Serafim Akhir Zaman
Sudah 12 hari sejak saat itu.
Agustus.
Guren sedang duduk di meja makan kondominiumnya, terlihat mengantuk dan menopang kepala dengan tangan.
Saat ini benar-benar berisik di rumah ini.
Sayuri dan Shigure sedang membuat makanan di dapur.
Goshi sedang duduk di sofa, membaca sebuah majalah manga.
Shinya dan Mito sedang duduk di depan TV dan dalam pertarungan sengit memainkan game di TV. Mereka sepertinya sedang berlarian menggunakan avatar pixelnya secara strategis menaruh bom-bom untuk membunuh player lain. Walaupun ini adalah game yang lumayan ketinggalan zaman, meski demikian, ini tetap saja menyenangkan bagi Shinya dan Mito yang bahkan tidak pernah memainkan shogi sebelumnya. Dengan demikian, mereka berdua begitu bersenang-senang memainkan game itu selama beberapa hari berturut-turut.
Ini dimulai dengan Shinya yang lebih cekatan, tapi Mito, yang mengklaim bahwa dirinya pernah memasang game ini di rumahnya, mendadak mengambil alih saat level skillnya memuncak. Dia mengangkat bomnya dan dengan keras kepala mengejar-ngejar Shinya.
"Wow, wow, tunggu, Mito. Kau sepertinya agak berlebihan."
"Eh- He-He—Kau tidak bisa kabur lagi, Shinya-sama~"
“Uwah–”
Shinya pun berteriak. Mendengar itu, Guten bergumam, "Menyebalkan sekali."
Goshi menghadap ke arahnya.
"Eh, Guren. Hei, hei."
Guren memandang Goshi.
Guren membalik ke salah satu halaman di majalah manga dan menunjukkannya pada Guren.
Di halaman itu ada seorang wanita telanjang dengan kaki terbentang lebar dan sehelai daun di antaranya.
"Bagaimana dengan yang ini?"
"Enyahlah kau."
Goshi tertawa dan kembali membaca majalah manga. Guren benar-benar tidak mengerti apa yang menarik dari itu.
"Guren-sama, karinya akan segera siap~" Sayuri, yang sedang memakai celemek, berkata.
Shigure berjalan masuk dengan semangkuk salad dan beberapa piring lalu menata semuanya di atas meja. Dia menatap cangkir di tangan Guten bertanya, "Mau minum?"
Shigure walked in with a bowl of salad and a few plates and started to lay the things out on the table. She looked at the cup beside Guren’s hand and said.
Guren membalas, "Tidak perlu."
Pada saat itulah, Goshi, Mito, dan Shinya serempak berbicara.
“Soda!”
“Ah, Yukimi-san, bisa minta teh hitam?”
“Jus jeruk, ya!”
Melihat betapa tumpulnya mereka bertiga, Guten berujar, "Kita semua akan minum mugicha." (TL: Teh dari biji jelai/gandum yang rasanya agak pahit)
"""Eh~"""
Pekikan tidak puas pun terdengar. Shigure memandang mereka bertiga dengan kesal sebelum kembali ke dapur untuk menyiapkan mugicha.
Selama sepuluh hari terakhir, ketiga orang ini telah pergi ke rumah Guten setiap hari. Itu bukan karena mereka adalah teman. Ini karena mereka berada ditempatkan di tim yang sama untuk membunuh Mahiru.
Karena mereka berhasil menyelamatkan Guren, Sayuri dan Shigure mengurangi kecurigaannya terhadap mereka.
Mito pun bicara.
"Yukimi-san, perlu waktu berapa lama lagi untuk makanannya siap?"
"Tolong tanyakan Sayuri," balas Shigure.
"Jadi, Sayuri-san?"
"Kalau semuanya belum lapar, maka aku akan mendidihkannya 15 menit lagi."
Mito mengangguk dan menatap Guren. Dia kelihatannya cukup senang.
"Baiklah kalau begitu! Guren, Shinya-sama, Goshi, dan aku, ayo bertanding!"
Pada dasarnya, dia hanya ingin memainkan game ini. Terlebih lagi, dengan empat orang yang memainkannya pasti akan meningkatkan keseruannya.
