Epilogue

(Translator : Hikari)


Lutz sedang berada di Firma Gilberta. Dia baru saja meloloskan diri ke situ dengan yang lain setelah Myne dan Tuuli diserang oleh orang-orang asing di perjalanan pulang, dengan Gunther, Damuel, dan Otto berhasil membawa mereka setelah pertarungan sengit.

“Otto, Lutz, apa yang terjadi?! Katakan padaku semua yang bisa kau katakan tanpa membocorkan rahasia!” seru Benno, bergegas menaiki tangga. Seseorang pasti telah memberitahu dia bahwa mereka kabur ke sini.

Otto memperdebatkan apa yang harus dikatakan untuk sesaat, kemudian menyipitkan mata pada Benno memelototinya. “Benno, pelankan suaramu. Kau akan membangunkan Renate.”

“Yeah, yeah. Terserahlah. Lutz, abaikan Otto dan katakan padaku apa yang bisa kau katakan.”

Pertengkaran Otto dan Benno yang seperti biasanya membantu Lutz merasa santai sedikit. Dia mulai menjelaskan situasinya, dimulai dengan Tuuli yang datang untuk pulang bersama. Mereka kemudian bertemu Otto yang mencari-cari bangsawan dari duchy lain di perjalanan pulang, dan sementara mereka berbicara dengannya, mereka diserang. Para penyerang itu mengincar Myne, tapi melihat bagaimana mereka berdebat gadis mana yang dibawa, orang-orang itu sepertinya tidak begitu mengenalnya.

Damuel menghentikan para penyerang itu di tengah jalan, dan kemudian mereka berlari ke Firma Gilberta. Dari situ, Myne dan Gunther pergi ke biara untuk memberi tahu Pastor Kepala apa yang telah terjadi, sementara Demuel memanggil Ordo Kesatria.

“Oh ya, Myne sepertinya memanggil bantuan juga,” gumam Otto.

Semua mata tertuju padanya. Lutz yang berlari kencang menyamakan kecepatan dengan Gunther, tidak menyadari Myne memanggil bantuan. Ada begitu banyak hal yang Lutz tidak tahu, terutama mengingat Gunther mencegah dia pergi ke biara, dan itu membuat dia menjadi semakin frustrasi dengan dirinya sendiri.

“Dia mencap darah dari lututnya ke sebuah jimat yang menggantung di lehernya. Kelihatannya seseorang akan datang membantunya kalau dia berada dalam masalah.”

Lutz sama sekali tidak mengerti maksudnya, tapi Benno sepertinya paham. “Ini benar-benar terlalu cepat! Sial!” umpatnya, kemudian berbalik kembali ke toko.

“Master Benno, ada ap—”

“Ini benar-benar rahasia!” teriak Benno sambil berderap menuruni tangga, mengumpat entah siapa itu.

Lutz menggigit bibirnya. Sesuatu telah terjadi saat ini, dan dia sama sekali tidak tahu apa itu. Myne benar-benar berada dalam bahaya, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk gadis itu. Ada dinding yang tidak bisa dia lampaui tidak peduli seberapa keras dia mencoba. Sebuah dinding yang menjauhkannya dari dia. Sebuah dinding yang tidak bisa ditembus tidak peduli seberapa besar nyali atau tekadnya.

“Nah, teriakan Benno membuat Renate menangis. Dia benar-benar paman yang menakutkan. Sini, sini,” Otto menggendong Renate dan mulai menimangnya dengan lembut, yang cukup membuat Corinna kembali fokus—matanya yang melebar terpaku pada ekspresi intens Benno.

Tuuli juga sepertinya merasa sedikit lebih santai, raut wajah kakunya luruh saat semua orang mendekati Renate. Dia sejak tadi gemetar dan tidak mengucapkan satu kata pun sejak datang ke sini, tapi sekarang dia mengumumkan sesuatu tentang seharusnya dia membawa mainan yang dia buat dengan Myne. Itu menginspirasi Otto untuk mulai membangga-banggakan Renate, yang membuat Tuuli membalasnya dengan membangga-banggakan Kamil.

…Aku capek mendengarkan kalian berdua, serius.

Lutz, tidak bersedia untuk bergabung dengan percakapan tentang para bayi ini, berjalan ke jendela dan memandang ke bawah ke jalanan. Dia berpikir mungkin dapat melihat para prajurit atau kesatria yang berseliweran, tapi yang dia lihat adalah hilir-mudik orang-orang yang biasanya, seakan-akan penyerangan itu tidak pernah terjadi.

