Bab 2 - Bimbingan Master Dungeon

Penerjemah: Zerard | Proofreader: Yon


“Aku rasa kita perlu melakukan kontes eksplorasi dungeon!” Gadis Guild berkata, menepuk kedua tangannya. Kelima petualang memiliki reaksi yang berbeda. Priestess berkedip, High Elf Archer menatap melamun kepada Gadis Guild, Dwarf Shaman meminum anggur, dan Lizard Priest memutar mata di kepalanya.

Sedangkan untuk Goblin Slayer, dia hanya berkata, “Begitu.” Dan mengangguk. Kemudian dia menambahkan, “Apa itu kontes eksplorasi dungeon?”

Mereka berada di lantai dua dari Guild Petualang, di dalam ruang resepsi yang di banjiri dengan cahaya matahari pagi. Mereka berenam—Gadis Guild dan lima petualang yang dia panggil, Goblin Slayer dan partynya—berkumpul di tengah banyaknya piagam buruan dari banyak petualang sukses terkenal, di antaranya tengkorak monster dan lain-lain.

Priestess sendiri terlihat sedikit gugup, namun tiba-tiba sebuah senyum tersebar di wajahnya seraya dia berpikir betapa nostalgianya ruangan ini. Namun juga mungkin nostalgia bukanlah kata yang cukup tepat. Karena, dia tidak benar-benar berada di ruangan ini kala itu. Waktu itu musim semi, beberapa tahun yang lalu, ketika sebuah konsultasi di adakan di sini tentang pergi ke dalam beberapa reruntuhan yang telah di huni oleh seorang vampire. Goblin Slayer telah dipanggil sebagai pakar goblin, sementara Priestess menunggu dengan canggung di bawah.

Tetapi, petualang lain yang mendaftar di waktu yang sama kala itu berbincang dengannya, dan Witch, salah satu dari petualang berpengalaman, telah memberikan ucapan penenang. Pada akhirnya, Priestess berhasil mengendalikan emosinya. Jadi bisa di bilang, dia tidak terlalu mengetahui apa yang di diskusikan atau bagaimana petualangan di putuskan. Namun dia mengetahui secara pasti bahwa party ini telah terbentuk di hari itu, pada kala itu, di tempat ini.

Dan sekarang aku di sini, juga.

Dia masih merasa tidak dewasa dan tidak berpengalaman, namun di sinilah dia, dan kenyataan itu sendiri membuat jantungnya berdansa. Dia berusaha untuk menjaga dirinya untuk tersenyum, namun dia melihat High Elf Archer melirik ke arahnya. Mata indah seorang high elf tampak seperti menembus perasaan kanak-kanakannya, dan Priestess memalingkan tatapannya agar tidak melihat—seringai kucing dari temannya yang berharga.

“Aku nggak yakin saat kamu bilang ‘begitu’ ketika kamu nggak mengerti sama sekali,” High Elf Archer berkata kepada Goblin Slayer, suaranya bercampur ejekan, lelah, dan pasrah. Dia menambahkan dengan tawa kecil seperti lonceng kecil.

Akan sangat normal bagi Dwarf Shaman untuk mendebatnya, bahkan Priestess sudah tidak khawatir dengan perdebatan mereka lagi sekarang. “Jadi kamu tahu apa yang terjadi, eh?” dia bertanya.

“Aku tahu, tapi… Hmmm.”

Priestess tahu bagaimana ini akan berjalan. Mereka berdua akan mulai berdebat, Lizard Priest akan menengahi, dan mereka akan mendapatkan penjelasan mereka. Priestess akan mengamati keseluruhan itu dengan sebuah senyuman, sementara Goblin Slayer duduk diam seolah semua ini tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya.

“Oke, Kamu jelaskan!”

“Huh? Ap-apa? Aku?!

Dengan itu, Priestess benar-benar telah di sergap oleh High Elf Archer yang menepuk pundaknya dengan gerakan yang sangat lincah. Priestess menjerit, namun tidak ada tempat untuk bersembunyi. Dia sangat menyadari bahwa rekan partynya dan Gadis Guild sekarang semua menatapnya.

Entah bagaimana dia dapat menahan hasrat untuk menggembungkan pipinya kesal. Itu akan sangat kekanak-kanakan. Tidak boleh mengeluh juga. Dia tidak ingin mereka berpikir kalau dia adalah gadis pemarah. Dia adalah anggota resmi dari party beberapa Silver, yang sekarang telah di panggil ke sebuah ruangan di dalam Guild Petualang.

Dan aku akan berprilaku seperti seharusnya! Dia mengepalkan tangan mentalnya dan berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan berbicara dengan sejelas mungkin.

“Maksud kamu tentang cerita pertarungan yang di lakukan Nona Archbishop dan lima pahlawan lainnya yang bertarung lebih dari sepuluh tahun yang lalu, kan?”

Sebenarnya, ada begitu banyak lagu dan kisah tentang kejadian itu sekarang hingga membuat itu sulit mengetahui apa yang benar-benar terjadi. Apakah itu pertarungan dengan beberapa petualang jahat, atau persaingan persahabatan, atau sesuatu yang lain? Satu-satunya yang mengetahui secara pasti adalah mereka yang berada di sana, namun terdapat satu fakta yang Priestess sangat yakini: adalah bahwa para petualang telah berkompetisi dalam kontes brutal untuk menjelajah dungeon.

