JUNI TIDAKLAH SELALU HUJAN
(Part 6)
 (Translator : Blade; Editor : Hikari)

Bulan Juli tanggal 19, hari Selasa.
Cuaca hari ini begitu panas.
Sorata menyelesaikan pekerjaannya seperti biasa, setelah mengurus Mashiro, ia bernagkat ke  upacara wisuda yang diadakan saat hari terakhir semester pertama.
Tahun ini adalah ketiga kalinya ia mendengar kepala sekolah menyampaikan sambutan.
Sorata sudah menguap sana sini, lalu mengambil raportnya di kelas.
“Jangan karena musim panas jadi ‘high’ ya, sampai-sampai punya lelaki atau menghamili anak orang.”
Koharu-sensei yang merupakan wali kelasnya bahkan mengatakan beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Dia mengecewakan keinginan mereka yang ingin segera bebas dan terus berbicara soal kalau tahun ini ia harus mendapatkan pacar, lalu teriknya sinar matahari, juga soal sudah mulai takut menggunakan pakaian renang, dan itu berlangsung selama 10 menit.
“Kalau begitu, yang bersiap-siap untuk ujian juga harus belajar bersungguh-sungguh, ya. Sampai bertemu bulan September nanti.”
Setelah menyampaikan salam perpisahan pada wali kelas, kelas yang akhirnya bebas itu tampak berbeda dengan saat dulu bebas, tidak ada perasaan seperti liburan musim panas akan segera mulai, mungkin karena banyak yang menyiapkan dirinya untuk ujian.
Memang rasanya senang karena liburan akan segera mulai, namun, ini juga berarti ujian untuk Universitas semakin dekat.
Sampai sekarang, Sorata sangat bersyukur kalau dirinya mendapatkan rekomendasi kenaikan, jadi dirinya bisa menfokuskan diri pada ‘Game Camp’.
Di saat Sorata bersiap pulang, lalu berdiri dari tempat duduknya, terdengar suara dari sampingnya.
“Hari ini kan?”
Itu Nanami.
"Eh?”
Sekejap masih tidak tahu apa maksud Nanami, tapi bagi Sorata, ‘hari ini’ hanyalah ini.
“Ya…….apa kau mendengar soal eskalasi dari Akasaka?”
“Hm, katanya kau juga berhasil mendapatkan rekomendasi kenaikan………selamat.”
“Terima kasih. Aoyama juga mendapatkannya, kan?”
Beberapa hari yang lalu, Ryuunosuke sempat memberitahu Sorata.
Itu adalah Universitas Seni Suimei Jurusan Theater.
“Selamat.”
“Terima kasih.”
Nanami kemudian tersenyum dengan perlahan.
“Bagaimana dengan Mashiro? Apa tetap tidak ingin kuliah?”
“Hm? Ya, katanya ingin fokus menggambar komik. Kalau soal kuliah sudah kubicarakan dengan dia, namun dia tetap tidak mau.”
Saat mulai Juni, entah sudah berapa kali orang-orang besar di Universitas berkunjung ke Sakurasou untuk menemui Mashiro.
“Dia tidak ragu sama sekali ya.”
“Ya.”
“Bagaimana dengan Akasaka-kun?”
“Katanya Februari tahun depan ia ingin dengan kemampuannya sebagai programmer, mengikuti tes khusus.”
Itu adalah Universitas Seni Suimei Jurusan Media desain.
Universitas Seni, selain belajar, mereka juga menyiapkan tes untuk membuktikan kemampuan seseorang.
“Akasaka-kun pasti bisa melewatinya.”
“Orangnya sendiri juga bilang, ‘tidak ada alasan bagiku untuk gagal’.”
2 orang itu kemudian tertawa.
“Nanami~~sudah saatnya pergi loh~~”
Terdengar suara Mayu dari arah pintu.
“Ah, aku masih ada janji dengan Mayu, duluan ya.”
“Ya.”
“Bersemangatlah.”
Setelah berkata begitu dan menunjukkan senyumannya, ia berlari ke arah Mayu dengan kuncir kudanya yang bergoyang ke sana ke sini, dan dengan cepat tidak tampak bayangannya lagi.
