Cieh Guren. Ketemu mantan langsung #baper, nih? #gagal move on ... Dasar Guren si ABG labil. Guren si ABG masa kini!! All hail Shinya!! Awkwkwkwkwk~~~~~

------------------------------------------------------------------------------------------


OWARI NO SERAPH
JILID 1 BAB 4
DUA ORANG YANG KEMBALI BERTEMU

Tanpa terasa, kehidupan di sekolah berlalu begitu saja.

Atau sebut saja, hari-hari di mana Guren dibodoh-bodohi.

Saat ujian kemampuan ilmu sihir.

Juga saat latihan berpasangan.

Di semua mata pelajaran, Guren terus menerus kalah dari para siswa yang unggul dalam ilmu sihir Hiiragi.

Halaman sekolah.

Di situlah berlangsung latihan yang melibatkan seluruh penghuni sekolah.

“Uwa!”

Guren terkena pukulan yang dilayangkan sekuat tenaga, dan dia pun terjatuh.

Yang memukulnya adalah seorang siswa bernama Goshi Norito.

Siswa dengan rambut yang disemir kuning, dan dengan tatapan mata liar.

Siswa yang juga sekelas dengannya, dan berasal dari Marga Goshi. Tentu saja, sebuah marga elit.

Goshi menatap ke arah Guren, lalu tertawa penuh rasa mengejek.

“Sial. Kalau lawanku selemah ini, mana bisa ini disebut latihan.”

Para siswa-siswi yang berada di sekitar Goshi pun tertawa serentak mendengar hal itu.

“Justru tanganku jadi kotor karena memukulnya. Ini menyebalkan sekali.”

“Lebih baik kita lapor ke guru saja, kan? Kalau kita sekelas sama bocah macam dia, bisa-bisa semangat semua murid turun. Itu akan menyebalkan, bukan?

Goshi mengangguk-angguk dan berkata.

“Wah, bagus juga, tuh. Lagipula, bocah lemah macam dia, sampai bisa masuk ke kelas yang hanya berisi oleh elit saja, itu sudah hal yang aneh.”

Mendengar hal itu, Guren berusaha menggerakkan tubuh bagian atasnya, dan melihat Goshi. Dia lalu mengusap ujung bibirnya yang robek karena pukulan tadi.

Gadis yang berada di belakang punggungnya pun berbicara.

“Hei, kau. Apa kau tidak tersiksa dikata-katai seperti itu?”

Saat Guren menolehkan padangan ke arah suara itu, yang berdiri di sana adalah si gadis berambut merah. Dialah Juujou Mito.
Dan entah karena alasan apa, dia memandang tajam ke arah Guren dengan terlihat sedkit kesal.

Lagipula kau ini, tidak bertarung dengan serius, kan? Dan sejak awal kau tidak serius karena lawanmu kuat, lalu mengira tidak akan menang? Aku rasa itu memalukan,lanjutnya

Mendengar ucapannya itu, Guren hanya tertawa dan berkata.

“Tapi, lawanku itu anak tertua dari keluarga Goshi, lho! Tidak mungkin aku akan menang .... “

Namun, entah mengapa mendengar perkataan Guren, mata Mito meruncing tajam.

“Padahal kau ini tidak tahu tentang keluarga Juujou. Tapi kenapa kau bisa tahu tentang keluarga Goshi yang berada di kelas dua? Apa maksudmu, coba?”

Sepertinya Guren membuatnya naik darah karena suatu alasan yang lain.  

Lalu, Goshi yang sepertinya mendengar pekataan itu, angkat bicara.

“Apa? Siapa yang kau sebut kelas dua?”

“Eh?”

“Juujou brengsek, jangan besar kepala! Hanya saat ini saja, kalian para keluarga Juujou, bisa berlagak sombong. Begitu aku naik menjadi pemimpin keluarga Goshi, aku akan langsung menghancurkan kalian.”

Mito yang menerima pekataan itu hanya tertawa penuh ejekkan, lantas melangkah ke depan Guren. Dia lalu membungsungkan dada kecilnya.

