Kau… (3)

(Penerjemah : Ei-chan)


Clunk.

Kereta mulai bergerak.

Meeeow.

On dan Hong melirik Cage dan Taylor yang sedang duduk seberang mereka, dan menempel dekat-dekat pada Cale.

“Tuan Muda Cale, apa Anda tahu apapun mengenai acara kerajaan ini?”

Cale melihat ke arah Taylor. Pria itu baik-baik saja dibandingkan si pendeta wanita, yang sedang berjuang menghadapi pengarnya. Malahan, dia bahkan lebih baik daripada Cale. Bangsawan yang kelihatan lemah ini memiliki toleransi terhadap alkohol terkuat dari antara mereka bertiga.

Cale pun menanggapi Taylor yang menatapnya.

“Ini pertama kalinya saya pergi ke istana. Saya hanya pernah ke Pertemuan Bangsawan-Bangsawan Timur Laut beberapa tahun yang lalu.”

Taylor tidak mengungkit hal ini hanya untuk memulai percakapan. Ini hanya karena dia ingin bermurah hati berbagi sepotong informasi dengan Cale.

“Saya mengerti. Acara kali ini adalah untuk merayakan ulang tahun ke-50 Paduka Yang Mulia, Raja kita saat ini. Ini adalah sebuah festival yang menghibur bagi para rakyat.”

Melihat Cale berbicara seakan-akan ini tidak melibatkan dirinya, Taylor pun merasa penasaran.

“Kedengarannya ini bukanlah festival yang menyenangkan bagi Tuan Muda Cale?”

‘Bagaimana bisa ini menjadi festival yang akan kunikmati saat jantungku menggila memikirkan peristiwa teror?’

Cale tidak menyuarakannya terang-terangan. Mungkin hanya dia orang yang tahu tentang organisasi rahasia dan peristiwa teror yang akan datang.

Tahu tentang fakta semacam itu tentunya akan menimbulkan beban rasa tanggung jawab dan sakit kepala. Tentu saja, ada hubungan antara rasa tanggung jawab dan sakit kepala itu.

‘Aku akan mencegahnya, tapi aku akan menyingkir jika sekiranya aku akan terluka atau lelah.’

Itulah sudut pandang Cale tentang peristiwa teror tersebut. Lakukan secukupnya supaya aku tidak direpotkan. Akan tetapi, orang seperti Cale—bukan, Kim Rok Soo—yang memiliki rasa takut akan kematian, tidak bisa berpura-pura tidak tahu apapun.

“Ini pun bukanlah festival untuk Anda, Tuan Muda Taylor.”

Taylor, sekaligus Cage—yang mengerutkan wajah karena pengarnya—mulai tersenyum mendengar perkataan Cale.

“Saya menganggap ini sebagai rintangan terakhir saya sebelum saya bisa merayakan."

Dibandingkan dengan penampilannya yang lembut, Taylor adalah orang yang berani mengambil resiko. Begitulah dia dapat berhadapan dengan Venion—bahkan dengan kepribadian etisnya—sebelum dia diserang.

"Tuan Muda Cale."

“Ya?”

"Berhati-hatilah dengan Yang Mulia Putera Mahkota."

Taylor memandang Cale dan lanjut bicara.

"Walaupun saya telah dikesampingkan, saya masih memiliki cara mendapatkan informasi di dalam Kediaman Marquis. Walaupun perayaan ulang tahun yang ke-50 untuk Raja ini direncanakan sejak awal, tindakan memanggil semua bangsawan untuk berkumpul adalah sesuatu yang Putera Mahkota sarankan."

Taylor tahu beberapa informasi tentang Putera Mahkota.

“Saya tidak yakin bagaimana seharusnya saya menggambarkan tentang Putera Mahkota pada Anda…”

Melihat Taylor yang berjuang, Cale menjawab dengan santai.

“Dia adalah orang yang berlidah licin.”

“Ah, ya! Err, maksud saya…”

Taylor, yang setuju dengan Cale, dengan cepat memucat dan mencoba untuk menarik perkataannya. Tapi pada akhirnya, dia pun terpaksa mengakui bahwa itu benar.

“Ya. Anda benar. Anda sudah tahu hal itu.”

“Bukankah itu informasi yang bisa ditemukan siapapun yang tertarik?”