Goshi berkata, "Mito-chan, sepertinya kau sedikit ketagihan dengan game ini."
"Karena ini menarik."
"Ini sangat menarik, sulit untuk menahan godaan bermain."
"Bagusnya kalau kau juga punya video gamenya juga, Goshi. Apa kau mau konsol dan beberapa disk gamenya?"
"Tidak perlu."
"Aku akan memberikannya padamu."
Goshi kelihatan agak tidak bisa menahannya lagi saat menatap Guren.
Mito terlihat sangat antusias saat menangani konsolnya dengan cekatan. Layar menunjukkan sebuah adegan yang meminta mereka berempat untuk memilih avatar mereka. Mito memperhatikan dengan sangat bersemangat.
"Ayo, ayo, Guren. Sini. Pakai konsol yang ini."
Entah kenapa, Sayuri dan Shigure menatap Mito yang penuh semangat dengan sedikit tidak senang.
Guren yang memperhatikan mereka berdua pun berkata, "Kalau kalian mau, sini dan mainlah."
Sayuri merengut.
"Kami merasa tidak senang bukan karena hal remeh begitu."
“Hmm.”
"Bahkan sekalipun kami tidak bermain, tidak masalah~ Lagipula, aku akan menangkap hati Guren-sama dengan jariku yang enak."
"Apa yang kau bicarakan?"
Mengangkat bahu, Gurem berbalik. Gamenya sudah dimulai.
Shinya tersenyum. "Ah, aku akan membuat avatar Guren berwarna pink kalau begitu.
“Jadi?”
"Eh—Pink itu kecewek-cewekan. Aku ini laki-laki! Kupikir kau akan bicara seperti bocah SD."
“Capeknya.”
“Ahhaha.”
Shinya pun tertawa.
Guren berdiri dan mendekat ke TV.
“……”
Jelas tidak ada waktu untuk bersantai-santai bermain game.
Situasinya tidak bisa lebih parah lagi.
Jika Mahiru tidak dibunuh, maka ayahnya, Ichinose Sakae, akan dieksekusi dalam 18 hari lagi.
Sayuti, Shigure, dan semuanya yang mengikuti kehendak <Mikado no Tsuji> akan menjadi subyek eksperimen dalam percobaan manusia <Kiju> setiap hari.
Sudah jelas tidak ada waktu yang tersisa untuk bermain game.
Meski demikian, dia masih menghabiskan waktu seperti ini.
Hanya ada satu alasan.
Untuk.menahan Oni dalam hatinya.
<Kiju> belum selesai. Penemuan baru-baru ini menunjukkan bahwa tekad kuat untuk mempertahankan sisi kemanusiaan adalah hal yang diperlukan untuk menahan Oni.
Rasa belas kasihan, keluarga, persahabatan, senyuman.
Semua ini adalah hal terpenting.
Setelah itu,
Hasrat, keinginan, efisiensi, determinasi.
Semua ini adalah hal yang dengan mudah dieksploitasi oleh Oni.
Melewatkan waktu dalam cara seperti itu adalah sia-sia dan tak berguna, tapi meski demikian, ini sedikit menyenangkan.
Melewatkan waktu bersama teman-teman.
Agar dapat lebih bertekad menjadi seorang manusia. Meskipun itu tidaklah begitu efektif.
“……”
Akan tetapi, orang-orang di sini sudah bukan lagi manusia murni.
Setengah-Oni.
Melebur dengan Oni.
Itu karena semuanya menyerah menjadi manusia demi menyelamatkan Guren.
“…….”
Itu adalah fakta yang tidak akan berubah tidak peduli bagaimana dia memikirkannya. Dia mengambil konsol yang mengendalikan avatar pink.
Mio pun berkata, “Kita mulai—-!”
Di layar, sebuah pertarungan panas para avatar berwarna-warni dengan bom di tangannya pun mulai.
Menjerit ‘Ah——’ atau ‘Wahh——’, beberapa dari mereka benar-benar berisik. Itu agak-agak konyol.
Bahkan Guren sendiri mengakui bahwa meskipun game ini membosankan dan tidak ada istimewanya, mencoba menghabiskan waktu seperti ini adalah pengalaman yang lebih mengasyikkan. Meskipun situasinya begini, menikmati masa santai seperti ini pun menyenangkan.
