PEMBUNUH DEWA DAN ORC 6
(Translator : Al Bathory)

Sembari memandangi api unggun yang besar di tengah desa, aku menikmati satu gelas kayu yang berisi Ale.
Yaa~ menakjubkan sekali. Tidak ada yang lebih enak selain dari alkohol gratis.
“Puhaa!”
[Kau terlihat lebih senang ketika kau minum,, ya kan?....Haah.]
Kenapa kau menghela nafas?
Bingung akan reaksi Ermenhilde, aku minum apa yang ada di gelas sambil duduk d tempat yang sudah disediakan oleh penduduk desa.
Penduduk desa yang telah bebas dari ancaman orc memutuskan untuk mengadakan pesta untukku sebagai rasa terima kasih.
Kebanyakan penduduk tidak tahu bahwa sangat banyak orc yang datang kemari tapi bagaimanapun mereka sangat bersemangat dengan pesta ini.
Dunia ini hampir ada banyak cara untuk bersenang-senang. Namun aku merasa lebih bersemangat dari biasanya. Alkohol ini juga terasa lebih enak dari biasanya.
Omong-omong, tak ada orang di sekitarku. Aku sendirian. Bukan berarti aku penyendiri. Nona Francesca yang dikerumuni oleh para penduduk desa saat ini tapi itu takkan bembantu.
Dia adalah pahlawan dari perburuan orc kali ini.
Aku hanya mengalahkan 3 dari para orc itu.
Orang yang mengalahkan sebelas sisanya adalah dia. Lihat, dia lebih cocok sebagai si pahlawan daripada aku.
Juga, sudah jelas bahwa seseorang yang cantik seperti dia akan lebih populer daripada seorang lelaki biasa sepertiku.
[Kau benar-benar seperti dibully.]
“Aku tahu.”
Terkekeh, kumakan daging orc asap dan sayuran yang tersedia di piring.
Fuuh, ini benar-benar berjalan dengan baik.
Sambil menikmati rasa dari daging asap dengan Ale-ku, kupuaskan nafsu makanku.
[Apa yang akan kau lakukan sekarang?]
Mari lihat, aku belum memkirkannya.”
[.........]
Saat kukatakan seperti aku tak peduli, sebuah desahan yang mengagumkan datang.
Tidak, ini terlalu mengagumkan.
Tapi——
“Aku ingin menemui seseorang, tanpa seorangpun yang menyadarinya.”
Tapi semua orang, maksudku teman-teman lamaku.
Dan oleh seseorang, juga maksudku teman-teman lamaku.
Di kata-kataku yang bertentangan, Ermenhilde hanya mendesah.
[......Sang Dewa Iblis, eh?]
“Aku bertanya-tanya tentang itu.”
Tapi, untuk beberapa alasan, sebuah perasaan yakin ada di dalam hatiku.
Fakta bahwa 3 perjanjian dari Ermenhilde telah dilepaskan.
Jika 3 diantaranya telah dilepaskan disana, maka itu mungkin adalah : untuk melindungi seseorang—Nona Francesca, aku sendiri akan bertarung. Dan yang terakhir hanya bisa—dalam sebuah pertarungan melawan Dewa Iblis. Aku tak bisa memikirkan alasan yang lain.
Dan faktanya dia menggunakan api milik Dewa Iblis.
Api itu terlalu spesial untuk seekor jenis baru dari orc untuk bisa menggunakannya. Jika beberapa orc muncul yang seperti itu muncul lagi, itu tak lain adalah mimpi buruk.
Yah, pada akhirnya itu hanyalah seekor orc biasa.
Monster yang bisa menggunakan sihir yang ada seperti fles (terbang) yang ada si benua iblis Abenelm.
“Um....”
Saat aku memikirkan banyak hal, Nona Francesca kembali dengan wajah lelah.
Mungkin dia dibuat meminum alkohol oleh para kepala desa dan para pria, wajahnya agak memerah.