“Baik, harus bersemangat.”
Sorata berbisik sendiri.
Pokoknya pulang ke Sakurasou bersama Mashiro dan makan siang dulu, setelah memastikan tahap untuk menjelaskan baru berangkat.
Menaruh laptop dan berkas yang Ryuunosuke berikan ke dalam tas, dan menggunakan jas. Ini adalah jas yang ditinggalkan Jin. Ini ketiga kalinya Sorata menggunakan ini. Melihat ke arah bayangan yang berada di cermin, rasanya menjadi sedikit lebih dewasa. Tidak, mungkin karena sudah terbiasa, jadi tidak merasa begitu lucu.
Mashiro, Iori dan Kanna mengantarnya sampai di depan Sakurasou.
“Sorata, semangat.”
“Oh.”
“Sorata-senpai, kuserahkan padamu!”
“Serahkan padaku.”
Sedikit bergaya di depan adik-adik kelas.
Terhadap percakapan ini, Sorata tanpa sengaja melihat ke arah Kanna yang belum mengatakan appaun. Mashiro dan Iori juga melihat ke dia.
“Kalau begitu, bersemangatlah.”
Mungkin karena merasa akan aneh kalau tidak mengatakan apun, Kanna dengan terpaksa berkata begitu.
“Terima kasih.”
Tidak ada tanda tanda Ryuunosuke akan berjalan keluar dari kamar. Tapi ya, dia selalu seperti itu.
---kalau anda melakukan sesuatu yang akan mempermalukan Ryuunosuke-sama, kau tahu apa hukumannya kan?
Dan menerima pesan mengejutkan dari Maid-chan.
Kalau gagal, apa yang akan dirasakan Sorata?
“Kalau begitu, aku berangkat.”
Mashiro dengan imut melambaikan tangannya, dan Sorata melangkahkan kakinya.
Berangkat dari Sakurasou, setelah naik kereta sekitar sejam……..Sorata akhirnya tiba di tujuannya, kantor perusahaan itu seperti menyambut dirinya.
Rasanya gugup sekali.
Walaupun sebelumnya sudah pernah datang beberapa kali untuk eskalasi dan bertemu dengan Fujisawa Kazuki, tapi tetap saja tekanan itu tidak membiarkannya, dan menyebabkan rasa gugup yang tidak nyaman.
Biarpun begitu, Sorata tetap masuk ke dalam setelah menarik napas dalam-dalam dan memberitahu kakak-kakak kasir tujuannya.
Setelah memberitahu namanya, Sorata diantar ke arah tujuannya, yaitu lantai 25.
Terdengar bunyi bel, dan pintu lift pun terbuka, Sorata pun dipandu ke arah tujuannya.
Dalam otak Sorata hanya dipenuhi oleh urutan eskalasi.
Tidak ada hal lain yang bisa ia pikrikan, ia hanya bisa tenggelam dalam rasa gugup ini.
“Silahkan ke sini.”
Sorata kemudian diminta masuk ke dalam ruangan yang besarnya tidak begitu berbeda dengan ruang kelas.
Awalnya dia mengira itu adalah tempat untuk menunggu, tapi ternyata di dalamnya sudah dipenuhi oleh 4 orang juri.
Sekejap semua yang di depan matanya menjadi putih. Namun, setelah ia bertemu pandang dengan Fujisawa Kazuki, dengan refleks ia merendahkan kepalanya, dan menyusun kembali sikap tubuhnya itu.
Juga mengamati ekspresi para jurinya.
Walaupun kesannya berbeda dengan saat ‘Ayo Membuat Game’, namun yang duduk bersama dengan Kazuki itu semua sama-sama menggunakan pakaian santai dan merupakan pria yang berumur 30 tahunan. Tidak ada yang menggunakan jas, mereka seperti rekan-rekannya Kazuki.
“Anda adalah Kanda Sorata-san, kan?”
Pria yang berada di sebelah kiri bertanya dengan melihat ke berkasnya.
“Iya.”
“Kalau begitu, silahkan mulai menjelaskan tentang proyeknya.”
Setelah Soraat memberi salam, ia pun segera pindah ke layar yang sudah disiapkan untuk presentasi.