Avatar pink Guren mondar-mandir dengan sebuah bom di tangan. Karena dia tidak begitu terbiasa dengan kontrolnya, tanpa sengaja dia menaruh bom tersebut di sebuah titik yang tidak seharusnya. Kelihatannya dia akan melakukan bunuh diri dengan terbunuh dalam ledakan bom yang dia taruh.
“Ah! Oh,” ucap Guren tanpa sadar. Avatarnya panik dan buru-buru kabur.
“Hahaha, kau payah sekali mengendalikan avatarmu, Guren.”
Goshi menertawai Guren ketika avatarnya terbunuh dalam sebuah ledakan dari bom-bom yang dia tempatkan sendiri.
“AHHHH~!?”
Situasinya benar-benar kacau-balau.
Guren berjuang menahan tawanya saat menatap Goshi.
“Ekspresi macam apa itu?”
“Bukan apa-apa.”
Yang masih hidup adalah Shinya, Mito dan dirinya sendiri.
Baik Shinya dan Mito sangat jago dalam game ini. Karena itulah pertarungan antara mereka berdua begitu menegangkan dan terus meningkat.
Avatarnya sendiri sudah sangat kelelahan gara-gara mencoba meloloskan diri dari bom-bom yang ditempatkan secara keliru. Belum lagi ikut serta di dalamnya.
“Ah! Ah! Wah!”
Avatar Mito pun meledak.
“Yay!” seru Shinya.
Tinggal tersisa dua orang.
Avatar Guren masih berada di starting point; sama sekali tidak bergerak.
Shinya pun berujar sambil tersenyum jahat, “Ah~, aku harus memaksa tikus kecil lemah ini menemui jalan buntunya.”
“Ah? Coba saja. Aku tetap saja akan menang.”
Saat berkata begitu, Guren melakukan kesalahan.
Dia tidak sengaja menanam bom di depannya. Di belakangnya ada tembok. Dia benar-benar terjebak.
“….Ah.”
Meskipun avatar pink miliknya berusaha sekuat tenaga, berjuang dan berputar-putar di tempat, jelas sama sekali tidak ada jalan keluar. Dia hampir tidak menyelesaikan apa pun dengan avatarnya ketika bom itu meledak.
Avatarnya pun mati.
Game over.
Melihat ini,
“……”
Di sampingnya, Shinya, Mito, dan Goshi membungkuk, tertawa terbahak-bahak dan memeluk perut mereka.
Shinya tertawa terpingkal-pingkal hingga matanya mulai berair. Dia berjalan mendekat dan menepuk bahu Guren beberapa kali.
“Karena kau, kau, kau terlalu lucu.”
Guren merasakan semacam naluri membunuh muncul dalam dirinya.
Dia menepis tangan Shinya.
“……Tunggu. Ayo kita mulai lagi.”
Suara Sayuri terdengar dari belakang.
“Kare-nya sudah siap—”
Mendengar itu, mereka bertiga tersenyum dan menjawab, "Tentu–" sebelum berdiri.
Guren mendongak saat mereka berdiri sebelum kembali menatap layar. Dia memainkan mode single player, mencoba berlatih sedikit. Memang, ini agak susah.
Shinya berbalik dan berkata.
“Guren. Karenya akan segera dingin.”
“Aku tahu.”
Dia berdiri.
Saat itu pukul 8 malam.
2 September.
Udaranya cukup dingin malam itu.
Musim panas hampir berakhir.
Musim dingin akan segera tiba.
Menurut Mahiru, dunia akan kiamat pada tanggal 25 Desember, Hari Natal.
Kehancuran.
Kitab Wahyu.
Namun, belum ada tanda-tanda kehancuran.
Setidaknya, di permukaan, semuanya tampak stabil.
Guren mengganti saluran dari game retro ke siaran berita.
Mungkin tidak ada hal penting yang terjadi hari itu, hanya siaran berita yang membosankan.
