Membalas Jasa (4)

(Penerjemah : Ei-chan)


Alih-alih, si Naga Hitam hanya perlahan merangkak kembali ke jalan kecil itu. Sementara Cale memperhatikan naga itu dengan tidak percaya, dia bisa mendengar suara pelan yang menembus angin mencapai telinganya.

“...Aku…hanya sedang lewat.”

“Tsk.”

Punggung Naga Hitam itu berjengit setelah mendengar Cale mendecakkan lidahnya, tapi Cale tidak punya waktu untuk memperhatikan naga itu. Angin di gua ini memiliki siklus 3 jam angin kuat dan 3 jam angin lemah. Ini adalah saat di mana angin mulai melemah. Tentu saja, angin ini akan menguat semakin dia mendekati pusatnya.

Swiiiiiiiiiiiiish.

“Benar-benar menyeramkan.”

Angin ini masih cukup kuat untuk disebut ‘fase lemah’. Novel menyebutkan bahwa pria tua 150 tahun itu berjalan menembus angin kencang ini untuk sampai ke menara batu.

Cale mengalihkan pandangannya kembali ke tengah-tengah gua. Area luas di bawah tanah. Di tengah-tengah angin puting beliung itu ada sebuah menara batu setengah jadi. Kelihatannya tidak ada angin di sana. Di sebelah tumpukan setengah jadi itu ada banyak batu-batu lainnya.

‘Aku harus menumpuk semua batu itu.’

Masalahnya adalah bagaimana mendekati menara itu. Menumpuk batunya tidaklah masalah.

Cale mengamati perisai dan sayap yang melingkupinya sebelum mengambil satu langkah maju.

Tang. Tang. Angin kencang berbenturan dengan perisai. Meskipun perisai perak itu transparan, tapi terdengar seakan-akan angin membentur sebuah perisai logam yang sebenarnya.


Suara itu membuat Naga Hitam yang sedang memalingkan wajah perlahan menoleh menatap Cale.

“...Tapi kau lemah…”

Cale yang naga itu lihat sedang dalam kesulitan, meskipun perisai dan sayap melindunginya. Angin yang tidak bisa ditahan oleh perisai dan sayap membuat pakaiannya berkibar. Angin itu menembus lewat bagian bawah perisai, membuat orang itu berhenti bergerak sesekali.

Akan tetapi, Cale tetap maju selangkah demi selangkah. Kemudian naga itu melihatnya.

Cale tersenyum. Manusia ini, yang tidak ada apa-apanya dibandingkan puting beliung yang kuat, manusia yang sama yang bahkan lebih lemah daripada anak-anak kucing yang ikut berpergian dengannya, manusia terlemah dari semua yang ikut dengannya, kini sedang tersenyum sambil berjalan menembus angin ini.

Naga tersebut tidak pernah melihat perisai perak semacam itu sebelumnya. Dia juga tidak pernah melihat sayap seperti itu. Naga itu melihat sayapnya sendiri. Sangat berbeda dari sayap miliknya. Sayap itu sangatlah indah. Naga itu penasaran kekuatan apakah itu sebenarnya.

Akan tetapi, naga itu fokus bukan pada perisai yang terlihat suci dan agung maupun sayapnya. Perhatiannya sepenuhnya tertuju pada Cale yang sedang tersenyum.

Dan target dari pandangan itu, Cale, terus tersenyum.


‘Ini bisa dilakukan. Ini nyaman.’

Sedikit sulit dan lambat karena angin, tapi ini termasuk mudah. Dibandingkan dengan bagaimana Beacrox hampir terbunuh oleh Ron saat diajari seni berpedang, ini adalah permainan anak-anak.

Ini membuat Cale sekali lagi merasa benar-benar adalah hal yang terbaik mendapatkan sesuatu tanpa perlu bersusah payah.

Tidak ada tekanan fisik maupun mental yang dialami saat menggunakan Perisai Tak Dapat Hancur. Memang akan ada sedikit tekanan kalau ini sampai hancur, tapi perisai ini tidak dalam bahaya akan hancur saat ini.

‘Benda ini hanya terdorong mundur.’

