BANGKITNYA KSATRIA KEGELAPAN

Tanggal 24 Desember—— Malam Natal pun tiba.
Waktu menunjukkan pukul 5.30 sore hari, Sena dan aku pun menuju kapel untuk menghadiri Misa Natal.
Misa itu sendiri dimulai pada pukul lima, tapi karena sejak pagi hari aku jadi sibuk dengan persiapan pesta Natal dan Sena bilang dia tidak mau kemana-mana lagi selain ke pertunjukkannya Kobato, akhirnya kami pun berpisah.
Anggota Klub Tetangga lainnya seperti, Yozora dan Yukimura pun saat ini sedang berada ditengah-tengah persiapan pesta Natal.
Rika sedang memperbaiki lampu Natal yang rusak. Dia menggantungnya di rikatory, tapi dia sama sekali tidak mau pergi ke pesta karena dia benci keramaian.
Acara perjamuan Natal telah resmi dibuka untuk sekolah, jadi tak ada yang perlu memakai seragam saat Misa maupun pesta Natal. Kami berdua memakai pakaian biasa.
Sena memakai terusan merah menyala dengan pundak, kaki dan paha yang terlihat jelas; hanya melihatnya saja sudah cukup membuatku jadi merinding.
Aku memakai jas dan celana biru gelap. Sena berkata padaku, “Kau terlihat seperti mau mencari istri.”
Kami berjalan berdampingan. Kami menghabiskan banyak waktu bersama, dan rasanya keistimewaan ini bukan hanya karena ini adalah Malam Natal saja.
“O-Oh ya, Sena. Apa kau pernah pergi ke Misa?”
Aku memberanikan diriku untuk memulai percakapan dengan perasaan yang gugup.
“Aku? Beberapa kali aku pergi bersama Papa dan Mama saat aku masih kecil, tapi sekarang tidak. Lagipula, aku bukan Kristian seperti mereka.”
“Ketua Yayasan seorang Kristian?”
“Benar sekali.”
Itu mengingatkanku, saat tuan Pegasus berdo’a sebelum makan.
“Meskipun begitu, kalau nanti aku mengikutijejak Papa dan menjadi Ketua Yayasan berikutnya, mungkin aku akan dibaptis..........”
Berhasil dengan jejak tuan Pegasus.........?
“.........Lalu, kalau kau menikah sebagai alasan, bukannya itu masih jadi masalah?”
“Tidak juga. Anak tiri bisa jadi sukses seperti yang mereka inginkan kok, atau bahkan mereka bisa memilih kerabat yang sesuai, begitulah yang Papa katakan padaku. Sama seperti saat aku menikah nanti....... J-Jadi kau tenang saja, ya?”
Sena berkata dengan wajah yang memerah.
Pernikahan dan hal kecil lainnya, setidaknya aku tahu apa yang akan Sena pilih sendiri untuk masa depannya, dan itu membuatku lega.
Pandanganku tentang tuan Kashiwazaki Pegasus sebagai ‘kepala keluarga terhormat’ sudah sangat hancur........ Meskipun, aku malah lebih ingin tahu tentang masa lalunya dulu hingga menjadi dirinya saat ini.
 “Ah, tapi kau mau jadi guru SD. Terus terang, kalau kau menjadi anggota keluarga Kashiwazaki, akan jadi sangat mudah saat bekerjasama dengan lembaga pendidikan lokal. Dengan rekomendasi dari Papa, kau bisa memilih sekolah manapun yang kau suka.”
Sena menyindirku sambil tersenyum.
“Sekarang dengar ya, kau....... hal yang seperti itu namanya curang........”
“Benarkah? Rumah tempatku lahir dan wewenang orangtuaku jika digabung dengan kemampuan bakat dan penampilan yang menawan, itulah diriku. Apa salahnya jika semua yang kupunya dihadiahkan untuk lelaki yang kucinta?”
Sena menjelaskannya dengan tenang.
Sesaat wajahku jadi memanas lagi saat mendengar kalimat “cinta”—— Rasanya aku jadi iri pada sikap Sena yang tegas tanpa pernah merasa rendah.


Selama kami berada didekat kapel, kami bisa mendengar nyanyian yang ada didalam.
Dengan perlahan kami membuka pintu depan dan masuk kedalam. Ada sekitar 20 anak kecil berdiri disebelah orgel diatas altar dan bernyanyi secara serentak. Tapi Kobato maupun Maria tak ada diantara mereka.
Hampir semua tempat duduk sudah ditempati, tapi untungnya kami bisa dapat tempat yang kosong dibelakang, jadi kami pun menuju kesana dan duduk.
Yang menjadi tamu-tamu Misa dari berbagai kalangan: ada para orang tua bersama anak-anaknya, para pasangan lansia, dan para murid yang berpasangan yang kelihatannya mereka dari sekolah kami.
Nyanyian pun berakhir dan anak-anak paduan suara menuruni altar.
“Drama dengan judul ‘Hadiah dari Tiga Raja Timur’ akan segera dimulai. Selamat menikmati pertunjukkannya.”
Ketika seorang gadis muda yang terlihat seperti sutradara mengumumkannya secara perlahan ——Dia adalah Takayama Kate—— seluruh lampu kecuali yang ada diatas altar dimatikan dan para tamu bertepuk tangan. Sena dan aku pun bertepuk tangan.
Ada kakak kelas yang mulai memainkan suara pengiring dengan orgel. Dua orang cewek pun berlari-lari kecil menuju altar—— Maria dan Kobato menaiki panggung.
Kostumnya Maria berupa pakaian pria dan topi Homburg, dengan rambut yang diselipkan agar terlihat pendek.
Kobato memakai baju atasan dan rok panjang dengan rambut yang terurai.
KOBA—— umm—?!”
Tadinya Sena mau berteriak, tapi perasaan risihku menggelayut makanya aku langsung menutup mulutnya. Mana mungkin kubiarkan dia berteriak ditempat yang suci ini.
“Drama ini dibuat di Amerika sekitar 100 tahun yang lalu. Sepasang suami-istri miskin yang hidup sederhana disebuah rumah petak yang bobrok.”
Kelihatannya yang jadi narator adalah Kate.
“Suaminya bernama Jim——”
Lampu bagian tengah dimatikan, kemudian lampu sorot dibagian kanan pun dinyalakan dan Maria berjalan dari tengah menuju lampu itu.
“Istrinya bernama Della.”
Sekarang bagian kiri yang disorot dan Kobato pun berjalan kearah lampu itu.
Meski Kobato berada disana, lampu sebelah kanan dimatikan dan keberadaan Maria pun jadi tak terlihat.
“Gya, gyaa. K-Kita kehabisan uang!”
Kobato berseru, terlihta jelas gugupnya. Gyaa?
Kobato selalu mengesankan saat memerankan filmnya, tapi berperan langsung dihadapan semua orang kelihatannya malah jadi kacau balau.
“Besok adalah hari Natal, namun Della hanya menyimpan uang $1.80 (sekitar 25 rb-an). Hampir setiap hari ia menerima pandangan tak mengenakkan dari para pedagang saat dia berusaha untuk menukar daging dan sayuran dengan harga rendah agar bisa menabung, tapi itu semua belum cukup.”
Setelah bagian narator selesai, lampu sebelah kiri dimatikan dan yang sebelah kanan pun dinyalakan; Keberadaan Maria pun terlihat lagi.