Myne tidak apa-apa…ya ‘kan…?


“Tuuli, kita akan ke biara. Ayo sini.” Setelah beberapa waktu, Gunther datang menjemput Tuuli. Lengan kirinya ditutupi semacam luka bakar serius.

Wajahnya memucat ketika melihat warna ruam hitam dan biru yang memanjang di lengan atasnya. “Ayah, ada apa dengan lenganmu?! Di mana Myne?”

“Dia ada di biara. Ayo.” Senyum ceria yang Gunther selalu miliki di wajahnya ketika berbicara dengan para puterinya tidak terlihat di manapun; sebuah kerutan muncul di dahinya, dan suaranya terdengar datar tidak seperti biasanya.

Effa ada di belakangnya, Kamil di gendongannya. Mengingat dia baru saja melahirkan baru-baru ini, dia seharusnya belum boleh banyak bergerak; jika dia dipanggil ke biara dengan yang lain, sesuatu pasti telah terjadi pada Myne. Merasakan itu, Lutz mendongak melihat Gunther.

“Pak Gunther! Aku bisa—”

“Akan kujelaskan nanti. Tunggu di sini.”

Tidak peduli betapa dekat dirinya dengan Myne, mereka bukanlah keluarga—karena itulah Lutz tidak ikut dipanggil. Yang bisa dia lakukan hanyalah menunggu di Firma Gilberta, tidak dapat pergi sendiri ke biara.

“...Aku akan berada di lantai satu, atau di tempat Benno di lantai dua.”

“Lantai satu atau dua? Baiklah.”

Sampai saat ini dia berada di rumah Corinna, karena Tuuli merasa takut dan Lutz ingin berada di sisinya. Meski demikian kalau hanya sendirian, dia tidak perlu berada di sana. Sebagai seorang leherl, dia seharusnya ada di tempat Benno di lantai dua, satu lantai di bawah.

…Aku hanya akan merasa gelisah sepanjang hari kalau hanya duduk tanpa melakukan apa-apa. Mungkin akan lebih baik kalau mencari pekerjaan untuk diselesaikan.

Lutz mengikuti Gunther dan yang lainnya menuruni tangga ke toko di lantai pertama. Begitu mereka mencapai pintu keluar, Gunter mendadak berbalik dan memelototi Otto, yang masih menggendong Renate.

“Otto, kau cepatlah kembali ke gerbang. Katakan pada komandan kalau seorang kesatria menyuruhku pergi ke biara.”

“Yes, Pak!”

Lutz melihat kepergian keluarga Myne, kemudian kembali ke dalam toko. Benno dan Mark sedang mendiskusikan lokakarya percetakan dengan ekspresi luar biasa serius. Pasti ada semacam rahasia di jimat Myne—rahasia yang akan berdampak hebat pada lokakarya yang mereka telah rencanakan.

…Kalau aku tidak cepat-cepat bekerja, aku akan tertingal.

Benno bahkan tidak berpikir tentang Lutz saat dia mendengar tentang jimat Myne dan buru-buru menuruni tangga; dia bahkan tidak memanggilnya dalam diskusinya dengan Mark. Dia tidak punya pilihan selain menyerah soal pergi ke biara, tapi dia tidak akan membiarkan dirinya dikecualikan dari lokakarya percetakan juga.

Aku tidak akan membiarkan mereka meninggalkanku!

Lutz memacu dirinya sendiri dan mulai mengerjakan pembukuan Lokakarya Myne. Gil bekerja keras mempelajari matematika, tapi tidak cukup bagus mengurusnya sendiri. Dia masih memerlukan Lutz untuk memeriksa pekerjaannya.

"Kenapa tidak serahkan saja semuanya ke bengkel? Kalau mereka mengacaukannya, itu urusan mereka," kata Leon dengan wajah meringis saat mengintip dari balik bahu Lutz. Dia adalah seorang leherl yang dilatih menjadi seorang pramusaji di biara yang memiliki pengalaman yang cukup dalam menangani lokakarya dan toko, dan sangat yakin kalau Lutz terlalu terlibat di Lokakarya Myne. Lagipula, Lutz mengawasi semua pembukuan dan melakukan berbagai pekerjaan tambahan untuk mereka—dari sudut pandang orang luar, ini jelas-jelas kelihatan pilih kasih. Tapi Lutz sama sekali tidak melihatnya seperti itu.

"Lokakarya Myne cabang panti asuhan hanya percobaan untuk bengkel percetakan baru yang akan dibuat. Aku harus melakukan pekerjaan yang bagus di sini."

