MAHIRU DAN SHINYA
Pertama kali Ia bertemu tunangannya pada saat Ia berusia sepuluh tahun.           
Di usia sepuluh tahun, telah mempunyai tunangan – pasangan hidup, tampaknya mengagumkan, tetapi ketika pertemuan sebenarnya datang, perasaan gugup namun gembira yang berdebar-debar di dalam dadanya adalah sesuatu yang masih dapat Ia ingat dengan sangat jelas.
Akan menjadi istri yang seperti apa ya dia? Manis? Baik?
Bisakah kami berdua berhasil bersama?
‘…’
Mengatakan angan-angan ini tidak pernah tersirat di pikirannya tentunya akan menjadi sebuah kebohongan.
Ia telah berangan-angan tentang itu sebelumnya.
Tentang keberkahan, masa depan yang bahagia.
Impian untuk merasakan hidup bahagia bersama kekasihnya terus menari-nari di pikirannya.
‘…’
Bagaimana pun, meskipun begitu, ini bukanlah mimpi yang dapat membuat seseorang begitu tertarik.
Untuk mempertahankan perasaan bergairah terhadap perempuan yang tak pernah ditemui sebelumnya, bukanlah perkara mudah.
Dan juga alasan dadanya berdebar-debar bukanlah hal seperti ini.
Bertemu dengan tunangannya – ketika mendengar kabar ini, alasan jantung Shinya berdebar adalah ….
“…, ah, Aku tidak perlu mati, Aku dapat tetap hidup.”
Laki-laki ini berpikir.
Sepuluh tahun.
Sebelum genap di usianya ini, Ia telah membunuh banyak orang.
Orang-orang yang telah Ia bunuh adalah orang-orang yang mempunyai situasi yang sama dengan dirinya.
Kandidat tunangan Hiiragi Mahiru – Putri dari keluarga Hiiragi.
Kandidat yang nantinya akan menikahi Mahiru & memberi keluarga Hiiragi keturunan yang memiliki gen yang unggul.
Proses seleksi untuk para kandidat dimulai saat Shinya berusia 5 tahun.
Tetapi, pada awalnya, itu bukan sesuatu yang kejam atau keras.
Dapatkah kau berlari dengan cepat?
Pada usia berapa kau dapat mulai berbicara?
Berbakatkah kau dalam mantera sihir?
Shinya masuk di salah satu taman kanak-kanak di Negara yang dijalankan oleh ‘Mikado no Oni’, organisasi keagamaan dibawah keluarga Hiiragi. Diantara teman sekelasnya, Ia terpilih sebagai salah satu yang berbakat, anak yang spesial.
Mengenai hal ini, awalnya, Shinya dengan polosnya merasa senang. Menjadi lebih berbakat dari anak-anak lain. Menjadi lebih unggul. Ia telah melakukannya dengan baik. Ia anak yang terampil. Mendengar pujian ini setiap hari Shinya merasa bangga, dan selalu berhasrat untuk mengalakan anak-anak lainnya.
Karenanya, Shinya mendedikasikan dirinya untuk belajar lebih ilmu sihir & melatih tubuhnya.
Tetapi, suatu hari kepala sekolah mengatakan ini kepadanya.
“Sejak Shinya-kun bekerja amat keras, berbakat, Ia dipilih oleh para petinggi & dipanggil ke Tokyo! Ini Hebat! Kau akan pindah sekolah besok, jadi bersiap-siaplah!”
Setelah hari itu, Shinya tidak diperbolehkan kembali ke rumahnya lagi.
Ia mendengar bahwa keluarganya menerima tiga juta yen dari keluarga utama, dan menaikan status sosialnya di ‘Mikado no Oni’.
Orang tuanya dihadiahi oleh keluarga utama & merasa sangat gembira – Shinya memberi kabar ini, tapi disaat yang sama Ia juga mengatakan Ia tak bisa bertemu orang tuanya lagi.
Shinya menangis, berteriak dan memohon, tapi para orang dewasa tidak mendengarkannya. Mereka bilang bahwa ini adalah kehormatan, dan berkata padanya untuk tidak terlalu egois.
Namun kehidupan yang Ia jalani sejak itu, lebih kejam dari neraka.
Tokyo.
Shibuya.
Sejak waktu Shinya dipindahkan ke fasilitas di tempat ini, Ia tidak lagi mempunyai waktu untuk menangis.
