Kau… (2)
(Penerjemah : Ei-chan)
"Masuklah."
Cale memberi tanda agar mereka masuk ke dalam kamar dan Cage mendorong masuk kursi roda Taylor. Begitu mereka bertiga duduk di meja, Cale bahkan tidak melirik alkohol tersebut sebelum bertanya.
"Apa yang kalian inginkan?"
Suara Cale terdengar sangat dingin dan datar seperti biasa. Akan tetapi, ini justru memastikan anggapan Taylor bahwa orang di depannya ini bukanlah seorang sampah. Malahan, orang ini lebih cerdas daripada yang kebanyakan orang pikir.
Taylor tidak datang ke sini hanya untuk minum-minum dengan Cale. Alkohol hanya enak saat kau meminumnya bersama dengan orang yang bisa kau percaya. Minum dengan orang lainnya hanya untuk mempermudah obrolan dan mengamati pihak lain.
“Orang seperti apakah saya menurut Anda, Tuan Muda Cale?”
Cale mengamati Taylor dalam diam setelah mendengar pertanyaannya, sebelum mendekati ranjang dan mengambil sebuah kantung. Dia membawanya kembali dan menaruhnya di atas meja.
Clang.
Sebuah suara logam mengisi ruangan saat kantung itu terbuka sedikit. Di dalamnya ada banyak koin emas, perak, dan perunggu. Suara percaya diri Cale memenuhi kamar.
“Saya tidak tahu mengapa Anda menuju ke ibukota saat ini, ketika perhatian para bangsawan terfokus pada ibukota, tapi saya yakin hanya ada satu hal yang orang-orang seperti Anda yang pergi menuju ke sarang singa inginkan dari saya.”
Cale sudah menduga ini begitu mereka meminta untuk mengikuti dia ke ibukota, begitu pula setiap kali dia merasakan tatapan mereka selama perjalanan.
“Keluarga kaya raya Henituse. Anda menginginkan uang, ya ‘kan?”
Hoo.
Cage si pendeta wanita menghela napas yang hampir seperti suara terkesiap kagum. Taylor adalah seseorang yang dulu biasa bermain di kalangan atas sebelum runtuh, tapi Cage adalah orang yang selalu berada di bawah. Bagi seseorang sepertinya, Cale adalah individu yang unik.
Dia meminta alkohol pada deputi butler kapanpun dia senggang.
Dia sama sekali tidak peduli apa yang bawahannya lakukan, dan hanya makan makanan berkualitas tinggi.
Dia hanya tinggal di penginapan paling mewah dan selalu terlihat santai. Dia juga tidak peduli tentang apa yang dia katakan pada orang lain.
Akan tetapi, dia jelas bukanlah sampah.
Temannya, Taylor, paham hal ini bahkan lebih baik dari dirinya.
“Jadi Anda sudah tahu.”
“Itu mudah sekali.”
Cale menjawab seakan itu sama sekali bukanlah hal yang sulit untuk diterka.
“Berdasarkan dari bagaimana Anda melakukan perjalanan, Anda kelihatannya kekurangan uang. Untuk bisa tinggal di ibukota, terutama secara diam-diam, Anda sangat membutuhkan uang lebih dari apapun. Saya yakin ini bukanlah rencana Anda pada awalnya, tapi wajar saja untuk memintanya ketika ada kura-kura emas berpergian dengan Anda.”
Taylor tidak bisa menyangkal dengan apapun yang Cale barusan katakan. Itulah kebenarannya. Cale Henituse adalah seseorang yang tidak mencoba untuk menghindari dia, putera sulung yang dicampakkan oleh keluarganya. Meminta Cale dan berharap mendapatkan uang adalah tindakan mereka yang terbaik.
Bahkan sekalipun Cale menolak, dia tidak terlihat akan memberitahu Venion tentang permintaan Taylor. Cale sepertinya membenci hal-hal yang rumit.
Di mata Taylor, Cale adalah seseorang yang secara sukarela bersembunyi dari orang lain.
“Terima kasih banyak, Tuan Muda Cale.”
Cale tidak berkata ‘sama-sama’. Sebaliknya, dia bersiap untuk menjalankan rencana yang telah dia susun dan pikirkan sejak mereka mulai mengikutinya.
“Apa kalian akan berangkat pagi-pagi sekali?”