“Tentu saja. Tapi ini pertama kalinya saya mendengar ada orang yang bicara terang-terangan seperti Anda, Tuan Muda Cale.”

Melihat Taylor menganggukkan kepala, Cale mulai memikirkan Putera Mahkota.

Lidah licin Putera Mahkota

Putera Mahkota sangat pandai dalam memberikan pujian pada orang-orang. Dia juga sangat mahir memuji orang-orang ini di depan publik atas jasa-jasa mereka dan memberi mereka pengakuan.

Setelah itu, dia memanfaatkan orang-orang ini.

Tentu saja, orang-orang yang dimanfaatkan ini tidak sadar bahwa mereka sedang dimanfaatkan. Salah satu dari para korban ini tidak lain adalah Choi Han, orang yang Putera Mahkota angkat sebagai teman dekatnya dan sebagai seorang pahlawan.

Bagi seorang rakyat jelata seperti Choi Han, dia berpikir adalah hal yang bagus jika Putera Mahkota memperlakukan dia secara akrab. Akan tetapi, bagi Cale—atau Kim Rok Soo yang membaca novel—Putera Mahkota adalah jenis orang yang paling dia benci. (TL: Ahahaha, benci nih~? Serius? 🤣)

‘Masalahnya adalah dia memanfaatkan orang-orang itu untuk alasan yang benar.’

Dia tidak memanfaatkan orang-orang untuk kepentingan ataupun kekuatannya sendiri. Dia menggunakan orang-orang tersebut bagi kerajaan, rakyat, dan untuk membuat negara menjadi lebih besar.

‘Kurasa terlalu berlebihan menyebutnya ‘memanfaatkan’ orang.’

Daripada memanfaatkan, lebih tepatnya seperti meminta bantuan mereka. Putera Mahkota tidak memberi perintah pada orang-orang ini dengan kekuasaannya, tapi sebaliknya meminta mereka dalam kedudukan yang setara.

Dia menggunakan lidah licinnya itu untuk banyak memuji mereka dan kemudian memberikan alasan yang sangat menyedihkan yang tidak bisa ditolak orang-orang tersebut. Sudah jelas, Choi Han tidak bisa berkata tidak. Rosalyn yang dingin namun sifatnya baik pun akhirnya setuju membantu.

Tentu saja, bahkan orang seperti itu pun memiliki kelemahan.

“Bagaimanapun Tuan Muda Cale, Yang Mulia Putera Mahkota, ahem, seperti yang sudah Anda ketahui, adalah hal yang melelahkan untuk terlibat dengan orang semacam itu.”

“Anda tidak perlu khawatir. Saya berencana untuk setenang mungkin sebelum pulang. Saya tidak suka terlihat mencolok.”

Cale menjawab seakan itu bukanlah apa-apa. Akan tetapi, dia kemudian menyadari bahwa keheningan memenuhi ruangan setelah dia menanggapi. Para anak kucing, On dan Hong; Cage, yang sedang berjuang dengan pengarnya; dan bahkan Taylor, yang menyunggingkan senyum lembut di wajahnya. Mereka semua memandangi Cale. 

“...Kenapa kalian memandang saya seperti itu?”

“Mm. Apa benar-benar bisa begitu? Tidak, bukan apa-apa.”

“Bukan apa-apa.”

Baik Cage dan Taylor mengatakan tidak sebelum memalingkan pandangan. Anak-anak kucing hanya menggelengkan kepala. Cale pun mengerutkan wajah dan menambahkan.

“Sekalipun saya akhirnya terseret, hal yang Tuan Muda Taylor dan Nona Pendeta pikirkan tidak akan terjadi.”

Taylor dan Cage bisa melihat bahwa Cale tersenyum. Senyumannya itu begitu licik sampai-sampai dia terlihat seperti seorang tokoh penjahat. Cale tersenyum pada mereka berdua sebelum melanjutkan,

“Saya juga memiliki lidah yang sangat licin.”

Putera Mahkota cenderung untuk menjauh dari orang-orang yang mirip dengan dirinya sendiri. Itu adalah sikap waspadanya pada orang lain seperti dirinya.

Jika Putera Mahkota  adalah jenis orang yang memuji orang lain dan memanfaatkan mereka untuk kepentingannya, Cale hanya perlu bertindak dalam cara yang sama.