“Wah... wah, apa kau marah karena aku tepat sekali menyebutmu kelas dua, saudara Goshi?

“Apa? Kubunuh kau! Aku enggak akan segan-segan hanya karena lawanku perempuan, loh.”

“Coba saja. Akan kutunjukkan seberapa besar berbedaan kelas antara----keluarga Juujou dan keluarga Goshi.”

“Kubunuh kaaaaaau!”

“Coba saja!”

Dan keduanya pun bertarung.

Gerakan keduanya sangat cepat. Kecepatan perkembangan sihir mereka pun sangat luar biasa. Murid yang lainnya pun terfokus pada pertarungan mereka berdua. Hal itu juga tidak lepas dari pengaruh nama elit yang disandang mereka.

Guru tidak menghentikan mereka.

Justru sebaliknya, sang Guru memerintahkan agar melihat pertarungan keduanya, lalu mempelajarinya, dan semacamnya.

Dan,

“ ...... “

Guren berusaha bangkit seraya melihat hal itu dengan sedikit rasa pusing. Dia menarik nafas kelelahan.

Dan seperti biasa, Hiiragi Shinya yang ada di bagian belakang, melihat pertarungan itu, sambil melipat tangannya. Dia pun memanggil Guren.

“Yey kerja yang bagus, dengan berpura-pura terkena pukulan.”

Guren melihat ke arah Shinya, lalu,

“ ....... “

Tanpa memberikan jawaban apapun, dia alihkan pandangannya, menyaksikan pertarungan antara Mito dan Goshi.

Guren mencari tahu, apakah ada yang bisa dipelajari dari pertarungan mereka berdua,  yang merupakan orang unggulan dari keluarga Hiiragi.

Namun Shinya datang ke sebelahnya, dan berkata.

“Dengan levelmu sekarang, tidak ada yang bisa kau pelajari dari pertarungan macam itu, kan?”

“ ....... “

“Aku selalu mengamatimu selama 10 hari ini. Kau bahkan pandai sekali dalam menerima pukulan, ya. Padahal kau berusaha agar tidak menerima luka yang fatal, tapi kau bisa terlempar seperti itu --”

Belum selesai Shinya berkata, Guren menyela, dengan berkata.

“Apa kau ini stalker, ya? Jangan mengamatiku, dong!”

“Ahaha.”

Shinya tertawa gembira.

“Bukan, sih, tapi kan, aku penasaran. Berapa besar kekuatan yang dimiliki oleh sukutuku untuk menghacurkan Hiiragi di kemudian hari.”

“Aku tidak akan jadi sekutumu.”

“Sudah, sudah. Mau coba bertarung melawanku sebentar? Sudah saatnya kau memperlihatkan kekuatanmu yang sebenarnya, kan.”

Dan Shinya lantas melepas pukulannya. Dia mengarahakan kepalan tangannya ke arah Guren.

Sangat wajar jika dalam sekejap, hal itu membuat perhatian para murid yang ada mengarah ke arah mereka. Bahkan Mito dan Goshi yang seharusnya tengah bertarung pun, menghentikan gerakannya.

Sosok Shinya sendiri sudah dapat menarik perhatian seluruh sekolah. Ditambah lagi, kekuatan sebenarnya milik Shinya, jauh melampaui murid-murid di kelas.

Di latihan pertarungan pertama yang di adakan di sekolah ini, Shinya bisa mengalahkan Goshi hanya dengan satu tangan.

Shinya itu, kini tengah mengarahkan kepalan tangannya ke arah Guren, dan berkata.

“Aku akan mengerahkan seluruh kekuatanku. Sekuat apapapun kau, jangan perpikir bisa menahan diri melawanku. Mau sepintar apapun kau menerima pukulan, pasti kau akan tetap mengalami patah tulang, kan?

Guren menatap kepalan tangan Shinya yang diarahkan padanya. Dia melirik, melihat wajah Shinya. Seraya tertawa kecil, ia berkata.

