Pendekatan yang Berbeda untuk Orang yang Berbeda

(Part 1)


Setelah mendapatkan perlengkapan baru, aku kembali ke lahan kami dan menemukan Olto duduk bersandar di sumur. Aku melihatnya menyeka keringat dengan Earth Spirit’s Scarf, tampak persis seperti anak muda yang bekerja keras di ladang. Yang kurang hanya topi jerami untuk melengkapi penampilannya.

"Bagaimana, Olto?"

"Mm? Mm-mm."

"Kau kelihatan bosan."

Sepertinya dia sudah selesai menanam semua benih yang kuberikan. Berbagai tanaman mulai bertunas, dan aku bisa membedakannya berkat marker hijau di atas setiap tunas.

“Mm?” Olto memiringkan kepalanya dan menarik ujung jubahku, sepertinya penasaran dengan pakaian baruku.

"Oh, ini? Baru saja kubeli. Keren, kan?"

"Mm." Olto mengangguk cepat dengan penuh semangat.

"Jadi, kau sudah selesai dengan kegiatan bertanimu?"

"Mm!" Olto mengangkat tangannya memberi hormat. Astaga, dia benar-benar menggemaskan.

Kalau dia sudah selesai bertani untuk hari ini, sepertinya tak masalah membawanya ke Magical Beasts Guild untuk menyelesaikan beberapa syarat quest. Jadi, kami pun berangkat.

"Mm-mm, mm-mm." Olto bersenandung kecil sambil melompat-lompat. Sepertinya dia menikmati perjalanan ini.

“Kau terlihat bersemangat.”  

“Mm!”  

Saat itulah aku teringat sesuatu yang penting.  

“Oh ya, aku belum memberimu makan hari ini.”  

Aku memilih honey dumpling* dari inventory dan memberikannya kepada Olto.  

“Ini, makanlah. Bagaimana rasanya?”  

“Mmm...” Olto bergumam.  

Olto menggigit dumpling itu dengan ragu, wajahnya menunjukkan ketidakpuasan yang jelas. Sabarlah, kawan, aku akan segera memberimu makanan yang lebih enak.  

[Level Kemampuan Command-mu naik.]

Wah, bagus! Tampaknya kau bisa mendapatkan EXP skill hanya dengan bepergian bersama monster-mu. Aku harus lebih sering mengajak Olto keluar.

Kami tiba di Magical Beasts Guild dengan cepat. Aku tidak bisa berhenti melirik Olto sepanjang jalan; dia terlalu menggemaskan untuk diungkapkan dengan kata-kata.  

“Ini dia.”  

“Mm.”  

“Ayo kita lihat papan quest.”  

Dengan membawa Olto, aku bisa menyelesaikan beberapa hal sekaligus.  

“Aku membawa monsterku, Barbara,” kataku pada si resepsionis.  

“Ya ampun! Seorang gnome, dan bahkan spesimen unik! Hmm, sepertinya dia mendapatkan skill dan EX skill—Arboriculture dan Forced Cultivation EX.” Barbara menjerit kegirangan melihat Olto, wajahnya penuh kegembiraan.  

Kuputuskan untuk mengabaikan usapan-usapan sesekalinya di kepala Olto, karena dia tampaknya tidak keberatan. Tapi tetap saja, rasanya agak aneh melihat gadis secantik Barbara sampai begitu heboh gara-gara gnome.

Fyuuh. Terima kasih, ini menyenangkan! Quest-mu sudah terpenuhi.”  

[Kau telah berhasil menyelesaikan quest ini. Kau akan menerima hadiahmu sekarang.]

[Base level-mu telah meningkat ke level 4. Kau mendapatkan dua poin bonus.]  

[Job level-mu telah meningkat ke level 4.] 

Tentu saja; aku baru saja menyelesaikan tiga quest spesial sekaligus. Mata uang dalam game-ku juga meningkat menjadi 11.350 G. Namun, sepertinya tidak ada lagi quest spesial yang bisa segera kuselesaikan, jadi ini mungkin keuntungan terakhir yang bisa kudapatkan dari bonus awalku.

[Tamed Monster-mu, Olto, telah naik level.]

"Mmm!"

"Kau juga, Olto?!"

Naik level ganda sekaligus mendapat banyak uang. Serius, quest spesial memang luar biasa.

"Kita beli apa dengan semua ini, ya? Hmm... Bagaimana menurutmu, Olto?"

