Sumber Perselisihan 

(Translator : Hikari)


Sylvester dan Karstedt, memperlihatkan waktu reaksi yang benar-benar mengagumkan, menutup pintu dan melompat ke belakang perisai angin dalam sekejap mata. Aku mengalirkan mana sebanyak yang kubisa  untuk memperkuat perisai itu; aku harus melindungi semua orang yang ada di dalamnya, apapun yang terjadi. 

Cahaya mana yang Pastor Kepala dan Bindewald tembakkan dari tongkat mereka berbenturan begitu keras sampai-sampai cahaya-cahaya tersebut mulai saling menyentak di antara satu sama lain, energi yang berlebih mencambuk-cambuk ke sekitar. Tapi ada perbedaan yang jelas dalam ukuran dan kekuatan mana mereka, dan tidak butuh waktu lama mana Pastor Kepala melampaui Bindewald, mendorong cahaya mana-nya mundur sampai mengenai dirinya dan membuat dia terpental. Dia menghantam keras dinding sebelum jatuh ke tanah dengan suara gedebuk. Dia ditutupi luka-luka bakar seperti Ayah, dan berguling di tanah sambil mengerang kesakitan yang membuat terdengar semakin mirip kodok.

“Urr... Grurrrr...”

Uskup Kepala selamat berkat tali-tali cahaya yang melilitnya, tapi dia membeku total, matanya terbuka lebar. Pastinya menakutkan melihat berkas cahaya mana bertubrukan tepat di hadapannya. Para biarawati abu-abu dan prajurit Pelahap yang ambruk, meski begitu, tidak terlihat di manapun; mereka tidak punya cara untuk melindungi diri mereka sendiri dari ledakan mana yang telah menghapus keberadaan mereka sepenuhnya.

“Myne, beginilah caranya kau menghancurkan bukti. Lakukan dengan seksama saat kau akan melakukannya. Tidak satupun dari orang-orang ini yang seharusnya berada di sini sejak awal,” kata Pastor Kepala sambil menunduk memandang si kodok dengan tatapan dingin dan menudingkan tongkatnya tanpa ampun. Bindewald memekik dan merangkak menjauh secepat mungkin, tapi Pastor Kepala menangkapnya hanya dalam beberapa langkah. Sikap tidak rasa belas kasihannya ini sangat dihargai ketika dia adalah kawan, tapi aku tidak akan pernah mau menjadikan dia sebagai lawan.

...Pastor Kepala agak menyeramkan

“Ferdinand, bukankah itu cukup?” kata Sylvester. “Dan Myne, singkirkan perisai ini. Kita tidak membutuhkannya lagi.” Dia tidak sedang mengenakan jubah biru biarawannya lagi tapi sebuah setelan yang jauh lebih mewah daripada yang diharapkan dari seorang bangsawan. Dia melangkah maju, menyibakkan mantel kuning cerahnya ke belakang. Aku berhenti mengalirkan mana ke perisai seperti yang diinstruksikan, membuatnya memudar hilang, dan Pastor Kepala menghilangkan tongkatnya juga.

“Mundurlah, Ferdinand,” Sylvester memberi sinyal dengan dagunya saat mengucapkan perintah. Menanggapi, Pastor Kepala melangkah mundur dan berlutut di hadapan Sylvester, lengannya menyilang di depan dada.

“...Um?” Rahangku merosot melihat Pastor Kepala yang berlutut. Semua biarawan biru memiliki status yang setara di dalam biara, dan sudah diajarkan bahwa tidak perlu bagi mereka untuk berlutut pada satu sama lain di sini, jadi Pastor Kepala tidak akan berlutut di hadapan Sylvster seperti itu jika dia adalah seorang biarawan biru.

...Kupikir Pastor Sylvster hanya seorang biarawan berkedudukan tinggi saja, tapi jangan-jangan selama ini dia hanya pura-pura?

Aku tahu seberapa dekatnya mereka selama Doa Musim Semi sehingga dia dan Pastor Kepala begitu akrab, tapi Pastor Kepala tidak pernah melakukan apapun yang mengekspresikan perbedaan status sejelas itu sebelumnya. Jika aku mengasumsikan bahwa aku telah melihat sisi yang lebih pribadi dalam hubungan mereka selama Doa Musim Semi, maka ini mungkin bagaimana mereka bertindak selama urusan resmi di hadapan umum. Dengan kata lain, Sylvester tidak hanya bukanlah seorang biarawan biru, dia juga memiliki status yang cukup tinggi sampai-sampai seseorang dengan status yang lebih tinggi dari siapapun di Ordo kesatria akan berlutut di hadapannya.