“Bengkel baru? Kau akan melakukan pekerjaan semacam itu?" Leon meninggikan suaranya dengan terkejut, dan Lutz mengangguk mantap.

"Kecuali aku bisa cukup baik dalam membantu Master Benno mengembangkan bengkel-bengkel baru, dia tidak akan repot-repot membawaku ke kota-kota yang berbeda. Mengacau sedikit di Lokakarya Myne bukanlah masalah besar, jadi dia bilang padaku untuk menggunakannya sebagai praktek. Ini sama sekali bukan pilih kasih."

"Hm. Jadi ini semua hanya batu loncatan, ya…?"

Leon tidak salah; tidak seperti anak pedagang, Lutz tidak memiliki toko keluarga tempat dia bisa berlatih. Lokakarya Myne adalah satu-satunya tempat yang bisa dia gunakan untuk berkembang sambil tidak perlu merasa khawatir soal membuat kesalahan.

Saat dia menyelesaikan pembukuan dan sedang menunggu Benno untuk memeriksanya, bola-bola cahaya mendadak membuncah melewati jendela. Mereka menembus kaca jendela, kemudian mulai berputar-putar di sekeliling ruangan.

"A-Apa ini?!"

Benno, Mark, dan Lutz sama-sama menatap dengan mata terbelalak saat bola-bola berputar itu berubah menjadi debu-debu berkilauan yang menghujani mereka. Anehnya, cahaya itu sepertinya sama sekali menghindari Leon.

Sementara Lutz berdiri di tempat, menatap langit-langit dengan pandangan menerawang, cahaya itu perlahan memudar. Pada akhirnya cahaya itu menghilang sepenuhnya, seakan-akan tidak terjadi apa-apa sama sekali, dan sebuah keheningan menyelimuti ruangan.

"... Apa-apaan itu barusan?" tanya Benno.

"Saya tidak tahu," balas Mark.

Leon memperhatikan dengan kebingungan. "Benda itu jelas-jelas menghindariku, ya 'kan?"

Lutz menunduk menatap telapak tangannya di mana beberapa cahaya itu telah mendarat. Tidak ada yang tersisa, malahan sepertinya meleleh ke dalam tubuhnya. Semua orang mengerjapkan mata dengan bingung, bertanya-tanya apa yang telah terjadi dan kenapa debu itu menghindari Leon, sampai akhirnya Gunther dan yang lain kembali ke toko.

“Maaf menunggu, Lutz.”

Ekspresi mereka semua terlihat gelap, dan mata mereka membengkak akibat menangis. Lutz menyimpulkan mereka telah pergi menjemput Myne dari biara, tapi dia sama sekali tidak terlihat. Kcemasan menguasainya. Dia mengunci mulutnya rapat-rapat, khawatir kalau dia bertanya di manakah Myne, dia tdak akan bisa kembali seperti sedia kala.

Lutz memandang ke sekeliling ruangan, mencoba menemukan sesuatu untuk dibicarakan, ketika mata mendadak sampai di lengan Gunther. Kulitnya mulus, ruam-ruam akibat luka bakar sebelumnya kini menghilang sepenuhnya.

“Pak Gunther, luka bakarmu…”

“Ini adalah berkat terakhir Myne. Debu cahayany menyembuhkan luka bakar,” Gunther mendengus lewat giginya yang terkatup. Lutz menatap Tuuli dan Effa, terkejut dengan pilihan kata Gunther.

Berkat terakhir?

Lutz menelan ludah keras-keras, tubuhnya gemetar. Tapi sebelum dia bisa menanyai Gunther apa yang dia maksud, Mark menepuk tangannya.

“Kalau begitu, saya rasa debu cahaya yang baru saja kita lihat adalah berkat dari Myne juga?”

“...Cahaya itu juga datang ke sini?” Gunther bertanya, matanya melebar sedikit karena kaget. Lutz mengangguk antusias, menjelaskan bagaimana bola-bola cahaya membuncah ke dalam ruangan kemudian berubah menjadi debu yang menghujani semua orang kecuali Leon.

“Kelihatannya cahaya itu menuju orang-orang yang Myne pedulikan. Berkat yang sangat kuat juga. Itu sampai bisa menyembuhkan luka bakar,” Gunther berkata dengan senyum sedih. Kepasrahan di matanya mengatakan segala sesuatu pada Lutz: itu semua berakhir di tempat lain yang tidak bisa dia datangi.