Ha ha, seolah Olto benar-benar bisa menjawabku... atau begitulah pikirku, sampai aku melihatnya mencoba menarik perhatianku.

"Mm, mm-mm."

"Ada apa?"

Dia menyatukan kedua tangan di atas kepala, lalu berulang kali mengayunkannya ke bawah.

"Menumbuk mochi?" tanyaku.

Ternyata bukan. Olto langsung mengangkat tangannya membentuk tanda X di depan dadanya dan menggeleng.

"Serangan bantingan beruntun."

"Mm."

"Ayunan sabetan kendo?"

"Mm-mm."

Bukan itu juga. Sebenarnya, apa yang coba dia sampaikan...?

"Hm, apa lagi ya?"

Olto sepertinya menyadari bahwa ini tidak akan menghasilkan jawaban yang jelas, jadi dia mengubah gerakannya.

"Kamu menekan sebuah tombol..."

"Mm-mm."

"Bukan? Jadi kamu menusuk sesuatu?"

"Mmm!"

Olto mengacungkan ibu jari dan telunjuknya ke arahku dengan penuh semangat, seolah ingin berkata, Tepat sekali! Tapi... kenapa harus pakai pose ala JoJo?

"Jadi, kamu membuat lubang dan menaruh sesuatu di dalamnya—oh, kamu sedang menanam benih!"

"Mm!"

Bingo.

"Jadi, gerakan tadi... Kamu sedang menirukan cangkul?"

"Mm!"

Kalau digabungkan, berarti yang ingin dia sampaikan adalah...

"Kau ingin punya ladang?"

"Mm-mm!"

Astaga, dia benar-benar tahu cara membuatku luluh! Lahan pertanian bukanlah sesuatu yang murah, tapi... bagaimana mungkin aku bisa menolak ketika dia menatapku dengan mata memohon seperti itu?

Sialan kalian para pengembang game! Jadi ini cara kalian membuatku menghamburkan uang, ya?!

"Begini, Olto..."

"Mm..."

Olto tampaknya menyadari keraguanku. Dia menundukkan kepala dengan lesu, berbalik badan, lalu menendang kerikil di kakinya. Astaga, bisakah dia jadi lebih menggemaskan lagi?!

Meski begitu, mungkin membeli ladang yang layak bukanlah ide buruk. Jika aku bisa memproduksi potion dalam jumlah besar dan menjualnya secara grosir, aku akan bisa mengumpulkan banyak uang dengan cepat. Selain itu, ini juga akan membantuku meningkatkan skill. Memang butuh waktu untuk balik modal, tapi sepertinya bukan sesuatu yang mustahil.

"Hmm..."

"Mm?"

Olto tampaknya menangkap keraguanku dan melirik ke arahku.

"Kau benar-benar ingin punya ladang?"

"Mm!"

"Begitu ya..."

"Mmm..."

Olto berpegangan pada kakiku dan menatapku dengan tatapan memohon. Ini benar-benar serangan pamungkas. Lihat saja wajah itu! Mana mungkin aku bisa menang melawan ini?!

“Jadi, ayo kita beli saja?” Aku akhirnya menyerah.

“Mm?” Olto menatapku penuh tanda tanya.

“Yah, kau memang cukup hebat dalam bercocok tanam.”

“Mm-mm!”

Dia menggulung lengan bajunya, seolah menunjukkan tekad.

“Baiklah, ayo kita lakukan!” seruku.

“Mmm!”

Saat kami bersiap meninggalkan Magical Beasts Guild, aku mendengar suara tawa. Ketika menoleh, aku melihat seorang elf berambut pirang dengan tinggi yang kurang lebih sama denganku. Dia tertawa kecil sambil menutup mulutnya dengan tangan. Dia adalah seorang Tamer, ditemani dua Tamed Monster, dan tatapannya tertuju padaku.

Sepertinya kami terlalu berisik. Merasa sedikit malu, aku memutuskan pergi sebelum menarik perhatian lebih banyak orang.

“Kau ini agak aneh, ya?” ujar gadis itu sambil menyengir.

Namun, rencanaku untuk kabur gagal total; dia sudah berjalan mendekat.

“Maksudku, ladang tu mahal, lho. Bukan sesuatu yang bisa kau beli hanya karena iseng. Ya ‘kan, Nagamasa dan Tadataka?”

Grunt.

Squawk!