“Yah, aku sudah bangkrut! Tak ada uang lagi! Sekarang aku tak bisa membeli hadiah Natal untuk Della!”
Maria membawakan dialog dengan mulus dan penuh semangat. Saking semangatnya dia sampai kau tak bisa bilang kalau itu karena dia sedang cemas. Dan bukan hanya aku yang berpikir begitu; Aku bisa mendengar suara cekikikan dari kursi penonton.
“........Jim dan Della bertukar kado Natal setiap tahunnya. Meskipun, tahun ini akan jadi saat-saat yang paling berat karena sama sekali tak ada ruang untuk menabung——”
Alur cerita jadi semakin mengalami kemajuan lewat narasi yang dibawakan Kate, bersamaan dengan dialog Kobato dan Maria yang juga berkurang.
Tanpa adanya perlengkapan apapun diatas panggung, latar suasana pun berubah dengan memperlihatkan musik orgel dan berbagai variasi pencahayaan.
Jim dan Della secara terpisah pergi menuju kekota untuk membeli kado.
Kemudian Jim pun membeli sisir yang terbuat dari tempurung kura-kura untuk menyisir rambut Della yang indah, dia menggadaikan jam saku emas yang diwariskan turun-temurun dari kakeknya.
Della pun menemukan rantai perak yang bagus jika bisa Jim lekatkan dengan jam saku emas warisan miliknya, makanya dia memutuskan untuk memotong rambutnya dan menjualnya agar dia bisa membeli rantai tersebut.
Selain dua pemeran utama tersebut, suara Kate pun terdengar sebagai pelayan dari toko gadai dan toko wig.
Saat Jim pulang kerumah, dia menyadari akan rambut Della yang pendek—— Kobato menyelipkan rambutnya kedalam bajunya untuk menunjukkan rambutnya telah dipotong—— dan dia pun terkejut.
“Gyaa! Ada apa dengan rambutmu?!”
Apaan tuh gyaa?!
“Aku hanya memotongnya sedikit! Yang lebih penting adalah, um! Ini! Kado Natal!”
Kobato, yang berperan sebagai Della, menghadiahkan rantai perak tanpa ragu.
“Untuk apa ini?!”
“Hehehe, kau bisa cantelkan ini ke jam saku milikmu.”
“Oooh, makasih ya!”
“H-Hmph— bodoh. Aku tidak tahu apa yang kau suka ....... Jadi, aku membelinya untuk jam-mu.”
“Begitu, ya. Aku juga punya hadiah untukmu!”
Maria, yang berperan sebagai Jim, menyerahkan sebuah sisir kepada Kobato.
“Ini adalah sisir legenda yang sudah kucari selama puluhan ribu tahun!”
“Rambutmu satu-satunya benda yang paling berharga bagimu. Aku bingung apa yang bisa kulakukan, jadi aku membelinya!”
 “H..... Hmph—!Aku bisa benar-benar dipuji olehmu sekarang!”
“Aku juga memberikan hadiah yang sia-sia, tapi aku tetap berterima kasih atas perhatianmu!”
“Hehehe.......”
“Ahahaha!”
"Hehehehee hehehe.........”
“Ahahahahahaha!”
Tawa dari pasangan yang malu-malu itu menggema dan para penonton pun ikut tertawa.
“Kedua pasangan Jim dan Della merelakan benda berharga mereka demi satu sama lain. Meskipun, keduanya berusaha untuk saling memberikan hadiah yang berkesan dan tidak tergantikan. Diantara semua yang memberikan hadiah, mereka berdua adalah orang-orang yang paling bijaksana.”
Narasi drama Kate pun ditutup dengan diiringi tepuk tangan yang meriah. Aku pun berteput tangan dengan sepenuh hati.
“Mereka berdua hebat sekali, ya?” “Seperti yang sudah kuduga dari anak-anak kelas 4 SD.” Dua gadis yang berada dibarisan depan kami berbincang sambil bertepuk tangan. ...........Salah satu dari mereka adalah masih berada dibangku kelas 2 SMP.
Dramanya berlangsung selama 15 menit, tapi menurutku cerita yang bagus.
Disampiku, ada Sena yang berhenti bertepuk tangan saat Kobato dan Maria menuruni altar dan menghilang dari pandangan.
Disisi lain, aku tetap bertepuk tangan hingga aku sendirilah yang paling terakhir berhenti.
Jim dan Della mengorbanan harta paling berharga mereka kepada orang lain.
Bagiku yang bukan seorang Kristian, istilah ‘kesadaran’ yang mereka gunakan tidak terlalu dapat dipahami, tapi—— Pada saat itu, aku bisa melihat keduanya saling memiliki kehormatan dan kemuliaan.


Usai dramanya selesai, kami berdesakan keluar dari kapel dan menuju ke gedung olahraga.
Pesta Natal yang diadakan OSIS dimulai pada jam enam.
Rasanya agak berat harus pergi begitu saja dari Misa dan kembali lagi nanti, namun pada kenyataannya aku juga bagian dari staf resmi yang mengatur jalannya pesta Natal. Aku telah ditetapkan sebelum aku menyadarinya, semua karena Yozora.
“Aku baru ingat, kau mau pergi ke pesta Natal, ya? Aku yakin kau yang sudah menonton dramanya Kobato, pasti mau langsung pulang.”
Aku berkata pada Sena.
“Aku belum mau pulang sih.......... Kau dan Yozora terlihat begitu bersemangat, jadi setidaknya aku ingin melihat acaranya berlangsung.”
“Begitu, ya. Kalau begitu, kuharap kau menikmatinya.”
Kami pun tiba digedung olahraga 10 menit sebelum waktunya.
Aoi bertugas sebagai penerima tamudipintu depan. Ini adalah acara untuk para murid, makanya diwajibkan menunjukkan kartu pelajarmu sebelum masuk kedalam gedung.
Memakai terusan pesta berwarna oranye, dia juga menggunakan armband yang bertuliskan ‘STAF’ dilengannya, menandakan bahwa dia adalah bagian dari staf pengelola.
“Ah! Kodaka! ........dan Kashiwazaki Sena........”
Aoi merengut saat matanya menatap kearah Sena.
Raut wajah Sena pun berubah kaku, mungkin karena dia mengingat kembali kejadian basket beberapa waktu yang lalu.
 “..........Silahkan, tolong tunjukkan padaku kartu pelajarmu. Kodaka, pakai ini.”
“Oke.”
Aku menerima armband staf yang Aoi berikan padaku.
Saat Sena sedang merogoh-rogoh tas yang terlihat mahal itu dan mengambil kartu pelajarnya. Aku tak sengaja melihat isi tasnya dan menyadari adanya kotak kecil berpita. ...........Itukah kado Natal untuk Kobato?
“Ini.” Sena menunjukkan kartu pelajarnya kepada Aoi.
“..........Silah-kan menik-mati acara-nya.” [1]
Selagi kami berkeluh kecil terhadap ucapan kaku Aoi tersebut, kami berdua pun memasuki gedung olahraga.
Didalam gedung olahraga, ada lebih dari sepuluh pohon Natal ditempatkan dimana-mana, jendela serta dindingnya dihias dengan rangkaian bunga kertas berwarna-warni. Aku membantu membuatkan dan memasangnya juga.