...Dan aku akan diadopsi oleh seseorang yang luar biasa penting ini?

Aku merasakan keringat dingin mengalir di punggungku. Sylvester memiliki status yang cukup tinggi untuk menekan Uskup Kepala dan membuat Pastor Kepala berlutut. Dengan kata lain, dia saat ini sebenarnya membantuku dan orang lain, tapi tetap saja rasanya aneh di luar dugaan buatku. Jantungku berdebar saat aku mencoba memproses situasi ini.

“Aah, Sylvester! Kau datang di waktu yang tepat. Bantu aku dan perintahkan si bodoh kurang ajar itu untuk melepaskan ikatan ini,” Uskup Kepala berkata sambil bergantian melihat antara Sylvester dan Pastor Kepala, masih terikat oleh tali-tali cahaya. Mereka sepertinya saling mengenal. Tapi yang Sylvester lakukan hanyalah melirik ke arah Pastor Kepala yang berlutut tanpa memerintahkan dia untuk melepaskan ikatan.

“Aku cepat-cepat kembali karena panggilan dari Ordo Kesatria, dan kekacauan macam apa yang kulihat ini? Apa yang terjadi di sini”

“...Si-Siapa kau?” Bindewald bertanya dengan suara serak, kepalanya menoleh cepat antara Sylvester dan Uskup Kepala. Dia sama sekali tidak memahami situasi ini.

Karstedt mengambil satu langkah ke depan Sylvester dan, dengan kaki yang tegap menjejak lantai dan kepala terangkat tinggi, menatap tajam Bindewald. “Kau kini sedang berhadapan langsung dengan Aub Ehrenfest.”

“Ap… Ap-Ap-Apa?!” Bindewald menudingkan jari pada Sylvester, gemetar. “Itu tidak mungkin! Ini bohong!” dia mengulanginya berkali-kali. Secara pribadi, aku sama sekali tidak mengerti kenapa dia gemetar seperti seekor kodok yang sedang ditatap seekor ular yang mulutnya terbuka.

Sementara aku menelengkan kepala dengan bingung, aku mendengar suara gemeresak saat Ayah bangkit agar bisa berlutut juga. Aku bergeser mendekat dan berbisik “Ayah tahu dia ini siapa?” dengan suara pelan.

“Hanya ada satu orang di duchy yang memiliki nama yang sama dengan kota ini, dan itu adalah sang archduke,” balasnya pelan dengan raut wajah suram.

...APA?! Sylvester yang anak SD berukuran dewasa adalah seorang archduke? Aku ingin berteriak, tapi menekapkan sebelah tangan ke mulut dan menelan rasa kagetku.

...Orang ini yang menyolek pipi seorang gadis yang baru dia temui, membuatnya berkata “pooey”, menyambar tusuk rambutnya, melakukan gerakan-gerakan akrobatik di depan para petani, pergi berburu di hutan kota bawah tanpa pengawal satu pun… dia adalah seorang archduke? Orang aneh seperti dia, seorang archduke? Um, apa? Apa duchy ini akan baik-baik saja?

“Kau berani terus bersikap bodoh?! Ketidaksopananmu itu akan membuatmu terbunuh! Bukan seperti itu caranya berbicara dengan Aub Ehrenfest! Berlutut, sekarang!” bentak Karstedt, menyela pikiranku yang tidak sopan lebih jauh.

“Y-Ya, Pak!” Aku melompat kaget saat Karstedt berteriak pada Bindewald, dan segera berlutut di tanah.

“...Myne. Apa yang sedang kau lakukan di situ?” Karstedt memanggil dengan nada suara keheranan sekaligus kebingungan. Aku dengan gugup mengangkat kepala dan melihat bahwa sementara yang lain berlutut dengan lengan yang menyilang di depan dada, hanya aku yang membungkuk dengan dahi menyentuh lantai. Semua orang menatapku seakan-akan aku adalah orang aneh dan itu lumayan menyakitkan.