Dua monsternya adalah Nagamasa, kura-kura seukuran mobil kecil, dan Tadataka, makhluk yang menyerupai elang botak, yang bertengger di bahu gadis itu. Nama yang cukup aneh untuk beberapa monster. Apa dia seorang penggemar sejarah? Tapi kemungkinan besar dia adalah beta tester. Aku belum pernah melihat monster-monster ini sebelumnya.  

“Yah, kurasa ini pembelian yang diperlukan,” jawabku.  

“Aku belum pernah melihat ada yang berbicara seperti itu dengan monsternya,” gadis itu tertawa kecil..  

“Oh ya?”  

Hmm, dia tidak terlihat seperti orang jahat. Sepertinya dia hanya ingin mengobrol secara spontan. Sikapnya sedikit mengingatkanku pada Alyssa, meskipun dia tampak lebih muda.  

“Title Silver-Haired Pioneer itu memang pas. Kau tidak seperti player lain, ya?”

Apa... yang barusan dia bilang? Aku yakin tadi dia menyebut gelar terkenalku itu. Atau jangan-jangan aku hanya salah dengar?

“Maaf, bisa diulangi?” tanyaku.

“Aku bilang, title Silver-Haired Pioneer itu memang pas!”

Jadi, telingaku tidak salah dengar!

“B-Bagaimana kau tahu title-ku itu...?”

Memang, rambutku berwarna perak, tapi dia tidak mungkin menebak identitasku hanya dari itu, ‘kan? Awalnya kupikir dia hanya asal menebak, tetapi nadanya terdengar sangat yakin.

Jangan-jangan Alyssa? Apa dia menjual informasiku? Padahal dia sudah janji akan merahasiakannya! Sial, rahasiaku bisa tersebar dalam waktu singkat kalau begini !

“Hei, dari mana kau mendengar itu?” tanyaku sekali lagi.

“Hah? Aku mengetahuinya dari seorang wanita di sebuah lapak...”

Tentu saja. Itu sudah cukup sebagai bukti. Sepertinya aku benar-benar meremehkan betapa haus uangnya para Kucing itu! Tidak kusangka Alyssa akan membocorkan informasi pribadiku semudah itu.

“Maaf, aku harus pergi dulu. Ayo, Olto.”

“Mm.”

“Hei, tunggu dulu!”

“Sampai jumpa!”

Aku bisa mengobrol dengan sesama Tamer nanti. Sekarang, aku harus segera membungkam Alyssa!

Olto dan aku berlari melewati jalanan kota yang sibuk.

Sebagai seorang pemegang title, mungkin sudah tak terhindarkan bagiku untuk menarik perhatian. Aku juga memimpikan ketenaran atau perlakuan VIP seperti orang-orang pada umumnya. Tapi, aku sama sekali tidak tertarik kalau dikenal karena title itu.

“Alyssa!” seruku, langsung bergegas menghampiri lapak tersebut begitu melihatnya.

“Hei lagi, Yuto. Sudah berapa lama? Dua jam?” Alyssa menyambutku dengan senyum ramah. Usaha yang bagus, pikirku, tapi aku tidak akan tertipu begitu saja!

“Kau menjual informasiku, kan?!” tuduhku tajam, mencoba membuat ekspresi paling menakutkan yang bisa kulakukan.

“Tidak, aku tidak melakukannya.”

“Omong kosong! Aku bertemu seseorang yang tahu tentang title-ku! Dia bilang mendapat informasi itu dari seorang wanita yang menjalankan lapak.”  

“Tapi ada banyak wanita yang menjalankan lapak.”  

Oke, dia ada benarnya soal itu.

“Bagaimanapun, broker informasi punya aturan, atau lebih tepatnya etika. Kami terutama berusaha untuk tidak pernah menjual detail pribadi klien kami. Satu-satunya yang kujual adalah informasi tentang title itu sendiri—aku bersumpah. Lagi pula, itu adalah informasi yang sangat dicari.”  

“Tapi kau satu-satunya player yang tahu rahasiaku!”  

“Kau yakin tentang itu?” Alyssa tersenyum tipis.

“Hah? Apa maksudmu?”

“Kau beruntung, kawan. Berita ini masih hangat; aku baru mendapatkannya beberapa menit yang lalu. Kau ingin tahu siapa wanita yang menyebarkan informasi tentangmu kepada orang lain?”

“T-Tentu saja. Aku akan membelinya.”

“Jangan konyol, aku tidak akan menagihmu untuk ini.”

“Kau yakin?”

“Tentu saja. Sebagai broker informasi yang baik, aku tidak bisa membiarkan pelecehan semacam ini begitu saja.”