Saat kulihat ke arah api unggun, beberapa pasangan, pacar dan keluarga sedang menikmati pesta bersama-sama.
Nn, oh kerja bagus.”
“Tidak, bukan begitu...atau yang lain, bukankah seharusnya Renji-sama yang—“
“Sesuatu seperti itu memang tidak cocok denganku.”
Kuangkat bahuku.
Aku tahu apa yang akan dia katakan tapi aku akan mengelakknya sebelum dia sempat selesai bicara.
“Juga, daripada seorang pria tua sepertiku, seorang putri cantik sepertimu akan lebih populer.”
“........aku tak berpikir seperti itu. Bagaimanapun Renji-sama lah yang mengalahkan orc hitam.”
Menghindarkan pandangannya, tapi dengan sebuah senyuman, dia berkata begitu.
Mungkin, dia bereaksi akan kata ‘cantik’ sepertinya. Aah.. Polosnya.
[Meski kau sadar tetap mengatakan berbagai hal, kau benar-benar yang terburuk...]
“Dan kau tetap sama pahitnya seperti biasa.”
Sambil menjawabnya, kuteguk lagi Aleku.
“Ahem. Selain itu Renji-sama—“
“Tidak, bisakah kau berhenti memanggilku dengan ‘Renji-sama’?”
“Itu... Aku akan seperti tak sopan denganmu.”
Faktanya tidak, kupikir sebuah percakapan bangsawan seperti ini justru yang tak sopan bagiku.”
Yah, bagaimanapun aku tak begitu memperlakukan para bangsawan dengan layak.
Bagaimanapun aku minum ale d idepan seorang bangsawan seperti biasa. Ketika kau berbicara tentang gaya, itu bisa lebih dari berlutut dengan satu lutut dan sesuatu seperti itu.
Sambil melihat ke arah Nona Francesca yang membeku, aku ingin tahu apa yang harus aku lakukan.
Ini menjadi seperti sudah lama setelah berburu beberapa orc.
Aku hanya ingin menjadi seorang petualang biasa. Dan itu jadi terlihat aneh jika si pahlawan dari desa ini terdiam begitu hina di depanku seperti itu.
Dan aku juga ingin diperlakukan seperti petualang yang normal.
Aku tak yakin akan mudah seperti yang kupikirkan.
Yah, aku punya sesuatu yang bisa digunakan setelah dipanggil sebagai seorang Pembunuh Dewa di dunia ini.
Aku tak ingin menggunakannya tapi, semua orang mulai menundukkan kepalanya ke arahku. Terdiam seperti 2 tahun lamanya, orang yang dibegitukan akan merasa tersakiti.
Ini benar-benar tak nyaman melihat komandan ksatria berumur 40 tahun menunduk dengan hormat ke arah seorang bocah 15 tahun.
Bahkan meski bocah itu kebingunan apa yang harus dia lakukan. (T/N: dia gk nyeritain dirinya kok)
“Yah, dengan ini kontrakku dengan Nona Francesca telah berakhir. Kudoakan semoga kau lulus ujianmu.”
Terima kasih atas hadiah yang kuterima dari Nona Francesca dan perburuan orc ini, kantungku hangat sekarang.
Kungin tahu selanjutnya aku akan pergi ke mana.
Di sana ada Utano-san dan Kuuki-kun di ibukota. Juga Toudo.
Bisa menggunakan semua jenis sihir yang ada dan juga bisa berpikir dengan cepat, Si [Sage], Utano Yuuko, adalah orang yang semua orang bergantung padanya selama perjalanan kami. Dia juga seumuran denganku.
Kuuki Yuta, orang yang sudah terdaftar sebagai anggota skuadron ksatria jika aku tak salah, dia seharusnya sudah 20 tahun.
Dan si tukang masak, Toudou Hiiragi, orang yang telah membuka sebuah restoran di ibukota. Dia 2 tahun lebih muda dariku.