“Y-Yah, Anda bilang berlutut, jadi ini...terjadi begitu saja.” Kelihatannya aku baru saja mempermalukan diriku sendiri di tengah-tengah sesuatu yang sangat penting. Aku buru-buru memperbaiki postur tubuhku dan berlutut dengan benar, dan setelah itu Sylvester dengan santai sekilas memperhatikan lorong. Ekspresinya tegas dan amat serius, tidak seperti yang pernah kulihat dia seperti itu sebelumnya. Kalau saja dia seperti ini saat aku menemuinya pertama kali, aku tidak akan sekaget ini saat mengetahui dia adalah sang archduke.

Pandangan Sylvester tertuju pada Uskup Kepala, di mana dia menyipitkan matanya. “Baiklah sekarang, bisakah kau menjelaskan apa yang terjadi di sini, Paman?”

Di luar dugaan, Sylvester dan Uskup Kepala adalah kerabat. Itu berarti, jika Sylvester mengadopsiku, aku nantinya akan berkerabat dengan Uskup Kepala juga.

Tidaaaaak, terima kasih! Aku tidak perlu paman buyut seperti dia!

“Aah, aku tahu kau akan mendengarkan, Sylvester!”

Dan begitulah Uskup Kepala menceritakan kisahnya, yang kurang lebih diubah agar menguntungkan dirinya: Count Bindewald telah dipanggil ke sini karena aku; yang berakhir dengan kekacauan dengan membuat Sylvester kembali gara-gara aku; adalah salahku karena tidak pasrah merelakan diriku untuk ditangkap; adalah salahku dia jadi menderita akibat tali-tali cahaya Pastor Kepala; dan semua masalah di biara ini disebabkan oleh seorang rakyat jelata sepertiku diberikan jubah biru.

Pada akhirnya, semuanya terlihat delapan puluh persen adalah salahku, ditambah dua puluh persen salah Pastor Kepala. Kami telah memanfaatkan absennya Sylvester untuk memperdaya dan menjerumuskan dia dalam perangkap. Sejujurnya, ini semua benar-benar setipis kertas sampai-sampai aku jadi bertanya-tanya apakah Uskup Kepala benar-benar bodoh atau tidak. Maksudku, aku telah pada dasarnya melakukan semua penghitungan matematikan dalam pembukuan keuangan biara sambil membantu Pastor Kepala; aku tahu dengan baik bahwa Pastor Kepala tidak mencoba untuk menjebak Uskup Kepala sementara Sylvester tidak ada. Itu sama sekali tidak berdasar—Pastor Kepala jauh lebih menakutkan daripada itu.

“Count Bindewald, apa kau juga memiliki perspektif yang sama?” tanya Sylvester, mengalihkan matanya pada Bindewald dan mengerutkan wajah dengan kesal setelah Uskup Kepala mulai mengulanginya lagi. Si kodok terbakar itu kurang lebih sependapat dengan Uskup Kepala, menyalahkanku, seorang rakyat jelata, atas segalanya.

Bukannya agak tidak masuk akal menyalahkan semua luka bakar itu padaku? Maksudku, ayolah.

“Baiklah sekarang, Ferdinand. Silakan perlihatkan bukti dan kesaksianmu.”

“Seperti yang Anda inginkan.”

Pastor Kepala mulai dengan datarnya menyebutkan semua yang telah terjadi setelah Bindewald memasuki kota menggunakan izin yang dipalsukan. Dia menyertakan sebuah laporan tentang aku yang sempat diserang di kota bawah, meminta sudut pandangan Ayahku sebagai seorang prajurit penjaga dari gerbang timur di mana masalah pertama kali muncul, yang semakin menguatkan kesaksiannya. Dinilai dari berapa banyak yang Pastor Kepala ketahui, dia pasti secara sihir menghubungi kamarnya entah bagaimana caranya, dan mungkin itulah sebabnya dia tadi meninggalkan ruang rahasianya.

“Dan karena saya tidak berasal dari duchy ini, saya sama sekali tidak tahu bahwa aturannya telah berubah, atau bahwa izin saya telah dipalsukan. Saya diundang dan datang, tidak lebih. Apakah itu sebuah kejahatan?” Bindewald berkeras bahwa kejadian di kota bawah tidak ada hubungannya dengan dirinya, dan bahwa dia juga hanyalah korban di sini. “Aub Ehrenfest, saya sama sekali tidak tahu bahwa dokumen ini telah dipalsukan. Saya tadinya berpikir bahwa jelas Anda sendiri telah menandatangani ini,” katanya dengan senyum dipaksakan sambil mengeluarkan sebuah dokumen dari saku mantelnya.