Setelah menaruh laptop yang dipinjamkan Ryuunosuke di atas meja yang telah disiapkan, ia menghubungkannya dengan proyektor.
“Izinkan saya untuk menjelaskan proyek ‘Game Camp’.”
Ringkasan yang disiapkan untuk eskalasi ini, hanya 4 halaman termasuk sampulnya. Setelah memberitahu keinginannya dan menjelaskan tujuan gamenya, sudah sampai di halaman terakhir. Waktunya tidak sampai 5 menit.
Setelah selesai menjelaskan melewati ringaksannya, 3 orang selain Kazuki itu menunjukkan wajah yang kebingungan. Wajar saja, bagaimanapun Sorata tidak berbicara tentang isi gamenya.
“Lalu, izinkan saya lanjut menjelaskan dengan menggunakan versi demonya.”
Dia kemudian klik ke ikon demo yang ada di layar itu.
Layar yang berada di ruang diskusi itu kemudian menunjukkan gambar demonya.
Setelah sedikit membesarkan suaranya, dan memulai game.
Mengontrol karakternya, dan menghabisi monster yang datang.
“Monster musuh ada yang bisa dikalahkan dengan hanya menggunakan serangan biasa, juga ada monster yang hanya bisa dikalahkan dengan gerakan irama khusus.”
Ini adalah hasil yang didapatkan Sroata dan Ryuunosuke setelah berdiskusi. Namun, gerakan irama khusus diciptakan tidak hanya untuk bisa mengeluarkan jurus pamungkas, mereka menambahkannya demi keseruan game. Dan dengan ini memasukkan monster irama, dan memperkuat kecocokan antara unsur musiknya dan actionnya.
Bagi pemain, walaupun rasanya akan merepotkan untuk mengalahkan monster irama, namun perasaan puas setelah mengalahkannya itu sangat nyaman. Sorata sendiri merasakan itu saat bermain, rasanya berbeda sekali setelah monster irama ditambahkan ke dalam demonya.
Setelah bermain sekitar 10 menit, eskalasi Sorata berakhir dengan lancar.
“Penjelasan proyeknya sampai disini saja. Terima kasih telah mendengarkan.”
Sorata mengakhirinya dengan memberi salam pentuup. Setelah mengangkat kepalanya, pria berkacamata yang duduk di sebelah Kazuki itu mengangkat tangannya.
“Apa saya boleh coba memainkannya?”
“Ah, tentu.”
Sorata segera mengambil laptopnya dan memberikannya.
Setelah menjelaskan cara bermainnya, semua orang termasuk Kazuki mendekat. Dikelilingi oleh orang dewasa, rasanya gugup sekali.
4 orang itu kemudian dengan bergantian bermain 1 lagu.
Setelah selesai, pria yang pertama kali berbicara itu seperti teringat sesuatu dan berkata :
“Ah, silahkan duduk.”
Sorata kemudian duduk di kursi yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
Posisinya berada di tengah ruangan, rasanya tidak tenang sekali. Dan di depannya ada 4 orang juri.
“Demonya sangat menarik.”
“Ah, terima kasih.”
Dipuji begitu, Sorata tidak tahu harus bereaksi seperti apa.
“Bagaimana?’
Salah satu juri kemudian bertanya ke 2 orang yang berada disampingnya.
“Aku sangat terkejut kalau ternyata ini benar-benar bisa dimainkan.”
“Dibuat dengan sangat bagus.”
Dibandingkan dengan ‘Ayo Membuat Game’, para juri itu sekarang terlihat lebih terbuka.
Salah satu jurinya kemudian berdiri, dan bertanya ke yang lain.
“Menarik, kan?”
Kesan yang begitu sederhana. Sorata rasa itu hanya pendapatnya yang sangat polos, namun rasanya sangat senang, karena dirinya dipuji oleh orang yang hebat…….
“Kalau begitu, sebelum mencapai ketentuan lulus, apa saya boleh bertanya suatu hal?”
Karena lawan berbicara dengan terlalu santai, Sorata sekejap tidak menyadari kata ‘lulus’ itu, hanya terus mengedipkan matanya, dan menunjukkan reaksi yang alami :
“eh…………hah?”
