— Arno—

Fran dan Aku


Kemarin seorang bangsawan asing memasuki kuil, membuat kegaduhan, menarik perhatian sang archduke, dan kemudian dijebloskan ke penjara bersama Uskup Besar. Pendeta Kepala telah mengusir semua pelayan pengiringnya keluar dari ruangan, termasuk aku, kepala pengiringnya, dan dengan demikian aku menghabiskan malam tanpa mengetahui detail situasinya sama sekali.

“Arno, katakan pada pelayan Myne untuk membawa ini ke Firma Gilberta. Ini adalah prioritas utama,” kata Pendeta Kepala.

“Seperti yang Anda kehendaki.”

Setelah sarapan dan tepat sekitar bel kedua, Pastor Kepala memberiku surat undangan untuk disampaikan. Dari penampilannya, dan dari fakta bahwa ia telah menyiapkan surat seperti ini pagi-pagi sekali, bisa kukatakan bahwa dia telah bekerja sepanjang malam hingga kurang tidur.

“Jika ada yang menanyakan tentang apa yang terjadi semalam, katakan saja pada mereka bahwa aku akan menjelaskannya lain waktu,” katanya sebelum meninggalkan kamarnya.

Kemarin, Fran datang untuk urusan mendesak sementara Pastor Kepala sedang berada di ruang kerjanya. Pastor Kepala telah menyuruhku untuk memberi tahu para pengunjung bahwa dia tidak ada di tempat, dan meskipun mudah bagiku untuk menghubunginya dari luar, aku lebih memilih untuk mengabaikan Fran, yang mana menyebabkan keributan di lorong. Pada akhirnya, dia berpikir aku hanya bersikap tidak fleksibel. Aku ingin tahu bagaimana ekspresinya jika dia tahu bahwa aku sengaja mengabaikan keperluannya.

“Selamat pagi, Fran.”

Aku menemukan Fran dan Gil sedang mengambil air dari sumur. Kamar Myne pasti kekurangan personel jika sampai kepala pelayannya sendiri melakukan pekerjaan kasar seperti itu. Ketidakhadiran Delia membuatnya sangat tertekan, dan aku tidak bisa menahan seulas senyum tipis saat mendengarnya.

Fran menatapku dengan terkejut setelah menuangkan air yang telah dituangnya ke dalam ember Gil. Dia memiliki tubuh tinggi dan berotot yang pasti akan mengecewakan Suster Margaret, tetapi ketika dia membelalakkan matanya seperti itu, mudah untuk mengingat betapa lemahnya dia sebagai seorang bocah kecil saat melayani Suster Margaret.

“Selamat pagi, Arno. Apa yang membuatmu datang ke sini sepagi ini…?”

"Ada tugas dari Pastor Kepala. Beliau ingin kau mengirimkan surat undangan ini ke Firma Gilberta sesegera mungkin."

Fran mengambil surat itu dari tanganku yang terulur, lalu segera memberikannya kepada Gil. “Baiklah. Gil, tolong ganti bajumu, lalu pergi dan antarkan ini.”

"Baiklah. Aku akan segera kembali." Gil bergegas ke kamar Myne, dengan surat di satu tangan dan seember air di tangan lainnya. Sungguh aneh melihat anak yang dulunya merupakan anak yang paling bermasalah di kuil ini melakukan tugasnya sebagai pelayan dengan begitu bersemangat.

“Pasti sulit karena sekarang hanya ada sedikit pelayan.”

“Hari ini kami akan menerima dua pelayan baru. Kurasa segalanya akan lebih mudah begitu mereka tiba di sini.”

Sepertinya mereka menggantikan Delia. Sayang sekali. Aku lebih kau terus kerepotan untuk beberapa lama lagi. Aku berpikir begitu sambil berbalik badan memunggungi Fran. “Sampai nanti.”

