Ketika Tidak Ada yang Bisa Dilakukan



Layar televisi bersinar sangat terang.

Suara berisik game bisa terdengar.

Dua avatar dengan bom di tangan berjalan mondar-mandir. Sebuah game televisi retro, sederhana, yang rasanya seperti handheld. Guren terus memainkan game itu.

“……Ha. Ngantuk sekali,” gumamnya.

“Tidak ada yang lebih membosankan daripada ini.”

Lokasinya adalah kamar Guren.

Pukul 3 pagi.

Jam sepertiga malam.

Orang yang duduk di sebelahnya, sudah bisa ditebak, adalah partner mainnya—yang sama-sama sedang memainkan game sederhana ini, yang konyol tapi juga anehnya cukup seru.

Hiragi Shinya.

Mereka berdua duduk bersila di depan layar, memainkan game itu.