Karstedt menerima dan menyerahkan dokumen itu pada Sylvester, yang kemudian mengamatinya sebelum menyengir tipis. Aku bisa melihatnya berkata “Oh yeah, dapat buktinya!” di dalam hatinya, yang membuatku sadar akan sesuatu—ada dokumen lain yang aku ingin dia ambil dari Bindewald.

“Count Bindewald memperdaya Dirk agar melakukan kontrak pengabdian dengan menyatakan itu adalah formulir adopsi. Dapatkan dokumen tersebut terhitung sebagi pemalsuan juga?”

“Anak itu berdusta pada Anda. Saya memperlihatkan itu sebagai kontrak pengabdian sejak awal. Seorang bangsawan seperti saya tidak akan pernah mengadopsi seorang yatim piatu jelata,” Bindewald membalas saat itu juga, memelototi dan menyebutku seorang pembohong.

Delia melotot balik padany dengan tatapan tajam di matanya, Dirk masih berada dalam pelukannya. “Uskup Kepala dan Count mengatakan bahwa itu adalah formulir adopsi, dan ada dua lapis perkamen di bagian atas untuk menutupi nama dokumen yang sebenarnya.”

“Diam!”

“...Tunjukkan pada kami dokumen itu.”

Dengan lapisan perkamen kedua yang sudah dibuang, sama sekali tidak ada yang mencurigakan tentang kontrak pengabdian itu. Karena tidak ada apapun untuk disembunyikan, maka Bindewald mengeluarkan dan memperlihatkannya pada Karstedt tanpa keraguan sedikit pun.

“Jadi, Ferdinand?”

"Yang diperlihatkan pada saya adalah kontrak adopsi." Pastor Kepala memelototi Bindewald, seakan-akan frustrasi karena orang itu menyampaikan kebohongan yang sudah jelas. Kesaksianku sebagai seorang rakyat jelata dan kesaksian Delia sebagai seorang novis biarawati abu-abu tidak ada artinya karena kedudukan kami yang rendah, tapi Pastor Kepala adalah seorang bangsawan, yang berarti kesaksiannya memiliki bobot. Fakta bahwa Sylvester meminta pendapatnya menunjukkan betapa besar kepercayaan yang dia miliki padanya.

Bindewald memucat karena telah bersikap tidak sopan pada Pastor Kepala setelah mengira dia hanyalah seorang biarawan biru biasa. "Tentunya Anda hanya keliru membacanya. Selain itu, yang kita bicarakan di sini adalah seorang yatim piatu dengan kondisi Pelahap—dalam kasus ini, tidak ada banyak perbedaan antara formulir adopsi dan kontrak pengabdian. Apakah saya salah?"

Dia salah, tapi sepertinya dia ingin berpura-pura tidak salah. Mata Bindewald menyusuri ruangan; dia merasakan situasi tidak sedang di pihaknya dan berpikir mencari jalan keluar, dan dia menemukannya ketika melihatku. Matanya melebar menyadari dari menudingku, tiba-tiba mengalihkan topik pembicaraan.

“Yang lebih penting, saya minta Anda untuk menghukum si rakyat jelata ini!”

“Rakyat jelata?” balas Sylvester, sebelah alisnya terangkat. Fakta bahwa dia membalas pastinya membuat Bindewald berpikir dirinya memiliki kesempatan karena dia mulai mengoceh tentang aku, ludah menciprat-ciprat dari mulutnya.

“Saya mendengar gadis bernama Myne ini adalah seorang rakyat jelata yang diberikan jubah biru hanya karena kemurahan hati Anda, Aub. Meski demikian, dia dengan congkaknya bersikap seakan-akan dia berada di puncak dunia. Dia menembakkan mana-nya pada saya, seorang bangsawan, dan membunuh para pengawal pribadi saya yang bergelut demi melindungi saya. Dia adalah rakyat jelata yang berbahaya dan brutal. Saya sama sekali tidak bisa membayangkan niat kebusukan keji apa yang mengakar di pikirannya.”

Omongannya itu begitu konyol sampai-sampai aku hanya bisa mengerjapkan mata dengan kaget. Apa yang sebenarnya dibicarakan kodok ini? Apa dia sebenarnya ada kerusakan otak atau semacamnya?

