Berangkat (3)

(Penerjemah : Ei-chan)


“Tuan Muda, apakah Anda akan pergi ke sana?”

Ron mendekat begitu dia turun dari kereta.

“Siapa yang akan pergi kalau bukan aku?”

Ron dan Wakil Kapten mulai mengejar Cale yang pergi ke lokasi kecelakaan tanpa ragu. Mereka berdua mengelilingi Cale, seakan-akan dunia akan segera berakhir, tapi Cale tidak mempedulikannya.

Seorang pria perlahan berjalan keluar dari kereta lainnya. Venion Stan.

Calee mulai mengerutkan wajah dalam-dalam begitu melihatnya. Hanya ada satu kalimat dalam berkas yang ayahnya, Count Deruth, berikan padanya mengenai kepribadian Venion Stan.

[Seorang bangsawan pada umumnya dan otoriter.]

Cale—yah, Kim Rok Soo—juga bisa menggunakan informasi dari ‘Kelahiran Sang Pahlawan’ untuk mengevaluasi Venion.

Tokoh jahat yang khas.

Akan tetapi, sangat membuat sakit kepala bertemu tokoh jahat sejati, daripada seorang karakter dalam novel. Cale tidak bisa menghajar seseorang karena sesuatu yang jahat atau karena dia tidak menyukai mereka seperti yang dilakukan Choi Han.

Situasi ini telah meningkat sedikit begitu Cale tiba. Dalam waktu yang singkat itu, Choi Han jadi begitu marah sampai-sampai bahunya gemetar hebat.

“Bagaimana bisa kau menghalangi jalan seorang bangsawan seperti itu?”

“Omong kosong apa yang kau katakan saat ada orang yang bisa saja terluka? Siapa yang menghalangi jalan? Ini terjadi hanya karena kau mengendarai kereta itu seperti orang gila!”

“Rakyat jelata seharusnya minggir dari jalan saat melihat kereta bangsawan. Bukan salahku kalau rakyat jelata ini begitu bodoh sampai-sampai dia malah berdiri diam di sana!”

Choi Han sedang berdebat dengan salah satu anak buah Venion, dan Hans, yang sedang berdiri di sebelah Choi Han, mengerutkan wajah saat dia mendekati Cale dan berbisik ke telinganya.

“Choi Han-nim sepertinya amat kesal.”

Hans sepertinya sudah menyadari bahwa pemilik kereta itu berasal dari keluarga Marquis. Dia juga sepertinya sudah mengetahui bahwa orang yang berdiri di belakang anak buah itu tidak lain adalah Venion Stan.

Si narsis yang mungkin melangkah keluar hanya karena kereta yang dia lihat memiliki simbol keluarga Henituse di kereta Cale. 

“Cukup.”

Venion, pria dengan rambut pirang indah, berkata dengan lembut pada anak buahnya. Begitu perkataan Venion meluncur, anak buah tersebut langsung berpindah ke belakang Venion, seakan-akan dia tidak pernah marah sejak awal. Hanya Choi Han yang tetap terengah-engah sambil menghibur pak tua yang ketakutan.

Cih. Cale mendecakkan lidah.

Anak buah itu sebenarnya tidak marah. Dia cukup jauh dari kereta Cale, tapi sama seperti Venion, dia mungkin melihat Kura-Kura Emas di kereta Cale. Karena itulah dia bersikap berlebihan, membuat keributan besar sambil memarahi Choi Han, sehingga itu akan menarik Cale ke tempat kejadian. Hans tahu apa yang sedang anak buah itu lakukan, dan karena itulah dia mengerutkan wajah menunggu kedatangan Cale.

Cale menatap tajam Venion dan anak buahnya sebelum menaruh sebelah tangan di bahu Choi Han. 

"Kau juga."

“Tapi-!”

