PEMBUNUH DEWA DAN ORC (2)
Aku berjalan melalui jalan setapak yang tidak begitu banyak ditumbuhi rerumputan meski ini bukanlah jalan beraspal, mungkin karena para penduduk sering menggunakan jalan ini.
Cahaya matahari terhalang oleh pepohonan yang tebal nan lebat, dan hanya menyisakan sedikit cahaya yang bisa masuk ke dalam hutan.
Berjalan sendirian menuju ke suatu tempat, tetap berhati-hati tidak hanya pada monster tapi juga hewan buas lainnya, seperti ular dan beberapa serangga, cukup melelahkan pikiran dari yang diduga.
Aku mungkin sudah cukup terbiasa akan hal ini tapi mungkin akan sangat menyakitkan untuk seorang pemula seperti Nona Francesca.
Sebuah keputusan yang bagus untuk tidak membawanya bersamaku. Awalnya aku merasa tidak yakin tapi sekarang aku yakin bahwa keputusanku itu memang benar.
[Kita sudah pergi cukup jauh tapi kita tetap belum menemukan mereka.]
“Ya.”
Aku menyeka keringat di dahiku dengan lengan bajuku.
Staminaku memang baik-baik saja tapi kau akan segera kelelahan lebih cepat ketika berjalan di dalam hutan.
Aku benar-benar ingin segera menemukan para Orc itu.
Setelah aku memantapkan napasku setelah menghentikannya sejenak, aku mulai berjalan sekali lagi.
Aku tiba di sebuah tempat yang dikatakan oleh para penduduk tapi di sana tidak ada satu pun orc.
Mungkin saja mereka memindahkan sarang mereka atau bahkan mereka telah meninggalkan hutan ini.
Yah, itu hanyalah kemungkinan.
Jika di sini tidak ada musuh yang membahayakan hidup mereka, penduduk desa seharusnya bisa mempunyai daerah perburuan yang sangat bagus.
Mereka akan dengan sangat mudah mendapatkan mangsa mereka.
Aku tak habis berpikir mereka membiarkan daerah berburu ini begitu mudahnya.
Juga—
“Seekor orc hitam. Punya ide untuk ini?”
[Ayo kita lihat. Mungkin saja itu orc level tinggi atau pimpinan orc. Aku tak habis pikir mereka bisa hidup di benua Imnesia.]
Di tempat pertama, entah itu hanya satu atau dua, itu akan tetap berada di jangkauanku.
Aku mungkin saja bisa mengurus orc besar itu tapi aku masih tetap tidak percaya diri.
Seekor pimpinan orc akan cukup sulit untukku.
Juga, kebanyakan dari mereka hidup di Albenelm….benua para iblis.
Ini pasti jenis baru—mungkin mutasi atau spesies baru.
Akan sangat menyusahkan jika mereka berkembang biak di seluruh tempat ini.
[Efek dari melenyapkan Dewa Iblis mungkin berefek pada dunia ini sendiri.]
“…Aku tahu.”
Mungkin dia juga berpikiran tentang sesuatu yang sama, Ermenhilde mengatakan sesuatu yang sama dengan yang aku pikirkan.
Mengalahkan Dewa Iblis.
Itu adalah hal yang diperlukan di dunia ini. Kalau seseorang mempercayai kata-kata Dewi Astraera.
Dewa Iblis yang mencoba untuk menghancurkan dunia ini.
Dipanggil dari dunia lain, untuk kembali ke dunia kami dan menyelamatkan dunia yang satu ini, kami bertarung.
Tapi, dunia ini diciptakan oleh tiga dewa, yaitu sang Dewi, Dewa kehidupan dan Dewa Iblis.
Sang Dewi menciptakan manusia dan cahaya, Dewa kehidupan menciptakan bumi dan makhluk lainnya, dan Dewa iblis menciptakan iblis dan kegelapan.
Aku tidak tahu seberapa banyak kebenarannya tapi ini adalah sesuatu yang sangat menarik.