Dalam perjalanan kembali ke kamar Pastor Kepala, pendeta jubah biru, Pastor Egmont melihatku dan langsung berlari menghampiri. “Arno, apa yang sebenarnya terjadi kemarin?! Kamar Uskup Besar terkunci, tidak ada pendeta abu-abu yang berdiri di dekat pintu, dan tidak seorang pun yang kutanyai yang tahu apa yang terjadi. Pasti Pastor Kepala tahu apa yang sedang terjadi!” teriaknya, ludahnya berhamburan keluar dari mulutnya. Dia adalah salah satu kroni Uskup Besar, dan terkadang bahkan bersikap angkuh di sekitar Pastor Kepala saat dia meminta Uskup Besar untuk melindunginya.

Aku menahan keinginan untuk menyeka wajahku sambil mengulang apa yang diperintahkan Pastor Kepala padaku. “Beliau akan menjelaskan keadaannya kepada semua orang ketika saatnya tiba. Sayangnya, saya diperintahkan untuk meninggalkan ruangan pada saat itu dan dengan demikian saya sendiri pun tidak tahu detailnya.”

“Itu berarti kau tahu sesuatu, kan?! Cepat, katakan padaku!”

"Saya tidak tahu apa yang menjadi dakwaannya, tetapi Uskup Besar dipenjara oleh Archduke dan Ordo Ksatria. Saya pun bertanya-tanya apa yang terjadi..." kataku dengan nada penasaran, sambil memperhatikan raut wajah Pastor Egmont yang langsung pucat pasi. Sikap angkuhnya hanya dimungkinkan karena adanya perlindungan dari Uskup Besar dan sekarang setelah dia pergi, Pastor Kepala tidak diragukan lagi akan menjadi Uskup Besar berikutnya.

Nasib menyedihkan macam apa yang kini menanti Pastor Egmont? Aku tidak sabar untuk melihatnya. Tidak ada yang lebih menyegarkan daripada sampah yang mendapatkan apa yang seharusnya mereka terima.

Aku pun mulai berjalan kembali ke Pastor Kepala. Tepat saat aku mendekati kamarnya, aku melihatnya pergi bersama Zahm, salah seorang pelayannya. Aku berjalan menghampiri mereka.

“Pastor Kepala, ke mana Anda akan pergi?”

“Aku yakin hari ini adalah hari pemakaman, dan aku ingin berada di kapel untuk menghadirinya. Arno, bersiaplah untuk menyambut Firma Gilberta.”

Pemakaman yang melibatkan kunjungan ke kapel kuil cenderung dilakukan oleh rakyat jelata, dan Pastor Kepala hampir tidak pernah datang secara langsung untuk menerima laporan kematian. Jadi mengapa dia sampai repot-repot untuk hadir kali ini? Aku jadi bertanya-tanya sambil kembali ke kamarnya dan memulai persiapan.

Tidak lama kemudian, aku menerima laporan bahwa kereta milik Firma Gilberta telah tiba di gerbang belakang. Aku menuju ke pintu masuk untuk menyambut mereka.

"Terima kasih telah datang hari ini," kataku, sambil memandu mereka ke dalam ruangan dan kemudian pergi. Pastor Kepala tampaknya ingin melanjutkan dengan serahasia mungkin, dan sekali lagi mengosongkan ruangan dari semua pelayan. Sungguh, apa yang terjadi semalam? Aku tidak tahu apa-apa selain fakta bahwa kami akan mengunjungi kamar Suster Myne di sore hari.

"Sudah waktunya, Arno."

"Baik."

Setelah makan malam mereka selesai, aku mengikuti perintah Pastor Kepala dan menuju kamar Suster Myne dengan membawa kertas-kertas tanaman yang telah diberikannya kepadaku. Pastor Kepala mengernyitkan dahinya lebih dalam dibanding biasanya; kerutan dahinya yang tebal menunjukkan dengan jelas bahwa dia sedang bimbang tentang sesuatu, tetapi karena aku tidak tahu apa-apa tentang keadaannya, aku merasa tidak perlu memikirkannya lebih jauh.