“Ya, benar.”

Priestess menghela napas lega ketika Gadis Guild tersenyum dan membenarkan ceritanya. Priestess menutup bibirnya rapat seperti seorang acolyte yang berhadapan dengan pertanyaan dari Mother Superior mereka.

Benar-benar kekanak-kanakan.

Apa mereka menyadarinya ya, Priestess berpikir.

Gadis Guild tampak seperti tidak memikirkan apapun, namun. “Tapi apakah kamu tahu kalau kontes itu berlangsung jauh sebelum para petualang itu?”

“Benarkah?” Priestess berkata. mereka tidak begitu banyak mempelajari mengenai hal-hal kuno di Kuil Ibunda Bumi. Mungkin ini adalah sejarah—atau mungkin mitos.

“Saya pribadi pernah mendengar hal seperti ini,” Lizard Priest mengetuk dagu dengan cakarnya. Dia memposisikan tubuh besarnya di dekat sebuah jendela, mungkin lebih mudah baginya untuk berdiri di bandingkan duduk dengan menggunakan sebuah kursi. Namun juga, mungkin ini bukanlah tentang ekornya—mungkin dia hanya merasa senang bermandikan matahari.

“…Oh itu bukan apa-apa, hanya sebuah kejadian di sebuah kota di suatu tempat,” dia membalas tatapan tanda tanya Priestess dengan lambaian tangannya. “Saya percaya bahwa itu melibatkan beberapa dungeon yang terkenal dengan bahayanya dan banyaknya jebakan—Benar? Tidak?”

“Kedengarannya hampir tidak berbeda dengan judi.” Gadis Guild berkata.

“Benar, tapi seperti perjudian, ini menyenangkan, dan kamu mungkin akan membuat sedikit uang,” Dwarf Shaman berkata.

“Aku tidak akan memungkiri aspek itu, tapi aku punya kompetisi resmi dan layak yang ku pikirkan.” Gadis Guild berkata, entah mengapa terdengar tajam. Di wajahnya masih terpasang senyum tempel. Tentu saja, mungkin karena mereka adalah kenalan lama yang dapat membuat mereka mengetahui bahwa itu senyum tempel di wajahnya. Gadis Guild terbatuk manis, kemudian membentuk ekspresi yang sulit dibaca sebelum melanjutkan. “Pendaftar baru meningkat di awal musim semi, jadi aku ingin calon petualang untuk mendapatkan kesempatan merasakan pekerjaan sebelum mereka mendaftar.”

“Bukannya itu kegunaan dari fasilitas latihan?” High Elf Archer bertanya, mengangkat jari telunjuknya. “Dan itu baru saja berdiri kan?”

“Aku tahu waktu berjalan sedikit berbeda bagi para elf, jadi aku benci untuk mengatakan ini,” Gadis Guild memulai, “Tapi itu sudah dua tahun yang lalu.”

“Huh.” Bahkan respon datar itu terdengar elegan jika di ucapkan oleh seorang high elf.

“Bagaimanapun juga, fasilitas itu untuk orang-orang yang sudah menjadi petualang, dan yang terpenting, itu untuk orang yang berpikir bahwa mereka membutuhkan latihan.”

Fasilitas itu sudah berjalan dengan aman, namun di dalam pikiran Gadis Guild, bangunan itu masih belum di gunakan secara penuh. Banyak orang tidak mempedulikan latihan dan belajar, dan bahkan jika mereka memutuskan untuk pergi ke lahan latihan, hanya ada sedikit orang di sana yang dapat memberikan pemahaman yang benar dan penuh arti.

Beberapa orang berpikir bahwa itu saja yang kamu butuhkan sebagai tutorial, tapi aku tidak begitu yakin…, pikir Gadis Guild.

“Jadi ini semacam proses penyaringan?” Tanya High Elf Archer.

“Mungkin kamu bisa mengatakannya kalau ini adalah cara untuk mengarahkan pikiran mereka ke arah yang benar. Ini masih sebuah ide, seseuatu yang ingin aku coba.”

Yang terpenting, ini memberikan kami semacam perayaan sebelum musim dingin.

Musim dingin panjang. Para petualang mungkin akan tetap sibuk, namun bagi mereka yang hanya bisa berjalan-jalan, waktu musim dingin akan menjadi sangat membosankan. Mungkin mereka dapat mempunyai sesuai yang menyenangkan untuk di bicarakan selama musim dingin, untuk membantu mereka menantikan kedatangan musim semi. Sesuatu untuk menghangatkan hari-hari yang dingin.

Priestess merasakan rasa menggelitik di hatinya mendengar pembicaraan para pemula yang acuh. Namun gelitik itu berubah menjadi senyum masam ketika Goblin Slayer berkata dengan nadanya yang datar. “Jadi apa hubungannya ini denganku?” Dia begitu blak-blakan, akan sangat mudah untuk menjadi salah paham dengan ucapannya, namun dia benar-benar bermaksud di dalam ucapannya.