Cale tahu kenapa Choi Han marah. Tempat ini sangat mirip dengan Desa Harris, rumah keduanya. Dia marah dengan fakta bahwa orang-orang ini menempatkan nyawa orang lain dalam bahaya tapi tidak menunjukkan setitik pun rasa bersalah, atau tanda-tanda meminta maaf.

Akan tetapi, korban kali ini, si pak tua, tidak bisa marah. Itu karena dia tidak punya apapun untuk mendukung dia seperti yang dimiliki Choi Han.

"Mereka bisa memakai jalan yang lain, tapi malah tidak melakukannya dan bisa saja melukai seseorang. Mana mungkin aku bisa membiarkan ini."

“Choi Han.”

Cale menekan sedikit untuk menahan bahu Choi Han.

“Tenang.”

Pupil mata hitam Choi Han menatap langsung Cale. Cale bisa melihat Choi Han yang marah—tidak, lebih tepatnya Choi Han yang tertahan oleh kenangan Desa Harris—mulai tenang.

Setelah memastikan bahwa Choi Han sudah tenang, Cale mengalihkan pandangannya untuk melihat Venion Stan.

Rambut pirang yang indah dan senyum tipas di bibirnya. Pakaian yang disetrika dengan sempurna tanpa satu kerutan pun. Sepatu bot yang sama sekali tidak ada lecetnya. Akan tetapi, hal yang menarik perhatian Cale adalah sejumlah kecil warna merah di ujung kemeja putih Venion.

‘Darah itu pasti menempel padanya saat dia bersenang-senang menyaksikan Naga Hitam yang sedang disiksa.’

Si brengsek gila. Venion Stan ini adalah seseorang yang menikmati makanannya sambil menyaksikan si penyiksa mencambuk Naga Hitam sampai makhluk itu berdarah-darah.

“Senang bertemu dengan Anda. Apakah Anda berasal dari keluarga Count Henituse?”

“Ya. Senang bertemu dengan Anda, Tuan Muda Venion Stan.”

Sesuai dugaan, orang itu mengenal Cale. Venion bukanlah seseorang yang menjalani hidup yang mudah dalam mencapai posisinya. Masalahnya adalah dia agak kurang ajar.

“Mm.”

Venion Stan adalah jenis orang yang bisa tersenyum lembut padamu, tapi tetap saja membuatmu merasa jijik dengannya.

“Saya tidak ada alasan apa-apa untuk datang ke area ini dan hanya pernah mendengar kabarnya, tapi saya dengar ada seseorang di keluarga Count yang berjiwa bebas dan tidak terlihat sebagai seorang bangsawan.”

Venion tersenyum saat mengamati Cale. Itu adalah tatapan yang sangat menyebalkan, seakan-akan dia mencoba memicu sesuatu.

“Saya dengar tuan muda Basen Henituse yang ikut serta dalam semua pertemuan para bangsawan sejak tahun lalu-”

‘Kenapa menanyakan hal yang sudah kau ketahui?’

Cale tidak berbakat dalam obrolan basa-basi semacam ini. Karena itulah dia tersenyum cerah dan menjawab dengan sopan.

“Ya. Saya memang si sampah itu.”

Sampah. Begitu kata itu muncul secara langsung dari mulut Cale, anak buah Venion tersentak.

“Mungkin yang paling sampah dari semua sampah.”

Sudut mulut Venion mulai melengkung naik. Ekspresinya seakan mengatakan bahwa dirinya tidak pernah melihat orang segila ini sebelumnya, tapi Cale tidak peduli.

Marquis Stan adalah seseorang yang cukup kuat untuk memimpin sebuah fraksi, tapi Venion tidak bisa berbuat sesukanya pada bangsawan lain sampai dia diumumkan secara sah menjadi penerus gelar Marquis.

Seorang Marquis normalnya mengumumkan secara resmi anak yang akan menjadi penerus mereka untuk memberikan perlindungan pada anak tersebut, sekaligus agar anak itu bisa mulai membangun jaringan hubungan mereka sejak usia dini. Akan tetapi, Marquis Stan belum melakukan itu.