“Kaulah yang memerintahkan prajuritmu untuk menculikku. Kah bahkan tidak mengingat apa yang telah kau lakukan beberapa saat yang lalu?”

“Jangan berdebat dengan seorang bangsawan, rakyat jelata!” bentak Bindewald, memelotiku dengan murka. Tapi Sylvester hanya menyeringai.

“Count Bindewald, biarkan aku menjelaskan kesalahapahaman ini dengan cepat. Gadis yang terus kau panggil rakyat jelata ini adalah puteri angkatku.”

“Di-Dia… Apa?! Seorang rakyat jelata, diadopsi oleh seorang archduke?!”

Sylvester, mengabaikan ekspresi tercengang Bindewald, memberi tanda agar aku mendekat. “Kami sudah menyelesaikan kontrak adopsinya. Myne, sini.” Aku berjalan mendekatinya, dan Sylvster menarik rantai leherku, memperlihatkan kalung dengan batu hitam. “Dan inilah buktinya.”

“Gadis ini...puteri angkat Anda…?”

“Ya. Jika dia adalah seorang rakyat jelata, maka kaulah yang benar di sini. Aturan hukum akan memihakmu. Tapi Myne sudah menjadi puteri angkatku. Tahu apa artinya? Kejahatanmu tidak hanya memasuki ibu kota duchy lain secara ilegal, tapi juga menyerang seorang anggota keluarga archduke. Pengawalnya cedera serius, dan dia berkata kau menyerang dia dengan mana.” Sylvester mendengus merendahkan, kemudian melihat ke arahku. “Ceritakan padaku apa yang Count itu lakukan padamu.”

“Dia tidak hanya menyerang saya dengan mana; saya juga diserang di kota bawah, dan dia mencoba memaksa saya melakukan kontrak pengabdian. Saat itulah dia mengiris saya dengan sebilah pisau,” aku menjelaskan sambil memperlihatkan telapak tanganku, menunjukkan luka yang akhirnya berhenti berdarah. Aku mengatakan yang semua yang bisa kuingat sambil menyaksikan si kodok yang memucat ngeri. “Para pria yang menyerang kita saat Doa Musim Semi pun adalah para prajurit Pelahap yang dipaksa melakukan kontrak pengabdian dengannya. Dia menggerutu tentang bidak-bidaknya yang hilang saat mencoba menyerang saya, baik saat ini maupun ketika musim semi.”

Kesaksianku sebagai seorang rakyat jelata mungkin tidak berarti apa-apa, tapi menjadi seorang puteri archduke mengubah hal itu, tidak peduli apa aku diadopsi atau tidak—belum lagi Sylvester menyertai kami saat Doa Musim Semi. Count Bindewald tentunya tidak mengetahui fakta ini, tapi pasukannya telah menyerang archduke secara langsung.

“Luar biasa. Kedengarannya ada banyak kejahatan atas namanya. Count Bindewald, kau ditahan. Kejahatanmu adalah memasuki kotaku secara ilegal dan menyerang puteriku beserta kesatria pengawalnya,” kata Sylvester dengan nada tegas tidak memberikan kesempatan untuk argumen. “Sedangkan untuk penyerangan misterius saat Doa Musim Semi, aku ada berada bersama mereka saat itu. Hal tersebut akan dianggap sebagai deklarasi perang di archduke duchy-mu. Kau adalah kriminal yang sangat mengganggu hubungan politik antar duchy; kau akan diinterogasi, aku akan menanyai langsung Aub Ahrensbach apakan dia memang berniat untuk menyatakan perang, dan kemudian nasibmu akan diputuskan. Bawa dia.”

Karstedt mengeluarkan tongkatnya dan mengayunkannya dengan sebuah sabetan tajam, yang membuat tali cahaya seperti yang melilit Uskup Kepala melesat keluar dari ujungnya. Bindewald, dengan mata yang berputar ke belakang dan mulut yang berbusa, ditangkap tanpa perlawanan apapun.

Karstedt kemudian melangkah ke pintu yang mengarah ke Gerbang Bangsawan, membukanya lebar, dan menembakkan seberkas cahaya ke langit. Gerbang Bangsawan terbuka, dan Ordo Kesatria—yang sepertinya telah menunggu di baliknya—berbaris masuk ke dalam biara untuk mengambil Bindewald dan Damuel yang tidak sadarkan diri. Saat itulah Sylvester, yang mengawasi mereka keluar lewat sudut matanya, mengalihkan tatapan pada Uskup Kepala.