“Ya. Kami berencana untuk pergi diam-diam, tapi datang kemari untuk menemui Anda sebelum kami pergi. Kami harus mengurus semua hal sendirian.”
Mata Taylor terlihat jernih sementara dia duduk di kursi rodanya. Akan tetapi, Cale tidak bisa melihat perasaan positif dalam pandangan pria itu ketika mereka berkontak mata.
“Apa Anda akan masuk lewat kuil?”
Begitu ekspresi Taylor menunjukkan keterkejutan bagaimana Cale bisa tahu, Cage pun ikut bicara.
“Ya. Kami berencana untuk masuk lewat kuil.”
Mereka rencananya akan menyamarkan Taylor sebagai seorang anggota kuil dan menyelundupkan dia masuk. Akan tetapi, melakukan hal itu bisa memberi tahu Kuil Kematian tentang keberadaan Cage. Cage bersedia menempatkan dirinya dalam bahaya seperti itu demi Taylor.
Akan tetapi, bahkan dengan masuk seperti itu tidak akan menjamin kerahasiaan mereka. Cale menunjukkan masalah itu.
“Sekalipun Anda masuk lewat kuil, Venion atau Marquis akan mendengar tentang hal itu dalam tiga hari. Kemungkinan besar mereka memiliki informan di dalam Kuil Kematian juga.”
“...Informasi Anda sangat bagus.”
Cage mulai tersenyum. Ada sesuatu yang mendadak dia sadari tentang Cale.
“Tuan Muda Cale, saya yakin ada alasan yang membuat Anda penasaran tentang tindakan kami?”
Tap. Tap.
Telunjuk Cale mengetuk-ngetuk meja.
“Bawa uang ini dan beritahu pemilik penginapan bahwa Anda dan orang-orang Anda akan menginap satu hari lagi di sini.”
Cale kemudian mengangkat jari dan menunjuk pada mereka berdua.
“Sedangkan kalian berdua, kalian akan naik ke kereta saya. Sisa anggota rombongan kalian akan masuk ke ibukota satu hari kemudian.”
Screech.
Cale mendorong mundur kursi dan berdiri. Dia kemudian pergi dan mengambil benda lainnya dari kotak sihir lalu menaruhnya di atas meja.
“Ini adalah alat sihir yang akan membuat semua makhluk hidup di dalam area tertentu menjadi tak terlihat selama lima menit.”
Ini adalah benda kedua yang perlu disewa atas nama Billos.
-‘Tuan Muda, apa Anda berencana mencuri sesuatu?’
-‘Mencuri? Tidak. Aku berencana menghancurkan sesuatu.’
-‘…Menghancurkan sesuatu?’
Dia tadinya berencana menggunakan benda ini saat Peristiwa Teror Alun-Alun, tapi dia punya alasan menggunakan ini lebih awal sekarang. Cale bersyukur ini bukanlah benda sekali pakai.
Keheningan memenuhi ruangan begitu Cale berhenti bicara. Tatapan Cage dan Taylor beralih-alih antara Cale dan benda itu, dan bibir mereka terbuka menutup beberapa kali, tapi mereka tidak bisa berkata apapun. Mereka akhirnya berhasil bertanya setelah terbungkam beberapa lama.
“Kenapa-”
Tuan Muda Taylor, yang terdiam beberapa lama, bertanya lamat-lamat.
“Kenapa Anda melakukan ini untuk kami? Anda tidak mendapatkan apapun dari ini.”
‘Kenapa? Aku harus membantumu sedikit karena aku yang menyebabkannya. Ini juga tidak akan membahayakanku lagipula.’
Sebagai tambahan, jika Taylor berhasil mengambil alih posisi Marquis, Cale tidak perlu khawatir tentang Marquis Stan atau keserakahan Venion begitu perang dengan negara tetangga dimulai. Itu akan membantu wilayah Henituse untuk tetap tenang dan membuat Cale hidup dengan damai.
“Haruskah saya menjawabnya?”
“Ya. Saya ingin mendengar alasan Anda.”
Taylor ingin mendengar respon Cale. Cale dengan datarnya menjawab pertanyaan Taylor. Tanggapannya brutal sekaligus dingin.
“Itu karena Anda sangat menyedihkan. Saya ingin tahu apa sebenarnya yang membuat Anda, seseorang yang cacat yang tidak tahu kapan dia akan mati, melakukan semua ini. Putera sulung seorang Marquis sampai meminta uang dari seorang sampah keluarga Count, itu sangatlah menyedihkan.”
