MUSIM SEMI DATANG SAAT AKHIR MUSIM SEMI
(Part 1)
(Translater : Blade; Editor : Alien Mars)

Bagian 1
Hari minggu terakhir bulan Mei, cuacanya sudah tampak bagus sejak pagi.
Suhunya juga meningkat bersamaan dengan terbitnya matahari, wangi musim panas yang dibawa oleh angin, berbeda sekali dengan udara Hokkaido yang mereka kunjungi tiga hari yang lalu.
Beberapa hari lagi akan menjadi bulan Juni, musim panas juga akan segera datang.
Kulit merasakan bergantinya musim. Sorata yang berada di depan Sakurasou melihat ke truk pemindah yang semakin jauh.
Setelah truk turun dari landai, belok kanan di simpang empat.
Tidak terlihat lagi truk pemindah, bahkan suaranya juga tidak terdengar. Sorata pun memutar badannya dan melihat ke asrama berkayu itu.
Sebuah asrama yang mengumpulkan siswa-siswi bermasalah dari sekolah Suiko, Sakurasou.
Sorata sudah berada di sini sekitar dua tahun lamanya. Dan pada saat ini bertambah lagi dua siswa yang bermasalah.
Lalu, hari ini ada seorang siswi yang sudah pergi tanpa menunggu wisuda.
“Ini keputusan Aoyama.”
Sorata berguman sendiri kembali ke Sakurasou, melepaskan sandal, namun dia tidak kembali ke kamarnya, dan naik ke lantai dua.
Dia tanpa ragu langsung berjalan ke kamar terdalam, dan berdiri di depan kamar nomor 203.
“…”
Beberapa jam yang lalu masih terpasang papan yang bertulis ‘kamar Nanamin’, namun sekarang tidak ada lagi. Di depan matanya hanya terlihat pintu yang polos.
Sorata mengetuk pintu, dan pintu kamar yang awalnya memang tidak tertutup rapat itu terbuka perlahan.
Semua barangnya sudah dipindahkan, di dalam kamarnya kosong tidak ada apapun.
Hawa keberadaan manusia  juga ikut menghilang bersamaan dengan perasaan hidup, rasanya sangat sedih.
Terlihat seseorang dekat jendela.
Bayangan orang itu membelakangi Sorata, ia melihat ke pemandangan yang ada di luar jendela pada sebuah pohon sakura yang daunnya berwarna hijau.
“Aoyama.”
Sorata memanggil, dan Aoyama Nanami pun membalikkan kepalanya dengan rambut kuncir ekor kuda yang bergoyangan.
“Truk pemindah sudah pergi, loh.”
“Hn, terima kasih.”
Setelah Nanami mengatakannya, sekali lagi di memindahkan pandangannya ke luar jendela.
“Hanya sepuluh bulan yang pendek, ya.”
Pertama kali Nanami datang ke Sakurasou itu bulan Juli tahun lalu, dengan kata lain saat liburan musim panas.
“Ya. Begitulah.”
Untuk menjadi pengisi suara, ia meninggalkan kampungnya, Nanami yang kerja paruh waktu itu karena tidak mampu membayar biaya asramanya, jadi dipindahkan ke Sakurasou.
“Rasanya, aku sudah sangat lama di sini. Aneh, ‘kan?”
“Begitukah? Aku juga pernah seperti itu.”
“Begitu, ya?”
“Ya.”
“Tapi…, semua ini akan berakhir hari ini.”
Nanami kembali menyemangtkan dirinya sendiri, dengan nada bicara yang terdengar seperti sedang akting, ia membalikkan kepalanya dengan penuh semangat.
Benar, semuanya akan berakhir hari ini.
Makanya Sorata tadi berdiri di depan pintu, mencoba untuk mengingat bayangan Nanami yang berada di dalam kamar nomor 203.
“…”
Nanami dengan tidak mengatakan apapun melihat ke Sorata.
Dua orang itu saling menatap sejenak, tidak ada perasaan yang aneh. Bagi Sorata dan Nanami yang sekarang, ini adalah beberapa detik yang mereka perlukan.
Yang pertama berbicara itu Nanami.
“Apa masih ada hal yang ingin dibicarakan denganku?”
“Tidak ada.”
Sorata dengan memaksa menarik kembali hal yang ingin dia ucapkan. Masih ada banyak sekali hal yang ingin Sorata bicarakan kepadanya, banyak.
—Terima kasih, Nanami.
Sorata dari dalam hati sangat bersyukur pernah bertemu dengannya.
Hari-hari yang sudah mereka habiskan di Sakurasou benar-benar sangat menyenangkan. Rasanya bahagia. Kalau bisa, Sorata berharap bisa terus mempertahankan situasi ini sampai hari wisuda tiba.
Namun Sorata sendiri sangat paham, semua ini bukanlah hal yang ingin didengar oleh Nanami.
Setelah mengatakan ini padanya, mungkin Sorata akan merasa sangat segar, namun mungkin tidak bagi Nanami. Karena begitulah, Sorata menyimpan perasaan yang menyakitkan ini ke dalam hatinya sendiri.
“Sayang sekali.”
Nanami berbisik sendiri.
“Apanya?”
Sorata tidak mengerti apa yang dimaksud Nanami.
“Sebenarnya, awalnya kalau kau berbicara tentang hal-hal yang tidak jelas, aku ingin memberimu tamparan.”

Nanami mulai membuat suasana yang ceria, dan menunjukkan senyuman yang terlihat nakal.