“...Apa yang terjadi pada Myne? Kenapa dia tidak di sini?”

“Myne sudah pergi sekarang. Para bangsawan telah mengambilnya. Dia sudah pergi,” kata Tuuli, air mata mengalir menuruni wajahnya dan menetes ke lantai. Benno mengerutkan alis dalam-dalam dan menyipitkan matanya.

“Gunther, katakan padaku satu hal: apakah Lokakarya Myne akan tetap berjalan?”

“Master Benno! Myne sudah tidak ada; sekarang bukan waktunya untuk itu!”

“Diam! Ini penting. Kalau dia mati, aku harus membeli lokakaryanya dan mempertahankannya. Jika bangsawan mengambilnya, aku harus melakukan hal yang lain. Dan semakin cepat aku bertindak, akan lebih baik.”

Lutz tidak bisa mengerti apa yang Benno katakan, tapi sepertinya Gunther tahu. “Benno… Apa kau tahu?”

“Aku tidak yakin dengan detailnya, tapi Otto bilang dia telah mencap jimat itu dengan darahnya. Aku tahu apa yang akan terjadi kalau Myne tidak mati—Aub Ehrenfest akan membawanya. Jadi, siapa nama dari pengusaha yang baru?”

Gunther, memelototi Benno dengan mata yang begitu dingin sampai membekukan darah Lutz, membuka mulutnya. “Rozemyne. Puteri dari seorang bangsawan tingkat tinggi. Dia yang menjalankan lokakarya sekarang. Myne sudah mati. Itulah ceritanya.”

“‘Itulah ceritanya’...?” Lutz kehilangan kata-kata, dan Gunther mengacak-acak rambutnya seperti yang lakukan pada Myne.

“Myne menjadi puteri dari seorang bangsawan tingkat tinggi untuk melindungi kita. Untuk melindungi keluarganya. Untuk melindungimu. Agar archduke dapat mengadopsinya, dia harus dikenal sebagai puteri dari seorang bangsawan tingkat tinggi, tapi itu akan menyelamatkan nyawanya dan kita. Tapi sebagai gantinya, kami dilaran lewat kontrak sihir agar tidak pernah lagi memperlakukan dia seperti keluarga lagi. Kalian semua terlalu dalam terlibat dengan Myne. Berhati-hatilah kalau tidak mau dieksekusi,”

“Aku menghargai peringatanmu,” kata Benno dengan tulus sebelum menghela napas dan memerosotkan bahunya. “Tapi tetap saja, kupikir kita paling tidak punya waktu dua tahun untuk mempersiapkan ini. Hidup benar-benar berjalan di luar dugaan.”

“Apa?! Master Benno! Myne sudah tidak ada! Seorang bangsawan tingkat tinggi mengambilnya dan dia tidak bisa menemui keluarganyta sebagai keluarga lagi! Apa yang kau katakan?!” teriak Lutz, terkejut dengan sikap Benno. Tapi yang dia dapatkan adalah tatapan dingin darinya.

“Dengar, Lutz. Si aneh itu tidak mati. Dia akan terus hidup sebagai Rozemyne. Kau pikir si aneh itu akan berubah hanya karena dia beralih dari seorang rakyat jelata menjadi puteri bangsawan tingkat tinggi? Tidak! Satu-satunya hal yang berubah adalah betapa lebih mengerikannya amukan dia nantinya sekarang setelah dia mendapat otoritas yang sebenarnya!” Benno meraung.

Myne yang mengamuk di mana-mana sudah cukup menakutkan, tapi sekarang dia memiliki otoritas seorang bangsawan tingkat tinggi, tidak ada satu pun yang bisa menghentikan dia.

“Belum lagi, kalau dia hanya mengganti namanya, maka Rozemyne masih tetap menjadi seorang partner di restoran Italia. Firma Gilberta baru saja berhasil mendapat koneksi bisnis dengan bangsawan tingkat menengah setelah bertahun-tahun melayani bangsawan tingkat rendah, dan sekarang kita mendadak memiliki kepemilikan bersama dengan seorang bangsawan tingkat tinggi? Kalau kau punya waktu untuk cengeng, maka kerjalah! Entah namanya ‘Myne’ atau ‘Rozemyne’, apa yang si aneh itu inginkan?!”

Seorang kutu buku yang obsesinya membuat dia selamat dari kematian yang sebenarnya dan bereinkarnasi itu tidak akan mengubah cara hidupnya hanya karena menjadi seorang bangsawan tingkat tinggi bernama “Rozemyne”. Hanya ada satu hal yang lebih dia inginkan daripada apapun:

“Buku-buku!”

