JUNI TIDAKLAH SELALU HUJAN
(Part 4)
(Translater : Blade; Editor : Hikari)

Bagian 4
Sejak hari saat Sorata mengundang Iori, Sorata pun mulai merapikan proyeknya yang akan dipakai untuk lomba nanti. Walaupun catatannya masih berada di ruangan pasien Iori, tapi karena Sorata mengingat seluruh isinya, jadi tidak masalah.
Dan tentang bahan gambar yang diperlukan, sudah dijelaskan ke Mashiro dan Misaki, dan sudah meminta mereka menggambar sketsa kasarnya.
“Sudah selesai.”
“Sudah selesai lho, Kouhai kun!”
Esok malamnya, 2 orang itu dengan bersama datang ke kamar Sorata, rasanya mengejukan sekali. Tidak, sebenarnya tidak begitu terkejut.
Seberapa hebatnya Mashiro dan Misaki, Sorata sudah sangat tahu akan hal itu.
Berkat ini juga, proyeknya berjalan dengan lancar.
Judulnya juga diubah dari ‘Rhythm Battler’ versi sempurna menjadi ‘Rhythm Battlers’.
Di saat yang bersamaan, Ryuunosuke mulai membuat demonya. Walaupun ia hanya bilang dalam 10 hari ia akan menyelesaikannya, Sorata merasa khawatir dengan Ryuunosuke.
Namun, dengan cepat Ryuunosuke membuktikan bahwa kekhawatiran Sorata itu tidak berarti apa apa.
Kejadiannya terjadi 3 hari setelah demonya dibuat.
Padahal pelajaran Koharu-sensei masih berlangsung, Ryuunosuke mengajak Sorata mengobrol dari belakang :
“Kanda, rata-rata sudah kurapikan.”
Sorata tidak bisa tidak memedulikannya, dan membalikkan kepalanya. Ryuunosuke menghadapakan arah layar laptopnya itu ke Sorata, lalu seperti ingin menyuruh Sorata mencoba memainkannya.
Gambar game yang ada di atas layar LCD itu memang sesuai dengan isi proyek Sorata, lalu kalau dibiarkan maka akan mulai menunjukkan cara bermainnya secara otomatis, terlihat karakter Maid-chan yang berhasil mengalahkan kumpulan monster lucu.
Benar-benar sudah selesai dibuat.
Rasanya mengejutkan sekali.
Tapi yang lebih mengejutkan dari itu adalah sekarang sedang belajar di sekolah………
“Hoi, Akasaka.”
“Kenapa?”
“Koharu-sensei sudah melirik ke arah sini dengan tatapan tidak menyenangkan, kurasa tunggu jam istirahat saja baru memainkannya.”
“Huft, ya sudahlah.”
Ryuunosuke terlihat tidak memedulikan semua itu.
“Kalau begitu, akan kulakukan beberapa pengaturan ulang.”
Sepertinya Ryuunosuke sama sekali tidak berniat mengikuti pelajaran.
“Kanda-kun, apa bisa tolong bacakan dari buku paket halaman ini sampai halaman terakhir~~?”
Walaupun Koharu sensei terliaht seperti sedang tersenyum, tapi itu adalah senyuman iblis.
“Kenapa aku……….”
Padahal Sorata itu korban.
“Setelah dibaca, harus dijelaskan ya~~”
Ditambah lagi pekerjaannya. Sepertinya diam akan lebih baik dari pada menambah masalah lagi.
Semua ini gara-gara Ryuunosuke, Sorata merasa tidak adil.
Karena itu, di saat pelajaran selesai Sorata ingin memprotes beberapa kalimat. Namun, di saat bermain demonya, suasana hatinya yang kesal itu sudah menghilang entah ke mana.
Terlalu bagus, Sorata tidak bisa bayangkan kalau dalam 3 hari hasilnya akan sebegitu bagusnya.
Tapi, rasanya sedikit berbeda dengan perasaan menyenangkan yang dipikirkan Sorata.
Ini seperti game yang terus mengulang hal yang sama.
“Bagaimana?”