Mantap! Benar-benar bisa diandalkan!

“Jadi, siapa dia?”

“Tenang dulu.”

“Cepat katakan!” desakku. Rahasia memalukanku ini bisa menyebar luas saat ini juga!

“Tunggu sebentar, aku menandainya di peta untukmu... Oke, selesai. Kau tahu ‘kan kalau juga ada lapak di Southern Town Square?”  

“Kurasa begitu. Aku pernah melihatnya sebelumnya.”  

“Ada lapak di sana bernama Mirei’s Apothecary, yang sepertinya menjadi sumbernya. Ini lokasinya.”  

“Mirei’s Apothecary. Lokasi: alun-alun dengan menara jam,” bacaku.  

Mirei... Nama itu terdengar familiar, lalu aku teringat—dia adalah gadis cantik yang mengiklankan tokonya di hari pertama! Aku yakin dia menyebut dirinya Mirei.  

“Itu toko yang dijalankan oleh gadis weredog berambut pink,” jelas Alyssa.  

Sepertinya firasatku benar.  

“Baik. Aku akan mengunjunginya,” kataku, berpamitan pada Alyssa.

“Sampai jumpa lagi!” seru Alyssa dari belakang saat aku kembali berlari, menyusuri keramaian menuju Southern Town Square. Namun, aku berhenti mendadak karena hampir menabrak seseorang.

LJO memiliki sistem yang disebut harassment block—sebuah fitur untuk mencegah pelecehan terhadap player wanita—yang menciptakan penghalang agar player tidak bisa bersentuhan secara fisik kecuali mereka berteman dalam game. Jadi, secara teknis aku tidak mungkin benar-benar menabrak orang lain, tapi tetap saja, refleksku bekerja secara otomatis.

“Maaf,” ucapku sopan kepada dua pria di depanku sebelum berbalik untuk pergi, tetapi tampaknya mereka punya rencana lain.

“Tidak secepat itu,” kata salah satu dari mereka.

"Jadi, kau si Silver-Haired Pioneer?" tanya pria satunya.

Dua orang itu berdiri di depanku, menghadang jalanku dengan senyum mengejek.

"Apa?"

Tidak bisa kupercaya. Dari mana mereka tahu siapa aku?

"Sepertinya dugaan kami benar," kata salah satu dari mereka. "Info dari Mirei memang akurat: cari seorang Tamer berambut perak dengan seorang anak kecil. Itu pasti kau."

"Sudahlah, akui saja. Kau si Silver-Haired Pioneer, kan?"

Mereka berdua sungguh menyebalkan. Belum lagi, rasanya aneh melihat dua avatar sekeren mereka bertingkah seperti preman biasa.

"Eh, entahlah? Ngomong-ngomong, aku sedang buru-buru."

"Ayolah, tinggal jawab iya atau tidak."

"Merasa terlalu hebat untuk mengobrol dengan kami, ya? Hanya karena punya title, kau jadi besar kepala."

Kenapa sih aku harus bangga dengan title bodoh itu?! Malah yang ada, justru kalianlah yang egonya kebesaran! Kalian pikir bisa melakukan apa saja hanya karena ini game, ya?! pikirku dalam hati, geram.

Aku benci tipe orang seperti ini, yang banyak lagak di dunia online tapi biasanya cuma orang biasa yang tidak punya keberadaan berarti di kehidupan nyata. Tapi aku tidak punya niat sedikit pun untuk meladeni mereka. Yang terpenting sekarang adalah pergi dari sini.

"Maaf, aku harus pergi."

"Tunggu dulu. Katakan pada kami apa kegunaan title-mu?"

"Hah? Sekalipun aku memang orang yang kalian cari, apa urusannya dengan kalian?"

"Yo, apa maksud tatapan itu?" tanya salah satunya.

"Cepat beritahu," yang satunya mendesak. "Apa susahnya? Atau kau tipe orang yang suka menimbun informasi sendiri?"

Menimbun informasi? Jelas bukan, mengingat Alyssa sudah mengetahui semuanya. Akan tetapi, kalau mereka mengira bisa mendapatkan jawaban dariku dengan sikap seperti itu, mereka sungguh keliru.

"Ayo, beritahu kami."

"Cepat, katakan."

"Kalau kalian pikir dengan menyuruh-nyuruhku bisa mendapatkan sesuatu dariku seperti itu, kalian salah besar," balasku tajam. "Sampai jumpa!"