“Sylvester, kita bahkan tidak tahu wanita seperti apa yang melahirkan Ferdinand. Kau tidak perlu mempedulikan orang seperti dia. Dan bagaimana bisa kau membodohi dirimu sendiri dengan mengadopsi rakyat jelata seperti Myne? Aku tidak percaya seorang anak kecil seperti dia telah mengotori hati archduke duchy ini. Tolong, batalkan adopsi itu saat ini juga,” Uskup Kepala berkata dengan angkuhnya dari tanah, masih dibungkus tali-tali cahaya. “Ini adalah peringatan tulusku sebagai pamanmu dan sebaiknya kau mendengarkanku.”

Aku bisa melihat dari ekspresi jengkel Karstedt dan Ferdinand bahwa ini bukanlah kali pertama dia menggunakan kalimat itu.

“Ferdinand memang terlahir dari ibu yang berbeda, tapi dia tetap saja adalah adikku. Dia memiliki kemampuan dan pekerjaannya sesuai harapan. Aku tidak akan membiarkanmu menghinanya.”

“Kau tidak bisa mempercayai saudara tiri! Kakak perempuanku—”

“Situasimu adalah urusanmu sendiri. Kita berbeda.”

...Pastor Kepala adalah saudara tiri archduke, dan putera dari archduke sebelumnya? Oke, itu menjelaskan kenapa Ordo Kesatria sampai berlutut padanya.

Masa lalunya membuatku kaget. Aku bisa membayangkan Uskup Kepala dan ibu Sylvester selalu mencoba menghalangi kedekatan hubungan mereka. Mungkin Pastor Kepala bergabung dengan biara karena hal semacam itu.

“Kau adalah keponakanku tersayang, Sylvester—putera berharga kakak perempuanku. Aku tidak ingin kau mengalami kemalangan apapun. Tolong dengarkan peringatanku,” Uskup Kepala memohon seperti seorang pria tua yang putus asa.

Sylvester menunduk menatapnya dengan pandangan dingin. “Aku adalah Aub Ehrenfest, dan aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama selamanya. Sebagai archduke, aku akan membuang rasa simpati kekeluargaanku dan menindakmu sesuai dengan hukum yang berlaku.”

“Apa?! Veronica tidak akan pernah menerima ini!”

Kelihatannya, kapan pun Uskup Kepala melanggar aturan hukum apapun, ibu Sylvester akan terlibat dan memuluskan situasinya untuk adik laki-lakinya ini. Aku dulu penasaran kenapa dia begitu arogan dan agresif, tapi sekarang aku mengerti—dia benar-benar bisa melakukan apapun yang dia mau ketika dia memiliki ibu sang archduke yang menutupi kekurangan akibat statusnya.

“Paman, kau sudah terlalu jauh kali ini. Ibu tidak lagi bisa melindungimu. Dia juga akan dituntut atas pemalsuan dokumen dan mendukung tindakan kriminal.”

Sepertinya Sylvester akan mendakwa ibunya sendiri demi menghukum Uskup Kepala. Aku bisa memperkirakan bahwa, di masa lalu, ibunya hanya pernah melindungi Uskup Kepala, tidak pernah sampai melakukan kejahatan yang bisa ditelusuri balik sampai padanya. Tapi kali ini dia telah melawan perintah archduke dan memalsukan dokumen yang membiarkan orang luar masuk ke dalam kota—sebuah kejahatan yang serius, tidak peduli apakah sang archduke adalah anaknya atau bukan. Sylvester tidak diragukan lagi berniat untuk menghukum baik ibu maupun pamannya sekaligus.

“Sylvester, kau berniat membuat ibumu sendiri menjadi seorang kriminal?! Kau tidak akan bisa lolos dari tindakan mengerikan semacam itu dengan aman!”

“Dan itu adalah salahmu!” bentak Sylvester setelah Uskup Kepala berteriak memprotes. “Kau telah melakukan begitu banyak kejahatan hingga aku tidak lagi bisa menghitungnya. Ibunda selalu melindungimu karena rasa sayangnya, dan sekarang jadi seperti ini. Kau akan dieksekusi atas kejahatanmu yang tak terhitung itu, dan Ibunda akan dikurung di vilanya. Kau tidak dibutuhkan dalam politikku,” dia menandaskan dengan datar.

