KSATRIA IDEAL

Bagian 1

Minggu, 17 Januari
“Satomi-kun, Satomi-kun.”
“Apa?”
Koutarou menoleh setelah Harumi memangilnya ketika jari mungil putih Harumi menyentuh pipinya.
“Fufu, sudah waktunya.”
“...Senpai, kenapa kau melakukan hal kekanak-kanakan seperti itu?”
Dengan jari Harumi yang masih menempel di pipinya, Koutarou tertawa sambil merasa setengah heran.
“Maaf, aku cuma ingin mencobanya.”
Harumi tersenyum dan memiringkan kepalanya dengan ringan sebelum memegangi keliman gaunnya dan membalikkan badannya. Dia segera menaiki tangga dan pergi ke panggung.
“Ya ampun...”
Baju besi Koutarou mengeluarkan suara gemerincing saat dia menghela napas. Dia menggaruk kepalanya sambil menatap Harumi. Di momen ini, bukan hanya Koutarou yang sedang menatap Harumi; ada banyak orang yang terlibat dalam drama ini sedang menyaksikan Harumi sambil tersenyum.
Sakuraba-senpai benar-benar sudah berakting seperti tuan putri akhir-akhir ini...
Belakangan ini Harumi kelihatan sangat bersemangat. Dengan sisa waktu seminggu sebelum dramanya digelar dan semuanya merasa cemas, hanya Harumi yang bertingkah seperti biasanya. Selain itu, tidak ada kegelisahan sama sekali dalam aktingnya. Suasana lembut yang diciptakan Harumi mengurangi ketegangan banyak orang; alhasil, dia menjadi pembuat mood para staf drama.
“Theia, sudah waktunya, jadi aku pergi dulu.”
Setelah menyemangati dirinya sendiri, Koutarou bicara pada Theia sebelum dia menaiki tangga untuk mengikuti Harumi.
“Ah, Iya...”
Persiapan dramanya berjalan lancar; mulai dari performa para aktor, perlengkapan, penerangan dan efek spesialnya sudah masuk di penyelarasan akhir untuk pertunjukan satu pekan lagi. Bila dibandingkan dengan drama tahun kemarin, persiapannya berjalan tanpa halangan berarti. Meskipun mereka merasa gugup, semuanya dipenuhi rasa percaya diri dan motivasi.
“Konsentrasi dan lakukan yang terbaik...”
Namun hanya satu orang, Theia, yang memasang wajah suram.
“Lord Veltlion. Mulai sekarang, pedang ini akan melindungi anda. Dari musuh dan rintangan apapun.”
Harumi sedang bicara di depan Koutarou dan memberinya sebuah pedang. Nada bicara Harumi terdengar tenang dan lembut. Namun, di saat yang sama, makna menyedihkan dan menyakitkan di balik kata-kata itu meluap-luap.
“Kalau begitu saya akan menggunakan nyawa saya dan pedang ini untuk melindungi anda, putri Alaia.”
Koutarou, seraya berlutut, menerima pedang dan perasaannya. Koutarou sudah mengetahui perasaan dalam pedang tersebut dan kata-kata Harumi. Meskipun dia tahu itu, dia tidak menjawab perasaannya. Dia tidak bisa melakukan itu.
“Dua orang itu sangat mengagumkan...”
“Aku ingin mengalami cinta semacam itu...”
Yurika dan Shizuka, yang sedang menontong panggungnya bersama, menghela napas mereka. Yurika selalu mengoceh tentang manga shoujo dan Shizuka menyukai cerita cinta, jadi keduanya merasakan perasaan kagum yang kuat saat mereka menatap ke arah panggung.
Koutarou dan Harumi saat ini sedang berakting di adegan dimana Putri Perak, Alaia, sedang memberikan pedang suci, Signaltin, yang diwariskan turun-temurun di keluarga kerajaan, pada Ksatria Biru, Lord Veltlion. Dengan perang yang semakin mengganas, dan Veltlion yang hampir kehilangan nyawanya beberapa kali, Alaia tidak tahan lagi dan memberinya harta terbesar keluarga kerajaan, pedang suci, Signaltin.