Namun, dia tidak bisa begitu saja mempercayai berita. Perang antara Sekte Hyakuya dan <Mikado no Oni> yang terjadi di Shibuya dan seluruh Jepang disamarkan sebagai kecelakaan yang disebabkan oleh pemadaman listrik besar-besaran.
Perang dengan skala sebesar itu dan begitu banyak yang tewas. Namun, hal tersebut tidak disiarkan.
Ketika dua organisasi sihir terbesar di Jepang bersatu, inilah hasilnya.
Seluruh Jepang dikendalikan.
Penelitian <Kiju> juga mengalami kemajuan drastis. Hanya dalam waktu sepuluh hari, kelayakannya meningkat pesat.
Ini sudah mencapai level di mana jika ada sepuluh orang yang dilengkapi dengan <Kiju>, Mahiru bisa dibunuh dengan kesepuluh orang itu tetap mempertahankan akal sehat mereka. Tidak, pasukan saat ini.
Terdiri dari Shinya, Mito, Goshi, Sayuri, Shigure dan dirinya sendiri sudah bisa membunuh Mahiru.
Sudah mencapai level itu.
Mungkin membunuh Mahiru sudah menjadi tugas yang mudah.
Tetapi sampai membuat keadaan menjadi seperti ini, apakah ini juga bagian dari rencana Mahiru? Atau malah bukan bagian dari rencananya? Tidak seorang pun tahu.
"Guren-sama."
Shigure berbicara.
Guren menatapnya.
Semua orang kecuali Sayuri dan Shigure sudah duduk mengelilingi meja, menikmati karenya.
"Apa ada sesuatu yang mengganggumu?” tanyanya.
Kedua bawahannya tidak tahu bahwa bahwa seandainya Mahiru tidak dibunuh, Kepala Ichinose saat ini, Sakae Ichinose akan dieksekusi. Mereka tidak perlu tahu.
Shinya dan yang lainnya menatap mereka dengan pandangan muram.
Guren menggelengkan kepalanya. "Tidak ada apa-apa. Ayo makan."
"Baiklah!?" Sayuri berlari ke dapur dan mengambil sepiring kare baru untuk Guren.
Tepat saat itu, terdengar suara dari kotak surat di pintu depan.
Itu pasti perintah Kureto.
Butuh beberapa saat sebelum perintah itu datang.
Lokasi Mahiru seharusnya tertulis di dokumen. Dia telah terlihat di berbagai tempat di seluruh Jepang. Setiap kali dia ditemukan, Guren dan pasukannya akan berangkat. Namun, dia sudah melarikan diri setiap kali mereka tiba.
Namun, gadis itu perlahan menyadari bahwa dia sedang dikejar.
Tentu saja. Bagaimanapun, dia sedang diburu oleh Sekte Hyakuya dan <Mikado no Oni>.
Dalam keadaan seperti itu, bisa lolos dua belas kali berturut-turut adalah sebuah keajaiban.
Sayuri mencoba berkata, “Aku……”
Namun Guren menggelengkan kepalanya dan berjalan ke pintu depan. Dia membuka kotak surat dan menemukan sekantong dokumen.
Kantong plastik itu berlumuran darah yang belum kering.
Kantong itu baru saja berlumuran darah.
Dengan kata lain, ini bukan perintah Kureto.
“……”
Guren membuka pintu depan.
Dan melihat keluar.
Seorang wanita yang sesuai dengan prediksinya berdiri di pintu masuk. Seragam pelaut, berlumuran darah dari kepala sampai kaki.
Mahiru.
Hiragi Mahiru.
Matanya telah menghitam.
Meski demikian, dia tetap cantik.
Menarik, menyedihkan, membuat orang ingin menyayanginya dengan lembut, mata hitam kelamnya menatap ke arah Guren.
“Aku di sini.”
Guren memanggil pedang iblisnya. Pedang tersebut, yang diletakkan di koridor, melayang ke tangannya.
Mahiru melanjutkan, “Kelihatannya kalau aku tidak mati, ayahmu akan terbunuh. Bagaimana sekarang? Apa kau akan membunuhku, Guren?”
“……”
“Padahal biasanya kau bilang kalau kau ingin melindungiku. Sudah kuduga, kau masih ingin membunuhku?”
Tepat di saat itu, suara Shinya terdengar dari ruangan di seberang koridor.