Jika itu benar bahwa kami membunuh salah satu dari pilar (tuhan) yang membuat dunia ini.
Dalam kasus tersebut, daripada menjadi pahlawan kami akan menjadi kriminal. Suatu kejahatan sehingga tidak aneh jika kami dikutuk selamanya untuk itu.
Tapi, dunia ini memberkati kami sebagai pahlawan pembunuh dewa [The God Slaying Heroes]
Jika ini adalah sebuah permainan, seharusnya ini akan berakhir ketika Dewa sudah dikalahkan. Sebuah Akhir yang bahagia. Sang pahlawan akan menikahi sang putri dan akan hidup bahagia selamanya.
Sesuatu yang luar biasa.
Tapi ini realitas. Bukan sebuah dongeng seperti sebuah game.
Dunia akan terus berlanjut bahkan meski Dewa Iblis mati. Orang-orang akan melanjutkan hidup mereka.
Tapi efek apa yang akan terjadi jika membunuh salah satu dari Trinitas, tidak ada yang tahu.
Mungkin saja sang Dewi atau Dewa kehidupan yang membuat kami melakukannya tahu apa yang akan terjadi.
“Aku ingin menyelesaikan ini segera dan kembali.”
[Lagi…?]
“Tidak apa-apa karena kau hanya sebuah medali. Aku adalah orang yang berjalan, berkeringat, dan ini sangat panas, tubuhku terasa berat dan lemas.”
[Kau terlalu banyak mengeluh—cobalah menjadi lebih termotivasi sedikit.]
Untuk Ermenhilde, mengalahkan monster itu bisa dibilang satu-satunya keinginannya.
Suaranya terdengar 20% lebih berenergi dari biasanya.
Tapi untukku, dia hanya menggertak.
Sejak aku berencana untuk kembali setelah mengkonfirmasi orc hitam ini, aku merasa sedikit tenang.
Sebenarnya, sama seperti biasa.
Yah, jika aku benar-benar termotivasi karena menemukan seekor orc, tentu aku sudah berjuang keras dari tadi.
Seperti yang kuduga, aku harus berjalan menjauh dari jalur hewan buas. Aku hanya bisa menghela nafas.
Monster, normalnya, tidak akan memasuki wilayah manusia. Desa, kota, jalan raya yang dibuat oleh manusia, dan yang lainnya.
Karena mereka tahu bahwa mereka akan diburu jika mereka mendekat.
Tapi, sekali saja kau berjalan keluar dari wilayah manusia, dan mendekat ke sarang monster, semua monster dengan segera akan menunjukkan taring mereka.
Seperti yang terjadi kepada Nona Francesca.
“Jadi sekarang, apa yang harus kulakukan?”
Kuambil medali dari saku dan menjentikkannnya.
Dengan suara *ping*, Ermenhilde berputar di udara dan aku menangkapnya dengan tangan kananku.
Ketika kubuka genggamanku terlihat, ekor.
“Kearah mana aku harus berjalan sekarang?”
[Kau ini tidak punya tujuan?...]
Aku tersenyum masam kepada Ermenhilde. Aku memutuskan untuk berjalan lebih jauh ke dalam hutan yang semakin lama semakin lebat pepohonannya.
Dengan suara gesekan, aku berjalan melalui semak belukar dan rerumputan.
[Renji, lihat di dekat kakimu!]
Tiba-tiba, Ermenhilde menyadari sesuatu di tanah.
Seperti biasa, partnerku ini benar-benar sensitive terhadap sesuatu yang ada ditanah.
Kuambil benda logam yang tergeletak di dekat kakiku itu. Ini bukan uang. Aku merasa sedikit kecewa.
Benda jatuh itu adalah penjepit ikat pinggang. Cukup aneh menemukan benda seperti ini di dalam hutan.
Mungkin seekor orc telah menyerang manusia.
Sembari berpikir demikian, aku menunduk.
Kutaruh hidungku di sekitar dedaunan tempat aku mengambil benda itu tadi.
“Bau ini.”
[Bau dari seekor orc?]