“Benar. Statusnya lebih tinggi sekarang dan kita akan melakukan beberapa perubahan, tapi kita masih melakukan bisnis dagang, dan dengan persetujuan archduke kita akan melakukan bisnis dengan Rozemyne tidak peduli apa kita menyukainya atau tidak,” kata Benno, dan semua anggota keluarga Myne dengan cepat menoleh ke arahnya. “Kalian mungkin tidak bisa bertemu atau bicara pada seorang bangsawan tingkat tinggi, tapi kita bisa bicara dengan Rozemyne sebagai partner bisnis. Kita ada tukar menukar dokumen, dan akan sangat mudah untuk menyelipkan surat di antara dokumen itu. Aku sudah memprediksi ini akan terjadi dan sudah membuat Lutz dan Myne menandatangani kontrak sihir bersama; sekalipun semuanya gagal, kita masih bisa tetap melakukan kontak tertulis dengannya.”

Mereka tidak bisa berhadapan dengan Myne dan memanggil dia keluarga mereka, tapi tidak ada yang menghentikan mereka dari menulis surat untuknya. Benno menyengir perih saat menjelaskan bahwa kontrak sihir pun ada kekurangannya.

"Benarkah itu, Lutz? Kalau aku menulis surat untuk Myne, apa kau akan memberikan padanya untukku?" tanya Tuuli, membuat Lutz kembali fokus. Masih ada hal-hal yang bisa dia lakukan untuk Myne. Selama dia masih hidup, ini tidak terlalu terlambat —dia bisa membuat buku-buku dan bertindak sebagai jembatan antara dia dan keluarganya, dan dengan pemikiran itu, dia mengangguk.

"Kau bisa mengandalkanku."


Mereka meninggalkan toko itu bersama-sama dan mulai berjalan pulang. Myne, bagaimanapun juga, sudah mati bagi dunia ini; mereka harus mengadakan pemakaman untuknya begitu mereka sampai.

"Lutz, Myne dibunuh oleh bangsawan yang menerobos masuk ke kota. Katakan pada keluargamu. Kami punya persiapan sendiri untuk diurus," kata Gunther, alis mengerut rapat saat dia menatap langit. Bisa dibilang, penjelasan itu bukanlah sebuah kebohongan. Bagaimanapun, dikarenakan si bangsawan yang menerobos masuk kota itulah yang menyebabkan Myne menjadi seorang bangsawan.

“Baik.”

Setelah sampai di rumah, Lutz memberi tahu orang tuanya tentang pemakaman Myne, dan mereka semua buru-buru menyelesaikan makan malam mereka. Orang tuanya yang pertama kali bergegas keluar, masing-masing memakai kain hitam di salah satu lengan. Lutz dan saudaranya, Ralph, juga ikut mengikatkan kain hitam di salah satu lengan untuk menandakan mereka terlibat dalam pemakaman.

"...Hei, Lutz. Kenapa Myne meninggal? Dia semakin baik-baik saja akhir-akhir ini, ya 'kan?"

"Pak Gunther bilang seorang bangsawan membunuh dia. Aku tidak tahu hal lainnya karena aku tidak ada di sana."

Para tetangga berlilitkan kain hitam di lengannya berkumpul di sumur alun-alun. Normalnya jenazah akan dibaringkan pada sebidang papan untuk dibawa ke tempat pemakaman, tapi tanpa jasadnya, mereka tidak bisa melakukan itu untuk Myne. Sebagai gantinya, hanya ada sebuah kotak kecil. Di dalamnya ada baju dan tusuk rambut yang biasa dia pakai. Tidak ada yang lain.

"Ada apa ini? Di mana jasadnya?" salah satu tetangga bertanya. Semua orang terkejut dengan pemakaman yang tidak biasa.

Gunther, yang memimpin pemakaman, meringis dan menatap tanah. Ada rasa sakit yang jelas di matanya. “Myne diserang oleh seorang bangsawan dari duchy lain. Mereka membunuh dan mencuri tubuhnya.”

“...Itu, uh… Benar-benar tragis. Aku turut berduka atas kehilanganmu.”

Apapun yang dicuri oleh para bangsawan tidak akan pernah kembali. Semua orang di lingkungan ini tahu betapa dalam rasa sayang Gunther, dan betapa dia memanjakan Myne meski tubuhnya yang sakit-sakitan. Mereka tahu bahkan tanpa bertanya betapa menyakitkan baginya sampai tidak bisa mengambil kembali tubuhnya, dan tidak ada yang menanyainya lagi tentang hal lainnya.