“Awalnya terasa sangat menarik, tapi kurasa sebentar lagi akan membosankan.”
Sorata langsung memberitahu apa yang ia pikirkan.
“Aku juga berpikir begitu. Mungkin perlu ditambahkan beberapa fitur lagi.”
“Benar juga.”
Sejak hari itu, Sorata dan Ryuunosuke terus berdiskusi dengan apa yang harus mereka tambahkan. Setiap ada ide yang bagus, mereka mencoba ke demonya, dan dengan mencoba memainkannya, 2 orang itu terus mengulang diskusi seperti ‘ini kurang, itu juga tidak’.
Sampai akhirnya tidak ada ide yang cocok, terkadang juga rasanya menyebalkan. Tapi kalau dibanding dengan rasa sebal, rasanya menyenangkan sekali membuat game bersama dengan Ryuunosuke.
Lalu suatu hari, di saat mereka sedang berdiskusi saat istirahat siang…………
“Kanda, pikirkanlah dengan serius.”
“Aku sedang berpikir.”
“Kalau tidak, apa ekspresimu yang seperti sedang tertawa sembunyi-sembunyi.”
Bahkan dimarahi oleh Ryuunosuke.
Sorata melihat wajahnya yang terpantul di kaca jendela, memang wajahnya terlihat bahagia.
“Karena membuat game bersama Ryuunosuke itu rasanya sangat menyenangkan. Memangnya ada apa?”
Perasaan menyenangkan itu menjadi semangat untuknya melakukan hal lain, dia juga perlu mulai menyiapkan diri untuk ujian yang ada pada tanggal 3 bulan Juli nanti. Tentu ini harus dipersiapkan baik-baik.
Ujian kali ini akan memutuskan apa Sorata bisa mendapat rekomendasi kenaikkan untuk Universitas Suimei atau tidak. Tekanan seperti ini, Sorata tidak begitu memedulikannya. Walaupun masih ada pertemuan yang bisa mendapatkan rekomendasi itu, Sorata tetap akan menunggu hasilnya dengan tenang.
Lalu, esok setelah ujian selesai, tanggal 9 bulan Juli hari Sabtu, Iori akhirnya keluar dari rumah sakit dan kembali ke Sakurasou.
Saat makan malam, mereka membuat pesta sup panas untuk merayakan Iori yang sudah keluar dari rumah sakit, juga sekalian untuk merayakan ujian yang sudah selesai itu. Yang berpartisipasi di dalamnya selain penghuni Sakurasou, ada juga mahasiswi dengan status sudah menikah. Ryuunosuke mendengar itu adalah sup tomat panas, jadi dengan jarangnya dia mengikuti pesta ini, dan makan tomat dengan diam.
Iori yang duduk di samping terlihat senang karena tidak perlu makan makanan rumah sakit lagi. Walaupun masih kurang lancar, tapi dia sudah bisa makan dengan sumpit menggunakan tangan kirinya. Sepertinya dia sudah berhasil mengatasi masalahnya itu.
“Oh ya, Sorata-senpai.”
Iori menggunakan sumpitnya mengambil tomat, dan memasukkannya ke dalam mulut seperti terpikir sesuatu.
“Kemarin Aoyama-senpai ada datang menjengukku.”
“Oh, begitukah.”
Sorata melirik ke Ryuunouke. Mungkin karena dalam masa ujian, Sorata menjadi lebih jarang pergi ke rumah sakit, mungkin Ryuunosuke memberitahu Nanami.
“Lalu, aku tidak tahan mencoba memikirkannya………..”
Iori menunjukkan ekspresinya yang serius, dan menaruh kembali sumpitnya, dan menggunakan tangan kirinya memegang erat tangan kanannya yang keseleo itu. Apa dia sudah menemukan jawabannya untuk pianonya?
“Kalau tangan kananku dijepit oleh dada perempuan, kurasa tangan kananku akan langsung sembuh”
Yang mengejutkan itu, ekspresi Iori yang begitu serius, padahal tadi masih sempat membahas soal Nanami yang datang menjenguknya……..