‘Masih ada tiga anak lainnya.’

Venion memiliki dua adik perempuan dan satu adik laki-laki. Marquis bersenang-senang menyaksikan kompetisi antara bersaudara itu. Venion menikmati saat menyaksikan Naga Hitam disiksa untuk menghilangkan rasa stressnya akibat kompetisi dengan saudara-saudaranya. Marquis menganggap kompetisi antar anak-anaknya adalah tontonan yang seru. Sudah jelas, putera tertuanya yang jadi cacat adalah hasil dari kompetisi ini.

Itu benar-benar rumah tangga yang gila.

‘Keluarga Henituse kami adalah keluarga yang luar biasa hebat jika dibandingkan dengan itu.’

“Anda orang yang sangat menarik.”

Venion hanya membalas santai pernyataan Cale.

Count yang kaya raya, yang tinggal di pinggir timur laut kerajaan tanpa menjadi bagian dari fraksi manapun. Siapa yang akan mencoba untuk mengembangkan hubungan dengan keluarga itu? Yang ada, orang-orang hanya akan bertindak serakah untuk mengambil alih tanah itu.

Akan tetapi, Venion tidak menyukai Cale secara pribadi. Kakak tertua yang brengsek dan seorang adik laki-laki yang lebih cerdas. Mengetahui hubungan Cale dan Basen yang seperti itu membuat Venion memikirkan kakak laki-lakinya saat melihat Cale.

Akan tetapi, Venion tetap bertindak sebagai seorang bangsawan yang baik, dan menyerahkan urusan kecelakaan ini pada Cale.

“Sebuah halangan tak terduga membuat saya membuang-buang waktu, tapi saya rasa ini hal yang cukup baik karena saya jadi bisa berkenalan dengan Anda,Tuan Muda Cale.”

Halangan tak terduga. Venion mengacu pada pak tua itu. Dia kecewa dengan fakta bahwa waktunya tersia-sia karena pak tua ini dan ingin menyelasaikan masalah dengan cara menyenangkan.

“Tapi kelihatannya Anda perlu mengajari bawahan Anda agar bisa membedakan siapakah yang berhak untuk berpergian melintasi jalan dan tanah ini, sekaligus orang-orang yang berhak untuk membuat mereka berhenti.

Sebagai penerus tak resmi dari Marquis yang dikenal luas, ini adalah hal terbaik yang bisa dia lakukan pada sampah dari keluarga seorang Count. Nada bicaranya menyampaikan bahwa meskipun mereka sama-sama tuan muda, status mereka sama sekali berbeda.

Tentu saja, Cale mendengarkan dengan tenang, tapi dia bukan jenis orang yang memperhatikan gonggongan seekor anjing.

Venion selesai menyampaikan perkataannya dan memandang orang yang paling merasa tidak nyaman di kumpulan orang ini.

Plop. Pria tua itu berlutut di tanah begitu Venion melihat ke arahnya dan menundukkan kepala.

“Ma, maafkan saya.”

Tangan pak tua itu—yang sedang membungkuk begitu rendah sampai kepalanya bisa menyentuh tanah—gemetar. Tangan Choi Han bergetar saat menyaksikan permohonan 

Penghuni dari setiap wilayah akan dibentuk oleh kepribadian dari bangsawan yang memerintah. Dengan Viscount di wilayah ini yang merupakan salah satu anjing Marquis Stan, mereka juga sangat otoriter dan memandang rendah para rakyat jelata.

Sudut-sudut bibir Venion mulai naik. Dia puas. Setelah mengamati Venion, Cale memanggilnya.

“Tuan Muda Venion.”

Begitu Venion menoleh, Cale mengajukan sebuah pertanyaan.

“Apa Anda sudah selesai?”

“…Ya.”