Mulut Taylor perlahan membuka dan menutup, sebelum dia akhirnya tertawa pelan. Taylor kemudian menepuk lutut dengan tangannya. Dia tidak bisa merasakan apapun ketika melakukan itu.
Akan tetapi, mata, hidung, mulut, tangan, dan anggota tubuhnya masihlah hidup. Taylor pun mulai tersenyum cerah.
“Terima kasih atas simpati Anda. Saya membutuhkan simpati semacam itu.”
“Akan tetapi, ada satu syarat untuk semua ini.”
Cale tidak mempedulikan ucapan terima kasih Taylor.
“Apakah itu?”
“Lupakan semuanya.”
Cale mengulanginya sekali lagi, sambil mendorong kantung berisi uang tersebut pada Taylor.
“Lupakan apapun yang telah terjadi.”
Cale menunjukkan bahwa dia bersedia untuk membantu mereka, tapi tidak ingin terlibat dengan mereka lebih jauh. Cage melangkah maju. Inilah alasan dia datang bersama Taylor.
“Tuan Muda Taylor dan saya akan melakukan sumpah pada Dewa Kematian untuk tidak mengungkap apapun. Saya yakin Anda tentunya tahu bahwa siapapun yang melanggar sumpah yang dibuat atas nama Dewa Kematian akan mati?”
“Ya, saya tahu. Tolong bersumpahlah.”
Cale tersenyum mendengar perkataannya. Sebuah sumpah yang dibuat atas Dewa Kematian. Karena Cale percaya pada sumpah terkenal inilah maka dia bersedia untuk membantu mereka.
Cage si pendeta pun tertawa setelah melihat senyuman Cale tentang keputusan mereka untuk bersumpah pada Dewa Kematian.
“Saya rasa Tuan Muda Cale tidak akan membuat sumpah?”
“Tepat. Jika hal-hal menjadi rumit di kemudian hari karena ini, saya berencana untuk mengungkap semuanya.”
“Pada Venion.”
“Ya.”
Cale menjawab dengan percaya diri. Mendengar jawaban Cale malah membuat Taylor jadi semakin tenang. Taylor suka dengan fakta bahwa Cale bersikap jujur dan mengatakan akan mengungkap semuanya jika itu merepotkan Cale dalam cara apapun di kemudian hari.
“Cage. Ayo lakukan.”
“Baiklah.”
Taylor dan Cage. Mereka berdua tidak lagi berbicara formal di depan Cale. Itu adalah tanda mereka untuk satu sama lain bahwa mereka akan mengungkap hampir semuanya pada Cale.
“Kami akan memulainya sekarang.”
Malam ini adalah malam bulan baru. Di malam seperti ini, ketika bulan tidak terlihat, adalah saat ketika kekuatan Dewa Kematian berada di puncaknya. Cage memejamkan mata dan mengumpulkan tangan di depannya. Itu terlihat berbeda dengan saat orang-orang berdoa. Kedua telapak tangannya tertuju pada Taylor dan dirinya sendiri.
Oooooong.
Sebuah getaran kecil memenuhi udara. Di saat yang sama, sebuah asap hitam mulai muncul dari ujung-ujung jari Cage dan melingkupi mereka bertiga.
‘Apakah ini kekuatan suci?’
Cale dipenuhi dengan sensasi aneh saat merasakan kekuatan di sekelilingnya. Ini jelas berbeda dari kekuatan kuno, tapi tetaplah terasa hangat, meskipun warnanya hitam.
“Aku, Cage, puteri dari malam abadi, ingin meminjam nama sang malam untuk membuat sumpah bersama dengan Taylor Stan. Sebuah sumpah yang dibuat dengan nyawa kami, siapapun yang melanggar sumpah ini akan jatuh dalam kegelapan kekal.”
Cage membuka mata dan menatap Cale serta Taylor sebelum lanjut bicara.
“Aku, Cage, dan Taylor Stan, bersumpah untuk menjaga diskusi malam ini sebagai rahasia yang hanya akan dibagikan dengan saksi, Cale Henituse. Kami tidak akan membahas ini dengan siapapun.”
“Dengan siapapun.”