“Menakutkan sekali.”
“Tapi…, syukurlah.”
Nanami yang kembali menunjukan ekspresi yang serius itu menarik napas kuat-kuat.
“Kanda-kun memang sudah dengan serius membuat keputusan.”
“…”
“Sekarang gantian aku yang memerlukan waktu.” Ekspresi Nanami menjadi santai kembali. “Walaupun tidak bisa cepat, tapi setelah aku merapikan perasaanku dengan Kanda-kun, aku berharap suatu hari nanti bisa berkumpul bersama semuanya lagi.”
“Hn, ya.”
“Kanda-kun hanya bisa menjawab itu saja?”
“Maaf.”
“Tidak perlu meminta maaf. Aku, ya…, berharap dengan Kanda-kun dan Mashiro bisa kembali lagi seperti dulu.”
Nanami berkata begitu.
“Walaupun aku sudah tidak mengerti awalnya kita seperti apa.”
Dia mengatakannya dengan ekspresi yang terlihat sedikti kesusahan.
“Karena aku tidak ingin semua ini dianggap tidak pernah terjadi.”
Menunjukkan ekrepsi lemat lembut yang terlihat kesepian namun yakin dan tenang.
“Aku akan menunggumu.”
“Ya.”
“Akan terus kutunggu.”
Berharap bisa dengan tidak memikirkan satu sama lain, berteman tanpa basa-basi, bercanda-tawa seperti dulu. Walaupun tidak tahu apakah akan ada hari seperti itu, juga mungkin tidak akan ada hari seperti itu, karena tidak bisa memulai kembali perasaan yang ditumpuk sejak awal ini.

***

Pagi hari. Ini adalah hari terakhir retret perpisahan, Sorata sudah dengan jelas menyampaikan seluruh perasaannya, menyampaikan bawah dirinya menyukai Mashiro.
Tapi, Sorata yakin dan percaya akan terus menungggu. Sebagai sesama penghuni Sakurasou, dia percaya kelak suatu hari nanti pasti bisa tinggal bersama dengan Nanami lagi, karena ada perasaan yang menumpuk inilah Sorata bisa berpikir begitu.
“Mungkin akan menghabiskan beberapa tahun, loh?”
“Biarpun begitu, aku akan terus menunggumu.”
“Hn, inilah Kanda-kun yang kukenal.”
Nanami tertawa dengan terpaksa.
Dia seperti menyadari sesuatu, dan memindahkan pandangannya menuju ke belakang Sorata. Setelah Sorata membalikkan kepalanya, terlihat Mashiro yang sedang berdiri di samping pintu.
Mashiro melewati Sorata, dan berhenti di depan Nanami.
“Nanami.”
“Mashiro.”
Sorata tidak dapat melihat ekspresi Mashiro. Mungkin karna tidak tahu harus menyampaikan perasaannya menggunakan ekspresi apa, terlihat pundaknya bergetar.
Dan Nanami berkata begitu kepada Mashiro :
“Jagalah Kanda-kun dengan baik, ya.”
“Ya.”
“Baik. Kalau begitu, sudah saatnya aku pergi. Aku perlu mulai merapikan barang-barangku di asrama reguler.”
Tiga orang itu turun bersama, dan dua anak kelas satu itu sudah menunggu di depan pintu. Orang yang menggunakan headphone dengan rambut yang terlihat gondrong itu Himemiya Iori, dan gadis berkacamata yang tetap berpakai sopan selalu menjaga sikapnya itu Hase Kanna.
Dua orang itu terlihat seperti ragu ingin mengatakan sesuatu pada Aoyama.
“Iori kun, jangan terus membicarakan hal mesum seperti dada, ya.”
Nanami dengan sedikit malu mengatakannya.
“Mana mungkin~!”
Suara Iori yang manja itu tetap tidak rela.
“Hase-san, kau juga jaga dirimu baik-baik, ya.”
“Baik.”
Setelah Nanami hendak keluar dari Sakurasou, pintu penjaga Sakurasou pun terbuka.
Orang yang berjalan ke luar itu adalah Sengoku Chihiro, guru seni yang bertugas mengawasi murid-murid bermasalah di Sakurasou.
“Terima kasih atas bantuan yang selalu sensei berikan.”
Nanami memberi salam dengan membungkukkan badannya.
“Sebenarnya aku tidak melakukan apapun, tahu.”
“Haha, benar juga.”
Nanami menunjukkan senyum ke Chihiro yang menguap. Walaupun Chihiro terlihat seperti tidak melakukan apapun, namun dia itu sebenarnya selalu menjaga dan melindungi Sorata. Karena memahami inilah, Nanami menunjukkan senyumnya.
“Hoi, Nanami! Aku akan mengantarmu ke asrama reguler!”
Suara yang terdengar menggema dari luar itu tidak salah lagi, itu adalah suara Mitaka Misaki yang awalnya merupakan penghuni kamar nomor 201. Dulu marganya itu Kamiigusa, dia adalah seorang mahasiswi dengan sudah status sudah menikah yang membangun sebuah rumah di samping Sakurasou dengan seenaknya jidatnya.
“Ah, baik. Maaf merepotkan, senpai!
Nanami dengan semangat membalas ke luar.
Lalu menarik napas dalam dalam, sekali lagi menghadap ke Sorata dan lainnya.
“Kalau begitu, aku duluan!”
Dia dengan semangat menyatakan itu.
Nanami yang melangkahkan kaki ke luar dengan tidak menoleh ke belakang telah meninggalkan Sakurasou.