Astaga, sekarang aku sudah melakukannya! Lihat, siapa yang kini banyak lagak! Seandainya ini adalah kejadian di dunia nyata, aku pasti hanya akan berpura-pura tersenyum!

"Ayo, Olto!"

"Mm!"

Setelah itu, kami langsung berlari.

"Sialan kau...! Kembali ke sini!"

"Jangan kabur, dasar bajingan respawn!"

Karena PK dilarang di LJO, mereka jelas tidak bisa menyakitiku, apalagi menyentuhku. Tapi tetap saja, menghadapi orang-orang bodoh seperti mereka adalah hal yang merepotkan. Jadi, pilihan terbaikku adalah menghindari mereka. Meski mereka lebih unggul dalam kecepatan, jalanan kota ini seperti labirin—penuh dengan tikungan dan gang sempit. Dengan mengambil jalur berkelok-kelok, aku bisa membuat mereka kehilangan jejak. Setelah berlari sekian lama, akhirnya aku berhasil meninggalkan mereka jauh di belakang.

“Kita berhasil kabur?”

 “Mm?”

Astaga, ini benar-benar merepotkan. Bagaimanapun juga, aku harus cepat-cepat ke alun-alun dan menghentikan Mirei menyebarkan gosip.

“Oh, sepertinya kita malah berakhir dekat alun-alun. Ayo kita temui dia.”

 “Mm-mm!”

Aku kembali berlari menuju Southern Town Square, yang kini jauh lebih ramai dibanding hari pertama. Lapak-lapak berjejer lebih banyak dari sebelumnya, meskipun jumlah toko milik player masih bisa dihitung dengan jari.

Toko obat itu masih berada di tempat yang sama seperti kemarin. Namun, meskipun pindah, aku pasti tetap bisa menemukannya—mustahil terlewat jika Mirei terus berteriak lantang, “Aku punya informasi tentang Silver-Haired Pioneer!”

Beberapa player berkumpul di depan toko, tertawa terbahak-bahak melihat sesuatu yang ditunjukkan Mirei. Apakah itu tentang aku? Apa mereka sedang menertawakanku? Sialan, Mirei! Berani-beraninya dia?!

Seberapa besar pun keinginanku untuk langsung menerobos masuk, aku menahan diri. Kalau aku gegabah, bisa-bisa aku malah makin menjadi bahan olokan. Tenang, Yuto. Begitu orang-orang itu pergi, aku mulai bergerak. Dengan langkah perlahan dan sikap tenang, aku mendekati Mirei’s Apothecary, berusaha agar tidak menarik perhatian.

“Ayo merapat ke Mirei’s Apothecary untuk informasi eksklusif tentang Silver-Haired Pioneer! Aku akan memberitahu kalian semua yang perlu kalian ketahui tentang pemegang gelar konyol ini!”

K-Konyol?! Yah... kalau dipikir-pikir, dia tidak salah juga.

“Hei!”

“Selamat dat—” Mirei baru saja akan menyambutku, tapi langsung terdiam begitu melihatku. Wajahnya memucat saat itu juga. Itu sentuhan grafis yang cukup bagus dari LJO... Tunggu,  sekarang bukan saatnya untuk terkesan! Fokus, Yuto!

“Kau sepertinya tahu siapa aku,” tegasku ketus.

“Heh heh...” Mirei tertawa kering, seolah mencoba mengabaikan tuduhanku. Usaha yang bagus, tapi aku sudah mendengar semuanya.

“Jadi kau pikir ini lucu?” 

“A-Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan,” dia tergagap.

“Jangan pura-pura. Aku mendengar semuanya,” aku menyipitkan mata. “Dan tunjukkan screenshot yang barusan kau sembunyikan.”

Mirei mengerjap-ngerjapkan matanya padaku dengan pandangan berkaca-kaca tak berdaya. Itu cukup manis, tapi aku tidak akan tertipu trik murahan seperti itu. Aku memeriksa pop-up yang Mirei tampilkan, dan benar saja, itu adalah foto diriku yang berdiri di alun-alun.  

“Jadi tadi kau memang membicarakan aku.”  

Mirei telah menunjukkan kepada pelanggannya screenshot-ku tepat setelah salah satu respawn-ku.  

“Sudah cukup, aku akan menghubungi GM,” sentakku tajam. Ini jelas melanggar etika bermain game.  