Taylor mengulangi kata-kata terakhir. Cage memejamkan mata setelah mendengar suara Taylor. Asap hitam melingkupi mereka bertiga sekali lagi. Dan kemudian…
Ooooong.
Dengan getaran lainnya, asap itu menghilang. Sumpah itu sudah selesai.
“Sangat sederhana.”
Cale bisa merasakan sensasi janggal di tangannya sambil berbagi pikirannya. Ini mirip dengan kekuatan kuno. Dia bisa merasakan hal-hal yang berhubungan dengan sumpah.
“Sensasi yang Anda rasakan saat ini adalah kekuatan dari sumpah. Begitu kami melanggar sumpah itu, Tuan Muda Cale akan diinformasikan tentang kematian kami sebagai saksi.”
“Aku mengerti.”
Cale dengan mudahnya menerima penjelasan itu. Dia tidak punya pilihan karena sensasi di tangannya itu. Dia mulai memeriksa perbedaan antara kekuatan suci dan kekuatan kuno dalam dirinya.
Di saat itulah, Taylor menaruh botol alkohol yang dia bawa di tengah-tengah meja.
Tap.
Botol itu sekarang ada di tengah meja.
“Tuan Muda Cale, apa Anda akan minum?”
“Minum?”
Cale menyembunyikan keinginannya agar mereka pergi, dan menanyakan maksud mereka. Taylor menganggukkan kepala pada pertanyaan Cale.
“Ya. Alkohol. Alkohol dibutuhkan pada hari yang bagus.”
Taylor ingin minum dengan Cale, seseorang yang tidak bisa dia percayai sampai baru-baru ini. Cage sepertinya menyadari sesuatu dari tindakannya, dan mulai tersenyum sebelum memasukan tangannya ke dalam lengan pakaian pendetanya yang lebar.
“Tada!”
Tiga gelas minuman muncul dari lengan bajunya.
“Hoo.”
Cale menatap gelas-gelas itu, botol alkohol, dan pendeta wanita itu dengan keheranan. Dia tidak bisa percaya bahwa wanita itu membawa-bawa gelas seperti itu di lengan bajunya.
“Nona Pendeta.”
“Ya?”
“Kau hebat.”
Dia benar-benar pecandu alkohol. Cale mengambil satu gelas darinya dan Taylor mengisinya. Begitu ketiga gelas mereka penuh, Cage bertanya pada Cale.
“Tuan Muda Cale, tidakkah aneh seorang pendeta minum-minum?”
Cale menelengkan kepala dan bertanya,
“Apakah itu urusan saya?”
Cale tidak bertanya apakah seharusnya wanita itu minum atau tidak.
“Wow. Saya benar-benar menyukai Anda.”
Cage berbagi kekagumannya sambil menepuk keras-keras lututnya dengan tangan satunya lagi. Dia kemudian bertanya malu-malu pada Cale.
“Tuan Muda Cale, apakah Anda tidak ada keinginan untuk mengenal seorang kakak perempuan dengan kepribadian luar biasa?
“Tidak ada.”
Cale menjawab dengan tegas dan Taylor cepat-cepat menambahkan.
“...Bagaimana dengan kakak laki-laki dengan kepribadian luar biasa?”
“Lebih tidak mau.”
Cage dan Taylor sama-sama mulai tertawa alih-alih kecewa dengan jawaban Cale. Cale tidak tahu apa yang lucu dengan jawabannya ini, tapi mengangkat gelasnya dan mulai berucap,
“Bersulang.”
Clang. Tiga gelas berbenturan bersama. Sebuah malam bulan baru. Tidak ada bulan di langit, tapi minuman keras ini lebih dalam daripada bulan dan menciptakan sebuah benang yang menghubungkan ketiga individu ini.
Keesokan paginya.
“Tuan Muda, apakah kita akan berangkat?”
Cale tidak tahu apakah Hans memang lambat atau hanya merasa ini menggelikan. Deputi butler Hans sudah mendengar situasinya dari Cale dan berpura-pura tidak melihat kedua orang di pojok kereta Cale, malah bertanya dengan suara keras Cale apakah mereka akan berangkat.
“Ya. Ayo pergi.”
Tentu saja, Cale dengan santainya memberi perintah untuk berangkat.
Dua jam. Mereka akan tiba di pintu masuk ibukota dalam dua jam.
0 Comments
Posting Komentar