Yang lain pasti juga sedang berada di kota besar yang lain. Aku tak yakin lokasi mereka di mana.
Jika aku akan bicara tentang Dewa Iblis, maka, ayo pergi ke tempat Toudou.
Di restorannya, kita bisa berbincang sembari memakan makanan enak buatannya yang sudah lama aku tak memakannya lagi.
Itu akan sangat bagus. Dompetku kondisinya sekarang sedang sangat bagus.
“....”
Saat aku sedang memikirkan itu. Nona Francesca melihatku dengan senyum yang bermasalah.
“Mau duduk?”
“Jika Anda berkenan.”
Meski didepanku sedang ada gadis cantik, akan sangat tak sopan bagiku jika aku malah memikirkan hal yang lain.
Sejak dia terlihat sedang memegang secangkir jus buah, bau yang sangat berbeda dari Ale datang ke hidungku.
Tunggu, dia tidak pernah minum alkohol?
“Apa yang akan kau lakukan selanjutnya?”
Nn?”
Sambil menyesali fakta bahwa aku tak membawanya ke bar meski sekali, dia menanyaiku itu.
Apa yang dia maksud itu setelah berpasangan denganku?
Meski sedang mabuk, aku masih bisa paham itu semua.
“Aku berpikir aku akan pergi ke Ibukota. Kalau tidak...mungkin mengambil permintaan lain di suatu desa.”
Yah, aku masih ragu akan tujuanku sih.
Berdasarkan waktu, aku tetap akan memilih pergi memakan masakan Toudou.
“Lalu, maukah kau menemaniku hingga di Kota Sihir?”
“Tidak, tidakkah kau akan baik-baik saja dengan kereta gerobak? Aku tak mau memakainya, kau tahu? Terlalu mahal untukku.”
“...Aku mengerti...”
[Meski dia heran.]
Diam.
Hanya karena dompetku sedikit terisi sekarang, bukan berarti aku bisa memakainya untuk sesuatu yang mewah.
Hadiahku saat ini adalah 1 koin emas dari Nona Francesca.
Juga, 4 koin emas untuk 13 orc. Ini juga sudah dibagi antara aku dan Nona Francesca.
Dan juga, hampir semua bagian orc bisa dimakan. Ususnya bisa dijadikan sosis dan jika dijual kepada pedagang sebagai daging kering atau daging asap, 1 orc bisa 50 tembaga, jika disiapkan dengan baik, terkadang 1 emas pun bisa didapat. (TL note : perak>tembaga>emas, emang aneh sih, perak kalah sama tembaga.)
Dan di sini ada 13 ekor. Para penduduk sangat senang karena mendapatkan stok yang bisa dijual untuk mendapatkan uang dan bisa digunakan untuk persiapan musim dingin.
Makanya, aku punya 3 koin emas di dompetku dan juga kembalian yang tersisa yaitu 1 koin emas kudapat dari Nona Francesca. Aku mungkin akan bisa hidup santai untuk sementara.
“Yah, aku ragu kita akan mendapatkan kereta gerobak disini.”
 Kelihatannya desa ini tidak banyak berinteraksi dengan desa lain.
Bukan karena keadaan tempat ini mungkin karena mereka tak punya keistimewaan disini.
Jika di sini ada danau atau laut, mereka akan punya ikan. Desa yang kukunjungi punya tanaman herbal dan alkohol. Di desa ini juga punya alkohol tapi tidak cukup dijual sebagai produk spesial.
Dan juga para pedagang tidak datang ke sembarang desa. Mereka tak akan mendapat sesuatu disini.
Mereka tak punya apapun untuk dijual  juga mereka tak punya persediaan lagi.
Mereka punya daging orc sekarang, tapi ini hanya sebuah kebetulan.
Ayo berharap bahwa mereka akan mungkin untuk menjual daging itu dengan harga setinggi mungkin.