“Benar-benar disayangkan. Padahal dia akhirnya sehat lagi.”

Para tetangga menatap kotak kayu dan memikirkan kembali bagaimana Myne dulunya saat pembaptisan dan kelahiran Kami, dan mulai berbagi cerita dan semacamnya.

Dikatakan bahwa pintu menuju ke alam orang mati hanya terbuka saat fajar, ketika Dewa Kegelapan dan Dewi Cahaya bertemu, dan bahwa pasangan suami isteri dewa itu akan memandu orang-orang yang baru saja mati menuju ke tempat matahari pagi terbit. Mereka yang mengenal mendiang akan berbagi kenangan dan mengobrol sepanjang malam sampai yang meninggal itu bisa berpindah dengan aman, tapi Myne nyaris tidak pernah menghabiskan waktu dengan tetangganya, jadi tidak ada banyak yang bisa mereka katakan.

“...Hei, Lutz. Kau dekat dengan Myne, ya ‘kan? Katakan sesuatu tentang dia.”

Lutz memikirkan kembali dua setengah tahun yang telah dia lalui dengan Myne. Awalnya, dia bahkan tidak bisa berjalan ke gerbang. Dia ingin membuat buku tapi tidak punya kertas ataupun tinta; dia telah mencoba menganyam serat rumput, kemudian membuat lempengan tanah liat… Bahkan saat akhirnya dia bisa membuat kertas, ada banyak hal yang harus dia lakukan sebelum dia bisa membuat buku.

“Myne akan selalu tumbang begitu dia memutuskan untuk melakukan sesuatu, tapi dia selalu bekerja keras untuk mendapatkan yang dia inginkan. Saat kami pertama kali memulainya, dia akan kehabisan napas hanya dengan berjalan ke sumur, tapi pada akhirnya dia bisa berjalan sendiri sampai ke hutan.”

“Oh ya, itu mengingatkanku… Dia benar-benar melakukan banyak hal yang aneh, seperti menyerut kayu dan bermain-main dengan tanah liat.”

“Bukannya kalian berdua merebus kayu, Lutz?”

Fey dan teman-temannya yang pernah pergi ke hutan dengan Myne mulai membicarakan apa yang mereka ingat tentang yang gadis itu lakukan. Itu pasti mendorong keluarga Lutz untuk mulai bicara juga.

“Semua resep yang Myne pikirkan itu rasanya benar-benar enak.”

“Myne belajar huruf dan matematika sambil membantu Gunther di gerbang, dan dia mengajar semua itu pada Lutz juga. Dia itu cerdas.”

“Oh ya? Aku tidak tahu soal itu.”

Setelah pembaptisan mereka, Lutz menjadi seorang calon pedagang dan Myne novis biarawati di biara, tapi dia tidak membicarakan itu di depan umum karena biarawati tidak memiliki reputasi yang bagus. Sejauh yang orang-orang di sini tahu, dia hanya membantu di gerbang dan melakukan pekerjaan dokumen yang Lutz bawa pulang dari Firma Gilberta. Hampir tidak ada yang tahu apa yang Myne sebenarnya lakukan sejak pembaptisannya.

Myne telah mendirikan sebuah bengkel di panti asuhan, membuat tinta, dan kemudian akhirnya membuat buku; menjadi patron Johann dan menyuruh pemuda itu membuat mata-mata huruf logam untuknya; mendanai penelitian Heidi tentang tinta berwarna, dan setelah beberapa percobaan bersama Ingo, menyelesaikan sebuah mesin percetakan. Dia itu luar biasa.

Dan Lutz ingin memberitahu semua orang tentang hal itu, tapi dia tidak bisa. Dia tidak tahu seberapa jauh tentang pembuatan buku yang aman untuk dibicarakan.

“Myne bertubuh lemah dan lambat bertumbuh,” Effa memulai, menggendong Kamil. “Kami selalu takut kalau dia mungkin tidak akan hidup untuk melihat esok hari. Tuuli mulai semakin mandiri sejak dia berumur dua atau tiga tahun, tapi Myne perlu waktu sampai berumur lima tahun. Sebelum itu, dia akan selalu menangis betapa tidak adilnya hanya Tuuli yang sehat, atau betapa tidak adilnya hanya kami yang bisa pergi ke luar rumah.” Kelihatannya itu menyakiti dia sebagai seorang ibu bahwa Myne tidak terlahir sebagai seorang anak yang sehat.