Makanan dalam jumlah banya seperti: ayam goreng, pasta, roti isi, chao fan, paella, sup, stew, kari, udang balado, mapo tofu, chop suey, gyoza, spring rolls dan semua disusun diatas meja panjang yang menyerupai salib putih. Ada banyak hidangan China disana karena Hinata sendiri memiliki hubungan baik dengan restoran China dan berdikusi dengan mereka mengenai kateringnya. Selain itu, klub memasak sekolah kami (yang memiliki anggota lebih dari 40 orang, dan ini menjadi klub yang paling berpengaruh disekolah) telah membuat makanannya sejak pagi tadi. Aku membantu mereka saat memasak ayam goreng dan kari.
Gedung olahraga pun telah dipenuhi para murid serta orang-orang yang menantikan dimulainya pesta.
Aku bisa melihat banyak sosok berpakaian seragam sekolah disana-sini, namun mayoritas dari mereka sudah berganti pakaian untuk acara ini. Untuk beberapa alasan, rasanya jadi agak canggung berada disini.
“H-Hei, itukan.......” “Nona Sena.........!” “Nona Sena ada disini........!” “C-Cantik sekali.......” “Beruntung sekali aku bisa melihatnya memakai gaun!”
Para lelaki langsung langsung berkumpul ketika Sena memasuki gedung olahraga.
“Selamat sore.”
Saat Sena menyapa mereka dengan senyum menawan seorang wanita, para cowok pun bersorak, “UWOOOOHHH!”
“........Kau ini memang selalu jadi pusat perhatian.”
“.........Menjadi populer dengan hanya bertingkah ini dan itu saja tidak membuatku membuatku senang sama sekali.”
Sena menggerutu dengan berbisik.
“N-Nona Sena! Tolong terimalah ini! Hadiah Natal untukmu!”
Salah satu cowok mendekat dan menyerahkan Sena kotak kecil yang dibungkus.
Ini baru awal saja..........
“Hei, kau! Curang kau, seenaknya saja mendahului!” “Nona Sena, silahkan ini diterima juga!”
Segerombolan anak lelaki mengerumuni Sena.
Meski tak ada yang menjauhiku karena gaya rambut hitam berkacamata dan ditambah lagi armband staf yang kukenakan ini, tapi aku malah didorong keluar oleh mereka.
“Jangan dorong-dorong, ya. Aku akan menerima semuanya kok, jadi tolong berbarislah.”
Ketika Sena memerintah dengan lembut, mereka menjawab “BAIK!” dan berbaris menunggu giliran.
.........Kelihatannya akan mustahil aku bicara disaat seperti itu, makanya aku memutuskan untuk pergi.
Lalu—
“Kodaka.”
Aku mencari asal suara itu; ternyata Yozora.
Dia berpakaian gaya netral dengan jaket hitam dan celana panjang, tentu saja juga dengan armband stafnya.
“Oh, Yozora. Apa acaranya akan dimulai?”
“Ya.” Yozora melihat kesekeliling gedung dengan tersenyum puas. Dia menggantikan posisi Hinata dan melaksanakan acara pesta Natal, urusan anggaran, dll. Jadi, kau bisa menyebut bahwa dialah orang yang paling berpengaruh dalam keberhasilan pesta ini. Bahkan sampai hari ini pun, dia masih saja disibukkan dengan persiapan pesta sejak tadi pagi.
“Terima kasih atas kerja kerasmu.”
“Ini masih belum selesai. Jangan sampai lengah.”
“Mungkin ada benarnya juga, tapi......... adakah yang bisa kubantu?”
“Murid lain mungkin akan berdesakan saat makanan keduanya kita buka. Jadi, aku ingin kau mengatur barisan mereka.”
Sesaat setelah aku bertanya padanya, sebuah perintah pun dilayangkan padaku.
“Baiklah. Dan kau juga akan berusaha, iyakan?”
Selagi aku mulai bergerak menuju hidangan untuk bersiap.........
“...........Kodaka?”
Yozora memanggilku lagi, dan aku pun berbalik.
“Apa yang kulakukan sudah benar? Apa aku terlalu bertindak seperti ‘cool guy’?”
Kalau memang si cewek super sempurna yang kami perhatikan selama 2 minggu terakhir ini hanya ilusi, saat Yozora memandangku dengan perasaan gelisah yang mengingatkanku pada seekor anak kucing kedinginan. Kemudian, kubalas dengan senyum padanya.
“Ya, sudah sempurna. Bukankah nantinya kau akan menjadi ketua OSIS sungguhan?”
Aku berkata dengan sungguh-sungguh. Pipi Yozora agak memerah. “Jangan mengejekku,” dia berkata dengan nada kesal.
“Aku tidak mengejekmu, tahu? Kau lihat sendiri kalau seluruh tugas OSIS bisa dilaksanakan dengan sempuna.”
“..........Itu semua cuma akting. Aku hanya meniru seseorang.”
“Akting? Meniru?”
“............Aku meniru tokoh utama atau pemimpin hebat yang kulihat dikomik dan film........ Aku meniru karakter OSIS dengan sempurna........ Meniru ketua klub yang keren dari komik olahraga......... Meniru kakakku dan si Daging, sebelum aku mendapatkan jati diriku, sebagai mereka yang kuinginkan........ Setiap hari aku berbicara pada diriku sendiri, kakiku sebenarnya bergetar sampai ingin pingsan, bahkan saat ini pun.........”
Yozora berkata dengan lemah karena tekanan batin.
“.........Tak masalah meniru mereka, bukan? Kalau kau tetap memainkan tokoh yang dipuja, pada akhirnya kau pasti akan menjadi salah satunya.”
“........Berarti, tidak masalah........”
Yozora tersenyum tipis terhadap doronganku.


Setelah berpisah dari Yozora dan bersiap didekat hidangan kari, suara gema mik memenuhi seisi gedung olahraga.
[FUAHAHA! APA KAMI MEMBUAT KALIAN MENUNGGU?!]
Yang berdiri diatas panggung adalah Hinata, dia memakai kostum Santa Claus sambil memegang mik dan menyampaikan salam pembuka.
Yozora berdiri tepat didepan panggung.
[Leydis endo jen........ jentolmen?[2] Ini adalah Acara Natal terakhir dan juga tak ada yang lebih menyenangkan selain pergi kesekolah, kalian pasti merasa kehilangan! Tak memiliki kekasih untuk menghabiskan waktu bersama, kalian pasti hanya ingin hidup nor..... normal, ‘kan? Kami, para OSIS, akan menghibur kalian malam ini! Kami punya penampilan dari Klub Instrumen Tiup,  konser langsung dari Klub Musik Ringan, pertunjukkan sulap dari Klub Meramal dan masih banyak pertunjukkan lainnya! Semoga kalian menikmati acaranya! Kami juga sudah menyediakan banyak hidangan! Tidak perlu membawa dari luar! Karena, selain Klub Memasak dari sekolah kami, ada ‘Hidangan Surga’ dari restoran China yang terkenal, lokasinya berada dijalan utama depan stasiun Tooya, yang sudah kami pesankan khusus. Jadi, jika kalian memiliki waktu, sempatkanlah mampir kesana! Dan dengan ini, pesta Natal dimulai! SELAMAT NATAL!”]
""""""""""""SELAMAT NATAL!!""""""""""""
Semuanya bersulang dan mencicipi berbagai hidangan kue Natal.
Ngomong-ngomong, Hinata sebenarnya berpidato dengan nada yang aneh dan ada kenyataan dibalik itu, tapi mudahnya dia seperti sedang membaca tulisan dari papan yang dipegang oleh Yozora. Menilai isi dan kata-katanya, mungkin Yozoralah yang menuliskan pidatonya. Normal.....