Atau mungkin karena melihat dada Nanami, jadi menemukan ide?
“Sekarang kau bisa pergi ke rumah pesumo untuk menyuruhnya membantumu?”
Yang berkata denga nada dingin begitu adalah Kanna yang sedang makan tomat yang panas.
“Jangan meremehkan pesumo, Hase-pan!”
Misaki dengan sumpitnya mengambil tomat kecil dan menunjuk ke Kanna.
“Hanya perempuan! Walaupun perempuan, tapi itu tidak berarti termasuk kau.”
Iori yang menambah penjelasannya itu melihat ke arah dada Kanna.
“Kau belum pernah melihat belahan dadamu seumur hidupmu, 'kan!”
Sorata juga tidak tahan dan melihat ke arah Kanna.
“Sorata-senpai, tolong jangan melihat ke arah sini.”
Sorata dimarahi.
Lalu, disaat sup panasnya akan habis---
“Ah, ya, Sorata-senpai, ini kukembalikan.”
Iori berkata sambil mengembalikan buku pada Sorata.
Judulnya tertulis ‘Hari Minggunya si Cinderela’, pengarangnya adalah Yuigahama Kanna. Ini adalah sebuah novel yang ditulis Hase Kanna yang sedang makan sup panas bersama mereka.
“Tunggu sebentar, itu!”
Kanna dengan jarangnya mengeluarkan suara yang panik.
“Karena Iori terus ribut kalau dirinya sangat bosan di rumah sakit, jadi kuputuskan untuk meminjamkannya.”
Sorata menerima novelnya, dan menjawab Kanna dengan begitu.
“…………..”
Walaupun tidak mengatakannya. Kanna jelas-jelas terlihat kesal dari pandangannya.
Itu adalah sebuah kisah siswi SMP kelas 2 yang tidak mempunyai tempatnya, baik itu di rumahnya maupun di sekolahnya. Dia terus memerhatikan sekitarnya, dan teman temannya, melewati setiap harinya dengan perasaan yang begitu tidak menyenangkan. Dirinya yang begitu pada suatu hari pergi ke sebelah kota, dan mendapatkan teman sesungguhnya yang ia inginkan. Namun, apa temannya itu benar-benar ada di dunia ini, atau mungkin cuma bayangannya, buku ini berakhir dalam situasi yang tidak menjelaskan apapun. Sederhananya, penutup ceritanya tidak begitu memuaskan.
“Aku sudah berpikir begitu sejak dulu, dirimu rasanya suram sekali.”
Iori memberitahu pikirannya.
“Ternyata kalau dadanya kecil, pikirannya akan menjadi sempit ya. Kasihan sekali.”
Iori menganggukkan kepalanya seolah dirinya benar.
Lalu, Kanna menatap Sorata dengan tatapan dingin, ia seolah ingin bertanya kenapa Sorata meminjamkan bukunya pada Iori.
“Tapi, kau hebat sekali loh.”
“Apanya yang hebat?”
“Bukannya penjualan buku itu sangat baik?”
“Ya.”’
Kanna menjawab dengan dingin.
Setidaknya, dengan buku itu Kanna mendapatkan uang yang cukup untuk biaya sekolahnya, bahkan ia bisa hidup sendirian dengan uang ini. Juga dirinya terpaksa melakukan itu, karena ibunya yang menikah lagi---Sorata pernah mendengarnya berbicara begitu. sepertinya ia merasa tidak ada tempat bagi dirinya di keluarga yang baru itu, makanya Kanna bersekolah di Suiko yang mempunyai asrama untuk siswa siswi.
“Hebat sekali……….walaupun ceritanya sama sekali tidak menarik.”
“Tidak apa kalau kau tidak mengerti.”
Entah apa karena tidak merasakan kekesalan Kanna, Iori kemudian memberitahu pendapatnya lagi :
“Tapi, aku mengerti dengan perasaanmu~~”
“Aku tidak ingin menulis sesuatu yang kau mengerti.”