Pada waktu tes yang diadakan setiap tiga bulan sekali, mereka yang tidak dapat mencapai puncak 30% akan dibuang.
Di kompetisi tahunan diamana setiap orang berjuang untuk membunuh satu sama lain, mereka yang tak bisa menang akan dibuang.
Yang kalah yang akan Mati.
Yang kalah yang akan Mati.
Selanjutnya, hanya satu orang yang akan bertahan hidup.
Ia tidak dapat mengingat berapa banyak orang yang ada disini awalnya.
Meskipun begitu, Ia melakukan yang terbaik setiap hari.
Mempelajari mantra sihir baru.
Mempelajari sihir ilusi baru.
Meningkatkan kemampuan fisiknya.
Kadang-kadang Ia dapat berteman. Berteman dengan mereka Ia dapat merayakan kebersamaan mereka bertahan hidup. Tapi teman-temannya tidak pernah mencapai diatas 30% dan akan dibuang.
Membuat pertemanan.
Teman-temanya mati.
Membuat pertemanan.
Teman-temanya mati.
Akhirnya ia berhenti untuk berteman.
Tetapi masih akan ada orang-orang yang dibuang.
Untuk membuang stressnya, Shinya belajar untuk tersenyum tanpa menunjukan perasaannya yang sebenarnya. Dibanding dengan mereka yang selalu diam dan depresi, Shinya belajar ilmu sihir lebih cepat. Tersenyum membuat hidup lebih efisien. Lagipula terkadang senyumannya dapat membuat orang lain marah dan membuat mereka ‘mengancurkan dirinya sendiri’.
Hingga Shinya bertahan hidup dengan senyuman yang ‘menggelikan’
Seiring berjalannya waktu, kemampuan dari para kandidat sisa semakin meningkat dan pertarungan mejadi lebih sulit, tetapi Ia masih hidup putus asa dengan senyuman menggelikanya.
‘…’
Dan datanglah harinya.
Ketika Ia tiba di tempat latihannya, terpisah darinya, tidak ada tanda dari kandidat lain.
Pria tua yang memanggil dirinya instruktur spesial keluarga Hiiragi, yang baru saja kemarin berteriak dengan marah, hari ini bicara dengan hormat, dengan gugup.
“Selamat, Hiiragi Shinya-sama. Anda telah terpilih sebagai tunangannya Mahiru-sama.”
Dipanggil oleh orang ini sebagai seorang – Hiiragi.
Sikap si instruktur terhadapnya juga berubah drastis.
Pria yang berdiri di depannya nampaknya sungguh-sungguh menghormatinya – tidak, boleh dikatakan Ia takut.
Shinya tersenyum dan berkata “…, jadi, aku tak perlu bertarung lagi?”
“Ya.”
“Aku bisa tinggal dan bertahan hidup?”
“Ya.”
“…, Aku mengerti. Jadi begitu ya.”
Perasaan pertama yang Ia peroleh bukannlah ledakan emosi yang khusus, karena ini terlalu mendadak. Dipaksa bertarung sudah menjadi rutinitas setiap hari, jadi Shinya tidak merasa begitu terkejut terhadap hal ini.
Akan tetapi, si instruktur melanjutkan.
“Segera, tunangan Shinya-sama, Mahiru-sama akan datang kemari. Saya dengar bahwa ini diusulkan oleh Mahiru-sama sendiri, beliau nampaknya mempunyai … ketertarikan yang baik kepada anda, Shinya-sama.”
“…”
“Saya yang rendah ini dengan tulus memberikan ucapan selamat, dan berharap anda berdua anggota keluarga Hiiragi akan mendapat pertemuaan yang menyenangkan.”
Setelah bicara begitu, instruktur itu undur diri.
Shinya ditinggal sendirian di dalam ruang latihan yang kosong.
Ini mengejutkan dan ironis bahwa Ia akan bertemu tunangannya disini.
Untuk bertemu Hiiragi Mahiru, di tempat latihan yang selalu menjadi tempat bertarung dan tempat saling bunuh.
Hanya itu dan semua realita yang membuat Shinya terpukul.
“…”
Ia dapat tetap hidup.
Pertarungan kejam yang Ia pikir takkan pernah berakhir, pada akhirnya tiba pada kesimpulan.