“Permisi,” Priestess memulai, mengangkat jari telunjuknya dan memanyunkan bibirnya seraya dia menekankan setiap katanya. “Aku sama sekali nggak suka dengan cara pengucapanmu.”

“begitu?”

“Kamu harus lebih hati-hati dengan nadamu, kalau nggak, kamu bisa buat orang lain salah paham.”

“Hmm,” Goblin Slayer mendengus dari dalam helm bajanya. “Tapi setidaknya, ini kelihatannya bukan perburuan goblin.”

Priestess menghela. High Elf Archer menatap plapon seolah dia tidak dapat mempercayai apa yang dia dengar, sementara kedua pria lainnya saling menyeringai satu sama lain.

Gadis Guild memanggil para petualang ini, yang di mana telah bekerja sama dengannya selama dua atau tiga tahun, untuk mengemban tugas. “Aku ada bilang aku mungkin akan meminta bantuanmu pada festival musim dingin tahun ini.”  Jangan bilang kamu lupa, dia tampak ingin berkata. Gadis Guild sedikit mencodongkan tubuhnya ke depan, menatap masing-masing dari mereka dengan tatapan lelah.

“Ya,” Goblin Slayer membalas dengan anggukkan tegas. “Itu aku ingat.”

“Dan ini tentang itu.”

“Tentang itu?”

Gadis Guild membalas, “Iya,” satu kali lagi. Dia hampir telihat seperti mengambek—atau mungkin memarahi pria itu—atau mungkin hanya mengerjai dia. Kegadisan dan kedewasaan bercampur di dalam ekspresi Gadis Guild.

Jadi dia pun bisa bertingkah seperti ini, Priestess berpikir, terlihat senang setelah menyadari itu. Itu karena, Gadis Guild adalah salah satu wanita dewasa cantik yang dia kagumi. Perasaan itu sangat menggelitik setelah dia menyadari bahwa wanita itu memiliki sisi kegadisan juga.

“Jadi kalau kita mau membuat ini berhasil bagi para calon petualang berlevel rendah, maka harus ada seseorang yang mengawasi.”

“Olehku?” Goblin Slayer bertanya.

“Itu benar.” Gadis Guild menyeringai lebar. Bisa di bilang, dia tampak bermaksud dengan kalian semua, namun itu hanyalah sebuah rincian. “Apakah kalian ingin mencoba menjadi seorang dungeon master?”

*****

Terdapat banyak yang harus di lakukan untuk musim dingin, karena itu tahun ini adalah waktu yang sangat sibuk, namun hal-hal sedikit berbeda seraya titik balik matahari pada musim dingin telah tiba. Titik balik matahari itu menandakan sebuah kebun harus beristirahat dan melewati musim, jadi akan beresiko untuk terlalu sibuk selama waktu itu. Apapun itu, masih terdapat banyak hal yang dapat di lakukan, oleh karena itu sang gadis dan pamannya mendapatkan diri mereka mengintip ke dalam gudang di hari itu.

“Sepertinya kita punya banyak sosis,” sang gadis berkata.

“Sepek, juga.” Pamannya membalas, menghela sebuah napas dan mengelap beberapa keringat dari dahinya. “Kurasa kita akan bisa. Aku harap.”

Ketika mengenai perkebunan dan peternakan, adalah mustahil untuk benar-benar yakin bahwa segalanya akan baik-baik saja. Seseorang harus berharap pada belas kasih dari Ibunda Bumi, perubahan cuaca, dan dadu para dewa. Tahun lalu musim dingin sangatlah panjang, mereka akan dalam masalah jika itu terjadi kembali tahun ini.

Babi dapat di biarkan sendiri dan akan siap untuk di jagal dalam waktu setahun, namun sapi butuh perawatan lebih. Namun, bahkan babi pun butuh cukup kacang-kacangan untuk tumbuh gemuk. Dan jika babi dan sapi tidak dapat tumbuh, maka itu akan mempengaruhi kehidupan para petani juga. Bahkan anggap saja jika mereka dapat melampaui musim dinginnya—berdiri tegak dan melakukan hal berikutnya pun akan tetaplah sulit.

Kami dapat mengantarkan anggurnya dengan aman, jadi seharusnya nggak masalah… Mudahan.

Kesadarannya terhadap situasi sangatlah sama, dia masih belum terlalu terlibat dengan keramaian yang terjadi dari akhir musim panas hingga musim gugur. Dan kemudian terdapat—yah. Perbincangan mengenai pernikahan. Mereka dapat mengesampingkan itu untuk sementara.

“Erk…” Pikiran itu membuat wajah Gadis Sapi tersipu. Dia menggelengkan kepalanya dengan kencang. Terdapat hal lain yang harus di prioritaskan hari ini. Dia melihat sekelilingnya seolah sedang mencari pelarian dan melihat plapon dari gudang. “Kira-kira bagaimana ya salju tahun ini.”