Percikan semangat hidup memudar dari mata Uskup Kepala dan dia menatap Sylvester dengan ekspresi pucat pasi, seperti api yang telah terbakar habis. Tapi Archduke tidak menarik kembali kata-katanya.

“Bawa pergi Uskup Kepala dan para pelayannya.”

“Baik!”

Kelihatannya sama seperti bagaimana kejahatan yang kulakukan akan membuat hukuman jatuh atas keluarga dan para pelayanku, kejahatan apapun yang dilakukan Uskup Kepala akan menjatuhkan hukuman pada para pelayannya. Para kesatria yang dipanggil Karstedt pertama-tama membawa Uskup Kepala yang terikat, kemudian ke kamarnya untuk menangkap para pelayannya. Para biarawati di pintu juga ditangkap, dengan salah satu dari mereka adalah Delia, yang mengangkat kepala dan dengan putus asa melihat ke sana-sini mencari bantuan.

Mata kami bertemu sekilas. Dia menurunkan pandangannya dengan seulas senyum pasrah, kemudian mengulurkan Dirk. “Suster Myne, tolong jaga Dirk.”

Alisnya yang mengerut, mata yang tertuju ke bawah, dan sosoknya yang gemetar itu sangatlah familiar; dia terlihat sama seperti saat mengatakan harapannya  seandainya aku menyelamatkan dia juga ketika aku mulai merestrukturisasi panti asuhan.

Sebuah rasa perih menusuk hatiku. Aku telah berjanji padanya waktu itu: aku mengatakan aku akan ada untuknya di saat berikutnya dia berada dalam masalah, bahwa aku akan menyelamatkannya ketika dia membutuhkannya.

Aku mengangguk dalam hati, kemudian mengangkat kepalaku. “Lord Sylvester, saya ada permintaan.”

“Biar kudengar.”

“Bolehkah saya meminta Anda untuk tidak mengeksekusi Delia?”

“Kenapa?” tanya Sylvester, mata hijau gelapnya berkilau penuh minat.

“Delia hanya diperdaya oleh Count Bindewald dan Uskup Kepala. Memang benar dia telah membuat banyak kesalahan di sini, tapi dia tidak bertindak dengan niat jahat. Tidak hanya itu, dia hanya menjadi pelayan Uskup Kepala untuk waktu yang singkat, dan mengingat usianya yang masih sangat belia, saya rasa dia sama sekali tidak terlibat dalam aktivitas ilegal atau persembahan bunga.”

“...Hm. Memang benar, tapi dia ada di sini dan terlibat dalam pusat konflik ini, jadi dia tidak dapat menghindari hukuman. Sebagi seorang puteri archduke, tunjukkan padaku bagaimana kau akan menindaknya.” Pandangannya jelas menunjukkan bahwa Delia akan dieksekusi sebagaimana harusnya kalau dia tidak puas dengan tanggapanku, dan aku menelan ludah atas ketegasan yang tersembunyi di balik kegirangan di matanya.

“Delia akan kembali ke panti asuhan yang di mana dia telah bersumpah tidak akan dia datangi lagi jika bisa.”

“Hanya itu?”

“Da-Dan, erm, dia tidak akan diizinkan menjadi pelayan siapapun. Sebagai satu-satunya jalan meloloskan diri dari panti asuhan adalah dengan diambil menjadi pelayan seseorang, dan ini berarti dia akan selamanya berada di sana seumur hidupnya, dipaksa untuk tinggal di panti asuhan yang begitu dia benci untuk entah berapa tahun yang akan datang. Saya yakin ini adalah hukuman yang lebih dari cukup untuknya.”

Sylvester melirik Delia, melihat darah terkuras dari wajahnya, dan memberi sebuah anggukan kecil. “Kelihatannya itu akan menjadi hukuman yang bagus untuknya. Baiklah. Lakukan seperti itu.”

“Saya berterima kasih. Delia, kau sekarang akan tinggal di panti asuhan. Tugasmu adalah mengurus para yatim piatu yang dibawa ke tempat ini, dimulai dengan Dirk.”

“...Baik.” Delia memeluk Dirk erat-erat, dan ekspresi kakunya sedikit melembut.