“Karena aku juga sering berpikir, ingin pergi ke sebuah dunia di mana tidak ada orang yang tahu kalau aku adalah adik laki laki dari Himemiya Saori dan mengikuti lomba piano.”
Tanpa diragukan lagi ini isi hati Iori yang sebenarnya. Karena itu, setelah mendengar ini Kanna pun tidak berkata apa apa lagi.
Dan pesta untuk merayakan Iori yang sudah keluar dari rumah sakit ini berakhir saat subuh jam 00.00.
“Bagaimanapun Himemiya itu masih belum sembuh total, jadi kurasa sudah cukup sampai sini.”
Chihiro yang meninggalkan ruang makan itu berkata begitu.
Sorata dengan cepat membereskan meja makan, selanjutnya memutuskan membiarkan Iori mandi, dengan alasan untuk membantu Kanna yang bertanggungjawab menjaga Iori.
“A-aku juga bisa………..Cuma tubuh telanjang laki-laki ,tidak ada apa-apanya…………”
Kanna awalnya mungkin terbebani dengan tanggung jawabnya dan sempat mengatakannya dengan wajah yang memerah. Tapi, saat Iori masuk ke kamar mandi dengan telanjang, ia pun keluar dari kamar mandi dengan diam, dan dengan kuat menutup pintunya.
“Bi-bilang dulu kalau ingin buka baju!”
Karena itulah Sorata tidak bisa menyerahkan Iori pada Kanna. Walaupun sejak awal memang tidak ada niat untuk menyerahkan Iori yang telanjang pada Kanna……jadi, untuk urusan mandi diserahkan pada Sorata, bagaimanapun mandi dengan hanya menggunakan 1 tangan itu sangat susah, jadi mau tidak mau harus membantunya.
“Uwaaa! Sorata-senpai, tidak boleh! Di sana, ahnn! Jangan !”
“Jangan mengeluarkan suara yang aneh.”
“Padahal sesama laki-laki, tapi apa yang kalian lakukan?”
Suara itu berasal dari Kanna yang menunggu di luar. Walaupun urusan mandi sudah diserahkan pada Sorata, namun Kanna tetap berdiri di depan pintu kamar mandi, mungkin ia berpikir itu tanggung jawabnya sebagai penjaga Iori.
“Ah~~senpai, enak sekali…….ahhh, nyaman sekali.”
Setelah bertarung habis-habisan dengan Iori yang terus mengeluarkan suara aneh, Sorata kembali ke kamarnya. Ryuunosuke sudah menunggunya, tujuannya untuk berdiskusi lagi untuk demonya.
Tanggalnya sudah berubah dari tanggal 9 menjadi tanggal 10. Hari ini hari terakhir untuk bisa mendaftar.
Rekaman video gamenya serta berkas proyek yang akan diserahkan perlu dicek oleh Ryuunosuke lagi. Kedua benda ini harus diserahkan sebelum besok.
“To-tolong hentikan, Misaki senpai………a-aku bisa melepaskannya sendiri!”
Terdengar suara teriakan Kanna yang ditarik ke kamar mandi dari luar.
Dalam keadaan yang ribut ini, terdengar suara ketukan pintu.
Sorata dan Ryuunosuke mengangkat kepala mereka bersama dari berkas proyeknya.
“Sorata-senpai, apa bisa mengganggu sebentar?”
Itu suara Iori.
“Silahkan.”
Dia dengan gugup membuka pintu kamarnya.
“Ada apa?”
Iori berjalan ke dalam kamar dengan menggaruk pipinya.
“Ini…………”
Dia mengatakannya sambil memberikan sesuatu.
Plastik berbentuk batangan……….itu USB Flashdisk.
Sorata menerimanya dengan biasa saja, tapi ia tidak tahu apa maksudnya.
“Aku sudah coba membuatnya…………”
“Apa?”
“Lagu.”
“Lagu?”
“Musik untuk gamenya.”
Iori tertawa.
“Oh.”
Ryuunosuke yang duduk di depan meja belajar itu mengeluarkan suara yang sedikit terkejut.