Perisai ini hanya terdorong mundur jika anginnya kuat. Sejujurnya, Cale sudah memperkirakan akan terdorong mundur beberapa kali. Karena itulah dia awalnya menurunkan kekuatan perisai itu dan memperbesarnya sebisa mungkin. Dia telah berencana akan perlahan menyusutkan ukuran perisai tersebut kapanpun dia didorong mundur.

Namun, perisai ini bekerja lebih baik daripada yang Cale perkirakan. Ini membuat Cale agak berpuas diri, tapi saat dia mencapai sekitar pertengahan ke pusat puting beliung, dia harus menyingkirkan semua pikiran itu.

Novel mengatakan bahwa kau akan mendengar sebuah suara begitu kau mendekati pusat. Suara itu seharusnya adalah suara seorang pria tua.

Cale menunggu suara itu. Puting beliung tersebut seharusnya jadi lebih kuat begitu suara itu mulai muncul.

-Aku menyesalinya.

Dia bisa mendengar suara tersebut tapi ada yang sedikit aneh.

-Ahem, aku menyesalinya.

Itu adalah seorang pria tua yang malang.

“Tsk tsk.”

Cale mendecakkan lidah. Tidak satu pun dari kekuatan kuno ini yang normal. Kenapa Taylor berpikir suara pria tua ini tulus? Cale tidak bisa memahami cara berpikir Taylor.

Akan tetapi, Cale berhenti mendecakkan lidah dan bergerak.

-Orang yang memiliki kekuatan yang kukenal, kuharap kau tidak mengambil kekuatan ini.

“Hmm?”

''Orang yang memiliki kekuatan yang kukenal'?'

Kalimat itu menarik perhatian Cale. Di saat yang sama, angin mulai semakin kuat dan menyapu penjuru area itu.

Tang. Tang. Tang. Angin tersebut bahkan berbenturan lebih keras lagi dengan perisai transparan dan menimbulkan suara bising. Akan tetapi, ekspresi cemas Cale bukan karena angin ini. Rambutnya terus-menerus berkibar ditiup angin.

'Apa yang dia bicarakan itu maksudnya Perisai Tak Dapat Hancur?'

Satu-satunya hal yang Cale dapat perkirakan tentang 'kekuatan yang dikenal' ini adalah Perisai Tak Dapat Hancur. Dia tidak mengatakan apapun semacam itu pada Taylor di dalam novel. Apakah si pemilik kekuatan kuno ini mengenal pemilik Perisai Tak Dapat Hancur? Banyak pikiran berseliweran dalam benak Cale secara sekaligus.

Akan tetapi, Cale tetap memilih untuk melangkah maju untuk saat ini. Angin hanya akan semakin kuat kalau dia menundanya lebih lama lagi.

-Aku pada dasarnya mengkhianati rekan-rekanku! Aku orang yang mengerikan! Ahem, hanya aku yang tetap hidup dan bertambah tua. Betapa memalukannya aku?!

Cale hanya bisa mendengar suara pria tua sesekali sementara dirinya kesulitan untuk maju selangkah demi selangkah.

-Aku tadinya berharap semua orang akan hidup kembali. Akan tetapi, harapanku adalah sesuatu yang tidak bisa dicapai. Aku hanya bisa meratap dan menangis! Karena itulah aku tidak bisa menyelesaikan menara batuku.

“Menyebalkan sekali.”

Cale merasa suara ratapan pria tua itu menyebalkan. Omong kosong tentang ketulusan, yang ada kedengarannya dia ingin mati. Itu adalah hal yang Cale benci. Epikurean jauh lebih baik.

Cale memusatkan tubuhnya setelah terdorong mundur sedikit dan mengerahkan sedikit tenaga pada kaki. Dia bisa mendengar suara tersebut sekali lagi setelah mengambil langkah lain.

-Kekuatan pemulihan ini tidak ada gunanya. Ini hanya bisa melindungi diriku sendiri. Ini sama sekali tidak berguna. Aku adalah sampah!

Cale mengabaikan tangisan si pria tua yang tersampaikan lewat pikirannya. Kekuatan untuk melindungi diri sendiri itu adalah hal yang paling penting bagi Cale. Siapa peduli kalau itu membuatnya menjadi sampah. Itu tidak masalah selama dia bisa hidup.