Katanya Hinata selalu menyiapkan salah seorang dari anak OSIS untuk memegang papan contekan tiap kali ia sedang menyampaikan pidato.
Pada saat festival olahraga adalah giliran Aoi, meskipun hari itu sedang mendung, dia tetap mengatakan hal semacam, “Dimusim gugur yang cerah dan tidak berawan ini.” Dengan santainya ia tetap membaca kalimat itu dengan suara keras tanpa menyesuaikan situasinya........ Hinata benar-benar sudah ngebul.
Kemudian, Hinata langsung meninggalkan gedung olahraga bersama Yozora beberapa saat setelah salam pembuka disampaikan. Kelihatannya selama pesta pun mereka akan berada diruang OSIS untuk belajar. Aku agak kasihan dengannya saat berlalu pergi, ia tetap memakai pakaian lengkap ala Santa.
Kemudian anggota OSIS lainnya, seperti Aoi yang mengatur penerimaan tamu diluar tanpa hentinya, Akane yang bertugas membantu persiapan Klub Instrumen Tiup dan Klub Musik Ringan, dan Karinlah yang menjadi pembawa acaranya.
Seperti yang dikatakan Yozora tadi, mereka langsung mengerumuni prasmanan begitu pesta dimulai.
“Silahkan berbaris duluuu! Semuanya pasti kebagiaaann!”
Aku memberikan instruksi kepada mereka.
Tak ada yang merasa keberatan, mereka pun langsung membentuk barisan.
Jika saja saat ini aku masih tetap berambut pirang, aku yakin berdirinya aku disana tak ada artinya. Mereka pun mengabaikanku dan berbaris dengan sendirinya.
Sambil aku menggenggam roti isi dan membawanya, selama kurang lebih 1 jam tugas jaga prasmananku berjalan.
Beberapa saat setelah konser instrumen tiup dimulai, beberapa pengunjung pesta mulai agak bosan, namun ketenaran prasmanan masih kalah jauh dari itu.
Kita kehabisan ayam goreng, jadi aku memutuskan pergi keruang praktek memasak untuk menyediakan makanan lebih yang telah disiapkan sebelumnya.
Ketenaran ayam gorengku berada diposisi keempat setelah balado udang, gyoza dan dadar gulung. Diposisi tiga besar semuanya adalah masakan dari koki andalan restoran China, makanya tak terkalahkan. Disana-sini aku mendengar mereka berkata, “Ayam gorengnya enak juga,” atau “Karinya juga enak.” Jujur, ini pertama kalinya aku memasak untuk orang banyak, persaingan yang sengit. Namun jika sang ahli disejajarkan dengan Klub Memasak, semuanya sama saja jadi tak ada yang kupilih. Sebagai hasil dari jerih payahku, ini membuatku sangat bahagia.
Aku membawa sepiring besar yang telah dipenuhi dengan ayam goreng dari ruang praktek memasak yang berada diruang gedung khusus lantai 3.
Diperjalanan aku mengambil jalan memutar menuju rikatory dilantai dua.
Rika sedang duduk dikursi dekat jendela luar. Jendelanya terbuka dan agak terdengar suara dari penampilan Klub Instrumen Tiup.
“Kelihatannya pesta Natalnya berjalan dengan lancar, ya?”
Menyadari keberadaanku, Rika tersenyum tipis.
“Benar,” aku mengangguk. “Apa kau yakin tak mau kesana? Kau sudah banyak membantu kami hari ini........ dan kau masih tidak mau pergi, padahal sudah repot-repot memakainya.”
Rika sudah siap dengan gaun pesta putihnya.
Sebenarnya Rika sangat suka dengan mode kekinian, namun belakangan ini dia jadi terlihat lebih santai dan menawan dengan gaya yang jarang ia gunakan.
Sejujurnya, sih....... kupikir dia menarik juga.
“Hmm.......... Keadaan Rika baik-baik saja kok, meski hanya dari sini.”
“A-Aku mau pergi bersamamu.”
Aku langsung berkata tanpa berpikir.
Mata Rika melebar sambil meneguk.
“Karena kita berteman.”
“I-Iya........... Karena kita berteman. Seperti yang kau tahu, aku memang selalu ingin pergi ke pesta Natal bersama teman...........”
“Kurasa aku tak punya pilihan lagi, deh.”
Rika menahan sedikit tawanya karena kalimatku dan bangkit dari kursinya.


Aku memasuki gedung olahraga bersama dengan Rika dan mengisi ayam gorengnya lagi kedalam prasmanan.
Penampilan Klub Instrumen Tiup pun berakhir,  jadi orang-orang mulai berkumpul diprasmanan lagi.
“Apa ada yang mau kau cicipi? Akan kuambilkan.”
Aku berkata demikian, namun Rika menggelengkan kepalanya.
“Tidak usah. Biar kuambil sendiri saja.”
“Yakin, nih? Sedang ramai, loh.”
“Sampai saat ini aku memang tak menyukai keramaian, tapi kurasa takkan ada akhirnya jika terus begini.”
Memang sih, ketika kami menuju kota untuk mengubah penampilanku dia terlihat baik-baik saja. Mungkin Rika sedang berusaha untuk melawan rasa takutnya pada keramaian.
“Kalau memang begitu, berarti kau bisa pergi ke festival doujinshi akbar sendirian, dong?”
“Hmmm........ Kalau hal yang semacam itu sih mungkin agaj berlebihan, kurasa........ Bahkan untu seseorang yang tidak terlalu buruk dalam keramaian, kedengarannya sulit. Meskipun suatu saat aku pengen pergi sih, jadi kupikir aku bisa berlatih sendiri dengan mengelilingi Stasiun Nagoya dulu.”
“Tidak perlu memaksakan diri, kau bisa menghubungiku kapanpun, kok.”
“Tentu saja aku akan menghubungimu. Itulah gunanya teman.”
Rika berkata sambil tersenyum.
“Kalau begitu, Rika mau pergi cari makan dulu, ya.”
“Baiklah. Oh ya, aku loh yang membuat ayam goreng dan karinya.”
“Hee. Rika belum makan karinya Kodaka lagi sejak kemah musim panas.”
“Ini lebih enak dari yang waktu itu, jadi cobalah.”
“Fufu, percaya diri sekali.”
Rika menuju prasmanan, meninggalkanku dibelakang.
Kemudian——
“Sudah kubilang padamu aku tidak tahu, ‘kan?”
Suara yang menjangkau telingaku, dan bisa dibilang berusaha untuk menutupi rasa jengkelnya. Walaupun sama saja.
Pemiliknya adalah Kashiwazaki Sena.
Saat aku melihatnya, dia berada 10 meter jauhnya dariku dan ____ oleh 4 cewek.
“Jangan main-main, ya!” salah satu cewek berteriak.
“Kau membawanya! Aku lihat Sunagawa memberikannya padamu!”
Dia menunjuk kearah kantong kertas besar yang Sena bawa.
Seluruh hadiah yang dia terima dari para anak cowok, ada didalam kantong kertas itu. Sangat penuh bahkan kantongnya hampir mau sobek.
“Yang mana........ emangnya?”
Sena berwajah polos kebingungan.
“Y-Yang mana, katamu.........?!”
“Maafkan aku. Ada banyak sekali, jadi aku tidak bisa ingat yang mana dari siapa.”