Cale berjongkok. Baju mahalnya hampir menyentuh tanah. Dia kemudian menatap tangan gemetar si pak tua.

‘Akan berbahaya kalau ini terus berlanjut.’

Cale yakin kalau dia mendengarnya.

“Huuuuuuuu~.”

Suara Choi Han yang menarik napas dalam-dalam. Itu pastilah suaranya yang sedang menahan amarah. Begitu Cale mendengarnya, dia bisa merasakan hawa dingin di belakang lehernya dan berpikir bahwa kalau ini terus berlanjut maka orang yang akan dihajar sampai babak belur bukanlah dirinya, tapi Venion. Tidak masalah baginya apakah Venion akan dihajar atau tidak, tapi Choi Han tidak boleh meninju seorang bangsawan sementara dia berhubungan dengan Cale.

Cale menaruh sebelah tangannya di bahu si pak tua. Alis Venion mulai berkedut. Tangan seorang bangsawan di bahu rakyat jelata.

“Pak Tua.”

Si pak tua sepertinya luar biasa kaget ketika dia mengangkat kepala untuk melihat Cale.

“Y, ya?”

Cale bertanya dengan santai.

“Di mana kedai minumnya?”

“Permisi?”

“Di mana aku bisa mendapatkan minuman keras yang enak? Seperti yang kau dengar, aku ini sampah. Aku tidak merasa segar saat pagi kalau tidak punya sesuatu untuk diminum. Aku harus minum untuk memastikan besok jadi hari baik lainnya. Jadi…”

Cale menopang tubuh bagian atas pria tua untuk bangkit. Venion, yang sejak tadi menyaksikan Cale, menilai Cale dengan tenang dan menggelengkan kepala setelah mendengar Cale membahas soal minuman keras.

“Pimpin jalannya.”

Berkontak mata dengan pupil mata si pak tua yang bergetar, Cale mulai mengerutkan wajah sambil melanjutkan.

“Apa kau tidak akan bangun?”

Pria tua itu ragu-ragu dan bolak-balik melihat antara Venion dan Cale. Cale mengabaikan dia saat kembali berdiri dan mengulurkan tangannya yang tadi ada di bahu si pak tua rakyat jelata itu ke Venion.

“Senang bertemu denganmu hari ini, Tuan Muda Venion.”

Cale mengajaknya berjabat tangan.

Venion berdiri diam dan menatap Cale. Pada saat itu, salah satu pelayan Venion mendekati mereka dan berbisik pelan pada Venion. Akan tetapi, itu cukup jelas untuk didengar semua orang.

“Tuan Muda, kita sudah cukup terlambat.”

“...Jangan menyela percakapan antar bangsawan.”

Venion menatap rendah pelayannya tanpa seulas senyuman pun di wajahnya, dan pelayan itu cepat-cepat membungkuk. Venion tersenyum sekali lagi saat menjabat tangan Cale.

“Saya mohon diri lebih dulu kalau begitu, berhubung saya sangat sibuk.”

Dia kemudian melepaskannya. Itu adalah jabat tangan yang sangat singkat. Cale pun tersenyum seperti orang mabuk saat balas menjawab.

“Jika kebetulan kita bertemu di ibukota, mari kita minum bersama.”

“...Saya tidak merasa kita akan menyukai hal yang sama, tapi tentu saja.”

Senyuman Venion terlihat setengah hati. Cale memutuskan melakukan sesuatu yang besar untuk menyudahi percakapan ini.

“Ya. Berdasarkan interaksi kita hari ini, sepertinya memang benar hanya Tuan Muda Venion yanga layar menjadi kepala berikutnya dari keluarga Stan. Anda orang yang sangat berkelas.”

Kepala keluarga. Kata-kata itu membuat tatapn Venion menjadi suram. Sesuai dugaan Cale, Venion kembali tersenyum cerah sekali lagi dan memberikan pujian untuk Cale juga.