Tinggal lima langkah lagi. Pusat badai itu berada tepat di hadapannya.

Boom. Boom. Boom.

Suara angin yang berbenturan pun semakin kencang. Seakan-akan seorang manusia sedang meninju perisai tersebut.

'Ini bisa saja hancur.'

Cale berpikir bahwa angin ini mungkin sekarang cukup kuat untuk membuat perisainya hancur. Angin tersebut memberi dampak lebih banyak daripada sekedar mendorong mundur dirinya. Begitu Cale merasa angin itu bisa saja menyayatnya, dia menyadari hal lainnya juga.

-Aku tidak mati bahkan saat angin menyayatku seperti pedang yang tajam.

Itu adalah fakta bahwa para pemilik kekuatan kuno luar biasa cerewet.

Cale langsung meringkuk dan mengurangi ukuran perisai. Boom. Boom. Perisai tersebut kini lebih kecil, tapi sebagai gantinya menjadi lebih kuat. Itu dapat mendorong balik kekuatan angin yang bahkan lebih kuat.

Cale menjulurkan tangan ke perisai transparan itu dan mencengkram pegangan di bagian dalam perisai sambil terus bergerak maju.

Satu langkah.

-Pemulihan adalah kekuatan terkutuk.

Dua langkah.

-Jantungku selalu berdetak, tapi aku tidak bisa bergerak maju.

Tiga langkah.

-Itu karena aku takut dengan kematian.

Empat langkah.

-Aku takut rasa sakit karena aku selalu cedera, dan aku lebih takut lagi dengan kematian, akhir dari rasa sakit itu.

Dan akhirnya.

Cale mengambil langkah kelima terakhir.

Shhhhhhhhhhhhhhh-

Bagian dalam area tak berangin terdengar bagaikan sedang hujan di sekeliling Cale. Mata badai. Angin-angin berkerumun di area luar pusat yang tenang ini. Dia bisa mendengar suara pria tua itu bersama dengan suara angin.

-Aku memilih untuk membuang semua hal lain supaya aku dapat terus hidup.

Itulah hal terakhir yang pak tua itu katakan.

“Cih.”

'Siapa yang peduli tentang hal lain? Nyawa lebih penting.'

Pria tua itu memiliki banyak hal tidak berguna untuk dikatakan. Cale mendecakkan lidah dan mengembalikan perisai itu ke jantungnya. Cahaya perak yang mengelilinginya menghilang dalam sekejap.

Dia menuju ke menara batu setengah jadi dan berjongkok di depannya.

Ini adalah menara batu biasa yang bisa kau temukan di puncak gunung.

Akan tetapi, semua batunya berwarna hitam. Sama seperti pohon pemakan manusia, batu-batu ini yang telah ada sejak zaman dahulu berbeda dari batu-batu biasa. Begitu pula dengan angin yang mengelilingi area ini.

"Terserahlah."

Cale, yang tadinya berniat untuk membuatnya selesai secara estetik, berubah pikiran. Itu akan terlalu menyebalkan. Dia mengeluarkan sepasang sarung tangan dari sakunya dan memasangnya sebelum mengambil batu-batu itu untuk ditumpuk di sisa menara batu.

Klak. Klak. Klack. Menara batu itu dibangun, satu per satu.

Tidak perlu waktu lama. Bahkan Taylor menyelesaikan bagian ini dengan cukup mudah. Akan tetapi, Cage, yang tidak ikut masuk ke bagian pusat dan menunggu di luar mata badai, cukup menderita. Di area pusat ini, sama seperti semua kekuatan kuno, adalah tempat di mana orang hanya bisa masuk sendirian.

"Ini mudah."

Cale memungut batu hitam terakhir dan menaruhnya dengan lembut di puncak menara batu itu. Di saat itulah…

Flash!

Batu-batu hitam perlahan berubah menjadi putih. Di saat yang sama, Cale bangkit dan melihat sekeliling.

Angin perlahan mereda.

“…Huh?”

Cale mengabaikan suara kebingungan si naga dan menunggu sampai semua anginnya mereda total. Dia kemudian menyilangkan lengan dan mendengarkan suara pria tua itu. Dia tidak punya pilihan.