“Entahlah. Semoga saja atapnya tahan…” Tapi mungkin dia perlu untuk memperkuatnya, untuk sekedar berjaga-jaga. Pamannya mengernyit, mendongak ke atas melihat plapon kasau yang terajut dengan rapi. Apakah dia perlu memperbaikinya atau memperkuatnya, ini adalah hal terakhir yang perlu di lakukan. Dan kebun ini tidak mempunyai pria lain untuk membantu—sebenarnya, jika mereka meminta pria itu, dia mungkin akan membantu.

“Aku yang akan melakukan pekerjaan musim dingin tahun ini.”

“Apa?” Paman telah mengejutkannya, suara Gadis Sapi serak karena kebingungan. Dia menoleh ke pamannya untuk melihat ekspresi muram pada wajahnya. Gadis Sapi memiliki firasat mengapa—namun dia hanya melambaikan tangannya dan tertawa. “Sudah ku kasih tahu—aku akan baik-baik saja. Nggak akan ada hal aneh yang akan terjadi di tahun ini.”

“Nggak bisa terlalu yakin.” Pamannya menghela dan menggelengkan kepala.

Hal mengerikan yang telah terjadi di musim dingin terakhir—yah, dia tidak terlalu peduli untuk mengingatnya. Dia paham mengapa pamannya cemas, namun dia merasa apakah pamannya terlalu berlebihan. Aku yakin akan baik-baik saja, dia berpikir. Dia menghargai kecemasan pamannya, namun tetap saja, sebuah senyum masam tersirat di wajah Gadis Sapi.

Tiba-tiba, dia mendengar langkah kaki pada pintu masuk gudang, dan senyum kecil Gadis Sapi menjadi senyum penuh.

“Aku kembali.” Tersinari oleh matahari di belakangnya adalah seorang petualang dengan helm baja yang terlihat murahan dan armor kulit kotor. Penampilannya aneh seperti biasanya.

Gadis Sapi dengan segera berlari mengarahnya, dengan riang dan berkata, “Selamat datang kembali! Kamu cepat—aku kira hari ini bakal jadi hari petualanganmu lagi.”

“Aku kira akan ada perburuan goblin, tapi ternyata bukan itu.”

Huh. Dia mengangguk. Adalah bagus untuk mempunyai pekerjaan, namun akan lebih baik jika itu bukanlah goblin. Dia pernah berbincang dengannya mengenai itu—sudah kapan itu?

Goblin Slayer telah pergi sepanjang pagi, yang membuatnya mengira bahwa mereka tidak akan melihat pria itu selama beberapa hari. Sebuah kesalahan yang menyenangkan.

Pokoknya, mantap. Mereka mempunyai persediaan yang cukup bahkan walau dia tidak dapat berpetualang sepanjang musim dingin. Sekali lagi, seseorang tidak akan mengetahui apa yang akan terjadi. Oleh karena itu, seseorang harus bersiap untuk segalanya. Walau aku nggak bisa membayangkan dia bakal bermalas-malasan di rumah…

“Jadi kamu kembali.” Sementara Gadis Sapi berdiri terhanyut pada pikirannya sendiri, pamannya menyambut pendatang itu dengan anggukkan yang berlebihan. Kemudian dia mendongak melihat plapon dan berkata dengan cukup kasar—hampir terlalu kasar. “Kurasa bahkan petualang harus menyibukkan diri mereka selama musim dingin. Bantu aku perkuat atap.”

“Baik, pak.”

Dia sangatlah blak-blakan. Pamannya memperhatikan helm itu mengangguk ke atas dan ke bawah dengan ekspresi yang tidak dapat di lihat, kemudian menghela. “Ayo makan dulu. Kita bisa pikirkan soal atapnya setelah itu.”

“Baik, pak.”

Gadis Sapi mengetahui bahwa jika pamannya tidak mengatakan apapun, pria itu akan tetap bekerja dengan segera.

Apa paman lagi berbaik hati?

Pikiran itu membuat Gadis Sapi senang. Pamannya menghela kembali, menandakan bahwa dia akan kembali duluan ke dalam rumah, dan kemudian meninggalkan gudang.

“Baiklah!” Gadis Sapi memanggil pria itu, dan kemudian, masih tersenyum, duduk di atas sebuah drum. “Musim dingin sudah datang. Sesuatu yang hangat untuk makan siang mungkin akan bagus. Coba ku tebak—kamu mau rebusan?”

“Ya,” dia berkata, mengangguk. “Itu akan bagus.”

“Tunggu sebentar ya.” Gadis Sapi tertawa kecil di tenggorokannya, wajahnya riang dengan kebahagiaan. Adalah sebuah perbincangan sederhana namun begitu menyenangkan. Karena, pria itu begitu sibuk, dan bahkan ketika dia di sini di kebun, dia menghabiskan kebanyakan dari waktunya bekerja. Dia menikmati momen singkat kebersamaan mereka. seperti kali ini: dia yakin ketika pria itu selesai makan, dia akan langsung mengerjakan atapnya…

Sedangkan untuk Gadis Sapi, dia tidak akan dapat berdiri dan berbicara seraya dia membuat makan siang. Oleh karena itu saat ini, ketika dia dapat duduk dan berbincang dengannya seraya pria itu berdiri diam di dekatnya, sangatlah penting.