“Totsuka, jangan terlalu santai. Kanda-kun terlihat takut sekali loh.”
“Hn? Ah, maaf, maaf.”
Laki-laki yang duduk paling kiri itu sepertinya namanya Totsuka.
Berkat bantuan Kazuki, Sorata perlahan kembali seperti biasa.
“Terkait proyek Kanda-kun kali ini, tolong biarkan kami untuk mengerjakan ‘Game Camp’.”
Totsuka kemudian menjelaskannya pada Sorata.
“Te-terima kasih!”
Tubuhnya seketika merasa seperti kehilangan kekuatan, seperti tidak percaya dengan ini semua.”
“Hanya, tetap harus memikirkan kondisi untuk mencari anggota tim, atau pengaruhnya terhadap Kanda-kun yang masih berstatus sebagai seorang pelajar, nanti kami akan membicarakannya denganmu.”
“Saya mengerti.”
Jawaban refleks.
“Yang terpenting, yaitu soal tim, kalau dilihat dari versi demonya, sepertinya tidak ada masalah?”
“kalau dilihat dari kondisi sekarang, bagian gambar sekarang masih meminta bantuan orang, hanya ini yang belum kami siapkan.”
Jawab saja bagian ini dengan jujur, bagaimanapun tidak ada gunanya berbohong disini. Seiring waktunya berjalan, suasana hatinya sudah kembali seperti biasa, namun rasanya tubuhnya tetap merasa aneh……….
“Kalau begitu, nama yang ditulis saat mendaftar, anggota selain Kanda-kun itu, eh, Akasaka dan Himemiya itu?”
“Akasaka adalah programmer, dan Himemiya yang bertanggung jawab bagian musik.”
“Apa itu teman sekolahmu?”
“Ya.”
“Begitukah.”
“Itu, apa aku juga boleh bertanya?”
Yang bertanya sekali lagi itu adalah pria berkacamata yang duduk disebelah Kazuki.
“Silahkan.”
“Untuk memastikan saja, apa programmer ini 'Akasaka Ryuunosuke', adalah 'Akasaka Ryuunosuke' yang itu?”
Tatapannya terlihat sangat serius.
Namun, Sorata yang ditanya itu kebingungan :
“Maksudnya ‘itu’, ‘itu’ yang mana?”
“Programer gila yang sangat terkenal di dunia pro.”
“Oh, oh.”
“Sudah ada 20 perusahaan besar atau lebih mengundangnya, namun semua itu ditolak oleh Al yang diciptakannya.”
Sepertinya pernah mendengar itu.
Yang terbayang diotaknya hanya 1.
“Apa itu Maid-chan?”
“Ya.”
“Kalau begitu, kurasa itu Akasaka Ryuunosuke yang Anda maksud.”
Karena 1 perkataan Sorata, dalam ruangan itu menjadi ribut.
“Itu………..sebegitu hebatkah Akasaka?”
“Kata programmer kami, kemampuannya itu bisa masuk 3 besar dalam dunia pro.”
Yang jawab adalah Kazuki.
Walaupun sudah tahu dari dulu kalau ia adalah seseorang yang sangat hebat, namun bahkan Kazuki berkata begitu, Sorata sekejap merasa gugup, dan dengan bersamaan muncul sebuah pertanyaan. Kenapa Ryuunosuke yang memiliki kemampuan seperti itu, ingin membuat game bersama Sorata?
“Eh, kalau begitu, kembali ke topik……..terkait soal setelah ini.”
“Ah, ya.”
Setelah Totsuka memulai percakapan lagi, Sorata kemudian menarik dirinya kembali ke pembicaraan ini. Sekarang bukan saatnya untuk memikirkan hal lain.
Setelah ini, juri sekali lagi memastikan soal kepastian anggota di bagian menggambar, dan menjelaskan hal hal tentang ‘Game Camp’. Yang dikerjakan oleh perusahaan, dan biaya yang dikeluarkan, dan tidak memberikan biaya untuk bekerja, semua ini karena anggota tim Sorata yang tidak lengkap.