“Ya. Mereka punya bau tubuh yang khusus.”
Yang benar saja, aku merasa menyayangkan hal yang kudapat ini.
Aku tersenyum muram saat aku berbicara pada Ermenhilde.
Tapi jika aku tidak melakukan sesuatu, maka tak mungkin bagiku untuk melakukan perjalanan untuk pertama kalinya. Aku tidak akan pernah menjadi seorang petualang.
Kebiasaan dari goblin, metode berburu dari kobold, bau dari orc.
Masih ada banyak lagi hal yang dianggap pengetahuan penting untuk bertarung melawan monster.
Sebuah kemampuan yang sangat berguna di dunia modern, tapi aku terjebak didunia ini.
Aku tidak begitu menganggap ini hal yang buruk.
Menyenangkan bisa berpergian dengan partnerku Ermenhilde.
Meskipun aku ingin berhenti mengejar monster seperti ini.
Aku hanya ingin menikmati pemandangan, ketenangan, sembari mengumpulkan tanaman herbal.
Mungkin ini kebiasaan hidupku.
Tapi bagaimanapun, sekarang ini aku sedang berburu orc.
Aku berpikir seperti inilah hidup.
[Konsentrasi.]
“Aku tahu.”
Aku memfokuskan pikiranku pada kata-kata Ermenhilde.
Aku benci bertarung tapi, yang benar saja, aku tidak mau menjadi ceroboh disini.
Di depan kekuatan para monster, nyawa manusia bukanlah apa-apa tapi hanya sesuatu yang bisa dengan mudahnya hilang.
“Ketemu.”
Saat aku bergerak sedikit ke depan, dalam jarak pandangku…..sangat bersih, walaupun kami berada jauh didalam hutan.
Ini adalah rumah para orc yang dibuat dengan cara menumbangkan dan memangkas pepohonan.
Disini, aku bisa melihat dengan jelas ada 11 orc.
……ada banyak sekali mereka.
Aku hanya mendengar 3 saja.
Aku mengutuk dalam pikiranku tapi itu tidak mengubah apapun.
Kulit mereka berwarna sama dengan babi pada umumnya. Tapi, mereka berjalan dengan 2 kaki dan mengenakan celana panjang. Mereka memegang berbagai macam senjata.
Wajah mereka mirip dengan babi di dunia kita dan mereka juga berteriak juga mirip dengan suara babi.
Cukup aneh bagimana mereka berkomunikasi seperti itu.
Yah, untuk monster, bahasa manusia mungkin juga seperti itu.
Di tangan para orc itu, ada senjata yang dibuat oleh manusia yang terbuat dari kayu seperti kapak. Pedang, palu, dan beberapa juga memegang panah.
Perlengkapan mereka bervariasi tapi ukuran tubuh mereka rata-rata sama.
Dengan tinggi 2 meter, tubuh mereka lembek seperti orang kegemukan.
Lengan mereka hanya sebesar lengan anak manusia tapi mereka bisa memegang pedang 2 tangan dengan mudah menggunakan satu tangan yang dilapisi kulit yang lembek itu, jelas mereka telah melatih otot.
Tubuh itu benar-benar masalah.
Meski kulitnya terlihat lembut, tapi dibawahnya, ototnya kokoh.
Karena mereka punya jumlah lemak yang banyak, lengan kakinya juga begitu. Tapi, lemak itu cukup untuk menangkis pedang sebelum mencapai otot.
Cara terbaik untuk memburu orc adalah dengan memotong lengan mereka dan mengambil pergerakan mereka. Juga, mereka bisa dikalahkan dengan anak panah atau tombak.
Lemak mereka yang terlalu banyak juga merupakan alasan kenapa mereka bergerak begitu lambat.
Meski tubuh bagian atas mereka tumbuh besar sekali, tubuh bagian bawah hanya tumbuh sedikit.
Seekor orc adalah spesies yang seimbang.
[Mereka di sini ada banyak sekali.]
“Tepatnya sangat banyak.”
Atau mungkin, bagaimana mereka bisa berkelompok begitu banyak?