“Ya. Juga, mereka tak tahu kapan para pedagang akan melintas disini...”
“Yah, itu masalah.”
Meski dia sanggup menghadapi para orc, aku tetap khawatir membiarkan Nona Francesca melakukan perjalanan sendirian.
Kesepakatan kami telah usai tapi hubungan kami tak seburuk yang kuduga.
Aku akan mendapat mimpi buruk jika dia mati sendirian di perjalanannya.
“Kira-kira akan membutuhkan waktu 1 minggu untuk mencapai Kota Sihir, eh?”
Bicara begitu, kupandang wajahnya.
Ntah mengapa dia terlihat seperti sedang membuat wajah senang yang menakjubkan jadi akhirnya aku mengalihkan pandanganku lagi.
Itu memalukan. Anak muda memang punya energi yang banyak. Sambil memikirkan itu, kualihkan pikiranku.
“Aku akan dapat imbalan, kan?”
“Tentu saja!”
[Kau yakin tak kan lupa tentang itu kan, huh?]
Sudah jelas.”
Saat kujentikkan medaliku, Nona Francesca menutupi mulutnya dengan tangannya dan tertawa.
Dia tak bisa mendengar suara Ermenhilde tapi dia pasti sadar dengan siapa aku bicara.
Aku bisa saja menjelaskan padanya hanya saja pada akhirnya aku tak mau dianggap sebagai orang gila yang bicara pada medali.
“Kalian selalu bersama, ya kan?”
“Tidak juga.”
[....]
Sekarang dia merajuk. Bagian dari Ermenhilde yang menurutku sangat imut.
“Aku cemburu.”
Kelihatan menyenangkan untuknya.
Juga, karena Nona Francesca tetap tak bisa berpergian, akan memakan waktu 10 hari ke Kota Sihir.
Mempertimbangkan perkataannya, bahkan dengan 10 hari seharusnya kami punya waktu yang cukup untuk ujiannya. Kupikir, dia masih punya waktu 2 minggu. Yah, jika kita menenemukan kereta gerobak di sekitar sini, pasti akan lebih cepat.
Jika itu terjadi, aku juga akan merasa lebih lega. Kota sihir atau Magic City penuh dengan para bangsawan, mungkin di sana ada beberapa orang yang mengenaliku. Jika mungkin, aku tak mau mendekati kota itu.
Sembari mempertimbangkan hal-hal itu di dalam kepalaku, kuteguk Aleku.
“Jika mungkin aku lebih suka jika berhenti melanjutkan makian kau tahu...”
[Jika kau hidup normal dan teratur, aku takkan mengatakan apapun.]
Benarkah? Jika aku hidup seperti orang biasa, maka kau akan mulai menyuruhku untuk hidup seperti pahlawan.
Saat kuteguk lagi aleku....gelas kayu itu sudah kosong.
Aku mendesah.
“Ada Pembunuh Dewa lain di sekolah yang kutuju, kau tahu.”
“.....”
[Yah bukankah itu bagus. Kau akan mencapai tujuanmu tanpa harus pergi ke Ibu kota.]
Tidak tidak, ini tak kan sebaik itu.
Hanya ketika aku sedang memikirkan apa yang harus kulakukan dengan ale kosongku, Nona Francesca memberiku gelas lain.
Dia benar-benar anak yang sensitif,
“Terima kasih... Benarkah itu?”
“Ya. Souichi-sama dan Yayoi-sama. Juga Aya-sama. Mereka bertiga.”
[Kakak beradik itu dan muridmu, eh?]
“Itu bukanlah sesuatu yang bisa dilebih-lebihkan. Atau mungkin, mereka itu jauh lebih kuat dariku...”
Aku ingin tahu bagaimana bisa seseorang menjadi muridku?