“Oi, Guren. Sedang apa kau—? Karenya jadi dingin lagi—”
Guren melirik ke arahnya.
Walaupun Shinya mengatakannya dengan santai, dia sudah menghunus pedang iblisnya dan menghambur ke arahnya.
Sayuri, Shigure, Mito dan Goshi pun sepenuhnya sadar dengan situasi ini.
Mahiru tertawa getir sekaligus manis.
“.....Kau akan membunuhku, ‘kan? Guren.”
Guren melihat mereka datang dan kemudian berjalan keluar rumah.
Di belakangnya, Shinya berseru, “Guren, jangan lakukan ini sendirian! Kita akan menghadapinya bersama!”
Guren mengabaikan dia.
“Guren….”
Dia menutup pintu, tidak dapat mendengar suara teman-temannya lagi.
Sebelum kemudian kembali melihat Mahiru.
Gadis itu tidak menarik keluar pedangnya. Sebagai gantinya, dia hanya membuka kedua telapak tangannya.
“Kalau harus mati di tanganmu, aku tidak keberatan untuk dibunuh.”
“…….”
“Siapkan senjatamu, arahkan ke dadaku. Aku hampir menyelesaikan semua yang kurencanakan. Karena itulah, aku tidak keberatan dibunuh.”
Aku harus membunuhnya.
Dia sudah sepenuhnya hancur.
Hancur sampai tidak bisa diperbaiki lagi.
Banyak nyawa yang lenyap karena dia.
Dia tidak boleh dimaafkan. Dia tidak boleh dikasihani. Terlebih lagi, kalau dia tidak mati, ayah akan terbunuh. Setelah itu, para pengikut <Mikado no Tsuki> akan terbunuh juga.
Satu-satunya pilihan adalah membunuhnya.
Guren mengernyitkan wajah, nyaris menangis. Setelah itu, dia menghunus pedangnya dan menyerang.
Mahiru menunggu Guren dengan senang. Dia menyunggingkan senyum di wajahnya, “Datanglah, bunuh aku, Guren.”
“Uwah, er, ererer”
“Dengan begini, aku akan bisa tinggal dalam hatimu selamanya.”
“Ah——”
Shinya yang membuka pintu depan pun berteriak, “Jangan pergi, Guren!”
Mito menjerit, “Guren!”
Goshi menghela napas, “Dasar bodoh.”
Para anak buahnya berseru, “Guren-sama!”
Pedang itu menghujam bahu Mahiru. Mempertahankan posisinya, Guren menusukkan pedangnya lebih dalam sambil mendorong dia mundur. Mereka berlari dari pintu masuk dan ke luar bangunan, menuju ke udara terbuka.
Mereka saat ini jatuh dari lantai dua puluh lima kondominium tersebut.
Jatuh dari ketinggian seperti itu, kemungkinannya sangatlah kecil untuk selamat, bahkan sekalipun ada Oni yang berdiam dalam tubuh orang itu.
Mahiru mendongak sementara mereka jatuh.
“Kenapa, kenapa tidak di jantung?”
Guren membalas, “Aku berjanji akan melindungimu. Tapi aku tidak bisa melakukannya. Aku tidak punya kekuatan semacam itu. Karena itulah, aku akan bertanggung jawab. Aku akan mati bersamamu.”
Mahiru tersenyum lembut.
“Aku senang."
Guren memeluk Mahiru. Gadis itu tidak melawan. Dadanya terasa sesak.
“Maaf, Mahiru.”
Mahiru menggelengkan kepala menanggapi.
“Tidak, jangan minta maaf. Yang seharusnya minta maaf adalah aku.”
Dia mencengkeram leher Guren dengan kekuatan yang cukup besar.
“Uwah.”
Mereka terpisah.
Mahiru tersenyum. Matanya tidak lagi hitam. Sepertinya dia telah terbangun.
“Meskipun aku akan lebih menyukaimu jika ini benar terjadi... Tapi aku tidak bisa melakukan bunuh diri denganmu. Karena aku telah memberikan masa depan kepadamu. Karena sebelum kau tenggelam dalam keputusasaan, aku ingin kamu terus maju menuju masa depan yang sudah membusuk, menjadi seberkas cahaya terakhir.”