Bagi Alaia, tindakan itu adalah tindakan yang setara dengan menyatakan cintanya pada Veltlion. Tidak peduli seberapa besar kekuatan dalam pedang tersebut, tidak peduli apakah Veltlion adalah komandan tentara regular yang terlahir kembali, memberikan harta terbesar keluarga kerajaan kepada ksatria biasa tidak pernah terdengar sebelumnya. Jadi dengan melakukan hal itu, perasaan Alaia yang sebenarnya terungkap jelas.
Tapi meskipun begitu, keduanya tidak mengatakan apapun mengenai perasaan mereka. Mereka tidak bisa mengatakannya. Seorang putri dan serang ksatria; meskipun mereka berdua sama-sama bangsawan, jurang yang tidak bisa diukur diantara keduanya menghalangi perasaan mereka. Sebuah cinta yang tidak akan pernah terwujud maupun diperbolehkan.
“Sepertinya kita bisa santai sekarang.”
Ruth tersenyum sambil menatap panggung lalu berbisik pada Theia.
Dalam drama ini, ada tiga buah klimaks, dan adegan ini adalah salah satunya. Dulu, dikatakan bahwa kualitas cerita ini bergantung pada kualitas dari tiga klimaks ini, dan untungnya, adegan ini dimainkan dengan cukup bagus. Itulah yang dimaksud Ruth ketika dia bilang kalau mereka bisa santai.
“Itu ... benar, tapi...”
Namun, kelihatannya ada sesuatu yang membuat Theia merasa tidak puas. Dia menatap panggung dengan wajah suram.
“Apa ada yang tidak anda suka?”
“Iya...”
Ketika Ruth bertanya begitu, Theia mulai menggumamkan perasaan komplek di dalam dirinya. Theia hanya mengungkapkan kalau dia tidak punya jawabannya sendiri karena yang bertanya adalah Ruth.
“Tentang Ksatria Biru dan Putri Perak ... mereka mencapai tingkatan yang cukup bagi pemeran amatir ... tapi ... ada yang...”
“Ada yang hilang?”
“...”
Theia mengangguk tanpa berkata apapun. Dia tidak bisa memberikan kata-kata untuk perasaan suram yang ada di dalam dada kecilnya.
Drama ini hampir komplit; Harumi sudah merasa nyaman berperan sebagai Putri Perak dan Koutarou bertingkah seperti Ksatria Biru yang dibayangkan oleh Theia.
Tapi ketika dia menatap Koutarou, Theia merasa ada yang hilang. Semakin Koutarou bersikap seperti Ksatria Biru, semakin kuat sensasi yang dia rasakan.
“Rasanya aneh. Aktingnya sudah cukup mirip denga Ksatria Biru, tapi mau tidak mau aku merasa ada yang hilang.”
Ketika Theia bicara begitu dengan tidak sabar, dia menatap Koutarou di panggung seraya memiringkan kepalanya. Dan setiap kali dia memeras otaknya, rambut emasnya berkibar di udara.
“Yang mulia...”
Melihat Theia seperti itu, Ruth merasa tercengang selama sejenak sebelum kembali tersenyum. Ekspresi Ruth saat itu adalah ekspresi yang mirip seperti seorang kakak perempuan yang memeriksa PR adik perempuannya. Ruth tahu emosi apa yang sedang dirasakan Theia.
“Yang mulia, itu mungkin karena orang yang ada di atas panggung itu adalah Ksatria Biru.”
“Karena Ksatria Biru? Apa maksudnya?”
Kali ini, Theia menatap Ruth dengan heran.
“Seperti yang saya katakan. Anda mungkin merasa tidak puas karena orang yang berdiri di panggung itu adalah Ksatria Biru, yang mulia.”
“Perkataan yang bodoh, kenapa Ksatria Biru berdiri di panggung dalam drama tentang Ksatria Biru.”
Theia menolak kata-kata Ruth dan kembali menatap panggung. Wajahnya masih berkerut karena tidak sabar. Melihat Theia seperti itu, Theia mengungkapkan keberatannya dalam hati.
Tidak, yang mulia. Anda merasa tidak puas karena orang yang berdiri di panggung itu adalah Ksatria Biru...