Sorata memberikan flashdisk itu pada Ryuunosuke, dan mencoloknya ke dalam colokan USB untuk memastikan isinya.
Berkasnya ada 3, berarti ada 3 buah lagu.
Ryuunosuke mengeceknya 1 per 1 dengan memutarnya.
Setelah mendengar suara yang dihasilkan dari trompet itu, Ryuunosuke langsung tahu kalau itu lagu yang dibuat dengan menggunakan komputer. Juga bisa menggunakan mouse dengan tangan kiri, jadi Iori bisa menyelesaikan ini dengan 1 tangan saja.
3 buah lagu itu memiliki gayanya masing-masing, ada yang terdengar seperti lagu pembuka anime, juga musik keren yang memiliki gaya pria dewasa, juga musik yang membuat yang biasanya ada di game RPG.
Setiap lagunya terdengar bagus, tidak bosan. Ini akan sangat cocok untuk dipakai di dalam game Sorata.
Ditambah kelengkapan ketiga lagu ini, Sorata mereka bisa memperbaiki musik yang mereka buat sebelumnya. Panjang lagunya sekitar 3 menit, walaupun agak sedikit lama bagi sebuah game, namun kali ini lagunya sangat cocok dengan gamenya.
“Kualitasnya sangat bagus.”
Setelah mendengar 3 lagu pendek itu, Ryuunosuke memberitahu kesannya.
“Apa di tempatmu masih ada lembaran musik berkas filenya?”
“Eh? Ah, ada.”
Tiba-tiba ditanya seperti itu, Iori terlihat panik.
“Sekarang segera kirim ke e mail Kanda.”
“Ah, eh………”
“Cepat.”
Setelah mendengar Ryuunosuke berkata begitu, Iori buru-buru pergi keluar.
“Hoi! Tidak usah lari, itu akan mempengaruhi luka tanganmu.”
Sorata dengan panik dan berteriak ke luar koridor.
Entah Iori mendengarnya atau tidak.
Dar luar terdengar suara pintu tertutup. Tidak lama, Sorata menerima pemberitahuan dari e-mailnya.
Ryuunosuke segera membukanya untuk mengecek berkas lembaran musinya.
“Kalau dengan bentuk berkas ini, maka sekarang kita bisa langsung menggunakannnya di game kita.”
Ryuunosuke kemudian berbisik-bisik sendiri, dan mulai mengerjakan.
Sorata yang terkejut itu hanya bisa melihat dari belakang. Saat ini, Iori kembali, 2 orang itu menatap ke Ryuunosuke beberapa saat.
Setelah 5 menit.
“Selesai.”
Ryuunosuke memberitahu mereka dan bermaksud menyuruh Sorata dan Ryuunosuke melihat ke monitor komputer.
Di monitor terlihat tema dan gambar ‘Rhythm Battlers’
Menekan start, gamenya mulai.
BGM yang terdengar sudah berubah menjadi lagu yang dibuat oleh Iori, itu adalah lagu yang terdengar seperti lagu pembuka anime.
Ryuunosuke memainkannya, dan menghabisi musuh.
Dengan hanya musiknya yang berbeda, rasanya ini menjadi game yang berbeda juga, ini tentu lebih baik 100 kali lipat dari lagu yang Sorata ambil dari internet.
“Uwo~~uwoo~~! Apa ini! Apa senpai yang membuatnya! Ada lagu yang dibuat olehku!”
Iori terharu dan menarik-narik baju Sorata.
“Tolong biarkan aku bermain juga.”
Ryuunosuke kemudian memberikan tempat duduknya, dan Iori duduk  di depan monitor komputer. Sorata memberitahunya cara untuk bermain. Karena sekarang menggunakan komputer, jadi dimainkan dengan menggunakan keyboard. Biarpun Iori hanya bisa menggunakan tangan kirinya, ia tetap menekan keyboardnya sesuai iramanya.
Mungkin karena ialah pembuatnya, jadi Iori tidak melewatkan setiap pun iramanya, dan terus mengeluarkan jurus pamungkas, dengan puas menghabisi monster musuh, dengan hanya melihatnya dari samping saja rasanya menyenangkan, dan Iori terus berkata : ‘Hebat sekali, seru!’