“Kau.......!”
Meskipun Sena berbicara dengan kalimat yang sopan, namun ketiga cewek disana berwajah geram dan cewek yang satunya hampir menangis.
“Uuuuh......! Kejam sekali.......! Sunagawa, bagaimana bisa kau menyukai seorang......”
“Akiko sudah lama mengenal Sunagawa!”
“Bahkan sapai sekarang dia masih menganggap dialah yang paling keren saat festival budaya!”
Kelihatannya si cewek yang bernama Akiko ini menyukai Sunagawa, tapi Sunagawa malah jatuh hati pada Sena dan sepertinya dia memberikan hadiah Natal pada Sena. Kurasa itulah yang membuat para cewek itu marah-marah.
“Sudah kubilang, meskipun kalian memaksaku.......”
Hidung Sena bergetar.
“Dasar pembohong! Kita tahu kalau kau yang genit!”
Hidung Sena pun bergetar.
“.........Aku tidak melakukan hal semacam itu. Lagipula, aku bahkan tidak tahu orang yang beranama ‘Sunagawa’ itu seperti apa.
“Jahat sekali! Padahal Sunagawa orang yang baik dan ramah........”
“Sudah kubilang, aku tidak tahu.......”
Bahkan sebagai orang yang tidak tahu-menahu seperti Sena, bisa sampai sekesal itu.
“Ah, baiklah! Akan kuberikan ini pada kalian.”
Nampaknya dia baru saja mendapat ide bagus, Sena pun menyerahkan kantong kertasnya.
“Hah?” para cewek itu terlihat kebingungan. Sena hanya tersenyum.
“Hadiah dari orang yang bernama Sunagawa ada didalam sini, ‘kan? Jadi, akan kuberikan ini pada kalian. Aku tidak tahu yang mana, makanya kalau kalian mau, kalian bisa mendapatkan semuanya.”
Sena tidak bermaksud untuk menyakiti; mungkin dia pikir hal semacam itu bisa menenangkan para cewek itu, tapi——
“J........ JANGAN MAIN-MAIN DENGANKU!!”
*DUAR—!*
Sudah pasti, semua yang dilakukaknnya justru semakin membuatnya terbakar amarah.
Salah seorang cewek yang marah-marah itu membuang kantong kertas yang diberikan padanya dengan sekuat tenaga. Dan bukan hanya kantong kertas, tapi tas tangan milik Sena pun melayang kebawah.
Hadiah-hadiah didalam kantong kertas berserakan dilantai dan juga bungkusan kecil berpita yang ada didalam tas miliknya.
“Ah!” Sena mendengking.
Dia mengambil hadiah kecil itu, dan mengabaikan sisanya. Kemudian, dia menatap para cewek itu dengan tatapan dingin yang membunuh.
“T-Terus apa.........? Mungkin itu hanya salah satu pemberian dari mereka, ‘kan?!”
Si cewek berkata dengan bimbang. Setelah itu, aku jadi tersadar bahwa kesabaran Sena telah memuncak.
“................Diam kau, cacing.”
“Ap—........?!”
Sena berkata kepada para cewek yang terdiam itu dengan suara yang kelihatannya berasal dari kekesalan terdalamnya.
“...........Ah, aku kesel banget sekarang....... Kesabaranku sudah mencapai batasnya........ Untuk apa aku harus melakukannya........ Untuk apa aku si perwujudan yang sempurna ini harus melakukannya...... MENYINGKIRLAH DARI HADAPANKU, DASAR SAMPAH?!”
“K-Karena........... Kaulah yang genit sama para cowok........”
“Dan harus kukatakan pada kalian juga bahwa aku tidak mengerti apa yang kalian bicarakan. Katro banget kalian, dasar peran pembantu tolol?! Kalian terus saja berteriak seenaknya dengan logat sampah kepadaku seperti orang bodoh! Kalian mengganggu telingaku jadi seharusnya kalian belajar bahasa manusia dulu sebelum membuka mulut! Kalian ini punya otak enggak, sih?! Terus tujuan kalian kalian berempat apa sampai tidak punya rasa kemanusiaan?!”
“Ah........” “Ap—.......” “Eh.......?!” “It—.......”
Umpatan terus dilayangkan pada mereka layaknya sentakan ombak, sampai-sampai keempat cewek itu terlihat hampir mau nangis.
Dia terdiam sejenak, namun cercaan Sena cukup untuk bersaing dengan Yozora. Tak kusangka dia bisa mengucapkan kata-kata kejam dengan begitu lancarnya, tapi disaat yang sama aku kagum padanya.
“Sudah lama ini membuatku jengkel......... Kenapa pula aku harus menyesuaikan diri?! Kenapa pula aku harus membungkukkan badanku se-level dengan kalian?! Kenapa pula si jenius harus menyesuaikan diri dengan orang-orang sembrono seperti kalian?! Bagi kalian memang ada bagusnya! Tapi aku tak sudi merendahkan diriku, kalianlah yang harusnya merangkak! Sama dengan basket: kenapa pula aku harus menjadi buruk padahal aku bisa melakukannya dengan baik?! Sampai sekarang aku tidak bisa menerimanya! Seperti apapun kalian melihatnya, buruk tetaplah buruk! Aku tidak berusa untuk mematahkan semangat yag payah! ..........Ah, sudahlah! Kalian ini hanya pemeran sampah yang bisanya cuma mengoceh seperti burung yang mau mati! ........Penyebab dari semua ini karena kalian menuduh-ku yang merebut mereka, ‘kan?! ..........Tadi kau bilang kalau akulah yang genit dengan mereka?! Dan berapa kali aku harus bilang pada kalian bahwa aku tidak melakukannya dan aku takkan pernah melakukan sesuatu yang tidak perlu?! Kenapa kalian selalu menganggap buruk diriku yang cantik ini, apa kalian bodoh?! Salah sendiri jadi orang tidak punya daya tarik, dasar jelek! Tentu saja kalian takkan pernah bisa sepertiku, kalian beraninya cuma marah-marah kepadaku dengan segala kerendahan kalian?! Menyingkir dari hadapanku! Menjauhlah dari pandangan-ku! Dasar cacing tanah, harusnya kalian itu menggeliat saja ditempat kotor yang tak ada seorangpun disana! Aku masih baik, jadi aku takkan bilang pada kalian untuk mati saja; tapi sampah seperti kalian lebih pantas hidup ditempat yang penuh dengan sampah juga.”
Sena marah-marah, melampiaskan segala kekesalannya.
Aku terkejut sampai kemarahan Sena mengiang-ngiang.
Sumber dari segala tekanannya sudah pasti aku.
Manusia tak bisa berubah begitu saja—— begitupun juga dengan tekanan mereka yang terus bertumpuk —— namun tekanan yang meledak itupun malah membuat keadaan jadi memburuk.
Berarti, yang salah adalah........... aku?
Sena mendesah panjang. Mungkinkah dia kelelahan?
Bukan hanya Akiko, tapi keempat cewek disana menangi semua sekarang.
...........Kalai memang ini hanya kesalahpahaman diantara para gadis saja, sudah pasti Sena-lah yang menang, mungkin. Rasanya dia jadi terlalu banyak bicara, tapi cewek-cewek itulah yang keras kepala dengan menghujaninya tuduhan palsu. Dan kalian pantas mendapatkannya.
Namun, ada banyak orang dibelakang Sena dan cewek-cewek itu.