Itu adalah keinginan yang belum disadari oleh Theia, tapi Ruth sudah menyadarinya, karena mereka sudah tumbuh seperti saudara.
Theia awalnya mengagumi Ksatria Biru karena dia ingin seorang Ksatria hebat seperti Ksatria Biru untuk menolong dirinya dan ibunya. Kastria terkuat yang Theia tahu adalah Ksatria Biru, karena itulah dia ingin bantuan darinya. Mencerminkan keinginannya, dia menulis naskah ini dimana sang ksatria terkuat bisa bersinar.
Tapi sekarang, Ksatria terkuat yang biasa Theia pikirkan berubah menjadi orang lain. Jadi untuk mencerminkan keinginannya, seseorang itu yang harusnya berdiri di panggung, tapi Ksatria Biru malah masih ada disana. Karena itulah Theia kesulitan menerima hal tersebut.
Dan satu hal lagi ... harusnya heroinnya bukan Putri Perak ... kan, yang mulia?
Ksatria ideal yang diinginkan Theia adalah seseorang yang berdiri disampingnya dan melindungi ibu Theia, yang berperan sebagai kaisar, bersama dengannya. Dan karena ksatria ideal itu sekarang sedang bersama dengan Putri Perak, tentu saja Theia tidak bisa menerimanya.
“Dengan kata lain, yang mulia ingin bersama dengan Satomi-sama dan...”
“Apa kau bicara sesuatu?”
“Tidak, tidak juga.”
Tapi Ruth tidak memberitahu Theia jawaban yang dia dapatkan. Itu adalah jawaban yang perlu didapat Theia sendiri. Jika orang lain memberitahunya, jawaban itu tidak akan mengandung makna apapun.

Bagian 2

Ruth sedang mencoba membawa Koutarou ke sisi Theia. Apapun hasilnya, saat ini, Koutarou adalah sumber energi Theia.
“Satomi-sama, handuk.”
“Makasih, Ruth-san.”
Oleh karena itu Ruht menggunakan alasan membawakan handuk untuk mengelap keringat Koutarou untuk mendekatinya. Tanpa menyadari hal itu, Koutarou berterima kasih atas perhatian Ruth dan menerima handuknya.
“Dan juga untuk anda, Harumi-sama.”
“Terima kasih.”
Dia juga memberi handuk di saat yang sama pada Harumi. Meskipun dia ingin bicara pada Koutarou, Ruth adalah tipe gadis yang tidak melupakan sekelilingnya.
“Maaf sudah merepotkan, Ruth-san.”
“Tidak, ini sudah jadi tugasku.”
Ada apa dengan Theia...?
Saat Ruth bicara dengan Harumi, Koutarou menoleh ke arah Theia.
Theia sedang duduk di atas kardus besar di sudut ruangan dan mengayun-ayunkan kakinya. Dia sedang menatap lantai di bawah kakinya.
Koutarou sudah terbiasa dengan Theia yang selalu mendatanginya setelah dia turun dari panggung, jadi dia merasa aneh dengan tingkah Theia yang sekarang. Karena hal itu, tangannya berhenti mengelap keringatnya.
“Satomi-sama, apa anda punya waktu, ada sesuatu yang ingin saya bicarakan!”
Di saat itulah Ruth, yang selesai bicara dengan Harumi, mencoba menarik perhatian Koutarou. Dari tadi Ruth ingin bicara dengan Koutarou.
“Maaf Ruth, bisa nanti saja? Ada hal yang harus kulakukan...”
Namun, Koutarou tidak merespons seperti yang diinginkan Ruth dan mulai berjalan menjauh darinya.
“Ah, t-tunggu sebentar, Satomi-sama!”
Ruth ingin membicarakan masalah yang sangat penting baginya. Masalah ini bukanlah masalah yang tidak ingin dia abaikan, jadi Ruth menaikkan suaranya kali ini dam mencoba menghentikan Koutarou.
“Ini masalah yang pen― Ah...”
Namun, Ruth menghentikan kata-katanya ketika dia menyadari kemana arah Koutarou berjalan.
“Satomi-sama ... bagaimana...”