-Aku mencoba bertarung dengan mereka. Akan tetapi, aku tidak tahu kalau aku begitu lemah terhadap rasa sakit. Mereka bukanlah orang yang melayani sang dewa. Aku baru menyadari itu setelah kami berpisah jalan dan berakhir seorang diri.

Kata-kata pria tua itu menarik perhatian Cale. Dia kemudian mengingat perkataan si Perisai Tak Dapat Hancur.


-'Orang-orang dari Hutan Kegelapan yang mengaku bahwa mereka adalah pelayan sang dewa hanya memberiku makanan payah.'


Dia punya firasat bahwa dia telah mempelajari hal yang seharusnya tidak dia ketahui.

Dia memiliki perasaan janggal bahwa banyak hal yang dia dengar adalah hal-hal yang seharusnya tidak diberitahu pada orang lain seumur hidupnya ini.

Cale semakin mengerutkan dahi saat si pria tua lanjut biacafat. Suara itu hanya bisa didengar Cale, dengan demikian membuat si naga ragu-ragu saat memperhatikan Cale yang berdiri dalam diam.

-Aku menumpuk batu-batu itu. Aku menumpuknya dengan harapan dapat memutar kembali waktu, berharap aku bisa bahagia. Tapi kemudian aku menghancurkannya.

-Aku benci dengan diriku yang egois memikirkan kebahagiaanku sendiri setelah mengkhianati rekan-rekanku dan melarikan diri.

“Haah.”

Cale menghela napas panjang. Pria tua ini benar-benar frustasi. Cale pun mulai bicara dengan kesal.

"Sudah jadi sifat alami manusia untuk bersikap egois."

Suara pria tua itu menghilang sesaat.

'Sudah selesai?'

Cale mulai tersenyum, berpikir bahwa pria tua itu akhirnya sudah sampai akhirnya. Akan tetapi, suara isakan berlanjut sekali lagi.

-Ahem. Kakak perempuanku juga mengatakan hal yang sama. Dia benar-benar kakak yang hebat. Dia bahkan lebih bisa diandalkan dibanding siapapun. Ah, kakak perempuanku. Hiks!

…Pak tua itu menangis.

"Aku bakalan gila."

Tap. Tap. Tap. Cale dengan tidak sabaran mengetuk tanah dengan kakinya. Cale tidak mau terus berdiri di sini seperti ini. Setelah menangis sebentar, pria tua itu menyampaikan rasa terima kasihnya.

-Kau, yang memiliki kekuatan yang kukenal. Kepribadian tidak sopanmu itu membuatku teringat pada kakak laki-lakiku. Aku sangat iri dengan betapa tidak sopannya dirimu.

Dan akhirnya, pria tua itu mengucapkan kata-kata terakhir yang telah Cale tunggu-tunggu. Ini adalah perkataan terakhir yang sama dengan yang pak tua itu katakan pada Taylor.

-Hancurkanlah. Maka kau akan 'melampaui' batasanmu.

Cale pun tersenyum dan langsung menendang menara batu itu tanpa ragu sedikitpun.

Duak. Braaak. Boom!

Batu-batu putih itu berterbangan menghantam tanah dan dinding. Si naga yang sedang memperhatikan Cale pun tersentak dan menatapi Cale seakan-akan dia gila. Akan tetapi, adegan berikutnya membuat si naga terkesiap.

“Wow.”

Menara batu yang rubuh.

Sebuah cahaya putih melayang dari bawah menara tersebut.

Ooooooooong.

Getaran lembut yang berdenyut ke penjuru gua itu dapat terasa dari bawah kaki Cale. Di saat itulah, cahaya itu melesat ke Cale. 

Cale mengulurkan tangan untuk meraih cahaya itu. Begitu dia menggenggamnya, cahaya tersebut melesat ke jantung Cale seperti sebuah anak panah. Panah cahaya itu menembus jantung Cale sebelum bersinar benderang sekejap dan menghilang.

“Huuuuu.”

Cale menghela napas dalam-dalam. Dia kemudian menunduk untuk melongok ke balik kemejanya. Tato perisai yang ada di dadanya telah menghilang dan berganti dengan hati merah.