“Anu, Tuan Shinya, saya rasa, saya tidak punya kekuatan yang pantas menjadi lawan dari keluarga Hiiragi ....”

“Diam! Sudahlah! Lawan saja aku!”

Dan Shinya pun bergerak. Kepalan tangannya lantas diselimuti mantra sihir. Jelas sekali, itu adalah mantra dari ajaran Budha, untuk pemanggil Dewa Iblis agar merasuk ke dalam dirinya. Mungkin itu adalah, teknik tradisional rahasia ajaran agama budha yang disebut Mikkyou, atau mungkin sebuah tehnik lain.

Tapi yang terpenting, Shinya benar-benar hendak memukul Guren dengan serius. Keseriusan dengan maksud membunuh.

Guren yang melihat tangan itu,

“Aa! Sial ... apa boleh buat,”  bantinnya.

“Uwaa .... “



Pukulan itu menghantam dada Guren. Terdengar suara tulang rusuk yang patah. Dan dia pun terpental melayang di udara, lalu terjatuh. Diperlukan beberapa saat sebelum Guren terjatuh menghantam tanah. Pastilah Guren benar-benar terpental sangat jauh di udara.

Kesadarannya menjadi kabur. Itulah kekuatan kecepatan mantra sihir dari Shinya.

Shinya lantas,

“Yang benar saja~ Seberapa keras kepalanya kau ini? Atau jangan-jangan kau ini, memang benar-benar lemah?

Dengan wajah yang terkejut, Shinya melihat Guren yang terjatuh dan berkata demikian.

Lalu, entah mengapa, dengan sangat tergesa-gesa, Mito berlari mendekati mereka.

“Bu guru! I-ichinose-kun muntah darah!” teriak Mito.

Namun, sang Guru tidak bergerak. Dia hanya tersenyum girang, dan memandang rendah ke arah Guren.

Justru terdengar suara bisik-bisik “Orang dari Hiiragi memang hebat” “Kekuatannya berbeda dari kita”, dan lain sejenisnya.

Melihat reaksi itu, ekspresi Mito berubah menjadi merasa benci, dan berkata

“Oi, kalian ini ....  Apa sebenarnya maksud kalian ....?”

Lalu, Goshi yang sebelumnya memukul Guren dan tertawa mengejeknya pun mendekat ke arahnya.

“Oi, dari caranya muntah darah, ini benar-benar parah, kan?” ujarnya kemudian.

Namun, seharusnya tidak seperti itu. Seharusnya, walaupun tulang rusuknya patah, Guren mampu menerima pukulan dengan cara yang tidak akan melukai organ dalamnya. Tapi—tetap saja kesadarannya menjadi kabur.

Jangan-jangan, mungkin saja, dia agak sedikit .... ya, agak sedikit, meleset.

Goshi pun lalu berkata lagi.

“Oioioi, hei, bawa dia ke UKS—“

Dan pada saat itulah Guren kehilangan ke sadaran. Dia tidak lagi dapat mendengar suara apapun.

***

Tempat di mana Guren bisa kembali membuka matanya, adalah di sebuah tempat yang menyerupai rumah sakit
.
Langit-langit yang berwarna putih.

Dinding yang berwarna putih.

Dia mengangkat tubuhnya, yang terbaring di ranjang ruangan itu.

Tubuh bagian atasnya telanjang, dan dibungkus oleh beberapa lapis perban. Dadanya terasa perih dan sakit. Tapi, mungkin itu bukan karena luka yang fatal. Lalu, kenapa dia kehilangan kesadaran?

“ ....... “

Guren melepas lilitan perban di tubuhnya, dan melihat tubuhnya.

Sebagian besar warna kulit bagian atasnya berwarna biru lebam. Sepertinya, pembuluh darah besarnya terputus. Jadi dia kehilangan kesadaran karena kekurangan darah. Terdapat luka bedah di kulitnya. Mungkin, pembuluh darahnya sudah disambungkan kembali.

“ .... Hem.”