Ruth meletakkan tangannya di pinggang dan menghela napas dengan kuat. Baik dia merasa terkejut atau senang, hanya itu yang keluar dari mulutnya.
Bagaimana bisa anda sangat memahami saya...
Ruth merasa marah ketika Koutarou mengabaikan perkataannya. Tapi kenyataannya, Koutarou sudah bergerak untuk mewujudkan harapan Ruth sebelum dia bisa bicara pada Koutarou.
“Benar-benar ... karena itulah peran Ksatria Biru saja tidak cukup bagi anda...”
Ruth dipenuhi perasaan hangat saat menatap punggung Koutarou. Rasa bahagia yang mengisi benaknya terasa dalam dan kuat. Meskipun tadi dia merasa marah, sekarang dia merasa sangat senang sampai-sampai dia bisa menari-nari dengan bahagia.
Itu karena Koutarou sedang berjalan ke arah Theia.
Tolong bantu yang mulia, Satomi-sama...
Namun, dia tidak bisa menari-nari begitu saja. Dia tidak bisa merusak momen penting tuannya. Jadi Ruth menutup mulutnya dan mengepalkan tangannya seperti sedang menahan kebahagian yang dirasakan olehnya.
“Hei, kenapa bengong?”
Setelah mendekati Theia dari samping, Koutarou dengan santai menarik pipi Theia dengan kedua tangannya.
“Eh...?”
Pandangan Theia pelan-pelan bergerak naik. Disaat itulah dia menyadari Koutarou.
“Apa, aku tidak melakukan apa-apa.”
“Wajahmu tidak bilang begitu.”
Mendengar jawaban Theia, Koutarou mulai merasa khawatir.
Ini mungkin masalah serius...
Koutarou masih menarik-narik pipi Theia, tapi Theia tidak mengeluh sama sekali. Seperti anak kecil yang sedang menggerutu, Theia memalingkan wajahnya dan mengalihkan pandangannya ke tanah. Dengan harga dirinya yang besar, Theia yang hanya bersikap begitu saja sudah cukup membuat Koutarou sadar kalau ada yang salah.
“Wajah ini wajahku, biarkan aku memasang wajah apapun yang kuinginkan.”
“Bilang, aku tidak akan mengerti jika kau cuma cemberut saja.”
Koutarou tidak lagi hanya menarik-narik pipi Theia, tapi juga menekan dan mengusap-usapnya dengan telapak tangannya. Meskipun tingkah Koutarou tidak memiliki makna, dia merasa kalau itu lebih baik daripada membiarkan Theia cemberut.
“Tidak ada yang harus kubicarakan. Meskipun ini semua perbuatanmu, sudah jelas kalau kau tidak bisa memecahkan masalahnya.”
“Hm? Apa maksudnya?”
Mendengar apa yang dikatakan Theia, tangan Koutarou berhenti dan dia menatap mata Theia.
Oh sial...
Karena Koutarou sedang memegangi wajahnya, Theia tidak bisa memalingkan wajahnya, tapi Theia segera memalingkan pandangannya dari Koutarou.
“Aku tidak mau bilang.”
“Beritahu aku. Kalau tidak, aku akan terus melakukan ini.”
Karena Theia tidak menjawab pertanyaannya, Koutarou mulai menggerakkan tangannya lagi. Bentuk pipi halus Theia mulai berubah-ubah di tangannya.
“Aku mengerti, aku akan bilang, jadi hentikan.”
“Bagus, selama kau mengerti.”
Karena Koutarou begitu keras kepala, Theia akhirnya menyerah. Dia menghela napas sebelum mulai menjelaskan apa yang dia pahami sendiri.
“Sembilan bulan sudah berlalu sejak aku datang ke planet ini. Tapi belum sekalipun kau memperlakukanku dengan hormat. Malahan, kau lebih memperlakukan Sakuraba Harumi seperti tuan putri daripada diriku.”
Supaya Theia menuntaskan ujiannya, Koutarou perlu bersumpah setia pada Theia. Namun, Koutarou tidak menunjukkan tanda-tanda begitu. Dan di mata Theia, Koutarou jauh lebih memperlakukan Harumi seperti tuan putri daripada dirinya.
Benar juga, dia mencemaskan hal yang serupa saat Natal...