Pada saat ini, di pintu masuk tempat latihan yang tak jauh jaraknya, terlihat seorang gadis muda. Dari sudut pikirannya, muncul satu demi satu pikiran yang keluar.
Seperti apa ya gadis yang akan Ia nikahi?  Maniskah? Baikkah?
“…”
Mahiru perlahan berjalan.

Penampilannya jauh melampaui imajinasinya.
Rambut abu-abu panjang, tatapan yang kuat. Kulit putih bagai mutiara. Lemah lembut dan tenang, dengan gaya bicara yang murah hati, namun dengan suara dingin yang aneh.
“Kamu adalah orang yang bertahan yang akan dipasangkan denganku, ya?”
Shinya menurunkan kepalanya.
“Ya. Suatu kehormatan bisa bertemu anda.”
“Namamu?”
“Saya Shinya”
“Shinya ... Shinya ... bagaimana menulisnya ?” (Dalam kanji)
“Ditulis dengan kanji untuk ‘Tengah Malam’.” (深夜)
“Itu jarang.”
“Benarkah? Saya tak pernah tahu?”
Ini karena Ia selalu disini, di fasilitas pelatihan sejak Ia berusia lima tahun. Ia tak pernah menganggap penting hal kecil semacam ini.
Akan tetapi, bicara tentang hal ini, nama ‘Shinya’ - memanglah sangat jarang.
Shinya tersenyum pada Mahiru dan menyatakan.
“Akan tetapi, itu tidak cocok berdiri bersama pandangan Mahiru-Sama, yang cemerlang dan menyilaukun seperti matahari.”
Terhadap ini, Mahiru menunjukkan sedikit rasa jengkel.
“Kata-kata yang bagus.”
Itu terdengar seperti Ia tidak suka banyak bicara. Tetapi Shinya mesti membuat Mahiru menyukainya. Alasan Ia hidup adalah hanya karena ialah tunangan gadis ini.
Lagipula, itu karena Ia mempunyai ketertarikan terhadapnya yang membuat Ia datang menemuinya. Karena itu,  penting untuk membuat kesan pertama yang baik.
Jadi Shinya dengan cepat berpikir tentang sifat seperti apa yang dia harapkan ada pada dirinya, dan laki-laki seperti apa yang Ia suka.
Shinya tersenyum kembali & mencoba bicara lagi.
“…, Saya minta maaf, Saya baru saja mendapat kabar bahwa saya dapat bertahan hidup, jadi saya tidak tahu bagaimana bertatap muka dengan anggota keluarga Hiiragi ….”
Mahiru memotong ucapannya.
“Aku tidak tertarik padamu, jadi bicara padaku dengan normal.”
Mendengar perkataan Mahiru, Shinya terbelalak padanya dan memikirkan ekspresinya. Ia ingin tahu apa yang direncanakan tunangannya.
Ia berasal dari keluarga Hiiragi.
Untuk mereka yang mempunyai organisasi ‘Mikado no Oni’, untuk Ia yang lahir di dalammnya, Ia telah mendapat status dewa. Ia sudah pasti mendapat kata-kata seperti itu dari sekitarnya.
Jadi, Ia harus menarik perhatiannya dari sudut pandang lain –
Sementara Ia berpikir sesuatu yang sia-sia, Mahiru berkata.
“…, Aku sudah punya seseorang di hatiku. Jadi aku tidak bisa menerimamu. Hari ini aku datang hanya untuk mengatakan ini.”
Ah, begitu ya.
Shinya menatap Mahiru, membisu.
“…”
Ia tidak bisa berkata apa-apa. Bicara sembarangan sangat berbahaya. Mahiru berkata tidak akan memilihnya. Jika begitu, arti untuk kehidupannya telah hilang. Baru kemarin, semua orang yang tak punya arti untuk kehidupannya telah dibuang.
Akan tetapi, Mahiru seperti dapat membaca pikiran Shinya, dan melanjutkan.
“Ah, bicaranya gak usah formal begitu dong. Tidak ada penjaga disini kok. Aku sudah mengaturnya.”
Shinya menjawab.
“…, Aku tidak bisa mempercayainya.”
Jawaban ini membuat Mahiru tertawa.
“Jadi ini kamu yang sebenarnya. Bagus, teruslah berbicara seperti ini.”
“Kau lebih suka begini?”
“Ya, aku kira begitu. Tapi aku masih tidak bisa menerimamu.”