Aku berjalan menyusuri lorong dan berdiri di depan pintu kamar direktur panti asuhan, yang mengingatkanku pada saat menjadi pelayan mantan direktur. Aneh rasanya harus membunyikan bel tanda kedatangan hanya agar aku bisa masuk. Dan ketika aku melakukannya, Fran membukakan pintu, seperti yang biasa dilakukannya dulu.

"Silakan masuk, Pastor Kepala," katanya.

Aula itu tidak berubah sejak Suster Margaret tinggal di sini, mungkin karena Suster Myne menggunakan kembali perabotannya. Kesamaan ini membuat kenangan masa laluku menjadi lebih jelas, dan aku tersenyum penuh nostalgia saat Pastor Kepala mulai berbicara dengan Fran di sampingku.

“Bagaimana keadaannya?”

“Dia sedikit demam, tapi sudah berpakaian dan siap. Saya sudah mengumpulkan semua pelayannya sesuai permintaan.”

Aku menaiki tangga bersama Fran dan mendapati diriku secara naluriah mencari Suster Margaret. Dalam benakku, aku melihat rambutnya yang keemasan dan matanya yang biru bagaikan laut dalam, berkerut dalam senyum yang tak pernah hilang dari wajahnya. Tahi lalat di atas bibirnya sangat sensual dibandingkan apapun yang pernah kulihat, dan gerakan tangannya cukup untuk membuat jantungku berdebar kencang.

Namun tidak seperti dalam ingatanku, yang ada di dalam ruang direktur adalah Suster Myne dan para pelayannya. Suster Myne tampak sedikit lebih pucat dari biasanya, mungkin karena demam. Ada dua gadis di antara mereka yang tidak kukenal dan mereka sama-sama melihat ke arah kami dengan cemas. Kemungkinan besar mereka adalah pengganti Delia. Karena mereka belum cukup umur, hanya ada sedikit kesempatan bagi kami untuk bertemu.

“Siapa mereka berdua ini?” tanya Pastor Kepala

“Monika dan Nicola,” jawab Suster Myne. “Kemarin aku sudah bicara soal mempekerjakan mereka sebagai pelayan untuk menggantikan Delia. Mereka akan menjagaku dan membantu para koki di dapur.”

“Aku mengerti. Kalau begitu, mari kita bicara tentang masa depan.”

Apa yang dikatakan Pastor Kepala selanjutnya sungguh mengejutkan: Suster Myne sebenarnya adalah puteri seorang bangsawan tingkat atas yang dikirim ke kuil dan menyamar sebagai rakyat jelata demi melindungi dirinya. Nama aslinya adalah "Rozemyne."

Meskipun telah melihat keluarga jelatanya beberapa kali sebelumnya, reaksi pertamaku bukanlah terkejut, melainkan mengerti. Kuil diperintah oleh penindasan semena-mena para pendeta jubah biru; tidak ada gunanya berdebat dengan harapan dan keinginan mereka yang tidak masuk akal. Keputusan yang mereka buat menjadi hal yang sudah sewajarnya dilakukan.

Terlepas dari apa yang ada dalam hati mereka, para pelayan Suster Myne, atau lebih tepatnya Lady Rozemyne, semuanya mengangguk tanda mengerti. Pasti lebih mudah bagi mereka untuk memahami saat melayani seorang bangsawan daripada rakyat jelata.

"Rozemyne ​​akan dibaptis di rumah ayahnya musim panas ini, dan pada saat yang sama akan diadopsi oleh sang archduke. Dia kemudian akan memangku jabatan sebagai Uskup Besar," kata Pastor Kepala, yang membuat banyak dari pelayan Suster Myne... um, pelayan dari Lady Rozemyne ​mengerjap kaget. Jelas terlihat dari ekspresi mereka bahwa mereka telah mendengar apa yang dikatakannya, namun tidak dapat memahaminya. Aku pun merasakan hal yang sama.

