghormati dunia ini. Karena itu tidak masalah baginya untuk memamerkan kekuatannya secara mencolok.
Karena itu, dia berpikir sebentar untuk membuat sebuah alasan, lalu Hajime memandang Aiko kembali.
"... Sensei, tidak peduli apa yang terjadi setelah ini, apa kau masih tetap menjadi guruku?"
Yang Hajime maksud adalah apakah Aiko akan tetap menjadi sekutunya.
"Tentu."
Aiko menjawabnya tanpa ragu.
"... Apapun keputusanku? Bahkan jika hasilnya tidak sesuai yang sensei harapkan?"
"Tidak perlu dikatakan lagi. Tugas Sensei bukanlah untuk menentukan masa depan kalian. Sensei hanya membantu kalian memilih keputusan yang lebih baik. Nagumo-kun telah mendengarkan apa yang Sensei katakan, jadi Sensei tidak akan menolak keputusanmu."
Untuk sesaat Hajime melihat Aiko untuk memastikan apakah ia berbohong atau tidak. Untuk seseorang seperti Hajime berkomitmen seperti itu, itu karena dia tidak mau bermusuhan dengan Aiko. Setelah dia memastikan tidak ada kebohongan ataupun tipuan di matanya, Hajime berjalan ke pintu masuk. Yue dan Shia dengan segera mengikutinya.
"Na-Nagumo-kun?"
Melihat Hajime yang seperti itu, Aiko dengan panik memanggilnya. Hajime berbalik memandangnya, dia mengangkat bahunya dan menjawabnya, dia telah dikalahkan oleh 'sikap guru' Aiko.
"Seperti yang diduga, untuk menghadapi pukuhan ribu pasukan sebagai musuh, aku membutuhkan sedikit waktu mempersiapkannya. Lanjutkan diskusi kalian tanpaku."
"Nagumo-kun!"
Wajah Aiko menjadi cerah setelah mendengar jawaban Hajime. Hajime hanya dapat menyengir melihat Aiko.
"Itu adalah saran dari 'guru' terbaik yang pernah ku kenal. Terlebih, jika itu ada hubungannya dengan kebahagiaan para gadis itu... Aku hanya perlu sedikit pertimbangan. Ngomong-omong, untuk sekarang aku akan menghajar mereka."
Sambil mengatakan itu, dia mengelus pundak Yue dan Shia, dan sekali lagi dia berbalik keluar ruangan. Yue dan Shia memunculkan atmosfir yang begitu ceria, dan mulai lari mengejar Hajime dengan langkah-langkah kecil.
Patan, suara pintu yang ditutup, para petinggi kota yang menutup mulut mereka setelah tenggelam dalam atmosfir di antara Aiko dan Hajime kemudian dengan segera bertanya tentang situasinya kepada Aiko.
Aiko, yang bahunya gemetaran, memandang pintu di mana Hajime pergi keluar. Di terlihat pancaran kesenangan di matanya kepada Hajime. Apa yang dikatakannya kepada Hajime adalah perasaannya yang sebenarnya bahwa cara hidupnya itu menyedihkan.
Tapi pada akhirnya, tidak ada yang menyangkal bahwa ia membuat murid-muridnya yang berharga untuk menghadapi pasukan tentara demonic beast. Ketika ia bilang ia tidak ingin mereka terbiasa menggunakan kekuatannya, ia juga sadar bahwa itu berlawanan dengan bagaimana ia meminta mereka untuk bertarung. Ia menginginkan Hajime memikirkan kembali cara hidupnya. Tapi dia juga ingin menolong warga kota Ul. Hasilnya, mereka berdua pun merasa terpuaskan... tapi ia memcoba mencari jalan lain yang lebih baik. Aiko diam-diam menurunkan bahunya karena ketidak berdayaannya sebagai guru.
Ia berdoa, untuk semua murid-muridnya agar tidak kehilangan perasaannya, dan agar dapat untuk kembali ke rumah mereka... tapi, permintaan Aiko tidak dapat terpenuhi. Setelah mendengarkan cerita Hajime kemarin malam, Aiko sendiri berpikir bahwa permohonan itu hanya ilusi semata. Akan tetapi, ia tidak bisa berhenti mengharapkan hal itu.
Dikelilingi oleh para petinggi yang sedang dalam keributan dan para murid yang memandanginya dengan perasaan hormat dan kasih sayang, tanpa disadari Aiko menghela nafas.
Ngomong-omong, Tio yang datang ke aula kota dengan Hajime dan partynya menggerutu, "Meskipun aku adalah seorang saksi penting... untuk dapat mengabaikanku... seperti yang diharapkan dari Mas---", dengan mukanya yang memerah, dan tidak ada yang mempedulikannya.