Tepat di saat itu, dia mengeluarkan pedangnya, menusukkannya ke dinding kondominium. Pedang itu membelah dinding dengan tajam, memperlambat jatuhnya.
Setelah itu, dia menghantamkan Guren ke dinding.
“AH.”
Guren merasakan tubuhnya terbenam ke dalam dinding. Organ-organ tubuhnya meledak. Darah segar mengalir keluar dari mulutnya, tetapi Guren tidak peduli.
“Mahiru.”
Dia berteriak.
Namun, tubuhnya terjun ke bawah sana. Gadis itu mendarat di permukaan tanah dan kakinya patah, yang kemudian segera beregenerasi.
Bukan lagi manusia.
Dia bukan lagi manusia.
Mahiru mendongak dan berkata, “Kembalilah dan baca surat cintaku♪”
Mungkin yang dia maksudkan adalah dokumen dalam kantung berlumuran darah itu.
Kelihatannya Kureto telah mengetahui lokasinya saat ini.
Beberapa prajurit bergegas mendekat. Karena ada kemungkinan Mahiru akan datang menemui Guren, maka ada pengawasan ketat di sekitar kondominium.
Ada lebih dari dua puluh prajurit yang mendekat.
Mereka semua memiliki pedang iblis yang dilengkapi dengan <Kiju>.
Secara teori, mereka memiliki cukup kekuatan untuk membunuh Mahiru.
Meskipun demikian, Mahiru membunuh semua orang ini dengan gerakan anggun seperti sebuah tarian.
Semua prajurit berubah menjadi daging cincang hampir seketika. Setelah membunuh mereka semua, Mahiru menyeka darah dari pedang dengan roknya sebelum menyarungkannya kembali.
Monster.
Monster yang cantik.
Dia pun menghilang.
Aku lagi-lagi tidak bisa melakukan apapun.
Guren melepaskan dirinya dari dinding dan memutuskan untuk kembali ke apartemennya. Dia kembali jatuh lima lantai ke bawah.
Menaiki lift, dia kembali.
Shinya dan yang lainnya tidak ada ada. Mereka pasti sudah pergi untuk mencari Guren dan Mahiru.
Surat cinta Mahiru tergeletak di pintu depan. Surat cinta dalam kantung yang berlumuran darah.
Guren membuka kantong itu dan mulai membacanya.
Sesuatu seperti ini tertulis dengan sampul surat cinta:
Berkaitan tentang rencana akhir zaman <Malaikat Akhir Zaman> yang saat ini sedang dilakukan oleh Sekte Hyakuya.
Saat membuka halaman pertama, Guren melihat nama-nama banyak anak. Anak-anak di seluruh Jepang yang menjadi sasaran eksperimen.
Amane Yuuichiro.
Shindo Mikaela.
Kimizuki Shiho.
Kimizuki Mirai.
Saotome Yoichi.
Saotome Tomoe.
……
……
……
……
……
……
Apa yang tertulis di sana adalah informasi mengenai senjata yang bahkan lebih kuat daripada <Kiju>, yang dapat memberikan kehancuran yang lebih luas.
Menyebalkan sekali. Data penelitian yang sangat mengerikan, penelitian yang bisa membuat dunia kiamat dalam sekejap
Guren menatap dokumen-dokumen ini.
“……”
Dia merasa sedikit pusing.
Suara itu dimulai lagi.
Suara yang berbunyi ‘kacha, kacha’ kembali terdengar.
Suara hasrat.
Suara hasrat manusia.
Suara dari jarum detik jam yang bergerak.
Bergerak menuju akhir dunia.
Bergerak menuju dunia yang berlumuran darah.
Ini adalah kisah yang terjadi sebelum manusia berada di ambang kepunahan.
Hanya tinggal tersisa sedikit waktu sebelum kehancuran itu tiba.
Sebelum Serafim Akhir Zaman memperdengarkan Sangkakala Kiamat dan mengayunkan palu besinya terhadap dunia. Ini adalah kisah bagaimana manusia akan meratap dan dengan putus asa memohon demi nyawa mereka.
0 Comments
Posting Komentar