GM di sini adalah singkatan dari *Gamemaster*, dan merujuk pada staf manajerial yang mengawasi dan menjaga kelancaran game. Dengan kata lain, mereka adalah moderator. GM calling adalah fungsi yang memungkinkanmu menghubungi gamemaster untuk melaporkan bug serius, serta player yang melanggar aturan atau etika game. Biasanya, tugas dan wewenang GM sangat bervariasi tergantung pada skala game; tugas utama mereka di LJO adalah menindak player yang melanggar aturan.

Sekarang, bagaimana reaksi gadis ini terhadap ancamanku untuk melapor ke GM? Apakah dia akan meledak marah? Aku tidak akan memaafkannya jika itu terjadi.

“Aku minta maaf!”

Di luar dugaan, dia langsung meminta maaf tanpa perlawanan sedikit pun. Tapi aku tidak akan membiarkannya lolos begitu saja.

“Kau sadar kalau yang kau lakukan itu melanggar etika, kan?”

“Uh-huh...”“Berapa orang yang sudah kamu beri tahu?”

“Hmm... sekitar lima puluh?”

“Lima puluh?! Kau gila, ya?!”

“Aku minta maaf! Aku benar-benar minta maaf!”

“Kenapa kau melakukan ini?!”

“Aku hanya ingin mendapatkan awal yang bagus untuk lapakku. Aku masih baru dalam hal ini, jadi aku mencoba mencari cara untuk menjual produknya. Kupikir, mungkin orang-orang akan tertarik membeli daganganku kalau aku memberi mereka sedikit informasi menarik sebagai bonus.”

Yah, itu bisa dimengerti... Tapi, tunggu dulu, kenapa aku malah jadi berempati padanya? Lagipula, aku belum sampai ke inti permasalahan.

“Bagaimana kau bisa tahu rahasiaku?” tanyaku.

“Aku membuka lapakku sejak kemarin dan tetap berada di sini sejak saat itu. Karena belum banyak pelanggan, aku bosan setengah mati, jadi kuputuskan untuk mengamati alun-alun. Dari sini, pemandangan menuju Obelisk of Return cukup jelas, kan?”

Obelisk of Return berfungsi sebagai checkpoint bagi mereka yang tewas dalam game. Monumen batu ini ada di semua kota besar sebagai penanda untuk respawn, asalkan player telah menandai lokasinya.  

“Aku mengingatmu karena kau adalah yang pertama kembali. Kau menonjol karena membawa seorang anak kecil. Kemudian kau respawn dua kali lagi. Cukup sulit untuk melupakan itu.”  

Jadi begitulah cara dia mengetahuinya. Kurasa kau akan menonjol jika respawn tiga kali di hari pertama.  

“Tapi harus kukatakan, aku sendiri pun tidak menyangka hal itu akan berakhir dengan sebaik ini. Semua orang sangat penasaran ingin tahu siapa pemilik title konyol itu.”  

“Konyol...?”

“Orang-orang tertawa terpingkal-pingkal. Mereka tidak  percaya ada orang sebodoh itu. Aku hanya menanggapi, ‘Iya, kan?!’ dan mereka terus membeli lebih banyak herbal dan barang lainnya! Serius, daganganku laris manis!”

“...”

“Uh-oh.”

“Yeah, aku bakal lapor ke GM.”

“Aku minta maaf! Sumpah, aku tidak akan melakukan hal ini lagi, tolong! Kalau kau lapor, mereka tidak akan mengizinkan aku login lagi!”

“TIdak bisa login mungkin justru jadi masalah terkecil buatmu.”

“Tapi aku tidak mau kena banned!” Mirei meratap.

“Kau sendiri yang cari gara-gara!”

Menangislah sesukamu, aku tetap tidak akan memaafkanmu… Juga, apa yang kalian semua lihat? Akulah yang dirugikan di sini! Aku membela diri dalam hati, merasakan tatapan penuh menghakimi dari para player yang lewat.

“T-Tapi aku tidak memberitahu siapa pun tentang namamu atau hal lainnya!”

“Itu karena kau memang tidak tahu namaku!”

“A-Ayolah, jangan marah begitu. Bagaimana kalau kita berdamai, hmm?” Mirei merayu, mencoba bersikap manis. Namun, usahanya untuk mengaitkan lengannya ke lenganku sia-sia, karena dalam game ini, player yang belum berteman tidak bisa melakukan kontak fisik.

“Sial, aku lupa kita tidak bisa bersentuhan.”  