Itu mungkin adalah Myne yang lama, pikir Lutz. Myne yang dia kenal tidak akan pernah menangisi hal-hal yang dianggapnya tidak adil. Dia bekerja keras untuk semakin kuat dengan caranya sendiri, dan walaupun dia sering berlari di tempat, dia selalu mendedikasikan dirinya untuk mendapatkan buku-buku untuk dibaca.

“Tapi begitu dia berhenti menangisi hal-hal yang tidak adil, dia mulai marah-marah tentang banyak hal. Dia akan berkata ‘Aku benci tubuh ini!’ dan mulai membersihkan rumah sampai dia akhirnya demam. Dia akan melakukan tarian-tarian aneh sampai dia terjatuh, dan berkata makan beberapa hal tertentu akan baik bagi kesehatannya sebelum akhirnya sakit perut,” Effa melanjutkan sambil tersenyum kecil.

…Sekarang itu Myne yang kutahu. Mudah bagi Lutz untuk mengingat dan memvisualisasikan semua hal aneh yang Myne telah lakukan.

“Tidak lama setelah dia berhenti menangis dan marah-marah tentang banyak hal sepanjang waktu, dia mulai pergi ke hutan dengan Lutz. Dia tidak pernah diharapkan untuk sama seperti anak-anak normal lainnya, tapi dia tetap cukup kuat untuk pergi ke luar dan bergabung dalam festival. Tidak disangka, setelah semua itu, dia akan diambil dari kami seperti ini…”

Setelah mengatakan isi hatinya, keluarga Myne menitikkan air mata dan tidak berkata-kata lagi. Tapi semuanya mengerti: puteri mereka yang akhirnya telah menjadi sehat, malah dibunuh oleh seorang bangsawan dari luar dan mencuri tubuhnya. Ini akan menjadi pemakaman yang sunyi. Di bawah tarian api yang menerangi alun-alun, Gunther dalam diam mengukir sebuah penanda makam untuk Myne dari kayu, air mata mengalir membasahi pipinya sementara itu.

Mereka menanti malam, bergiliran untuk tidur sejenak. Saat bel kedua berdentang, para isteri mulai membagi-bagikan roti dan teh; adalah hal yang dilarang untuk makan daging sebelum pemakaman selesai.

Setelah menyelesaikan sarapan sederhana, mereka memanggul papan yang ringan dan menuju ke biara. Mereka harus melaporkan kematian, dan kemudian mengambil sebuah medali yang mengizinkan pemakaman. Ketika mereka tiba, penjaga gerbang biara membiarkan mereka masuk ke kapel. Adalah hal yang standar bagi para biarawan abu-abu untuk menangani kematian penduduk kota, tapi entah kenapa Pastor Kepala yang berada di sini kali ini.

“Seorang anak berusia tujuh tahun yang lahir di musim panas bernama Myne? Baiklah.”

Setelah meninggalkan mereka untuk menunggu sebentar di kapel, Pastor Kepala kembali dengan sebuah medali putih datar, yang dia serahkan pada Gunther. Itu adalah medali yang Myne cap dengan darah saat pembaptisannya. Ini berlaku sebagai tanda bahwa pemerintah menyetujui pemakaman, dan sebagai pengganti batu nisan bagi para rakyat jelata miskin yang tidak mampu memilikinya sendiri.

Dengan medali di tangan, mereka pergi ke area pemakaman di luar kota. Karena hanya ada sebuah kotak ringan di atas papan, para pria pemanggulnya dapat berjalan lebih cepat daripada biasanya. Mereka juga lebih hening daripada biasanya, karena tidak ada satu pun dari mereka yang mengenal baik Myne.

Mereka menguburkan kotak itu di sudut terjauh dari pintu masuk pemakaman. Tidak perlu waktu lama untuk menggali makam karena kotak kayu itu begitu kecil, Gunther menekankan medali tersebut ke penanda makam yang telah dia ukir. Medali itu menempel erat ke papan, yang kemudian dia tancapkan dalam-dalam ke tanah sehingga itu akan berdiri tegak, sama seperti penanda-penanda yang mengelilingi kuburan.

Makam orang-orang kaya memiliki kata-kata yang diukir ke penanda mereka, tapi karena hanya sedikit orang-orang miskin yang bisa membaca, makam-makam terdekat tidak ada kata-kata di penandanya—orang-orang sebagai gantinya akan mengidentifikasikan berdasarkan bentuk kayu atau di mana medalinya ditempelkan. Pada makam Myne, meski begitu, tertera kata-kata “Puteri Kami Tercinta” di bawah medali.