Mendengar kata-kata Theia, Koutarou ingat kecemasan Theia saat pesta Natal. Saat itu, dia khawatir apakah dia layak untuk berdiri di atas orang lain.
Namun, kecemasan Theia kali ini jauh berbeda. Tapi, Koutarou tidak cukup pintar untuk menyadari hal itu. Jadi karena itu, sedikit perbedaan persepsi terjadi antara Koutarou dan Theia. Karena Koutarou berbeda dari Ruth, hal itu tidak bisa dicegah.
Meskipun begitu, ada hal yang sama diantara keduanya. Jadi Koutarou mengutarakan pendapatnya dengan jujur.
“Itu tidak benar. Mustahil aku tidak menghormatimu. Itu cuma salah paham.”
Koutarou menggelengkan kepalanya. Theia mendongak, tapi matanya dipenuhi keraguan.
“Jangan bohong. Apa kau tahu apa yang sedang kau lakukan saat ini?”
“Aku sedang main-main dengan wajahmu.”
“Dan begitukah caramu menunjukkan rasa hormat pada seorang tuan putri!?”
Theia berteriak marah. Dia memasang wajah yang sangat marah dengan menaikkan alisnya yang indah. Jika Koutarou memperlakukannya seperti tuan putri, Koutarou tidak akan berlaku seenaknya pada wajah Theia. Itulah alasan di balik keyakinan Theia kalau Koutarou tidak menghormatinya sama sekali.
Dan hal ini tidak hanya terbatas pada saat ini saja. Di sekolah, di kota, di kamar 106 dan di dalam Ksatria Biru; Koutarou selalu memperlakukan Theia sekasar ini. Dan Koutarou terus mengulang-ulang perkataan yang memiliki makna ‘Jangan membuatku menjadi pengikutmu begitu saja'.
Jadi ketika Koutarou bilang 'itu tidak benar', ketidakpuasan Theia hanya semakin membesar.
“Pada akhirnya, kau tidak melihatku sebagai putri Theiamillis sedikitpun!”
“Apa memang begitu ... yah itu kesalahanku...”
Tangan Koutarou berhenti bergerak.
“Eh...?”
Koutarou dengan enteng melepaskan wajah Theia. Dia kemudian duduk di kardus yang sama dengan Theia.
“Hei, Theia.”
“Apa?”
Theia merespons dengan kesal dan memalingkan wajahnya. Dia masih belum tenang.
“Karena keadaan tertentu, aku tidak bisa segera bersumpah setia maupun menyerahkan kamarku padamu ... tapi mustahil kalau aku tidak mengakuimu sebagai tuan putri.”
“Pembohong!! Berhenti mengoceh alasan yang sudah jelas bohong!!”
Theia menolehkan wajahnya dan memelototi Koutarou untuk sejenak seraya menyemburkan kata-kata tersebut sebelum kembali memalingkan wajahnya. Sepertinya dia tidak percaya satupun kata-kata Koutarou.
“Selama ini kau selalu memanggilku putri tidak berguna atau putri menyedihkan!!”
“Memang benar kalau itulah yang kurasakan pada awalnya.”
Pertemuan pertama Koutarou dan Theia adalah pertemuan yang sangat buruk. Theia hanya menganggap umat manusia di Bumi sebagai makhluk primitif dan Koutarou percaya kalau Theia adalah alien jahat yang berniat menginvasi planet ini.
“Aku tidak pernah bisa membayangkan bersumpah setia padamu.”
“Tuh kan!”
Theia berkata begitu dan menggembungkan pipinya.
Tingkah seperti itu menunjukkan perubahan dirinya, tapi setelah Theia kehilangan ketenangannya, dia tidak menyadari hal itu. Di masa lalu, dia mungkin akan menarik keluar senjatanya dan merobohkan gedung olahraga ini.
“Tapi, beberapa waktu lalu ada saat dimana aku melihatmu bersikap seperti tuan putri.”
“Eh...”
Seperti balon yang meletus, udara dalam pipi Theia yang menggembung telah menghilang.
“B-Bohong!”