Cale bisa langsung merasakan kekuatan baru di dalam tubuhnya. Kekuatan dari 'Vitalitas Jantung' akan membuat perisai jadi semakin kuat. Dia juga akan pulih dengan lebih cepat dibandingkan manusia biasa, bahkan saat dia terluka.

Tidak seperti perisai, yang adalah kekuatan super, ini lebih seperti kekuatan fisikal dari tubuh manusia. Kekuatan pemulihannya begitu kuat sampai-sampai bisa bertahan sejak zaman kuno untuk diteruskan seperti ini.

Cale mengeluarkan perisainya lagi.

"Sesuai dugaanku."

Cale mulai tersenyum. Pola di perisai itu berubah bentuk menjadi hati. Satu-satunya perbedaan dari tato di dadanya adalah itu sekarang berwarna perak dan bukan merah. Dia kemudian mengembalikan perisai itu, sebelum segera lanjut berjalan.

“Kau.”

Cale berjalan menuju naga itu, yang kini sedang berpura-pura tidak terjadi apa-apa dan malah terus menatap langit-langit. Cale terus memperhatikan si naga yang sedang mendekam di tanah. Dia lalu menanyai si naga dengan tak acuh, seakan-akan dia seperti sedang melempar sebuah batu ke danau.

 "Kau mau ikut denganku?"

"...Kau begitu lemah sampai-sampai kau perlu perlindungan. Tapi aku tidak suka manusia."

Si naga menjawab seperti itu sebelum membuat dirinya tak terlihat. Dia menggunakan sihir tak kasat matanya lagi. Cale hanya mendengus terhadap naga yang menghilang itu.

"Dasar bocah angin-anginan."

Dia sendiri juga termasuk plin-plan dengan menanyakan hal itu setelah menyuruh yang lain mengabaikan naga tersebut. Akan tetapi, dia tidak bisa begitu saja tidak mempedulikan naga itu setelah tadi dia melompat keluar untuk mencoba menyelamatkannya. 

Cale melihat sekeliling gua, yang tidak lagi ada badai puting beliung yang mengamuk, sebelum berbalik dan mengarah ke luar gua. Tentu saja, dia harus merangkak keluar juga. Dia kemudian mengembalikan tumbuhan sulur-sulurnya kembali ke tempat semula dan menutupi pintu masuk gua dengan benar.

Dia lalu berbalik dan kembali berbicara sambil berjalan menjauh. Pandangannya terarah ke area berumput.

"Aku bisa melihat kau sedang berdiri di atas rumput."

Dia bisa melihat empat jejak di rumput, masing-masing mewakili satu dari empat tapak kaki si naga. Jejak tapak kaki ini langsung menghilang dengan cepat. Naga itu telah terbang ke langit. Cale menggelengkan kepalanya.

'Kurasa anggota keluargaku bertambah pada akhirnya.'

Cale pun menghela napas dalam-dalam. Sudah jelas naga itu akan terus mengikutinya dalam kondisi kasat mata seperti itu. Hanya saja, kenapa naga ini begitu amatir meskipun tahu sihir kuno seperti sihir tembus pandang? Cale tadinya berpikir bahwa semua naga itu cerdas, tapi sepertinya tidak begitu.

Setelah berjalan menuruni gunung, Cale bisa melihat ekspresi menilai Choi Han. Dia mengamati Cale dalam diam, sebelum akhirnya bertanya.

"Apa kau... berguling-guling di gunung?"

‘Sial.’

Angin telah membuat rambutnya jadi berantakan dan pakaiannya kotor setelah merangkak melintasi pintu masuk gua yang berbatu dan berpasir.

Cale menanggapi tegas Choi Han.

"Ya. Tadi aku berguling-guling."

Choi Han menatap Cale dengan cemas. Cale menghindari pandangan itu begitu saja.

Malam itu, Cale menyuruh anak-anak kucing untuk mengirim sebuah pesan. Itu adalah surat yang dibuat dengan sihir, yang menjadikannya mustahil untuk menentukan siapakah si penulis surat itu.

"Pastikan mereka tidak melihat kalian."

Surat itu berisi harapan baru untuk Cage si pendeta wanita dan putera sulung Marquis, Taylor.