Game yang selesai akan dimasukkan ke dalam rapat apakah akan dipasarkan, kalau bisa melewatinya, maka gamenya akan mulai dipasarkan, Sorata bisa mendapatkan penghasilan dari hasil penjualannya itu. tapi kalau tidak bisa dipasarkan, sedikitpun uang tidak akan mereka dapatkan.
“Kalau begitu, Kanda-kun, minggu depan saja kita pastikan alat-alat yang akan dipinjamkan dan waktunya.”
Akhirnya, Totsuka membuat kesimpulan, dan mengakhiri wawancara Sorata dengan memastikan pertemuan berikutnya.
Dengan dibantu karyawan perusahaan, Sorata datang ke aula lantai 1.
Setelah meninggalkan ruang diskusi, kakinya terasa ringan sekali.
Walaupun tidak mengerti dengan perasaaan sekarang ini. Tapi yang aneh, Sorata tidak begitu merasa senang.
Mungkin karena kali ini percaya dirinya tinggi, jadi setelah selesai rasanya puasnya tidak begitu tampak. Di saat coba memainkan versi demonya Sorata sudah bisa menebak hasilnya, lalu hasilnya sesuai dugaan Sorata.
Sorata sekarang ingin segeral kembali ke Sakurasou, ingin memberitahu hasil sekarang pada Ryuunosuke dan Iori---otak Sorata dipenuhi oleh pikir itu.
Setelah turun dari kereta dan sampai di distrik perbelanjaan, Sorata menghubungi Ryuunosuke dengan telepon.
Teleponnya segera diangkat.
“Akasaka, maaf! Lupa mengirim pesan padamu. Ah, tapi, berbahagialah! Hasilanya………..”
“Kanda, situasinya mulai memburuk! Kembali dalam 1 detik!”
Belum selesai bicara, Ryuunosuke mulai ribut sendiri
“Huh? Mana mungkin. Omong-omong, kita lulus loh.”
“Itu tidak penting sama sekali! Pokoknya cepat kembali!”
Terdengar ribut sekali dari telepon.
Apa yang dilakukan Ryuunosuke?
“Eh, aku bilang, kita lulus……….”
Belum selesai bicara, telepon sudah dimatikan.
“Ah~~apa-apaan! Mana mungkin hal seperti ini tidak penting!”
Biarpun sedetik juga boleh, Sorata yang ingin berbagi kebahagiaannya itu berlari ke arah Sakurasou dengan sepenuh hati.
Melewati distrik perbelanjaan, dan mulai berlari.
Setelah sampai di landai yang dekat dengan Sakurasou, terlihat sesuatu yang besar.
Itu mobil pemindah dengan stempel badak yang tidak asing.
Sorata berhenti didepan pintu Sakurasou.
Tiba-tiba terpikir yang dikatakan Chihiro.
---sudah dipastikan akan ada siswa bermasalah lain yang pindah ke Sakurasou.
Yang dia maksud adalah kamar no.203 yang kosong sekarang.
Dengan kata lain, apa siswa bermasalah itu sudah pindah ke sini?
Siapakah yang dipindahkan?
Dalam hati Sorata terasa harapan juga ketidaktenangan, melewati pintu depan Sakurasou.
Saat ini, pintu terbuka dengan kuat, Ryuunosuke lari keluar dari dalam, seperti ingin kabur dari sesuatu yang mematikan………
“Kanda!”
Dia sembunyi ke belakang Sorata.
“………..rasanya dulu juga pernah terjadi hal seperti ini?”
Sorata berbisik-bisik sendiri. Hal itu terjadi setengah tahun yang lalu……….terjadi saat hari Valentine bulan Februari.
Dengan berharap, ia memindahkan pandangannya ke arah pintu. Saat ini, tampak wajah gadis dengan rambut pirang. Rambutnya yang ditiup angin itu bersinar, tingginya luamyan bagi seorang perempuan, sikapnya yang anggun itu menarik perhatian. Pakaiannya yang angggun itu juga cocok dengannya, ditambah dengan postur tubuh yang sangat amat sempurna, sangat sempurna.
“Ah.”
Matanya yang berwarna biru bagaikan permata itu melihat ke arah Sorata.
“Heh, Sorata, sudah pulang ya?”
Rita Ainsworth tertawa dengan nakal.