“Maka aku akan sangat kesusahan. Untuk itulah alasanku hidup.”
“Turut menyesal.”
“Apakah aku benar-benar tidak layak?”
Mahiru tersenyum kecil.
“Apa maksudmu, tidak layak, kita baru saja bertemu hari ini.”
“Maka aku masih punya kesempatan ….”
Tetapi ini bertemu dengan penolakan langsung.
“Pastinya tidak.” Mahiru bicara dengan nada bersungguh-sungguh, namun tak memberi celah berpendapat.
“Maka aku akan dibunuh hari ini.”
Mahiru menggelengkan kepalanya.
“Tidak. Kamu bisa ‘mengambilkan’ angan-anganku, jadi aku berpura-pura berbicara denganmu.”
Shinya memikirkan kata-kata itu. Mengapa Mahiru bertindak seperti itu? Apa yang menjadi alasan mengapa Mahiru datang untuk bertemu dengannya?
Jawabannya muncul dengan jelas padanya.
Shinya membuka mulutnya.
“…, bisa dikatakan, orang yang berada di hatimu, adalah seseorang yang tidak akan pernah diterima oleh keluarga Hiiragi ya.”
Mahiru tersenyum, sedikit terkejut.
“Kamu sangat pintar ya.”
“Itulah mengapa aku terpilih.”
Mahiru tersenyum.
Ekspresi wajahnya berseri menandakan bahwa Ia hanya memikirkan orang yang dicintainya.
“Aku mengerti. Ketika aku mendengar putri dari keluarga Hiiragi akan datang, aku sempat penasaran gadis seperti apa dia. Tetapi ia hanya tuan putri yang sedang jatuh cinta.”
Senyum di wajah Mahiru tidak memudar.
“Tepatnya. Hanya tuan putri yang sedang jatuh cinta dari keluarga yang tidak mentolelir cinta yang normal.”
“Kau memanggil dirimu tuan putri?”
“Haha, aku disini ingin jadi orang normal.”
“…”
“Karena orang-orang normal bisa mencintai siapapun yang ia inginkan.”
Dalam hal ini, Shinya sendiri sangat setuju, ia juga ingin menjadi orang normal.
Ia hanya dapat hidup dengan membunuh yang lain, dan jika a tidak dapat mencapai target ia akan dibuang. Pengalaman ini, penuh rasa takut & bertarung untuk hidup, ia tidak mau semua itu.
Melihat Shinya, Mahiru berkata.
“Akan tetapi, dengan begitu, kamu tidak perlu berinteraksi dengan orang yang kamu benci, seharusnya kamu senang kan?”
Shinya menjawab.
“Bisa bicara dengan Mahiru-sama, gadis yang sangat cantik ….”
 “Jangan susah-susah dengan memanggil –sama.”
“Walaupun Ia menyela, Shinya masih tersenyum dan melanjutkan.
“Itu benar kok. Kau sangat cantik. Ketika kau berkata tidak akan pernah menerimaku, awalnya aku ingin menyerah, tapi sekarang tidak.”
“…”
“Setelah semua yang terjadi, aku tidak pernah kalah sebelumnya.”
Shinya melambaikan tangannya menunjukan tempat latihan dimana ia telah bertarung sejak berusia lima tahun.
Mahiru tersenyum dingin.
“Benar, jika kamu kalah disini, kamu akan dibuang.”
“Dan juga, meskipun aku hanya pengganti, aku akan memenangkan hatimu. Biarlah seperti itu. Ini adalah tujuanku mulai sekarang.”
Akan tetapi, Mahiru masih tersenyum dan terlihat sedikit rasa kasihan di tatapannya.
“Jadi, maukah kamu mencoba kekalahan disini?”
“Huh?”
“Tapi jika kamu kalah sekali, akankah perasaan cintamu hilang?”
“Apa yang kau bicarakan ….”
Sebelum ia selesai bicara, Mahiru telah bergerak. Ia menyerang lurus kearah Shinya.
Pergerakannya sangat manis, tapi terlalu pelan.
Shinya terbelalak.
“…, jadi ini keluarga Hiiragi.”
Kami berusaha sangat keras untuk ukuran orang-orang lemah – dengan pikirannya, hatinya menjadi dingin. Ketertarikan & keinginannya pada Mahiru juga menciut.