Guren lantas mengangguk-angguk seakan dia bisa memahami situasinya.

Kemudian,

“Bukan saatnya berkata ‘hem’, kan.”

Terdengar suara dari luar UKS.

Suara seorang gadis.

Suara dari seorang gadis, yang pernah didengarnya.

Guren mengarahkan pandanganya ke arah suara itu. Di luar pintu yang sengaja dibiarkan terbuka, berdirilah sosok seorang gadis.

Gadis dengan rambut abu-abu yang cantik, dan bola mata yang hitam.

Dialah Mahiru.

Hiiragi Mahiru.

Dengan wajah yang kebingungan, dia melihat ke arah Guren. Wajah kebingungan, karena tidak tahu apa yang harus dikatakan kepada teman masa kecilnya, yang lama sekali tidak dijumpainya. Lalu,

“.... Bukankah, kamu tidak boleh membuka perban seenak sendiri, ya?”

Ujar Mahiru kemudian.

Guren yang mendengar hal itu, lalu berpikir tindakan apa yang harus dilakukannya menanggapi hal itu. Dia pun,

 “Anda, kan .... Nona Hiiragi Mahiru. Lama tidak berjumpa.”

Ujarnya, seraya menganggukkan kepala tanda salam.

Lalu, dari bola mata gadis itu, bisa terlihat ekspresi rasa terkejut. Dan dia berkata.

“Ah, jadi sekarang, kamu seperti ini?”

“Apa maksud Anda ‘seperti ini’?”

“Cara bicaramu padaku tidak lagi seperti dulu, kan?”

Guren lalu menjawab.

“Situasinya telah berubah.”

“ ........ “

“Saya bukan lagi orang yang tidak menyadari posisi sa—“

Namun, perkataan Guren disela oleh Mahiru.

“Sudah, cukup. Diamlah.”

Mendapat perintah seperti itu, Guren pun lantas diam. Suara Mahiru terdengar sedikit marah.

Mahiru pun memasuki kamar Guren di rawat.

Guren yang menyaksikan itu lantas berkata,

“Jika Anda mendekat dengan orang seperti saya, Ayah Anda akan marah, Nona Mahiru.”
           
Mahiru lalu tersenyum. Senyum yang berbeda dengan dahulu kala. Senyum yang tidaklah hanya sebuah senyum kepolosan. Namun, sebuah senyum yang indah berhiaskan kehampaan dan kesedihan.

“Aku pun, juga berbeda dengan aku yang dulu. Hal yang berkaitan denganku, aku putuskan sendiri. Merasa khawatir akan para pelayan, juga sebuah tugas dari keluarga inti,ujar Miharu.

Sebenarnya, Keluarga Ichinose yang merupakan keluarga cabang, telah memisahkan diri dan membuat sekte sendiri. Bisa dikatakan, seharusnya keluarga Ichinose bukanlah pelayan dari keluarga Hiiragi. Tetapi, meskipun Mahiru mengetahui hal itu, mungkin dia sengaja memilih untuk berkata seperti itu.

Guren menatap wajah Mahiru. Dan ternyata memang, wajahnya terlihat sedikit marah.

Namun, Guren tidak berkata apapun.

Ah, bukan. Sekarang ini, Guren bahkan tidak mempunyai kekuatan, yang pantas baginya untuk berbicara dengan Mahiru.

Itu karena, sejak saat itu, situasi antara mereka tidaklah berubah.

Itu juga karena, hubungan dan situasi antara Hiiragi dan Ichinose tidaklah berubah.

Guren lantas teringat kejadian 10 hari yang lalu.

Guren teringat pesan dari pesuruh Gereja Hyakuya.

―――Apa kau tidak ingin kekuatan untuk menghancurkan keluarga Hiiragi?

Meskipun Guren teringat hal itu, namun, dia tetap tidak berkata apapun.

Melihat sikap itu, Mahiru pun berkata.

“ ...... Kita benar-benar sudah lama sekali tidak bertemu. Tapi kamu tidak berkata apapun?”