Dan kebanyakan dari mereka—— termasuk aku—— pendapat orang disini saat memandang Sena si cewek super sebagai ‘wajan kecil’, ‘tokoh sampingan’ dan ‘orang biasa’.
Kuat, percaya diri, cantik—— itulah yang namanya Kashiwazaki Sena. Sebagai seorang manusia dia menjadi makhluk sempurna, tapi diantara mereka  yang tak bisa bertahan tanpa orang lain, dia hanyalah orang yang menyedihkan.
“H-Hei, k-kau sudah keterlaluan............ loh..........”
Seorang cewek yang menyaksikan adu mulut tadi berkata dengan ragu-ragu. Cewek berkacamata dan terlihat lemah, namun dia berusaha untuk mengerahkan sedikit keberaniannya.
Dengan dimulainya ucapan dari cewek itu, orang-orang disekitar pun mulai menyalahkan Sena membabi buta.
“Dia terlalu berlebihan...........” “Kejam sekali, ya...........” “Harusnya dia tidak perlu berlebihan sampai membuat mereka menangis..........” “Tunggu, bukankah justru dialah yang bermulut kotor...........?” “Mengerikaaaannn.........” Jadi, inikah Kashiwazaki yang aslinya........” “Buruk sekali wataknya..........” “Dia juga sudah merendahkan kita, ‘kan...........?” “Kasihan sekali mereka yang memberinya hadiah..........” “Ya ampun, bukankah seharusnya dialah yang meminta maaf........?” “Ini, bikin aku jadi ikut-ikutan gila..........”
Bukan hanya cewek-cewek itu; bahkan para lelaki juga ikut menyalahkan Sena. Diantaranya ada yang tadi berbaris memberikan hadiah kepada Sena.
Mata Sena berubah jadi memerah, raut wajahnya tidak wajar, dia menggertakkan giginya dan hanya dengan melihatnya saja kau bisa langsung paham bahwa dia sangat marah.
Saat ini, dia bukan hanya berhadapan dengan keempat cewek itu, tapi juga semua orang yang hadir disini. Sebelum akhirnya Sena terpancing amarahnya lagi layaknya gunung merapi..........
“——Emangnya dia punya teman?”
Seseorang menyulutkan api dengan berbisik tanpa memikirkan situasi yang ada.
Orang yang berbicara itu mungkin tidak mengerti dampak dari kalimat yang dia ucapkan seenaknya itu.
Meskipun, Kashiwazaki Sena—— si manusia super sempurna—— itu memang penuh dengan kelemahan.
Tubuh Sena mulai agak gemetaran, wajahnya menunduk malu; mengisyaratkan ketidaknyamanan yang bahkan orang awam pun bisa langsung tahu.
“Eh, ah, na, ah, uh............”
Mulutnya yang tadi mengeluarkan seluruh umpatan dengan gampangnya, sekarang hanya bisa tergagap-gagap dan tak bisa berkata apapun. Mulutnya yang tadi membuat kalimat umpatan dengan mudahnya, hanya bisa menganga tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
“E-Eh? Apa kita sudah menyolok............. mata bantengnya?!
Tiba-tiba ada yang tertawa—— dengan maksud merendahkan.
“Eh? Beneran tuh? Enggak punya temen?” “Orang watak dia saja seburuk itu, ya?” “Aku sekelas dengan Kashiwazaki dan selama pelajaran olahraga dia selalu berpasangan dengan pak guru, tahu?” “Ahaha, bodoh sekali!” “Hee, terus sekarang siapa yang menyedihkan, ya?”
Sambil melihat kebawah dengan gemetar, Sena mengepalkan tangannya.
Aku tak bisa hanya terus berdiam diri seperti ini...........!
“Hen——“
 —tikan, aku bermaksud untuk berteriak dan menolong Sena, tapi........
“JANGAN TERTAWAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA————!!”
Suara dengan nada kesal menggema diruang olahraga.
“Jangan tertawa—! Jangan tertawa—! Jangan tertawa—! Jangan tertawa—! JANGAN TERTAWAAAAAAAAAAA!!”
Memecah kerumunan dan terlihat seorang gadis yang sedang memandang kearah Sena disana.
Orang yang mengenakan jaket hitam, dan terlihat seperti seorang ksatria yang datang untuk menyelamatkan sang putri. Dia adalah—— Mikadzuki Yozora.
“Eh, M-Mikadzuki.......?” “Mikadzuki..........” “Mikadzuki?” “Batman?” “Apa yang sedang Mikadzuki lakukan?”
Kelihatannya popularitas Yozora yang meningkat cukup membuatnya dikenal banyak orang sekarang.
Perasaan bingung memenuhi wajah mereka yang sadar bahwa Mikadzuki Yozora berteriak kearah mereka.
Mengenyampingkan posisinya sebagai pengganti ketua OSIS sementara, tanpa mempedulikan popularitas yang ia peroleh, tiba-tiba saja dia marah-marah demi seseorang, dan orang itu sendiri adalah—— Kashiwazaki Sena.
“BIADAB SEKALI KALIAN, BRENGSEK?!”
Dengan satu kalimat, mereka yang merasa kebingungan langsung paham bahwa Yozora tidak berada dipihak mereka.
“B-Biadab.........?” “Apa maksud dari perkataannya itu..........” “Eh, kita........” “B-Bukannya justru dia yang jahat disini?!”
Mereka sadar Yozora datang bukan  bermaksud pamer kemampuan memimpinnya dan berusaha untuk menghentikan kekacauan yang ada—— dia adalah seorang ‘musuh’ yang datang untuk menyalahkan mereka, bukan si Kashiwazaki Sena.
“Y-Yozora............?”
Sena menatap Yozora, matanya melebar kebingungan.
Yozora hanya memberi pandangan sekilas terhadap Sena.
“...........Dia ini memang bodoh. Dia tak bisa apa-apa selain mengamuk dengan sekuat tenaga, tak bisa membaca situasi yang ada karena dia dibutakan oleh kenarsisan dan keegoisannya. Dan semuanya karena si bodoh ini tidak sadar kalau Sumeragi sedang menghinanya. Dia mengoceh tidak jelas seolah dia ini cewek super sempurna, tapi kenyataannya dia jauh dari sempurna; dia ini cuma akar teratai yang dipenuhi lubang disetiap bagiannya......... Tak ada salahnya dia bilang akan berusaha untuk menjadi manusia.........”
“K-Kenapa kau..........!”
Sena yang menjadi obyeknya merasa terganggu.
“MESKI BEGITU—!”
Yozora berseru tajam.
“Tak ada artinya kalian ‘melemparkan batu’ padanya, dia ini cuma orang tolol—— tapi kalau si jalang sialan yang sengaja bergerombol untuk melemparinya batu ini beda lagi ceritanya! Kalian ini babi pengecut yang menindas kaum sendiri! Jangan salahpaham, ya! Kalian ini bukan orang suci! Sampah rendahan seperti kalian, yang menyerang orang lain tanpa berpikir dulu justru hidup kalianlah yang terlihat menyedihkan, jangan seolah mencari-cari kebenaran!”
Lebih tajam dari ucapan Sena tadi, kata-kata yang super menyakitkan tentang mereka berpindah dari Sena ke Yozora.
Kenapa Yozora semarah itu?
Kenapa Yozora bertindak sejauh itu demi Sena?
Selagi aku memikirkan berbagai pertanyaan, aku mengingat kembali saat-saat dimana aku pertama kali bertemu dengan Yozora.