“…Aku jadi ingat.”

“Hmm?”

Tiba-tiba dia berbicara, dan itu, juga, sangat penting, Gadis Sapi memasang telinganya.

“Aku mungkin nggak akan bisa bergabung denganmu untuk titik balik matahari musim dingin tahun ini.”

“Apa? Kenapa?!” Gadis Sapi terloncat berdiri sebelum dia menyadari apa yang dia lakukan. Dia menutup mulut dengan kedua tangannya—suaranya cukup terjaga, tidak senyaring yang dia inginkan, namun cukup lantang.

“Aku di mintai tolong dengan sesuatu.” Dia membalas dengan datar, tidak menyadari apa yang di rasakan Gadis Sapi. Yang benar saja. Gadis Sapi mengembungkan pipinya.

“Sesuatu yang lebih penting dari festival titik balik matahari musim dingin?” dia menekankan.

“Yah…” Ketika Gadis Sapi memperhatikan pria itu dengan lebih seksama, dia dapat melihat pria itu kesulitan untuk berucap dari balik helmnya. Akhirnya, dia berkata pelan, “Sepertinya mereka membutuhkan bantuan dan masukan dari para petualang untuk mengadakan acara titik balik matahari.” Di saat dia berhasil mengucapkan ini, dia tampak merasa ini masih belum cukup dan menambahkan, “Guild Petualang memintaku untuk membantu.”

Hmm… Jadi begitu. Gadis Sapi membuat suara yang menandakan bahwa dia mengerti. Tahun lalu dia bersamaku, dan tahun sebelumnya lagi, dia bersama gadis itu… jadi masuk akal jika tahun ini dia akan bersama dengan resepsionis dari Guild—bisa di bilang ini adalah gilirannya. Hrm..

Yah, kurasa aku bisa membiarkannya, Gadis Sapi memutuskan setelah melipat lengannya dan mempelajari pria itu dengan seksama. Adalah bagus jika dia melakukan sesuatu selain berburu goblin.  Lagipula, bagaimana mungkin Gadis Sapi akan tidak membiarkannya? Adalah sangat tidak biasanya melihat pria itu bimbang, ragu, bahkan sedikit kebingungan seraya dia mencoba untuk menjelaskan dirinya sendiri.

“Bantuan apa yang mereka butuhkan?” dia bertanya.

“Aku nggak terlalu tahu,” dia menjawab, dengan begitu pelannya hingga seperti sebuah bisikan. Gadis Sapi yakin bahwa dia benar-benar tidak mengetahuinya. “Jadi aku harus bersiap sebisa mungkin… Setidaknya, menurutku.”

“Yeah, kamu benar,” dia berkata, tersenyum. “Memang kamu banget buat nanggepin ini dengan serius.” Goblin Slayer bukan seseorang yang akan menangani sesuatu dengan ceroboh dan tanpa rencana. “Dan itu semua di mulai dari makanan yang enak!”

“Ya,” dia berkata dengan nada datar biasanya. “Terima kasih.”

“Serahkan saja padaku!”

Bagaimana mungkin dia bisa menahan dirinya sekarang?

*****

Hal pertama yang pria itu lakukan akan menyalakan lampu. Gudang ini di penuhi dengan cahaya oranye hangat, di iringi dengan dercak dari kelip api. Kala itu di desa—tidak, bahkan, sampai sekarang—lilin dan minyak adalah benda yang mahal. Kakak perempuanya akan memarahinya jika dia tidur larut malam, namun untungnya memliki uang adalah kamu tidak perlu mengkhawatirkan tentang itu.

Dia berjalan melewati rak-rak benda—teman lamanya menganggap ini berantakan, namun di pikirannya, semua benda itu cukup tertata rapi—hinggal dia mencapai ujung dari gudang. Di sana dia meletakkan barang bawaannya di atas meja kerja, duduk, dan menghela. Sekarang dia harus memikirkan apa yang perlu di lakukan berikutnya.

Cahaya di dalam rumah utama sudah padam. Temannya dan pemilik kebun pasti sudah tertidur.

Dia akan menolong Guild Petualang dengan festival musim dingin… Sekarang setelah dia memikirkannya, dia menyadari betapa konyolnya ide ini. Dia akan membantu? Dia akan membantu Guild? Dia sama sekali tidak bisa membayangkan teman dan pamannya akan mempercayai dirinya, namun jawaban mereka sangat mengejutkan. Setidaknya bagi dirinya.

Seraya memakan makan malam yang di siapkan teman lamanya, dia memberi tahu mereka—singkat, namun dengan hati-hati sesuai caranya sendiri—semua tentang itu. Gadis Sapi tersenyum dan berkata, “Lakukan semampumu ya!” sementara pemilik kebun hanya menggerutu, “Pastikan kamu kerja yang bagus.” Mereka berdua sama sekali tidak meragukan sedikitpun bahwa Guild meminta bantuan kepadanya.

Kerja yang bagus, dia berpikir. Seperti apa itu?