Bukanlah hal yang langka bagi para bangsawan untuk bersembunyi atau dipaksa untuk mengirim anak-anak mereka yang belum dibaptis ke kuil, di mana para pendeta jubah biru dewasa akan menjadi wali mereka. Mengingat para bangsawan mengumumkan anak-anak mereka pada upacara pembaptisan mereka, adalah hal yang lumrah untuk mengirim anak-anak yang tidak akan pernah diumumkan ke kuil sebelum hal itu terjadi. Gagasan bahwa puteri seorang bangsawan besar disembunyikan dan dibesarkan di kuil dengan Pastor Kepala sebagai walinya adalah hal yang sangat masuk akal dan mudah diterima. Meskipun demikian, agak berlebihan untuk mengatakan bahwa Lady Rozemyne ​​akan menggantikan Uskup Besar.

"Uskup Besar telah membuat marah sang archduke akibat berbagai tindak pidananya, dan saat ini dia sudah dipenjara. Aku akan mengambil alih tugas Uskup Besar hingga Rozemyne ​​diangkat secara resmi  oleh archduke dan dapat memangku jabatan itu sendiri."

Dia mengatakan akan mengambil alih tugas Uskup Besar, tetapi karena dia sejak awal sudah mengerjakan lebih dari setengah pekerjaannya, hal itu tidak akan menambah beban kerjanya sama sekali. Bahkan, kurangnya keluhan dan instruksi yang membosankan artinya kemungkinan akan mengurangi beban kerjanya secara keseluruhan.

“Rozemyne ​​akan dididik dan dilatih di kediaman utama ayahnya hingga upacara pembaptisan. Akan ada upacara pelantikan untuknya setelah itu, yang harus dipersiapkan oleh kalian semua sebagai pelayannya. Ruang Uskup Besar juga perlu dipersiapkan untuknya. Ruang-ruang ini akan dipergunakan sebagai tempat pertemuan ketika penduduk dari kota bawah seperti dari Firma Gilberta dipanggil.”

Dari semua pelayan yang kebingungan, Fran adalah orang yang pertama kali pulih. "Apa yang dibutuhkan untuk upacara pelantikan Uskup Besar?"

"Tugasmu hanyalah menyiapkan kamar Uskup Besar untuk digunakan Rozemyne. Aku sendiri yang akan menyiapkan pakaiannya."

Fran mengangguk, mengeluarkan diptych-nya, dan mulai menulis sesuatu. Sementara itu, Pastor Kepala menoleh ke Lady Rozemyne.

“Rozemyne, aku sudah membicarakan ini dengan Benno, tetapi kita perlu mencari panti asuhan lain yang bisa kita gunakan untuk menyebarkan bisnis percetakanmu ke kota-kota lain. Mereka yang dikirim perlu memahami cara kerja bengkel panti asuhanmu. Siapa yang akan kau pilih untuk pekerjaan ini?”

Lady Rozemyne ​​memperhatikan para pelayan yang ada di sekelilingnya, dan seulas senyum tersungging di bibirnya saat tatapannya jatuh pada Gil, yang berbinar penuh harap. “Kurasa aku bisa meminta Gil untuk menangani ini. Dia lebih terlibat dalam bengkel dibanding siapa pun, dan telah menghabiskan sebagian besar waktunya dengan Firma Gilberta.”

Itu mengejutkanku. Sungguh sulit bagiku untuk percaya bahwa dia cukup yakin terhadap Gil untuk melakukan pekerjaan luar di kota. Aku tadinya berpikir dia akan mengirim Fran, tetapi mungkin dia tidak terlalu dibutuhkan di sini seperti yang kuperkirakan.

“Fran, kau harus melatih Nicola dan Monika selain menyiapkan ruangan untukku, bukan? Aku tahu ini akan menjadi beban tambahan untukmu, tetapi tanpa Gil di sini, aku akan membutuhkanmu untuk tetap menjalankan lokakarya juga.”

“Sesuai keinginan Anda.”