Aku dikelilingi oleh teman-teman sekelasku dan mereka yang menindasku.
Dan Yozora datang menolongku seperti seorang pahlawan.
Tapi aku bukanlah satu-satunya orang yang telah ditolong oleh Yozora.
Dia pernah menolong Kobato, Hinata dan—— meskipun dia tahu bahwa itu bukan pilihan yang menguntungkannya—— dia tetap bersama ibunya setelah perceraian.
Yozora tak bisa apa-apa selain mengulurkan tangannya kepada setiap orang yang menderita dihadapannya apapun yang terjadi; seperti seorang pahlawan.
Dia pernah menyelamatkan seorang anak laki-laki yang tidak ia kenal: yaitu Taka.
Dia pernah menyelamatkan adikku, meskipun dia tidak terlalu perhatian dengan Kobato.
Dia bahkan mengulurkan tangannya untuk sang kakak yang terabaikan, yaitu Hinata.
Inilah Mikadzuki Yozora yang tak bisa menolong sebelum akhirnya menghancurkan keberadaan yang lebih berharga baginya—— yang sangat ia sayangi lebih dari sekedar lelaki yang ia suka—— yaitu ‘teman’, saat dia sedang mengalami masalah.
“Kalian hama yang tidak tahu diri, bisanya cuma menyakiti orang lain! Dasar belatung sok suci yang bisanya cuma banyak lagak, yang tak bisa apa-apa selain berdiri diatas penderitaan orang! Takkan kubiarkan orang-orang seperti kalian membuat Kashiwazaki Sena menangis!”
Aku jadi ingat dulu ada pengendara yang melayangkan serangan lutut dan tinjuannya kepada para penindas yang membela demi keadilan.
Pokoknya, dunia ini keras terhadap mereka yang melakukan kesalahan. Dengan menyerang mereka yang menurut mereka benar, padahal salah.
Lagipula, Yozora memang benci yang namanya melabrak orang sebagai hal yang baik, hanya karena mereka diakui oleh kaumnya sebagai orang-orang yang menakutkan dan merasa takkan ada masalah yang berarti.
Itu bukanlah keadilan. Iblislah yang percaya bahwa dengan menyerang dan merusak adalah keadilan.
Makanya, sudah pasti—— itu bukan hanya untuk menyelamatkan Kashiwazaki Sena yang dianggap semua orang disini sebagai iblis dan dianggap sebagai orang yang buruk oleh semua orang.
Dia tidak sedang dibela.
Mikadzuki Yozora membela mereka yang diganggu.
“........Selalu, selalu saja melarikan diri, memikirkan kesenangan hanya akan meenjatuhkan dirimu kedalam jurang yang sama........!”
Nada bicara Yozora terdengar samar-samar seolah berbicara sendiri.
“Selalu iri terhadap orang lain, menolak kenyataan, tidak berusaha sendiri.........”
Itu seperti kata-kata Rika yang ditujukan kepada Yozora sebelumnya.
Pidato Yozora menyerang mereka, menyerang kerumunan dan menganggap segalanya itu menggambarkan dirinya.
“Hati dan jiwa yang pernah gemetaran saat melihat seorang anak laki-laki dengan segala keberaniannya mempertaruhkan hidupnya demi orang lain, yang menitikkan air mata diatas surat pemberian gadis yang beberapa waktu lalu ia temui. Dan kalian tahu apa yang terjadi selanjutnya, orang itu malah dibenci semua orang! Dia ingin jadi lebih kuat dan semakin kuat, seperti protagonis yang diidolakannya, tapi dia malah menyakiti orang lain dengan tangannya sendiri! Untuk setiap ucapan yang mengatasnamakan kasih sayang dan persahabatan; mencaci orang lain dan berbohong kepadanya........! Tanpa adanya pertimbangan, tanpa membayangkannya, tanpa berbuat apa-apa; para bangsat bodoh yang kejam itu mustahil untuk dihindari—— itulah kami!”
Air mata bercururan, Yozora mengepalkan tangannya dan berteriak dengan nada yang bergetar.

“Kami menginginkan adanya pahlawan atau gadis penyihir, mengharapkan keadilan, dan merendahkan iblis dengan memamerkan kehidupan yang penuh dengan kasih sayang dan persahabatan! Kenapa kami tidak bisa............ KENAPA KAMI TIDAK BISA DIANGGAP BAIK SEPERTI YANG LAIN?!”
Sebagian besar orang yang ada disini hanya menganggapnya sebagai ucapan mereka yang baru saja tumbuh dewasa, bisa dibilang—— ini seperti pertanyaan yang kekanak-kanakan.
Mereka adalah mereka. Orang lain adalah orang lain. Mereka hanyalah orang biasa. Sisi lain yang bagi mereka adalah hal aneh. Bagaimana jika yang kau ucapkan itu adalah kisah nyata? Kau harusnya bisa membedakan antara fiksi dan kenyataan——
Meskipun memang kekanakkan, siapa lagi diantara mereka yang sanggup menertawakan cara berpikirnya—— menertawakan Yozora yang terus penasaran setiap saat, jadi itukah yang membuatnya tumbuh lebih dewasa dari umurnya?
Setelah teriakan Yozora hampir menyebabkannya muntah darah, suasana pun berubah sunyi——
“Aku tidak mengerti hal bodoh apa yang kau maksud..........!”
Seorang anak cowok melangkah maju. Dia sangat geram, saking terganggunya dia terlihat seolah akan memukul seseorang. Mengikuti arahannya, beberapa anak cowok dan cewek mendekat kearah Yozora dan Sena.
Sebenarnya, tak aneh jika sampai terjadi perkelahian sekarang. Tanpa memandang Yozora dan Sena adalah cewek. Sebagian besar dari mereka yang ada saat ini—— Yozora dan Sena tak lagi dipandang sebagai manusia: mereka dianggap sebagai ‘musuhnya iblis’ yang harus dikalahkan.
Saat aku melangkah untuk menyelamatkan mereka—— seseorang menghentikanku dengan menarik bajuku dari belakang. Aku jadi tak bisa bergerak.
“.............Apa kau sudah yakin?”
Rika bertanya dengan pelan seolah hanya akulah yang bisa mendengarnya.
“Kupikir aku harus melakukan sesuatu, tapi................ pada akhirnya, rambut hitam dan kacamata ini hanyalah topeng.”
Selama ini aku yang dianggap sebagai anak berandalan, aku selalu berusaha sekuat tenaga.
Aku rajin menghadiri kelas, aku belajar dan membaca diperpustakaan berharap bisa meyakinkan orang lain. Dan tentu saja aku tak pernah membuat onar disekolah.
Sudah pasti karena anggapan diriku sebagai anak berandalan ini. Sekali aku menggunakan wig rambut hitamku dan kacamata ini, aku akan diterima oleh semua orang yang ada disekolah sampai-sampai teman kelasku bilang “Dia hanya kelihatannya saja, padahal sebenarnya enggak nakal kok.”
Rika takkan bertanya padaku, jika aku yakin penyamaranku selama seminggu ini jadi sia-sia—— tapi jika memang aku rela membuang seluruh usaha tulusku sejak aku datang kesekolah ini.
 Jujur, rasanya sedih sekali membiarkan hal ini terjadi padahal akhirnya aku bisa mencapainya; situasi yang sangat kuharapkan. Hanya karena aku datang dengan damai, aku takut jika nantinya aku malah dibenci. Aku tidak mau. Terlalu sulit.