Melihat Cage memandang dengan ekspresinya yang seakan mengatakan bahwa dirinya merasa lebih baik, Cale menatap langsung mata wanita itu. Cage pun angkat bicara.

“Saya rasa tampilan itu sangat cocok dengan Anda, Tuan Muda Cale. Anda terlihat sangat jahat.”

“Itu lebih bagus daripada terlihat seperti orang yang baik.”

‘Sudah kuduga.’

Cage mengangguk dan sepertinya memastikan sesuatu, tapi Cale tidak peduli. Alih-alih, dia menyibak tirai di jendela dan melihat ke luar.

Mereka cukup dekat dengan gerbang ibukota sekarang. Gerbang yang dituju kereta Cale adalah gerbang yang berbeda dengan yang digunakan para rakyat biasa. Dia sedang mengarah ke gerbang masuk bangsawan, yang membuatnya dapat masuk lebih cepat.

“Ibukota benar-benar berbeda.”

Itulah yang meluncur dari mulut Cale berdasarkan dari apa yang Cale lihat lewat jendela. Taylor sepertinya paham mengapa Cale merasa seperti itu, dan menganggukkan kepalanya.

“Kerajaan Roan adalah kerajaan ‘Bebatuan Besar’

Cale bisa melihat tembok besar yang mengelilingi ibukota. Ada banyak ukiran berbeda di tembok itu.

Kerajaan Roan cukup unik. Tidak hanya sebagai penghasil marmer terbesar di Benua Barat, tapi wilayah Barat Laut dan Barat Kerajaan Roan mengandung banyak sekali granit. Karena itu negeri ini disebut Negeri Bebatuan.

Jika kau pergi ke utara, mayoritas puncak-puncak gunungnya terbuat dari granit. Kerajaan Roan memiliki banyak sekali gunung berbatu.

Taylor terus berbicara seakan-akan dia baru mendadak teringat sesuatu.

“Jika Anda menyelidiki kisah-kisah kuno, ada banyak kisah yang berhubungan dengan ‘bebatuan’, bahkan sebelum Kerajaan Roan ada. Salah satunya mengatakan bahwa negeri ini memiliki seorang pelindung yang seperti batu besar.”

Kerajaan Roan berlokasi di Timur-Laut Benua Barat.

“Dia adalah pelindung yang bisa melindungi siapapun dari jenis serangan apapun. Ketika kegelapan turun ke benua, pelindung ini adalah salah satu yang berdiri menghadapinya.”

Ada banyak mitos berbeda mengenai akhir dari masa kuno. Kau akan mendengar banyak kisah berbeda selama perjalananmu mengelilingi benua.

Ada yang bilang bahwa akhir masa kuno tiba ketika kegelapan turun dan beberapa pahlawan berhasil mengalahkan kegelapan ini, yang lain mengatakan masa tersebut berakhir karena orang-orang saling merasa cemburu dengan kekuatan satu sama lain dan bertarung merebut kendali. Yang terakhir, bahkan ada yang mengatakan bahwa seorang dewa begitu marah sehingga dia menghancurkan semua makhluk hidup. (TL: Hm…bisa dibilang, semuanya hampir benar?)

Kisah yang Taylor diskusikan saat ini adalah salah satu dari banyak mitos tersebut.

“Taylor, kau sepertinya menyukai cerita itu?”

Taylor mengangguk mengiyakan pertanyaan Cage.

“Ya, benar.”

Cale menoleh melihat Taylor. Pria itu selalu bertubuh lemah, bahkan sebelum kakinya lumpuh. Taylor menepuk lututnya dan terus bicara.

“Pelindung itu dikatakan berdiri kokoh di tempatnya, seperti sebongkah batu besar, bahkan setelah semua yang ada di tubuhnya hancur. Begitulah dia bisa melindungi rakyat dan tanah di area Timur-Laut ini, yang ditutupi bebatuan.”

Ada banyak konten yang berbeda dalam cerita mengenai kegelapan yang turun ke benua ini.

Ketika kegelapan muncul di pusat benua, mitos-mitos lain menyampaikan kisah para pahlawan yang berjuang melawannya. Akan tetapi, tokoh utama dalam kisah yang Taylor ceritakan hanya berfokus pada melindungi.

Taylor menganggap individu seperti itu adalah seorang pahlawan.

“Sosok seperti itu tidak bisa bertahan hidup di masa kini. Karena itulah aku sangat menyukai mitos ini.”