Oh. Dia malah dibuat tertekan dengan semua pekerjaan yang tersisa. Itu hal yang menyenangkan bagiku, tetapi senyum kecil di wajahnya membuatku marah. Dia melayani seorang suster jubah biru, sama halnya dengan saat dia melayani Suster Margaret sebagai pelayan magang, namun dia tampak jauh lebih bahagia mengikuti perintah Lady Rozemyne. Itu sangat kontras dengan Fran yang akan menggigit bibirnya dan mengerutkan kening sambil menangis setiap kali Suster Margaret memberinya perintah. Itu tidak masuk akal bagiku.

“...Jika Gil harus berpergian ke luar kota untuk membantu mendirikan lokakarya, haruskah aku memilih seorang pendeta jubah abu-abu untuk mengelola bengkel panti asuhan sebagai gantinya?” tanya Lady Rozemyne.

“Itu bukanlah hal yang perlu kau putuskan dengan segera. Yang lebih penting adalah mendapatkan seorang musisi untuk acara pembaptisan karena akan ada banyak perjamuan minum teh dan pesta di masa depan. Kurasa kau bisa menjadikan Rosina sebagai musisi pribadimu. Apa pendapatmu tentang itu?”

“Suster Myne—Erm, Lady Rozemyne. Saya mohon, oh saya mohon belilah saya.” Wajah Rosina berseri-seri gembira. Sangat jarang bagi seorang gadis kuil untuk dibeli  selain menjadi pelayan, tidak terkecuali sebagai guru musik. Tampaknya Pastor Kepala benar-benar menghargai bakatnya sebagai seorang musisi.

"Aku tidak ada masalah dengan itu. Aku ingin Rosina menjadi musisiku, terutama rasanya akan menyenangkan memiliki seseorang yang kukenal di sampingku. Namun, aku ingin dia terus membantu Fran sampai aku pindah ke Area Bangsawan."

"Terima kasih banyak," kata Rosina. Dengan dirinya meninggalkan rombongan pelayan Lady Rozemyne ​tentunya ​akan sangat menambah beban Fran, terutama karena dia baru saja menginjak usia dewasa dan membiasakan diri dengan pekerjaannya. Jelas terlihat bahwa Fran ingin memberi selamat padanya tetapi tidak bisa, dan ekspresinya yang campur aduk membuatku tersenyum.

"Selanjutnya—ini. Benno mengirimkan ini untukmu."

Lady Rozemyne ​​menyimak dokumen yang diberikan kepadanya, lalu menempelkan sebelah tangan di pipinya. “Aku tadinya berencana membawa Ella bersamaku ke Area Bangsawan untuk membuat kue-kue untukku, sementara Hugo dan Todd akan dikirim ke tempat Leise untuk mempelajari lebih banyak resep bangsawan untuk restoran Italia. Aku jadi bertanya-tanya apakah aku bisa menyerahkan urusan memasak di sini kepada Nicola dan Monika.”

“Mereka mungkin belum cukup terampil untuk melayani Anda, Lady Rozemyne, tetapi mereka seharusnya akan baik-baik saja selama makanan mereka dapat dimakan untuk kami para pelayan,” jawab Fran. Tampaknya para pelayannya juga terpaksa memasak. Seberapa kurangkah tenaga kerja mereka?

Aku mengerjap kaget, tetapi Pastor Kepala hanya menggelengkan kepalanya dengan jengkel. “Rozemyne, itu bukanlah hal yang perlu dikhawatirkan. Kau bisa saja mengambil lebih banyak pelayan sesuai kebutuhanmu.”

“Pastor Kepala, ini adalah hal terbaik yang bisa kulakukan dengan penghasilanku.”

“Berpikirlah, bodoh. Sekarang kau memiliki seorang bangsawan besar sebagai ayahmu, dan akan segera menjadi Uskup Besar dengan archduke sebagai ayah angkatmu. Selama ini kau harus mencari nafkah sendiri, tetapi seharusnya sudah jelas bahwa kondisinya tidak akan lagi seperti ini,” kata Imam Besar, nada jengkelnya kini jauh lebih jelas.