Jadi, kugunakan mantra-mantra untuk mengusir keraguanku.
Aku melepaskan kata-kata yang dulunya kusegel.
Aku menengok kearah Rika, berusaha untuk menebarkan senyum sebisa mungkin kepada Rika dan berusaha tersenyum sebisa mungkin untuk melawan tangis dengan air mata paling menyedihkan yang pernah ada.
“Eh? Apa katamu?”

——Senjata yang mengubah alur cerita karena kekuatan hebat.
——Tamengnya adalah saat kau berharap bisa memblokade dunia dengan kekuatan keadilan.
Tak ada yang kuat maupun payah yang bisa mengucilkanku dengan ungkapan ‘bicara apa kau’ layaknya dukun yang sedang berjampi-jampi dan mengubahku menjadi ‘Ore TUEEE’ seperti protagonis dalam novel maupun manga[3]
Rika tersenyum tipis kepadaku dan membiarkanku pergi, sambil memberiku dorongan pelan dari belakang.
Aku punya teman yang mendorongku dari belakang. Rika melihat punggungku. Kesendirian itu membautku berpikir apapun yang terjadi aku takkan takut siapapun musuhku. Makanya, aku............
“UWAAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHH!!”
.............Berteriak sekeras mungkin, jeritan hebat pun keluar dari dalam perutku.
Terkejut, mereka semua menengok kearahku.
“HYOEE?!” “Hasegawa?!” “Ada apa, Hasegawa?!” “Hasegawa?!”
Mereka yang seminggu ini tidak takut lagi denganku, dengan kompak memanggil namaku.
Aku melepaskan kacamata bohonganku dan melemparnya kebawah, kemudian kubuang jauh-jauh wignya. [ala iklan shampoo gitu deh :v]
Selamat tinggal, si rambut hitam berkacamata yang dihormati.
Mulai sekarang, aku akan menjadi si Berandalan Hasegawa Kodaka.
“H-Hasegawa berubah?!” “Dia jadi pirang (?) secara tiba-tiba!” “Jadi, dia itu Super Yasai?!” “Bukan, itulah dia yang sebenarnya!” “Dia menipu kita!” “Berarti, si berandalan yang dibicarakan itu benar adanya?!”
Obrolan mereka berhamburan seolah aku ini seperti laba-laba kecil yang sedang melawak dan berusaha kabur dari laba-laba kecil lainnya.
““Kodaka?!””
Yozora dan Sena berkata bersamaan.
Aku menengok kearah mereka berdiri dan berjalan dengan memecah kerumunan.
“SINGKIRKAN TANGANMU DARI CEWEKKU——!! JADI KAU PUNYA NYALI, HAAAAAAaaaa————
Selagi aku berteriak cukup memalukan, aku dengan segera menghampiri anak laki-laki yang berusaha meraih Yozora dan memukul wajahnya sekuat tenaga.
“HIGYAA——?!”
Pukulan yang dilayangkan membuat anak laki-laki itu terlempar. Ini bukan pertama kalinya aku memukul seseorang, tapi memang rasanya sudah lama. Perasaan dimana aku tak disukai, meski aku sudah berusaha seperti apapun.
Tapi aku tak punya pilihan lain sekarang. Untuk menghapus pengaruh buruk ocehan Sena dan Yozora dari para murid yang sudah terlanjur membekas didalam hati mereka—— Aku sudah tak punya pilihan lain lagi selain memperlihatkan kepada mereka amukan si Berandalan Hasegawa. Jika aku tidak melakukannya, Yozora dan Sena akan membenciku selama berada disekolah.
Dengan situasi ini, reputasi seorang Hasegawa Kodaka sebagai pembuat onar yang sulit dijinakkan takkan menjadi kesalahpahaman dan disalahartikan—— ini adalah nyata.
Takkan ada tempat kembali; Aku takkan pernah bisa kembali. Tapi, aku tidak peduli!
Bahkan jika 100 orang pun sampai membenciku, aku baik-baik saja selama aku bisa melindungi mereka yang kusayangi!

“AYO KITA MULAI PESTANYAAAAA!! KALIAN PARA JALANG SEKOLAH AKAN MENJADI BUDAKNYA TUAN HASEGAWA KODAKAAAAAAAAA!! ADA YANG KEBERATAN? KALAU GITU, AYO KEMARILAAAAAHHHH!!”
Untuk mengacaukan mereka agar ketakutan dengan pukulan ‘tidak langsung’-ku, dengan nekat aku meneriakkan semacam hal gila.
KYAA—!” “TIDAAAKK—!” “D-DIA TIDAK SEDANG MAIN-MAIN!” “Y-YUUKOCCHAN, TETAPLAH DIBELAKANGKU!” “AKU AKAN MELINDUNGIMU, YAMAZAKI!” “Atsushiku........! Kyun—♥” “SIALAN KAU, HASEGAWAAA!”
Beberapa anak lelaki menunjukkan taring mereka dan semuanya langsung menyerang kearahku.
Maaf......... Tiap-tiap orang diantara kalian itu bukan hanya tokoh sampingan, setiap orang punya nama, punya kepribadian dan kehidupan. Kalian punya teman, khawatir akan hubungan kalian, perubahan, mengejar cita-cita. Setiap orang adalah protagonis dalam kisah mereka, namun—— saat ini, kau akan menjadi tokoh sampingan dalam kisahku.
Menderu layaknya hewan buas, aku mengabaikan seluruh keraguan dan membawa fitnahan mereka. Aku tidak punya waktu untuk mengkhawatirkan diriku. Awalnya, memang bermaksud untuk melawan mereka dalam waktu singkat dan membuat mereka bubar. Namun, saat ini aku mengabaikan itu dan hanya mengamuk sebisaku. Berbeda dengan kumpulan berandal bau tengik yang jumlahnya terbatas; semua orang yang ada ditempat ini adalah musuhku. Mustahil untuk menyelesaikan ini dalam waktu singkat. Semoga saja, anak-anak ini terus berada disekolah utusan agama. Mereka tidak pantas menjadi orang sepertiku, yang sejak kecil terkenal sebagai pembuat onar yang aneh!
“KALIAN MAU BOKONGKU, ORANG EDAAAAANNN?!”
Saat aku mau dihajar, ditendang dan ditarik. Aku menghajar, menendang dan menyingkirkan mereka semua. Sampai ada orang pendek yang menghalangi jalanku.
“Parah ya, Hasegawa........... mungkin ini memang takdir.......... aku menjadi orang yang—— akan menghentikanmu!”
Dia memandang kearahku dalam-dalam dan mengucapkan kata-kata keren. Ya ampun, siapa lagi orang ini——
“——Ah.”
Dia adalah Matsuyama, anggota Klub Judo yang membantuku di papan skor saat pertandingan basket. Sejak saat itu aku jadi ingat saat dia melakukan lemparan pundak judonya, aku pun jadi berbaring ke depan setelah dia melempar punggungku dengan tubrukan yang keras——

Catatan penerjemah dan referensi
[1] Dia berbicara dengan nada datar, bisa dibilang kurang jelas.
[2] Maksudnya “Ladies and gentleman”, tapi Hinata terlalu memaksakan diri :v
[3] Berdasarkan arti dari sumber terkait. Sebenarnya mau bilang “oeretsueeee” atau “Aku ini kuat sekaleeeeeeee”, semacam dialek kansai gitu :3