Monster memang melakukannya tapi aku belum pernah melihat orc berkelompok sperti ini sebelumnya.
Aku memperhatikan orc hitam itu.
11 orc itu sendiri adalah makhluk yang besar tapi aku ingin mengetahui tentang orc hitam itu lebih banyak.
Dia mungkin adalah alasan mengapa ada begitu banyak orc disini.
--disini.
Bisikku.
Si orc hitam.
Dia kelihatan seperti orc pada umumnya dengan kulit hitam. Tapi terlihat begitu berbeda.
11 orc itu sedang bekerja tapi orc hitam itu tidak melakukan apapun.
Dia bukan orc besar tapi dia sesuatu dengan aura kehadirannya.
Itu adalah kesan pertamaku.
“Apa kau tahu apa itu?”
[Aku memperhatikannya dari tadi. Tidak pernah melihat yang seperti itu sebelum kita mengalahkan Dewa Iblis.]
“Benar juga.”
Aku berpikir hanya kerena aku lupa tapi kelihatannya Ermenhilde juga berpikir demikian.
Tidak pernah melihatnya sebelumnya. Itulah jawaban kami.
Aku benar-benar tidak berpikir aku menemukan jenis baru dari monster di sebuah desa kecil.
Kau benar-benar tidak bisa mengatakan bahwa hidup menyimpan sesuatu untukmu.
Aku benar-benar ingin hidup dan tinggal dalam kedamaian saja.
[Bisakah kita membunuhnya sekarang?]
“…biar kupikirkan.”
Apa yang harus aku lakukan? Aku menanyai diriku sendiri.
Akan mudah jika melakukannya sekrang tapi setelah membunuh orc hitam itu, apa yang akan terjadi pada 11 orc yang lainnya?
Jelas sekali itu bahwa orc hitam itu adalah tipe pemimpin.
Keberadaanya untuk memimpin mereka dalam sebuah kelompok.
Lalu, apa yang akan terjadi jika aku menghancurkan kepala mereka?
Para manusia akan panik dan mundur. Sebuah kelompok akan lemah ketika pemimpinnya menghilang. Ini adaah kesempatan yang mungkin mereka akan menyerang, tapi beberapa manusia yang harus melakukannya.
Tapi, bagaimana dengan monster?
Mereka akan berlari kedalam hutan atau akan pergi mengamuk dan menyerang desa untuk membalaskan dendam pemimpin mereka.
Aku akan senang jika ini terjadi tapi terdengar cukup sulit.
“Apa yang akan kulakukan?”
Begini, dalam situasi seperti ini para penduduk desa tidak punya harapan.
Jika kelompok orc ini menyerang desa, mereka hanya akan dimusnahkan.
Kekuatan 11 orc setara dengan peleton tentara yang terlatih.
Dalam dunia ini, satu peleton terdiri dari 3 kelompok dari 11-1 tentara dengan jumlah formasi sekitar 35 orang dalam sebuah peleton tunggal.
Untuk membunuh seekor orc, setidaknya dibituhkan 3-4 tentara biasa.
Seekor orc tidak akan menggertak tapi sebuah kerumunan monster amat sangat menjadi masalah.
Meskipun akan sedikit berbeda jika ada penyihir dalam kelompok itu tapi pasukan biasa tanpa penyihir, potensi perang mereka sama seperti yang kukatakan sebelumnya.
Kemampuan petualang mungkin lebih baik untuk bertarung tapi meski begitu, mereka tetap perlu 2 orang untuk menangani 1 orc.
“Ayo mundur dulu.”
[….muuu…]
Ermenhilde menyuarakan suara tidak puasnya.
Dia mungkin ingin melakukan pertarungan disini dan membunuh orc hitam itu.
Aku juga berpikir demikian, tapi resikonya terlalu tinggi.
Dan tak kusebutkan, kondisiku saat ini, aku tidak bisa menunjukkan kekuatan (cheat) dari seorang pembunuh dewa.