Faktanya, dalam hal kemampuan, bukankah aku yang seharusnya menjadi murid? Aku hanya bisa jadi murid tak berguna karena tak bisa menggunakan sihir sama sekali.
[Benarkah? Aku ingat dia berlari kearahmu berkata Renji-san~ Renji-san~ begitu.]
Itu sudah lama.”
Bukan berarti itu masih sama sampai sekarang.
Faktanya ada peluang tinggi bahwa mereka akan memandangku dingin dan bertanya dimana aku dan apa yang kulakukan setelah meninggalkan mereka seperti itu. Membayangkan itu, aku merasa jadi sedikit takut.
Jika membicarakan itu tentang mereka yang aku pikirmereka seperti adik laki-laki dan perempuanku, meski aku tak bisa menenangkan mereka dari rasa shock.
Aku mulai merasa depresi hanya dengan memikirkan itu.
Atau mungkin, mereka bertiga ada di Akademi Sihir, eh?
Mereka mungkin sudah sekitar 18 thun sekarang. Umur yang cocok untuk pergi ke sekolah menurutku.
Tapi meski begitu, sambil berpetualang mengelilingi dunia, mengalahkan monster, bertarung dengan raja iblis, membunuh dewa Iblis, mereka hanya 15-16 tahun...
“Aku kagum mereka tidak tinggal kelas.”
[Itu benar.]
Kami berdua....yah, aku dan sebuah benda, mengingat kembali kenangan lama.
Ketika kami melakukannya, Nona Francesa memiringkan kepalanya bingung karena dia tak bisa mendengar suara Ermenhilde.
Menurutku dari sisi lain aku pasti terlihat aneh.
“Bisakah kita istirahat sehari?”
“Sekarang?”
“Aku sangat lelah.”
Berkata begitu, kuangkat bahuku.
“Aku sudah bekerja cukup untuk setengah tahun.”
[Kerja lebih banyak lagi!]
Jika aku merasa ingin melakukannya itu. Membisikkan itu, aku pun berdiri.
“Nona Francesca juga, kita akan meninggalkan desa besok jadi pergilah tidur jika kau lelah.”
“Ya, aku mengerti.”
Saat kudongakkan kepalaku, bulan merah yang turun bisa terlihat.
Sambil mendengarkan suara penduduk desa, aku mulai berjalan.
[....Kau tak membiarkannya mendengar suaraku?]
“Yah, aku tak yakin seberapa banyak aku bisa mempercayainya.”
Aku mempercayainya cukup baik.
Sebagai seseorang yang seperti itu.
Tapi, aku belum dan tak tahu keadaan dari bangsawan yang bernama Francesca Barton itu.
Ini normal untuk sesuatu yang tak terduga terjadi selama perburuan monster.
Tapi meski begitu, apakah ini tak aneh untuk sekolah yang membiarkan murid mereka mempertaruhkan hidup mereka seperti ini?
Aku belum pernah tahu sesuatu seperti ini...sejak awal, aku tak yakin ada sekolah seperti ini di dunia.
“Aku benar-benar tak ingin masalah lebih banyak lagi.”
[Jadi kau hanya perlu meninggalkannya.]
“Haah... Kau mengatakannya sangat mudah.”
[Aku punya sedikit kemakluman akan kebaikan Renji si manusia.]
Hentikan, itu memalukan.
Kujentikkan medali itu dengan suara *ping*
“Yah, bagaimanapun, setidaknya sampai di Kota Sihir.”
Ekor.
Aku menghela nafas lagi.
[Meskipun kau benci masalah kau tak bisa meninggalkan yang lebih aneh. Itulah, Renji Sang Pahlawan.]
Aku tak tertarik untuk menjadi salah satunya.
“Aku bukanlah seorang pahlawan. Itulah kenapa, aku ingin hidup tenang di sebuah desa.”
Hanya bisa bertarung ketika seseorang berada dalam bahaya.
Seorang pahlawan yang seperti itu tak pernah ada.