“Tuan Muda Cale pun orang yang sangat menarik dan berjiwa bebas. Mari kita bertemu kembali di kemudian hari.”

‘Tidak. Aku tidak ada niat bertemu denganmu lagi. Sekalipun iya, itu akan dari jauh, jauh sekali.”

Cale menyembunyikan perasaan sebenarnya dan mengangguk. Venion cepat-cepat naik kembali ke keretanya, seakan-akan dia benar-benar sibuk dan kemudian menghilang.

Cale menyaksikan kereta itu menghilang sebelum menepuk bahu Choi Han.

“Setengah dari para bangsawan memang seperti itu.”

Bahu Choi Han tersentak mendengar perkataan Cale, tapi Cale sudah berjongkok kembali di depan si pak tua.

“Pak Tua. Kau tidak bisa bangun? Apa kakimu terluka?”

Tap tap.

Cale memeriksa tubuh si pak tua sambil berkata begitu. Dia sepertinya tidak terluka. Cale mulai mengamati orang itu dengan ekspresi bingung lalu memanggil Choi Han mendekat.

“Choi Han.”

Alih-alih menanggapi, Choi Han hanya balik menatap Cale yang sedang berjongkok.

“Kau antara pak tua ini pulang.”

“Ti, tidak. Saya baik-baik saja. Kedai minum yang barusan Anda bicarakan-”

“Tidak perlu. Aku tidak sedang berniat minum-minum.”

Cale menghentikan si pak tua yang mencoba untuk mengantarnya ke kedai minum, dan melihat Choi Han yang sedang berdiri di sebelahnya.

“Karena kau menyelamatkan dia, lebih baik lakukan sampai tuntas dan antar dia pulang dengan selamat sampai ke rumah.”

Mulut Choi Han terbuka tutup beberapa kali, tapi dia tidak bisa berkata apa-apa. Pada saat itulah, suara pak tua itu sampai di telinga Cale.

“Rumah saya menjual minuman keras.”

“Hmm? Pak Tua, rumahmu itu kedai minum?”

Mata Cale menunjukkan kalau dia benar-benar kaget. Si Pak Tua dengan canggungnya tersenyum, tapi lanjut bicara dengan ekspresi yang sedikit lebih tenang.

“Ya, Tuan. Itu adalah penginapan satu-satunya di desa ini. Tempat itu adalah sebuah kedai minum sekaligus rumah makan.”

“Karena satu-satunya penginapan, pasti itu tempat yang terbaik. Hans!”

Bahkan tanpa Cale mengatakan apapun, Hans dengan cepat menghampiri si pak tua dan membantunya bangun, sebelum mulai bertanya tentang penginapan tersebut. Begitu mereka berdua mulai bergerak, semuanya sontak menjadi riuh di sekeliling mereka.

Ron cepat-cepat mendekati Cale dan mengenyahkan serpihan tanah dan debu dari pakaian Cale. Wakil Kapten dan yang lainnya menuju ke pintu masuk desa. Orang yang tersisa adalah Cale dan Choi Han.

“…Cale-nim.”

“Apa?”

“Apa Anda tidak marah?”

“Tentang apa?”

Choi Han merasa ragu-ragu sejenak dan tidak meneruskan bicaranya. Cale mengangkat bahu sambil mulai berujar.

“Fakta bahwa dia memandangku rendah? Atau tentang bagaimana dia membuat pernyataan yang tidak bisa dipercaya itu padamu? Bagaimana dia hampir membunuh pak tua itu dan bukannya meminta maaf malah mengatakan dia adalah penghalang?”

Suara Cale tenang dan tegas. Dia sama sekali tidak terlihat marah. Malahan, terdengar tidak peduli. Cale lanjut bicara.