Apa dia pikir aku tidak akan menyadarinya? Wajah aslinya mulai terlihat. Sudah jelas dari caranya mencoba membenarkan pelanggaran aturan bahwa dia bukan orang yang baik, tapi sepertinya dia bahkan lebih buruk dari yang kuduga. Mengetahui bahwa dia tidak bisa menyentuhku, dia sekarang mencoba merapatkan tangannya di depan dadanya, mendekatiku sebisa mungkin dan tersenyum manis padaku.  

“Maafkan aku. Ya? Mau ya?”  

Sial, itu menggemaskan Apa-apaan ini? Dia hampir secantik idol…

“Yuto, fokus! Jangan sampai terpengaruh. Ini hanya avatar—ilusi yang sudah dipoles Photoshop!”

“Kau sedang menggumam apa?”

Astaga. Aku tidak sadar kalau aku berbicara sendiri.

“Kau baik-baik saja?” tanya Mirei, sedikit menelengkan kepalanya.

Sial, dia jelas tahu apa yang sedang dia lakukan!

Ini hanya avatar. Aku ulangi, ini hanya avatar. Lagipula, kepribadiannya benar-benar parah. Di balik wajah manis itu, dia busuk luar dalam, aku meyakinkan diri sendiri.

Fyuuh.”

Baiklah, aku sudah menenangkan pikiran dan menyingkirkan segala godaan duniawi. Pergilah, godaan!

Aku kembali menatap tajam Mirei. Sepertinya dia sadar bahwa upayanya untuk merayuku gagal. Mengubah taktik, dia mengambil sebuah item dan menyodorkannya padaku.

[Mirei telah mengirimkan permintaan transfer item. Terima?]

“Bagaimana kalau kita anggap saja ini selesai?” ujarnya dengan senyum manis.

“Kau sedang mencoba menyuapku?”

“Ayolaaah! Tekan ‘Terima’ saja! Tolong, ya?”

Sekarang dia mencoba menenangkanku, ya? Aku sama sekali tidak berniat menerima pemberian damai yang murahan ini. Item itu sebagian besar berisi tanaman obat dan sejenisnya, tak ada satu pun item langka atau mahal. Kelas-kelas terlihat kalau dia berharap bisa menutupi masalah ini begitu saja dengan pemberian ini; tak ada sedikit pun penyesalan di wajahnya.

“O-Oke, aku akan memberi ganti rugi! Itu harusnya membuat kita impas, kan? Ayolah! Nih, kau juga bisa ambil ini!” Sepertinya sadar akan tatapanku yang dingin, Mirei kembali mengirimkan permintaan transfer item, memohon dengan putus asa.

“Apa kau benar-benar merasa menyesal dengan apa yang kau lakukan?”

“Tentu saja! Tolong, kau memaafkanku, ‘kan? Kau tidak akan menghubungi GM, ‘kan?”

“Kurasa aku bisa lebih diuntungkan kalau menerima suapanmu dan mengabaikan masalah ini.”

“Tepat sekali! Lakukan seperti itu saja!”

“Tapi aku menolak!”

“A-Apa?! Kau bercanda, ‘kan? Katakan kalau kau hanya mengutip manga untuk bersenang-senang atau semacamnya.”

“Tidak, aku serius. Aku sudah cukup muak dengan ini. Aku akan menghubungi GM,” ujarku. Seketika, sikapnya berubah drastis.

“Jangan berani-berani! Yang kulakukan hanya berbagi sedikit gosip demi bisnis! Apa bedanya dengan obrolan di forum online?!”

“Membahas sesuatu di forum dan menjadikan informasi pribadi orang lain sebagai bahan lelucon demi keuntungan sendiri adalah dua hal yang sangat berbeda.”

“Tidak juga! Lagipula, apa kau senang mengancamku atau semacamnya?! Kau ini benar-benar menyedihkan!”

“Apa?! Lihat siapa yang bicara!”

“Diam! Kau cuma besar kepala karena mendapatkan title! Memangnya kau bangga dengan label pemula itu?! Aku justru memanfaatkan aibmu itu dengan baik, tahu! Seharusnya kau berterima kasih karena aku membuatmu terkenal!”

“Aku sudah muak denganmu.”

“Sudah kubilang berhenti! Jangan berani-berani kau, dasar *bleep* *bleep*! Aku tidak melakukan kesalahan apa pun! Kenapa kau memperlakukanku seperti ini?!”