Mahiru melesat kearahnya. Untuk menghentikannya sangat mudah. Level kemampuannya, jika itu kami, kami sudah lama dibuang.
Shinya mengangkat tangannya.
Menyambar dan menggenggam lengan Mahiru.
Tidak, Ia pikir ia telah menggenggam lengannya, tetapi dalam sekejap –
“…”
Mahiru menghilang dari pandangannnya.
Itu sihir ilusi.
Ada seberkas cahaya di punggungnya.
Suara yang berbicara di telinganya.
“Levelmu hanya segini, kamu pikir kamu layak dipasangkan denganku? Pada levelmu ini, kamu tidak akan pernah bisa menyentuhku.”
Mereka benar-benar di level yang berbeda.
Dibandingkan dengan orang yang bertarung dengannya kemarin, Ia benar-benar berada di level yang berbeda. Ia bukan orang yang bisa diremehkan.
Shinya mengutuk kebodohannya sendiri.
Di punggungnya tertempel kertas mantra.
Mahiru berbisik.
“Meledaklah.”
Pada saat yang bersamaan Shinya menghindar. Ia sekuat tenaga menggunakan kekuatan fisiknya dan menempelkan mantra penangkal di punggungnya berharap itu dapat mengurangi efeknya.
Ia menghindar beberapa langkah ke depan dan melihat ke belakang.
Mahiru sedang tersenyum.
Ia terlihat tersenyum amat menyayangkan.
Tidak terlihat tanda ia serius.
Perbedaan  di antara mereka sangat jelas.
Siapa yang lebih kuat?
Tidak boleh.
Seharusnya.
“Kali ini, aku kalah.” Shinya tak dapat menyangkal.
Mahiru tersenyum.
“Kekalahan pertamamu? Lalu, kamu akan jadi lebih kuat kedepannya.”
Akan tetapi, Shinya juga tersenyum dan menjawab.
“…, tidak, yang aku tahu sekarang, aku ditakdirkan untuk kalah.”
Sejak saat ia dijual oleh orang tuanya.
Sejak saat dimana ia tidak bisa melarikan diri.
Sejak saat dimana ia tidak bisa menolak pernikahan.
Sejak saat kebebasannya diambil, sejak awal, ia ditakdirkan untuk kalah.
Tetapi Mahiru tidak.
Gadis muda ini tidaklah sama.
Alasannya datang kemari bukan untuk menang atau kalah, tetapi untuk melanjutkan cinta terlarangnya – menggunakan kedua tangannya untuk memilih masa depannya sendiri, itu sebabnya ia datang kemari.
Shinya memutuskan untuk bertanya.
“…, bolehkah aku bertanya sesuatu?”
“Apa itu?”
“Apa orang yang kau cintai lebih kuat darimu?”
Mahiru tersenyum manis lagi, penuh kebahagiaan.
Ekspresi gadis yang benar-benar sedang jatuh cinta.
Saat itu, saat ia terlihat sangat manis.
Mahiru berpikir sejenak, sedikit memiringkan kepalanya.
“Hm … Guren, huh, bagaimana mengatakannya ya? Walaupun ia kuat atau lemah, aku tidak akan merubah pikiranku.”
“Aww, itu curang. Maka kesempatanku tidak ada.”
Mahiru tertawa lagi.
Tawanya, seperti sinar matahari yang hangat, siang yang tenang.
“…, tapi, aku pikir Guren lebih kuat. Jauh lebih kuat dariku.”
“Itu sebabnya kau mencintai laki-laki yang bernama Guren?”
“Yeah”
“Karena ia kuat?”
“Ya”
“Begitu ya. Aku mengerti. Untukmu, aku akan terus bermain. Hingga kau bisa bersama dengan orang yang berada di hatimu, aku akan bermain sebagai pengganti.”
Mahiru tersenyum.
“Itu bagus. Jadi, mulai sekarang, tolong baik-baik padaku ya, Hiiragi Shinya.”
“Panggil saja dengan nama depan. Aku juga akan melakukannya. Tidakkah itu akan memuluskan rencananya? Jadi tolong baik-baik padaku ya, Mahiru.
Mendengar Shinya berkata begitu, Mahiru sekali lagi tersenyum bahagia.
Senyuman mereka benar-benar memilukan.
“…”
Dan lalu,
Itu pertama kalinya, Shinya merasakan perasaan iri, pada orang yang bernama Guren yang tak pernah ditemuinya.