Dia mendengus perlahan. Helm bajanya, yang di mana seharusnya dia sudah terbiasa dengan helm itu, terasa begitu berat. Walau begitu dia tidak ingin melepasnya. Seumur hidupnya dia tidak pernah sama sekali melakukan “kerja bagus” tentang semuanya. Ketika dia mengingatnya kembali, dia dapat melihat bahwa semuanya selalu seperti itu. Untuk mengimprovisasi dengan apapun yang ada di tangan kala itu adalah jauh lebih baik dari pada mendapatkan ide cemerlang setelah semuanya telah berakhir.

Akan tetapi, itu bukan berarti bahwa apapun yang di improvisasi akan menjadi pilihan terbaik. Sebaliknya, dia sering mendapatkan bahwa dirinya telah melakukan pilihan yang salah. Dia seharunya melakukan itu daripada—atau mungkin ini. Pastinya ada jalan yang lebih baik. Seharusnya dia lebih berbakat.

Seharusnya bergerak lebih cepat, bertarung lebih keras, menyelamatkan tawanan, menghindari jatuhnya korban, dan masih membunuh goblin.

Selalu ada kelemahan di dalam tekhniknya, celah, ketidaksempurnaan. Kenyataan bahwa dia telah berhasil selamat sekian lamanya walau dengan semua itu pastilah berkah dari Takdir—atau mungkin Kesempatan. Terlebih lagi, dia pasti, dia tidak boleh berpikir bahwa kemampuannya membuat dirinya lebih baik dari yang lain. Dia tidak boleh menjadi korban dari ide bahwa mereka yang tertangkap atau bahkan terbunuh bernilai lebih rendah dari dirinya.

Kakak perempuannya tidak salah. Ataupun orang lain di desanya. Ataupun korban lainnya, tidak seorangpun. Untuk mempercayai bahwa dirinya sendiri telah bekerja dengan bagus adalah sebuah kesombongan panjang.

Bagi seseorang yang mempunyai pola pikir seperti itu, betapa besarnya tujuan itu untuk “melakukan pekerjaan bagus”!

Tapi aku harus melakukannya.

Segalanya di dunia hanya terdiri dari ini: Lakukan atau tidak lakukan. Dia mengulangi ajaran dari masternya, kemudian membersihkan permukaan meja dengan mendorong semuanya. Dia mendorong beberapa perlengkapan dengan kondisi perawatan beragam ke satu sisi, kemudian sebagai gantinya, dia membuka sebuah koleksi peta. Dia meminjam peta itu dari wanita resepsionis di Guild untuk di gunakan dalam tugasnya kali ini, peta itu menunjukkan lokasi dan interior dalam dari beberapa reruntuhan.

Terdapat banyak medan perang kuno di dekat situs ini, yang bisa di bilang, tempat di mana pertarungan telah di lakukan di Jaman para Dewa. Tidak ada cara untuk mengetahui berapa banyak kastil rusak yang terkubur di dalam lahan ini juga. Pintu masuk reruntuhan seperti itu sangatlah jarang di temukan (akan tetapi, bisa di bilang, lebih banyak dari apa yang kamu pikirkan). Seseorang mungkin akan menggali pintu masuk itu, atau seekor Rock Eater atau semacamnya secara tidak sengaja membuka pintuk masuk itu.

Salah satu dari relic bekas, yang cukup dekat dengan kota, telah di pilih untuk keperluan ini. Relik itu sudah di temukan beberapa waktu sebelumnya, dan para petualang sudah menjelajahi dengan teliti situs itu—adalah sebuah reruntuhan yang sudah di habiskan, seperti biasanya. Itu bukanlah hal yang tidak biasa. Dungeon of the Dead yang terkenal sekalipun juga serupa.

Aku nggak mengingat tempat ini, Pikir Goblin Slayer. Dia melihat peta, yang tergambar secara hati-hati dengan goresan kuas, dan mendengus. Yah, bisa di bilang dia hampir tidak dapat mengingat setiap reruntuhan yang pernah dia kunjungi, sama seperti dia tidak akan mengingat setiap individual goblin yang telah dia buru. Dan jumlah perburuan goblin yang telah dia lakukan sama sekali tidak sebanding dengan jumlah perburuan goblin yang telah di lakukan oleh semua petualang secara kolektif. Itu bahkan belum termasuk quest dan para petualang yang telah menantang reruntuhan ini, bertarung melewatinya, menjelajahinya, dan memetakannya.

Kurasa, itu membuat ini menjadi tempat yang sempurna untuk memasang perangkap dan bermain petualang-petualangan.

Sebuah kenangan melintasi pikirannya di kala dia berlari dan bermain di hutan, sebuah ranting pohon kecil di tangannya. Apakah gadis itu juga bersamanya di hari itu? Gadis itu pasti berada di sana kadang-kadang. Adalah kenangan sederhana, biasa, dan buram. Hingga itu dapat membuatnya mengenali dirinya sendiri, mungkin itu sudah bukanlah sebuah kenangan namun sebuah fantasi yang berdasarkan sebuah kenangan.

Dia tersenyum mengingat itu, kemudian kembali menatap petanya.