Lady Rozemyne ​​berusaha menyelesaikan urusannya dengan menggunakan uangnya sendiri meskipun dia adalah putri seorang bangsawan besar dan seorang Uskup Besar. Tampaknya dia mengalami kesulitan menyesuaikan pola pikirnya dengan keadaannya yang baru.

Bagaimanapun juga. Dengan Lady Rozemyne yang ​​menjadi Uskup Besar berarti Fran akan menjadi kepala pelayan Uskup Besar, yang berarti akan membuatnya memiliki status yang lebih tinggi dariku. Hal tersebut tidak begitu menyenangkan. Itu mengingatkanku betapa Suster Margaret lebih menyayanginya daripada aku, dan lebih menghargainya sebagai seorang pelayan. 

...Izinkan aku mengoreksi diriku sendiri: hal itu amat sangat tidak menyenangkan. Bahkan, begitu membuat frustrasi karena aku tidak akan puas hanya dengan menindas dan menyiksanya dengan cara-cara halus supaya Pastor Kepala tidak menyadarinya.

Pastor Kepala memasuki kuil setelah kematian Suster Margaret, jadi dia tidak tahu bahwa hanya dengan melihat seorang gadis kuil jubah biru saja bisa membuat Fran merasa mual selama beberapa waktu, atau bahwa dia memiliki kenangan traumatis di kamar direktur panti asuhan. Itulah sebabnya aku menyarankan Lady Rozemyne ​​untuk tinggal di kamar-kamar ini, dan mengapa aku menyarankan Gil untuk melayani bersama dia.

Sungguh menghibur melihat ekspresi Fran yang tidak senang, terluka, dan sedih selama misi pemusnahan trombe dan Ritual Dedikasi, dan sementara Lady Rozemyne ​​menderita akibat kedengkianku, itu adalah pengorbanan yang rela kulakukan. Meski demikian, Fran sekarang melayani Lady Rozemyne ​​sepenuhnya seolah-olah dia telah menaklukkan masa lalunya. Pemandangan dia menghabiskan waktu dengan tenang di ruangan ini jelas menandakan sudah seberapa jauh dia berkembang, dan sementara itu membuatku sangat frustrasi, aku menyembunyikan kekesalanku di balik topeng tanpa ekspresi.

Pastor Kepala mengeluarkan sebuah alat sihir—sebuah cincin dengan batu permata biru besar yang tertanam di dalamnya. “Rozemyne, ambil ini. Ini adalah hadiah dari ayahmu.”

Rozemyne ​​mengambil cincin itu dari tangan Pastor Kepala dan memakainya di jarinya. Batu permata itu cukup besar sampai terlihat aneh di tangannya yang kecil.

“Gunakan cincin tersebut untuk mendaftarkan mana milikmu ke pintu ini. Ikuti aku.” 

Pastor Kepala menyingkapn kanopi tempat tidur untuk memperlihatkan pintu lain, sama seperti pintu yang ada di kamarnya. Pemandangan itu sungguh nostalgia, membuat frustrasi, dan menimbulkan gelombang emosi di dalam hatiku. Aku meredakannya dan menatap Fran.

Seperti yang kuduga, wajahnya memucat, dan dia menatap pintu dengan mata ketakutan. Meskipun betapa tenangnya dia sebelum ini, sepertinya dia belum sepenuhnya menaklukkan masa lalunya. Aku bisa merasakan kegembiraan gelap menyebar dalam dadaku.

"Ada apa, Fran? Kau tampak tidak sehat," kata Lady Rozemyne, menatap Fran dengan khawatir.

"Tidak apa-apa. Jangan hiraukan saya."

"Pasti ada sesuatu. Kau tampak seperti baru saja melihat hantu." 