Guren lantas menjawab.

“Itu karena, tidak ada hal yang hendak saya katakan.”

“ ............ “

Mahiru kembali terdiam.

Ruang UKS itupun diselimuti oleh kesunyian. Kesunyian yang dapat membuat mereka menyadari adanya jam di ruangan tersebut.

Tik-tok-tik-tok

Suara jarum jam seakan bergema dengan kerasnya. Mahiru yang tidak tahan dengan kesunyian yang ada, lalu berkata.

“Bagaimana kondisi lukamu?”

Guren lalu menjawab.

“Sudah tidak apa-apa.”

“Aku dengar nilaimu ... sangat rendah. Apa itu benar?”

“Jika Anda mendapat laporan seperti itu, berarti itu adalah hal yang benar.”

Mahiru menatap Guren.

Namun saat ini, Guren sama sekali tidak tahu apa yang ingin dikatakan oleh gadis itu. Ia juga tidak tahu, apa yang ia inginkan dari gadis itu.

Ah, tidak. Guren mengetahuinya. Namun, dia tidak bisa berbuat apa pun.

Selama 10 tahun mereka terpisah ini, tak peduli seberapa kuat pun Guren, hubungan antara Hiiragi dan Ichinose tidaklah berubah. Dan jika hubungan itu tidaklah berubah, maka hubungan antara dia dan gadis itu pun, tidak ada yang berbuah sama sekali.

Dan seharusnya, gadis itu pun mengerti akan hal itu.

Guren lalu mengangat wajahnya, menatap Mahiru.

“Nona Mahiru, selama 10 tahun ini, Anda menjadi cantik dan kuat, ya,” ujarnya.

Mahiru yang mendengarnya lantas merasa terkejut. Dia lalu tersenyum senang, dan berkata.

“Berandalan seperti kamu ini, bahkan tahu juga cara menggombal, ya?”

“Itu bukanlah sebuah gombalan—“

“Tapi, yah ... aku senang, loh, dikatain cantik olehmu,” Lanjut Mahiru.

Mahiru lalu mengigit bibir bawahnya, dan terlihat tesipu malu. Guren melihat ekspresi wajah Mahiru. Namun, ekspresi wajah Guren, sama sekali tidak berubah.

“Lalu, apa Anda perlu sesuatu dengan saya?” dan Guren pun lantas bertanya.

Mendengar pertanyaan itu, wajah Mahiru kembali menjadi sedih.

“ ....... Tidak ada. Aku dengar kamu terluka.”

“Maaf telah membuat Anda khawatir. Namun, saya sudah tidak apa-apa.”

“ ...... Oh, begitu, ya.”

“Selain hal itu, ada keperluan apa dengan saya?”

“ .......... “

Mahiru menggelengkan kepalanya mendengar hal itu. Dan dia pun berkata dengan nada yang terdengar kesepian.

“Tidak ada.”

“Begitu, ya.”

“Iya. Maaf sudah mengganggu. Aku permisi.”

Mahiru menatap Guren, lalu berbalik arah. Punggunya kini membelakangi Guren, dan iapun mulai berjalan.

Guren lantas berkata menghadap punggung yang membelakanginya itu.

“Ah, saya lupa untuk mengatakannya. Saya dengar dari Tuan Shinya mengenai pertunangan Anda. Saya ucapkan selamat atas pertunangan Anda.”

Guren bisa melihat punggung gadis itu bergetar karena terkejut. Langkah kaki gadis itupun terhenti. Dan,

“ ....... Terima kasih.”

Tanpa berbalik arah, Mahiru berkata demikian.

Dan Mahiru pun keluar dari ruang UKS.

Guren lantas menatap pintu di mana sosok Mahiru pergi menghilang.

Menatap tanpa bergeming.

Dengan wajah yang merasa bosan, Guren menatap diding putih ruangan itu. Ruangan yang tidak ada siapapun selain dirinya.

“ ...... Sial. Aku ini bocah payah.”


Ujarnya dengan nada geram.