“Tapi kau sepertinya tidak mempercayai itu?”

Taylor mengangguk menanggapi pertanyaan Cage.

Sangatlah langka melihat ada orang yang melukai dirinya sendiri dengan begitu parah untuk melindungi sesuatu.

“Aku setuju.”

Cale mengangguk menyetujui pernyataan Taylor. Adalah hal berbeda kalau melindungi dirimu sendiri, tapi pelindung ini melindungi orang lain dan wilayah Timur-Laut? Cale tidak bisa memahami logika semacam itu. (TL: Dia bilang nggak paham, tapi mungkin jadi teringat ‘itu’ kyknya…😔)

“Tapi ini pertama kalinya saya mendengar kisah sespesifik ini.”

Cale sudah membaca banyak jenis legenda dan mitos mengenai kekuatan kuno saat membaca sampai ke jilid 5 ‘Kelahiran Sang Pahlawan’. Akan tetapi, ini pertama kalinya dia mendengar tentang pelindung batu dari Kerajaan Roan.

“Mungkin karena kisah ini tidak begitu populer. Saya baru menemukannya saat melakukan penyelidikan informasi lewat teks-teks kuno tentang kekuatan kuno. Saya juga memberitahu Cage tentang itu.”

Cale kembali mengangguk, dan  menurunkan tirai sekali lagi. Dia kemudian mengeluarkan bandul kalung bulat dari sakunya dan melemparkannya pada Taylor.

“Bersiaplah.”

Taylor dan Cage sama-sama mengangguk dan berpegangan tangan dengan bandul kalung itu di tengah-tengah genggaman mereka. Alat sihir itu mulai beroperasi. Cage menghela napas dan mengambil sebuah botol dari pojok kereta.

Sesaat kemudian, kereta berhenti di luar gerbang bangsawan dan Cale bisa mendengar suara Wakil Kapten serta suara orang lain.

Tok, tok, tok.

“Tuan Muda, penjaga ibukota ingin memverifikasi penumpang.”

Bruak.

Kaki Cale menendang pintu kereta membuka. Dia bisa melihat ekspresi tenang Wakil Kapten, begitu pula penjaga ibukota yang gelisah. Cale memegang sebuah botol di satu tangan dan dan segelas penuh alkohol di tangan satunya, lalu melihat si penjaga ibukota.

“Lihat saja.”

Bagian dalam kereta dipenuhi aroma alkohol. Wajah Cale sangat bersemu merah dan aroma ini sangat memperjelas bahwa dia sudah minum-minum sejak semalam.

Walaupun festival masih seminggu lagi, banyak bangsawan yang sudah melewati gerbang masuk ini. Dua dari penjaga ibukota itu melihat ke bagian dalam kereta setiap kali melakukan pengecekan. Akan tetapi, penjaga ini tidak pernah melihat pemandangan semacam ini sebelumnya. Wakil Kapten tersenyum lembut pada si penjaga dan mulai bicara.

“Tuan Muda pulih dari mabuknya dengan meminum lebih banyak alkohol. Dia adalah orang yang telah mencapai puncak melampaui mabuk.”

Cale memandang si penjaga yang gelisah dan Wakil Kapten yang sedang mencoba memujinya sebaik mungkin lalu mulai berpikir.

‘Ah, ini melelahkan.’

Karena itulah dia kemudian berkata begini, 

“Bisa lebih cepat?”

Penjaga itu memanggil penjaga lainnya untuk memeriksa kereta tersebut, yang penuh dengan botol-botol alkohol kosong lalu memberikan persetujuan.

“Semuanya terlihat tidak ada masalah.”

Wakil Kapten perlahan menutup pintu tersebut sementara penjaga itu menyambut Cale.

“Selamat datang di ibukota.”

Kraaak. Klik.

Pintu tertutup sepenuhnya dan kereta itu bergulir melewati gerbang.

Cale menyodorkan gelas yang penuh di tangannya itu dan bicara,

“Kelihatannya, selamat datang di ibukota.”

Taylor, yang tidak lagi tak kasat mata, mulai tertawa saat menyerahkan bandul kalung itu pada Cale dan menerima gelas itu.

“Sudah lama sekali sejak saya disambut seperti ini.”

Rombongan Cale pun tiba di ibukota.