Eww, ini benar-benar menyeramkan! Meskipun aku berusaha keras tetap tenang agar dia tidak semakin menggila, otakku terus berteriak menyuruhku kabur. Dia menakutkan. Jujur saja, cukup mengesankan bagaimana dia bisa begitu mudah membenarkan tindakannya sendiri. Sekilas melihat ekspresi wajahnya saja, aku tiba-tiba merasa seperti tahu bagaimana rupa iblis sebenarnya.

Yah, setidaknya sekarang aku bisa menghubungi GM tanpa merasa bersalah. Kalau dipikir-pikir, aku bahkan berharap Mirei benar-benar kena banned. Sepertinya akhirnya dia sadar kalau tidak bisa menghentikanku untuk melapor, karena tiba-tiba saja dia jatuh berlutut dan mulai meminta maaf.

“Maafkan aku! Aku akan melakukan apa pun yang kau mau, jadi tolong jangan lakukan itu!”  

“...Sudah terlambat.”  

“Aku akan melakukan apa pun, aku bersumpah! Jadi tolong, apa pun kecuali itu!”  

“Ayo, Olto,” aku menghela napas.  

“Mm.”  

Aku tidak tahan menghabiskan waktu satu menit lagi dengan Mirei, jadi aku berbalik badan dan mulai berjalan menjauh.  

“Pergilah ke neraka, dasar bajingan! Aku tidak peduli—”  

Mirei melemparkan caci maki padaku saat aku meninggalkan alun-alun. Sambil berjalan, aku membuka status window dan menekan tombol GM call, tapi sebelum aku melakukannya, suara dering bergema di kepalaku.

“Hm? Apa ini suara dering telepon? Apa para pengembang sedang, semacam... meneleponku?”

Yang mengejutkanku, suara itu memang berasal dari moderator.

Haruskah aku menjawabnya? Apa yang sebenarnya terjadi?

Akhirnya, aku memutuskan untuk menerima panggilan itu.

“Halo? LJO GM Center di sini.”

“Uh, halo.”

Karena aku tak bisa melihat wajah lawan bicaraku, rasanya seperti sedang berbicara lewat handphone.

“Ada perlu apa, ya?” tanyaku.

“Kami telah menerima laporan bahwa seorang player tertentu telah melecehkan Anda secara tidak pantas. Saat ini, kami sedang menyelidiki masalah ini untuk memastikan kebenarannya. Apakah ini benar, Tuan Yuto?”

Apa mereka sedang membicarakan Mirei? Sepertinya sudah ada orang lain yang melaporkannya ke GM sebelum aku. Tapi, aku harus memastikan kalau mereka tidak sedang membicarakan pemain lain.

“Apa maksudnya dengan ‘tidak pantas’?”

"Kami mendapat laporan bahwa ada seorang player yang menyebarkan informasi pribadi Anda dengan niat buruk. Apakah Anda memberikan izin agar informasi tersebut disebarluaskan dengan cara ini?"

Seperti dugaanku, player yang dimaksud pastilah Mirei.

"Aku sebenarnya baru saja mau menghubungi kalian tentang hal itu," jawabku.

"Jadi, Anda terdampak oleh tindakan player tersebut?"

"Bisa dibilang begitu..."

Percakapan kami berjalan dengan lancar setelah itu. Aku memberitahukan nama kami dan jenis pelecehan yang telah kuterima, lalu GM mulai memeriksa log. Rupanya, LJO mencatat semua yang terjadi di dalam game, dan selama ada detail konkret mengenai kejadian—seperti waktu pasti serta nama-nama player yang terlibat—para GM bisa langsung memutar ulang kejadian tersebut di tempat.

"Ini parah. Satu pelanggaran disusul pelanggaran lainnya," ujar GM dengan nada simpati.

"Aku juga berpikir begitu," sahutku.

"Kami akan segera menanganinya. Saya perkirakan masalah ini akan terselesaikan dalam waktu kurang dari satu jam, waktu dalam game. Bergantung pada tingkat keparahannya, kemungkinan besar akun player tersebut akan dihapus."

"Syukurlah kalau begitu. Tidak bisa dibayangkan bagaimana dia akan membalasku, mengingat dia sekarang menyimpan dendam padaku."

"Kami minta maaf atas ketidaknyamanan ini. Terima kasih atas waktu dan kesabaran Anda."

"Sama-sama, terima kasih atas bantuannya."

"Selamat menikmati perjalanan Anda di dunia lain," kata GM sebelum menutup panggilan.

Oh, ungkapan yang bagus. Dengan begini, seharusnya semua player penyebar rumor itu sudah beres, kan?