Ekspresi Theia berubah berulang-ulang dan dia melirik ke arah Koutarou. Jika Ruth ada disana, dia mungkin tidak bisa membedakan kekhawatiran, kebahagiaan, keraguan dan harapan dari bermacam-macam ekspresi Theia.
“Memangnya aku bisa percaya itu!”
“Aku mengerti apa yang kau rasakan. Karena aku juga merasakan hal yang sama.”
Koutarou menyeimbangkan sikunya di lutut dan menyangga kepalanya dengan tangannya sebelum menghela napas.
Benar. Saat aku memikirkan hal itu, aku masih tidak percaya...
Pada awalnya Koutarou sudah memutuskan kalau dia tidak akan pernah bersumpah setia pada Theia apapun alasannya. Tapi keputusannya mulai goyah selama sembilan bulan yang sudah mereka habiskan bersama.
Setelah sering bentrok dengan Theia selama ini, Koutarou dapat melihat perasaan Theia yang sebenarnya. Sekarang dia tahu kalau dibalik topeng keras kepala Theia, ada gadis yang lembut dan kesepian.
Bukan hanya itu yang mengubah perasaan Koutarou. Ketika Koutarou, Sanae atau Kiriha dalam masalah, Theia telah datang membantu, meskipun mereka ingin saling mengalahkan pada awalnya. Pada saat itu, Theia kelihatan enggan, tapi sekarang sudah jelas kalau dia benar-benar mengkhawatirkan mereka.
Selain menerima lawan-lawannya, Theia juga mencoba memenangkan kamar 106 dengan jujur dan adil sebagai seorang putri. Koutarou tidak bisa lagi menyangkal kalau Theia memang seorang tuan putri setelah mengetahui hal itu. Itu adalah perubahan sikap yang besar dan hanya bisa berkembang karena keduanya sudah menjadi lebih dewasa.
“Theia, kau sudah berubah. Kau benar-benar berbeda dari dirimu saat musim semi. Tanpa kusadari, kau bukan lagi putri menyedihkan maupun Tulip.”
“Ah...”
Di saat itulah Theia sadar untuk kali pertama, sudah lama sekali sejak Koutarou terakhir kali memanggilnya Tulip.
Kapan? Kapan Koutarou mulai memanggilku Theia?
Hati Theia mulai berdebar-debar dan dia memindai ingatannya, memutar kembali waktu, memastikan setiap kali Koutarou memanggilnya Theia.
Ada kemungkinan kalau Koutarou sudah menganggapnya sebagai seorang tuan putri sejak Koutarou memanggilnya Theia untuk kali pertama.
Keinginan itu mengobok-obok perasaannya, dan setiap kali dia ingat saat Koutarou memanggilnya Theia, hatinya semakin berdebar-debar.
Sejak kapan...?
Dan setelah beberapa saat, Theia sampai di suatu ingatan tertentu.
“Theia! Percayalah padaku! Aku ini ksatriamu, ingat!?”
Itu terjadi tepat sebelum pertunjukan drama bagian pertama ketika Clan datang menyerang. Itu adalah kata-kata yang diteriakkan Koutarou ketika Theia kehilangan ketenangannya.
Sejak hari itu, Koutarou berhenti memanggilnya Tulip, dan malah mulai memanggilnya Theia.
Benar juga. Aku juga berhenti di saat yang sama!
Hal yang sama berlaku untuk Theia. Sejak hari itu. Dia berhenti memanggil Koutarou orang rendahan.
Itu karena dia sudah mengakui Koutarou sebagai seseorang yang layak menjadi pengikutnya. Di malam itu, dia mengunjungi Koutarou saat Koutarou tidur dan mengangkat Koutarou sebagai ksatrianya atas kemauannya sendiri, dan menghadiahi Koutarou dengan pedang yang dia beri nama sendiri, Saguratin.
Tolol sekali! Bagaimana bisa aku tidak menyadarinya!? Di hari itu kami sudah saling mengakui satu sama lain!!
Mereka mungkin melupakan hal itu karena mereka kurang berpengalaman. Dan karena mereka menolak mengalah ketika mereka saling melotot, satu-satunya hal yang berubah setelah mereka saling mengakui satu sama lain adalah cara mereka memanggil mereka. Begitu pula dengan saat ini. Karena mereka sulit bicara dengan berhadap-hadapan, Koutarou duduk di samping Theia.