Begitu penguburan selesai, pemakaman pun rampung. Seharusnya akan ada diskusi mengenai wasiat dan penerus seandainya dia adalah kepala dari sebuah keluarga, tapi tidak ada satu pun dari hal itu yang dibutuhkan untuk Myne, karena dia meninggal begitu cepat setelah pembaptisannya.

Semua orang kembali dengan kehidupannya sehari-hari keesokan harinya. Lutz kembali ke jadwalnya yang biasa juga: dia meninggalkan rumah, bergegas menuruni tangga, melewati sumur, dan kemudian menaiki tangga lain, sebelum mengetuk sebuah pintu. Tuuli menjawab, dengan raut wajah penasaran.

“Pagi, Lutz. Apa terjadi sesuatu?”

“Apa terjadi…? Oh!” Sekarang setelah Myne menjadi Rozemyne, dia tidak akan mengantarnya ke biara lagi. Dia tidak akan perlu menjaga dan menghentikan dia keluyuran. Dia tidak akan perlu memastikan apakah dia sehat-sehat saja. Dia tidak akan perlu membuat apapun dengannya. Dia tidak akan perlu memeluknya kapanpun gadis itu membutuhkannya. Dia tidak akan perlu siap sedia kapanpun gadis itu berada dalam masalah dan membutuhkan bahu untuk menangis. Tidak ada lagi yang perlu dia lakukan.

“...Myne benar-benar pergi, ya?” Ada satu bagian dari dirinya yang berharap Myne masih ada di sana, tapi sebagai Rozemyne, dia harus hidup selayaknya seorang puteri dari seorang bangsawan tingkat tinggi. Myne sudah lenyap, dan sekarang dia adalah Rozemyne, tidak akan pernah ada lagi gadis yang Lutz kenal dan paling banyak dia habiskan waktu dengannya.

Untuk pertama kalinya, Lutz benar-benar mengerti bahwa Myne sudah tidak ada. Dia gemetar, dan air mata yang tidak muncul saat pemakaman pun mendadak membuncah keluar. Tuuli mengelus kepalanya dengan lembut sampai dia tenang, sama seperti yang biasa dia lakukan pada Myne.

“Lutz, kau masih bicara dengan Myne lewat pekerjaan, ya ‘kan?”

“...Aku bisa bicara dengannya, tapi dia bukan Myne lagi.”

“Itu benar. Tapi Myne terus mengatakan sampai akhir bahwa sekalipun dia tidak bisa bicara dengan kita seperti biasanya, dia paling tidak tetap ingin menemui kita,” gumam Tuuli, memikirkan kembali percakapan terakhirnya dengan Myne. Dia tidak dapat memanggil mereka keluarga, tapi Myne masih ingin melihat mereka tetap baik-baik saja. Dengan pemikiran itu, dia mungkin ingin terus berbicara dengan Lutz, sekalipun hanya urusan bisnis.

“Ngomong-ngomong, Lutz, bisa tidak kau mengantar aku ke Firma Gilberta hari ini?”

“Huh? Kenapa, Tuuli?”

“Aku ingin memenuhi janji terakhirku dengan Myne,” kata Tuuli sebelum ke kamar tidur. Dia kembali dengan keranjang anyam yang dulu selalu Myne bawa-bawa, di dalamnya ada mainan yang dia buat untuk Renate dan diptych milik Myne. “Aku janji akan bergabung dengan lokakarya Corinna, menjadi penjahit kelas atas, dan membuatkan baju untuk Myne. Aku ingin menemui Bu Corinna supaya aku bisa mewujudkan itu. Kau juga punya janjimu sendiri dengan Myne, ya ‘kan?”

Pertanyaan Tuuli membuat Lutz teringat semua hal yang telah dia ucapkan pada Myne. Dia telah berjanji untuk membuat dan menjual buku bersama dengannya. Dia telah berjanji untuk membuat semua hal yang gadis itu pikirkan.

“...Kurasa sekarang bukan waktunya untuk menangis.” Dia harus membuat cukup buku sehingga Myne bisa menghabiskan waktunya setiap hari bermalas-malasan di ruangannya membaca itu semua. 

Lutz menyeka matanya dan mengangkat kembali barang-barangnya, dan bersama Tuuli di sisinya, membuka pintu berat yang menuju ke luar sana.