Sebuah dungeon yang benar-benar biasa. Aula dan ruangan. Pintu tersembunyi dan kamar, itu bagus. Dekat dengan kota—juga bagus. Tidaklah sulit untuk mengetahui apakah ada monster atau tidak di dalamnya. Sangat sedikit orang yang akan berpikir untuk menghapus jejak mereka di sana.

Bagaimana dengan goblin?

Benar, bagaimana dengan goblin. Mereka tidak akan menyerang hingga seseorang mencapai pintu masuk—bahkan mungkin tetap tidak setelah mereka melewati pintunya. Serangan itu akan datang sedikit lebih lama. Mereka memilih untuk memancing mangsa mereka ke dalam dan menyerang di mana sulit untuk masuk dan sulit untuk mundur.

Sedangkan untuk dinding dungeon, kemungkinan dinding itu batu. Itu akan membuatnya sulit untuk di gali dan menyergap party dari belakang. Semua memiliki batasan.

Itu membuat jebakan menjadi hal pertama. Bukan sesuatu yang akan mengenai tinggi pada tinggi goblin, namun sesuatu yang akan di rasakan manusia. Sebagai contoh…

Sebuah pendulum yang jatuh dari atas.

Dia mengangguk helm bajanya, kemudian dari benda yang dia pinggirkan, dia mengambil nampan pasir. Berikutnya, dia mengambil sebuah pena dan mulai mensketsa apapun yang ada di pikirannya di atas pasir. Dia dapat mematenkan idenya di atas kertas nanti. Untuk sekarang, yang terpenting adalah menuangkan idenya keluar.

Sebuah kayu. Sebuah batu. Atau mungkin sebuah senjata yang tercuri atau semacamnya. Sebuah pasak. Bahkan sebuah panci atau wajan akan bisa. Yang akan bisa di jadikan sebagai pendulum. Itu akan menjadi perangkap klasik: bukan sesuatu yang akan membuat seseorang pingsan dari pertarungan, namun sesuatu yang akan menyerap tenaga mereka.

Tetap saja, anggap saja para goblin yang memasang perangkap itu.

Aku ragu mereka akan mempertimbangkan dwarf atau rhea di dalam kalkulasi mereka.

Tidak, goblin akan terobsesi membayangkan diri mereka melancarkan serangan melawan “pria besar” dan di sanalah di mana pikiran mereka akan berhenti. Dengan itu, kesempatan akan datang pada mereka. merunduk, atau merayap, atau bahkan hanya bergerak hati-hati, dan perangkap itu akan dapat di hindari.

Bukanlah sesuatu yang megah, namun petualang pemula tidak akan menduganya. Mereka mungkin akan membayangkan diri mereka bertarung seimbang dalam pertarungan sengit dengan monster mematikan—namun mereka mungkin tidak akan pernah membayangkan diri mereka merangkak, mencoba untuk membuka ikatan sebuah tali. Bahkan walaupun salah satu dari mereka menyadari perangkap itu, hanya seorang hunter yang akan dapat menetralkannya.

Para goblin akan kegirangan untuk melihat para petualang cemas dan kebingungan memikirkan perangkap. Mereka akan tertawa. Para petualang selalu mengolok goblin sebagai makhluk bodoh, namun lihatlah goblin yang menuntun mereka dengan tali kekang! Sekarang mereka tahu siapa yang di atas dan yang di bawah.

Adalah kami yang akan membunuh, dan mereka yang akan mati.

Para goblin tidak akan mengenali bahaya yang akan mengecam mereka di kala sarang mereka di serang.  Namun Goblin Slayer sendiri, tidak boleh melupakan kenyataan itu. Karena dia datang untuk berburu goblin.

Apa ini sarang goblin? Tangan Goblin Slayer tiba-tiba terhenti, dan goresan pena di atas pasirnya berhenti. Mungkin adalah seorang wizard atau naga jahat yang bersembunyi di bawah sini. Dia mempertimbangkan itu untuk sesaat, kemudian membuang pikiran tersebut.

Adalah sebuah ide yang bodoh.

Terdapat jumlah petualangan yang tidak terbatas di dunia. Beberapa melibatkan goblin dan beberapa tidak, bagian kedua tentunya lebih banyak.

Aku harus menganggap ini sebagai perburuan goblin, dia berpikir. Hanya itulah yang dia ketahui. Dia tidak ingin menjadi salah satu mereka yang bodoh yang tidak sabaran ingin membicarakan hal yang sama sekali tidak mereka ketahui.

Ya: dia adalah Goblin Slayer. Dia bukanlah petualang, atau setidaknya dia tidak menganggap dirinya seperti itu. Terdapat lebih banyak contoh petualang yang berkesan di sana. Heavy Warrior, Spearman, dan Silver lainnya. Atau mungkin…

Si pahlawan yang rumornya ku dengar.

Namun tidak perlu mendambakan orang-orang luar biasa seperti itu. Terdapat warrior itu, yang menyibukkan dirinya untuk menggunakan pentungan, dan temannya, atau bocah wizard dan rekannya yang bersumpah bahwa mereka akan mengalahkan seekor naga. Terlebih lagi, terdapat anggota party yang bekerja sama dengannya—termasuk priestess itu. Orang-orang seperti itu lebih cocok untuk menjadi contoh petualang.