“Jadi jika kau benar-benar membenci hubungan kita sekarang, aku tidak keberatan kalau kita mengubah cara kita bergaul.”
“Mengubah cara kita bergaul...?”
“Setelah dipikir-pikir, aku selalu melakukan hal kasar seperti ini.”

Sambil bermain-main dengan pipi Theia, Koutarou merenungkan apa yang sedang dia lakukan.
Memang benar. Berbeda dari Sakuraba-senpai yang hanya berakting sebagai tuan putri, Theia adalah tuan putri sungguhan...
Karena pertemuan pertama mereka terasa sangat buruk, hubungan buruk mereka saat ini telah terbentuk. Tapi pada kenyataannya, Theia adalah tuan putri asing, atau lebih tegasnya alien, jadi dia harus diperlakukan dengan lebih santun. Berteriak pada Theia atau bermain-main dengan pipinya bukanlah sesuatu yang bisa orang lakukan pada seorang tuan putri.
Itu hal yang kasar dan bodoh...
Menyadari hal itu, Koutarou akhirnya memahami jurang tak terukur diantara status mereka.
“Koutarou...”
Koutarou masih bermain-main dengan pipi Theia, yang matanya terbelalak karena terkejut. Normalnya, Theia hanya akan menyingkirkan tangan Koutarou, dan menyuruhnya untuk tidak meremehkannya. Tapi ketika Koutarou telah bertanya apakah Theia ingin tangannya berhenti, pikiran untuk menepis tangan Koutarou tidak terlintas di kepala Theia.
Hal-hal seperti ini akan berakhir...?
Theia merasakan rasa kehilangan yang dalam. Baru saja tadi, dia ingin Koutarou lebih memperlakukan dirinya seperti seorang tuan putri, tapi sekarang pikirannya berubah.
Dalam pikiran Theia, kenangan dari hari-hari yang dia habiskan bersama Koutarou muncul.
Perkelahian yang meletus setelah Koutarou mencuri lauk makan malam Theia. Sesi game versus sepanjang malam yang terjadi hanya karena rivalitas keras kepala mereka berdua. Pertandingan tenis yang terus berlanjut sampai mereka kecapaian. Latihan yang terus berjalan tanpa putus, meskipun mereka sama-sama mengeluh.
Mereka hampir selalu bersaing setiap hari. Namun, ketika mereka benar-benar membutuhkan bantuan, mereka akan saling menolong. Tidak ada ujung dalam kenangan yang mengisi dada kecil Theia tersebut.
Jika Koutarou mulai memperlakukanku seperti putri, hal-hal semacam ini juga akan berakhir...
Jika Koutarou mulai memperlakukan Theia seperti tuan putri suatu negara, dia tidak akan pernah lagi mengalami peristiwa-peristiwa seperti dalam kenangan yang mengisi kalbunya. Seorang tuan putri dan alien; diantara keduanya ada jurang yang sangat amat lebar.
Tidak! Aku tidak mau!!
Namun, Theia tidak bisa menerima hal itu. Dia ingin lebih banyak kenangan seperti itu. Jika dia mengakhirinya, dia tidak akan bisa menerima hal itu.
Ada apa denganku ...? Meskipun aku ingin Koutarou menjadi seorang ksatria, aku tidak ingin dia memperlakukanku seperti putri...
Karena itulah Theia menyadari kalau dia tidak mau Koutarou memperlakukannya sebagai seorang tuan putri. Itu adalah sesuatu yang mirip tapi benar-benar berbeda.
“Aku―”
Theia mencoba berkata sesuatu. Tapi dia sendiri juga tidak tahu apa yang harus dikatakannya.
“Aku―”
Ada konflik emosi di dalam benaknya, dia ingin Koutarou memperlakukannya dengan hormat, tapi tidak memperlakukannya seperti tuan putri. Karena dia tidak tahu alasannya, kata-kata selanjutnya tidak bisa keluar dari mulutnya.
Apa ini ...? Apa sih yang kuinginkan dari Koutarou...?
Tepat ketika Theia merasa bingung oleh perasaannya sendiri.