“Apa kau harus terus berjalan saat kau melihat seseorang di depanmu? Kenapa kau tidak mencoba menghindari dia? Apa kau tidak mengerti kalau kau bisa melukai pak tua itu? Bagaimana bisa kau dengan santainya mengatakan seseorang adalah penghalang saat kau hampir membunuh dia?”

Choi Han memperhatikan Cale yang sedang melihat jauh ke deretan pegunungan. Di saat yang sama, dia memastikan untuk mendengar setiap kata Cale. Cale terus berbicara dengan tegas.

“Venion, kenapa pak tua itu yang meminta maaf padamu? Kau yang seharusnya minta maaf dengan benar pada dia.”

Cale bisa bicara seperti Choi Han dan kadang ada waktu di mana dia ingin melakukan itu, tapi…

“Aku bukanlah seseorang yang bisa bicara seperti itu. Dan aku juga tidak mau. Aku juga tidak semarah itu.”

Tapi sekarang bukanlah waktunya. Cale tahu bahwa ini adalah salah satu dari banyak hal yang membuat Choi Han terlihat keren, tapi dia tidak ingin terlihat keren seperti itu.

Si pak tua tidak terluka dan dia tidak melakukan apapun yang bisa membuat pedang teracung pada keluarganya. Kenyataan bahwa dia membuat dirinya sendiri terlihat buruk akan menguntungkan Basen, jadi tidak ada masalah.

“Aku sudah belajar dari kehidupan bahwa adalah terbaik untuk bertindak seperti ini.”

Berkompromi terhadap kekuasaan sampai tingkat tertentu, menerima ketidakrasionalan sampai tingkat tertentu. Pada saat yang bersamaan, hidup sesukanya sampai batas tertentu.

Cale tersenyum pada Choi Han yang sedang menatapnya dengan pandangan rumit.

“Selain itu...”

Cale adalah seseorang yang selalu membalas jasa, tidak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan. Jika ada yang memandang rendah atau melakukan sesuatu padany, dia akan selalu membalasnya.

“Si brengsek itu mungkin tidak lama lagi akan diusir dari rumahnya.”

“…Huh?”

Choi Han bisa mengetahui bahwa ‘si brengsek’ yang Cale bahas adalah Venion. Karena itulah Choi Han menunjukkan ekspresi kaget yang langka di wajahnya saat memandang Cale.

Cale menyunggingkan seulas senyum nakal. Kedua anak kucing, yang mendekati dia dalam diam, berhenti bergerak di tengah-tengah.

Senyum Cale semakin melebar saat dia kembali melihat ke gunung di sebelah kanan desa. Dia memikirkan dalam hati hal yang tidak bisa dia katakan pada Choi Han.

‘Aku berencana untuk mencuri naga si brengsek itu.’

Begitu naga tersebut menghilang, Venion akan harus menghadapi murka dari sang Marquis, dan akan mendapat halangan baru dalam jalannya menjadi kepala keluarga. Bukankah orang yang tidak tahu kapan waktunya untuk berhenti menghadapi paling tidak satu hambatan?

Cale bersedia untuk menaruh penghalang di jalan Venion. Tentu saja, itu akan dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Dia berbicara dengan santai pada Choi Han, yang sedang menatapnya dengan penasaran.

“Kalau kau penasaran, kau bisa membantuku.”

“Apapun itu, saya pasti akan mau membantu.”

Choi Han mulai tersenyum juga. Itu adalah senyum yang sangat jahat untuk orang yang kepribadiannya baik, tapi anak-anak kucing itu juga tertarik dengan senyuman itu.

Cale memandangi gunung yang seharusnya akan meledak dalam tiga hari lagi dan mulai bergumam. Fakta bahwa dia dipandang rendah Venion, juga darah yang ada di lengan kemeja Venion serta pemandangan saat si pria tua membungkuk pada Venion masih ada di pikiran Cale.

“Kau tidak akan menyesalinya.”

Dia akan bisa balik membalas karena itu.

“Kau pasti tidak akan menyesalinya.”