Seperti yang kuduga, akan sangat sulit untuk membunuh seekor orc dengan sebuah pisau.
Sambil lalu, aku mundur sembari mengendap-endap.
Lalu----
“-------“
“….”
Pandanganku bertemu dengan si orc hitam.
Ada cukup banyak jarak disini, mungkin saja hanya imajinasiku.
Sesegera mungkin kusingkirkan pikiran itu. Orc itu benar-benar menjadi sadar padaku. Dan dia mengacuhkanku.
Di mata itu, dengan jelas aku merasakan kepintaran.
Dia mengabaikanku saat dia tidak terlalu memikirkanku, mungkin.
“Ini buruk, Ermenhilde.”
[Ada apa?]
“Makhluk itu sangat pintar.”
Mata kami hanya bertemu, hanya itu.
Tapi dia tidak menyerangku, atau mungkin dia menjadi berhati-hati. Dia mengacuhkanku.
Tidak mungkin dia tidak menyadari keberadaanku. Kupikir. Tidak, aku yakin.
Hanya dengan menatapnya, aku jadi lebih paham tentang orc itu.
Itulah kenapa, aku sadar jika dia berbahaya. Benar-benar berbahaya.
Faktanya dia mengacuhkanku itu berarti dia sadar aku tidak akan menyerang dulu.
Akan buruk jika membiarkan orc hitam itu sendirian.
Hanya instuisiku, setelah menghabiskan 2 tahun setelah mengalahkan Dewa iblis [Demon God]
Kepintaran itu monster yang sangat berbahaya.
Menggunakan jebakan mungkin berhasil, mengambil sandera, memakai kelemahan musuh. Ada banyak cara untuk bisa menang.
Sejujurnya, mereka kesulitan mengalahkan yang lebih kuat yang datang dan bertarung.
“Ayo kembali ke desa dan buat pertemuan strategi.”
[Meski gadis itu mungkin akan memberikan bantuan tanpa ragu.]
“Itu benar.”
Aku ingin meminta bantuan pada para pria di desa tapi kupikir orc terlalu berat sebagai lawan mereka.
Monster itu cukup mengancam bahkan untuk tentara yang terlatih sekalipun. Yang berarti cukup berat untuk penduduk.
Satu-satunya yang bisa membantu adalah Nona Francesca yang bisa menggunakan sihir.
Dan meski hanya penyihir amatir tanpa pengalaman.
Aku hanya bisa menghela napas.
“Aku benci masalah. Itulah kenapa aku berusaha menjauh dari monster sebisaku.”
[Jadi jangan dikuasai oleh wanita…haaahh.]
Tak bisa membantu.
Atau agak, aku tak keberatan jika itu hanya orc biasa, jika mereka normal.
Aku melihat kembali, tapi orc hitam itu terlihat tidak akan menangkapku.
Jika dia memang mengacuhkanku, jadi akau hanya bisa merasa berterima kasih.
Ketika mata kami bertemu, perutku berubah jadi dingin, berpikir bahwa aku akan bertarung dengan 11 orc itu. Jika dia membiarkanku pergi, maka aku akan lari.
Bagaimana tentang hinaan dibiarkan pergi oleh orc yang miri babi itu?
Ini lebih baik daripada sekarat.
Kau harus bertarung ketika kau tidak bisa mundur bagaimanapun situasinya tapi ini tidak begitu.
Meski Ermenhilde mengerti itulah mengapa dia tidak mengatakan apapun ketika aku memilih bertarung jika aku punya kesempatan menang yang tinggi.
Dia tidak mengatakan apapun, tapi dia kelihatan marah.
Dia punya banyak kebanggaan.
Aku mengelus medali didalam kantung dengan jariku.
[Kita, yang mengalahkan Dewa Iblis, kembali begitu saja karena orc…sayang sekali.]
“Ini lebih baik daripada sekarat.”
[…untuk Renji, memberikan argumentasi, ini lebih menyakitkan.]
Aku akan menangis sialan.
Pada akhirnya, mereka tidak menangkapku bahkan sampai aku keluar dari hutan.