Ekspresi Fran jadi mengerut kebingungan karena khawatir saat semua orang menatapnya dengan cemas. Itu sudah seharusnya; dia tentu tidak ingin ada yang tahu tentang masa lalunya, di mana Suster Margaret memanggil dan membawanya ke kamar itu hampir setiap malam.

“Pastor Kepala,” aku menyela, “Saya tidak akan memberi tahu detailnya, tetapi Fran tidak memiliki kenangan yang bagus mengenai ruangan itu.”

“Tidak apa-apa, Fran. Ruangan itu dibuat dengan sihir, dan tidak akan sama dengan ruangan yang kau kenal,” kata Pastor Kepala dengan santai, tidak menyadari keadaan Fran. Dia kemudian mengalihkan fokusnya untuk mendaftarkan mana Lady Rozemyne ​​pada pintu itu.

Mengingat bahwa hanya melihat pintu saja sudah cukup untuk menguras darah dari wajahnya, Fran jelas akan merasa begitu tertekan terlepas dari apa yang ada di dalam. Namun, tampaknya tidak ada yang menyadari hal itu—semua berkat Fran yang berusaha sekeras mungkin untuk terlihat tenang di permukaan, tidak diragukan lagi.

“Dan pendaftaran pun selesai. Kau dapat menggunakan ruangan itu saat kau ingin membahas hal-hal yang tidak ingin didengar oleh siapa pun, termasuk pelayanmu, karena suara-suara di luar sini dapat terdengar di tempat lain meskipun kau sudah mengosongkan ruangan ini.”

“Apakah siapa saja boleh masuk?”

“Tidak seperti ruang kerjaku, tidak ada batasan khusus yang diberlakukan di tempat ini.”

Kemungkinan besar gadis ini akan menggunakan ruangan itu setiap hari mulai sekarang. Melihat Fran menahan stres dan ketakutannya sendirian, tidak bisa mengeluh mengatakan sepatah kata pun, membuatku sangat senang.

“Kau baik-baik saja, Fran?” tanyaku.

“...Terima kasih telah membantuku, Arno.”

“Aku akan harus menjelaskan situasimu kepada Pastor Kepala jika dia bertanya. Maafkan aku, Fran, tapi tidak banyak yang bisa kuperbuat dengan posisiku.”

...Aku berniat untuk menceritakan semua padanya terlepas dari apakah dia menanyakannya atau tidak. Bagaimana rasanya mengetahui bahwa Pastor Kepala yang sangat kau hormati akan mengetahui rahasia masa lalu yang paling ingin kau sembunyikan? Aku tersenyum kecil, menyembunyikan racun di baliknya, dan Fran pun mengangguk pasrah.

“Kurasa Pastor Kepala akan menanyakan detailnya, tetapi tidak ada yang bisa dilakukan tentang itu. Aku hanya bisa bersyukur bahwa Suster Myne, atau lebih tepatnya Lady Rozemyne, belum mendengarnya.”

...Oh, jadi kau lebih khawatir tentang Lady Rozemyne ​​daripada Pastor Kepala? Aah, aku jadi penasaran kapan dan di mana aku bisa memberi tahu dia, kalau begitu...

Fran telah menerima rasa sayang dari Suster Margaret yang sangat kuinginkan, namun menolaknya.

Fran hanya menyaksikan saat Suster Margaret jatuh dalam keputusasaan, karena tidak dapat kembali ke lingkungan masyarakat bangsawan akibat telah tidur dengan seorang pendeta jubah abu-abu. Dia pun tidak berbuat apa-apa untuk mencegahnya bunuh diri.

Fran malah bersyukur pada para dewa dengan perasaan sangat lega ketika Suster Margaret meninggal.

Aku belum memaafkanmu, Fran.


Note: Aaaargh!! Si Arno ini sinting gila miring kali ya!? Dibutakan sama nafsu sampai-sampai nggak ngeliat penderitaan sesamanya yang notabene di-r4p3 pas masih kecil! Gila nih orang!🤬

.

.

.

Sorry, aq perlu tempat pelampiasan emosi…