“...Sebenarnya, aku lebih memilih tidak.”
Ketika Koutarou berkata begitu, dia tiba-tiba mengeraskan genggamannya di pipi Theia, mengunci kepala Theia di tempat.
“Eh?”
Dan sebelum Theia bisa bertanya, Koutarou mulai menggoyang-goyang kepala Theia.
“A-Apa yang kau lakukan!?”
Hal ini bahkan membuat Theia jengkel dan dia berteriak sambil menaikkan alisnya pada Koutarou. Karena itu, perasaan ragu yang berkumpul di dalam diri Theia menghilang bersama dengan teriakannya.
“Aku benar-benar tidak bisa menujukkan mutu apapun. Aku tidak bisa menemukan cara elegan untuk menghiburmu.”
Koutarou terus menggoyang-goyang kepala Theia sambil tersenyum kecut.
Pada akhirnya, aku memang orang biasa...
Koutarou tahu akan lebih baik jika dia memperlakukan Theia seperti Putri Perak, jika dia berakting seperti Ksatria Biru dalam naskah. Tapi dia tidak bisa membayangkan dirinya melakukan hal itu.
Atau mungkin saja meskipun aku mengakui Theia sebagai seorang tuan putri, di saat yang sama aku ingin dia tetap menjadi Tulip...
Melihat rambut keemasan yang berkibat diantara kedua tangannya, Koutarou tersenyum kecut terhadap pemikirannya yang sederhana.
“T-Tidak ada satupun, siapapun orangnya, terlepas dari statusnya, akan terhibur dengan ini!!”
“Benarkah? Kau kelihatan cukup bersemangat di mataku.”
Selain itu...
Koutarou melirik ke arah Ruth di belakangnya sambil menggerak-gerakkan tangannya. Sambil menggoyang-goyang kepala Theia, dia ingat diskusinya dengan Ruth sebelumnya. Dulu, Ruth bilang kalau dia ingin Theia hidup sebagai gadis biasa untuk beberapa saat.
Memperlakukan Theia dengan selayaknya akan menyimpang dari keinginan Ruth tentang memperlakukan Theia seperti gadis biasa. Jadi dengan hal itu sebagai pertimbangannya, Koutarou percaya kalau pilihan yang terbaik adalah terus bertingkah seperti ini.
“B-Bukan begitu!! Oooooooooooooohhhh!!”
“Oh, sungguh bersemangat.”
Theia meronta-ronta diantara tangan Koutarou. Sekarang, mereka berdua telah kembali seperti biasanya.
Begini lebih baik. Yah, tidak terlalu benar sih, tapi ini memang lebih baik...
Theia masih belum menemukan jawabannya. Tapi meskipun dia punya jawaban itu, situasinya tidak akan berubah. Jadi, ketika Theia merasa kesal karena perbuatan Koutarou, dia juga merasa lega dan bahagia di saat yang bersamaan.
Satu-satunya orang yang tahu apa yang Theia inginkan, diam-diam sedang menyaksikan mereka dari kejauhan.
“Satu langkah lagi, yang mulia. Tinggal ambil satu langkah dan lompatlah dengan sekuat tenaga...”
Jika Theia menyadari perasaannya dan menunjukkan hal itu, Koutarou pasti akan merespons perasaannya. Ruth yakin kalau Koutarou tidak mungkin tidak menjawab. Jadi dia menyaksikan keduanya dengan lembut, dengan penuh kepercayaan.
Di momen itu, suara bisikan terdengar dari samping Ruth.
“Jadi dialah putri Theiamillis ... pemilik Saguratin...”
Pemilik suara itu adalah Harumi. Dia memiliki lambang berbentuk pedang yang bercahaya di keningnya saat dia menyaksikan Koutarou dan Theia. Penampilannya terlihat anggun dan cantik, dan seperti ketika dia berdiri di atas panggung, dia mengeluarkan aura misterius.
“Dan ... dia adalah tuan putrinya Koutarou-sama...”
Namun, tidak ada yang menyadari suara Harumi. Berbanding terbalik dengan keberadaannya yang terasa kuat, suara bisikannya hampir-hampir tidak terdengar.