Tapi setelah sampai di sini, perlu memastikan sesuatu.
“Iori?”
“Ada apa?”
“Soal piano, apa kau sudah memutuskannya?”
Sebelum keluar dari rumah sakit, ibunya Iori sempat berkata ‘boleh menyerah tentang piano’, tapi entah apa Iori sudah memutuskannya sekarang atau tidak.
“Aku……….belum memutuskannya.”
Iori sedikit merendahkan pandangannya, tatapannya terlihat ragu dan tidak tenang.
“Rasanya tidak terima.”
Ryuunosuke kemudian menyilangkan kedua tangannya dan terlihat tidak puas.
“Tapi, karena tangan keseleo ini, sepertinya aku memahami suatu hal.”
Pandangannya walau terlihat ragu dan tidak tenang, tapi masih tampak secercah cahaya. Sorata ingin mengetahui apa sosok asli cahaya itu, dan meminta Iori lanjut mengatakannya.
“Apa maksudmu?”
“Pada saat ini, yang kumiliki hanyalah musik………aku sadar akan itu.”
Iori kemudian menunjukkan senyuman yang sedikit lega.
“Senpai, apa kau tahu? Waktu dalam 1 hari itu sangat panjang, panjangnya sampai membosankan sekali.”
“………….”
Iori kemudian menghentikan tangan kirinya yang bermain dan menaruhnya di atas meja, itu terlihat seperti sebuah tangan yang sedang diletakkan di atas piano.
“Selama ini, aku terus berlatih piano dari pagi hingga malam, bahkan waktu untuk bermain pun tidak ada……...berharap akan ada hari di mana bisa mendapatkan pacar, dan sibuk untu kencan, jadi sering merasa kalau saja tidak bermani piano, pasti akan ada banyak hal menyenangkan yang aku tidak tahu. Namun, setelah meninggalkan musik seperti ini, rasanya tidak senang sama sekali, tiap hari terasa bosan.”
Sorata rasanya seperti tahu alasannya.
“Walaupun aku tidak perlu Iori terus berusaha untuk suatu hal selama ini……..tapi, aku sudah menyadarinya sejak lama.”
“Menyadari apa?”
“Senang dan nyaman itu berbeda.”
“Ah, benar, itulah rasanya! Saat rawat inap di rumah sakit, rasanya sangat membosankan, aku juga terus berpikir harus menghabiskan waktu seperti apa, tapi tidak ada apapun……….aku tidak mempunyai sesuatu, jadi aku memahami sesuatu kalau aku hanya punya musik……….”
“Begitukah.”
“Jadi, aku sangat senang saat Sorata-senpai mengundangku untuk menjadi bagian dari tim. Mencariku karena musik, aku benar-benar sangat senang. Saat Senpai ingin aku masuk ke dalam timnya, aku rasanya mulai ingin membuat lagu.”
Ryuunosuke tidak mengatakan apapun, sekarang juga ia masih menyilangkan kedua tangannya, ekspresinya terlihat belum menerima semua itu.
“Akasaka.”
Sorata memanggilnya, kemudian Ryuunosuke mulai berbicara dengan nada yang serius :
“Sekali lagi kukatakan, ini bukanlah hobi, ini adalah bisnis.”
Dia menatap ke Iori yang berada didepannya.
“Aku tahu. Setelah melihat ini, aku memahami betapa seriusnya Senpai.”
Iori melihat ke gambar demo dengan serius.
“Makanya, sekarang aku semakin ingin untuk bergabung.”
“Kalau begitu, mohon bantuannya, Iori.”
Sorata berkata begitu dan menaruh tangannya di atas bahu Iori.
“Siap!”
Setelah Iori membalikkan kepalanya, ia menunjukkan senyumannya yang polos itu.
Ryuunosuke tidak mengubah ekspresinya sampai saat terakhir.
Dengan begitu, di saat sebelum berpartisipasi dalam lomba, Iori dengan resmi bergabung ke dalam tim.