Karena itu mengapa dia di pilih? Adalah wanita resepsionis itu yang memilihnya.

Pasti karena dia mengenalku. Pikiran itu membuatnya sedikit nyaman. Bukanlah dia bermaksud menganggap ringan perasaan wanita itu. Dia hanya tidak terbiasa dengan orang-orang yang mengharapkan hal besar darinya.

Seorang bocah yang baru saja menjelajahi dungeon pertamanya adalah lebih pahlawan dari dirinya, lebih petualang dari dirinya. Pusaran pikiran ini membuatnya terhanyut dalam—tidaklah penting. Ini tidaklah seperti menghadapi sesuatu yang tidak di ketahui. Dia mengetahui itu. 

Ini lebih seperti sebuah penyakit.

Sesuatu yang menggelembung tiba-tiba di permukaan setelah sekian lama melakukan hal yang sama berulang-ulang. Bukanlah kecemasan atau ketidakpercayaan diri. Adalah lebih seperti sebuah suara yang berbisik di telinganya yang mengatakan dia tidak berdaya dan tidak berharga.

Orang-orang muncul dan menghilang dalam sekejap di pikirannya, datang dan pergi bagaikan buih di dalam arus deras sungai. Adalah sesuatu terjadi secara berkala, dia mengetahui cara untuk menghadapi mereka.

Goblin, itu adalah intinya. Jika dia bertemu dengan goblin, dia akan menghancurkan mereka. goblin telah membuat sarang di dalam pikirannya. Kalau begitu…

Lakukan atau tidak lakukan.

Hanya itulah pilihannya. Tidak ada pilihan lain.

Goblin Slayer menarik napas dan menghembuskannya. Udara, penuh dengan debu dan aroma minyak, mengisi paru-parunya. Terdapat peta di depannya. Dia memiliki sebuah ide besar. Sebuah sarang goblin. Baiklah.

“Kalau begitu harus melihatnya sendiri.”

Selalu sama dengan biasanya.

*****

“Jalanan memanjang terus dan menerus, melewati batu dan di bawah pepohonan, melalui gua yang tidak pernah tersinari cahaya matahari, menyusuri arus yang tidak pernah menemukan laut…”

High Elf Archer sedang begitu riangnya hingga membuat keriangan itu tampak datang satu kali dalam setiap dua ribu tahun. Yah, keriangan tersebut sudah sangat jarang dalam beberapa tahun terakhir, namun itu tidak masalah. Lemparan dadu selalu terjadi selama seumur hidup. Terlebih lagi pada bibir seorang high elf, bahkan lagu pendek kecil dari seorang rhea akan terdengar elegan.

“Lagu lama lagi?” Dwarf Shaman mengerang. “Nggak bisa bayangin ada orang lain yang mengingat lagu itu lagi.”

“Huh, menurutku lagu bagus itu akan tetap bagus, nggak peduli seberapa tua lagunya.” High Elf Archer berputar di tempat dia berjalan di depan barisan, membuat rambut panjangnya mengibas. Dia tersenyum dan mulai berjalan mundur.

Cahaya matahari sangat lembut, dan lahannya hijau. Ini adalah sebuah petualangan, pada pertengahan antara musim panas dan dingin, satu tahun lagi mendekati akhirnya. Para elf benar-benar diciptakan untuk kehidupan luar, bukan untuk kota yang terbuat dari batu. Keriuhan dan keributan dapat membuat jantung berdebar, namun tidak ada yang lebih nyaman di bandingkan hembusan angin yang terbawa oleh nyanyian burung.

Dia dapat merasakan rumput di bawah sepatu bot tingginya seraya dia berjalan melewatinya. Cahaya matahari yang lemah menyinari kulitnya. Dia menerima semua itu dengan hembusan napas, mengisi dada kecilnya, dan kemudian tertawa dengan girang. “Kamu sendiri bisa coba belajar satu atau dua lagu juga,” dia berkata, mendekati di samping Priestess, bergerak cepat seperti tawanya. “Itu sudah menjadi budaya berpetualangan. Nggak masalah walaupun kamu nggak bisa nyanyi—seorang petualang tanpa lagu itu, yah…”

“A-aduh, beneran?” Priestess berkata, terlihat terintimidasi untuk mendapatkan kecantikkan tidak lazim ini berada begitu dekat dengannya secara tiba-tiba.

“Beneran!” High Elf Archer membalas, tampak tidak menyadari kemungkinan bahwa dia adalah sumber dari kegelisahaan dari wanita muda itu. “Nggak ada yang lebih buruk dari sekedar berjalan dan terlihat seperti petualang besar yang muram sepanjang waktu, tanpa ada apapun di kepalamu selain cara untuk berburu goblin!”

“Ada benarnya sih, tapi jangan dengarkan dia,” Dwarf Shaman memperingatkan, yang sekarang berjalan di kepala formasi dan tertawa melihat ayunan tangan menunjuk dari High Elf Archer. “Telinga Panjang ini umurnya sudah tua tapi sama sekali nggak punya banyak akal sehat!”

  “Dasar bacot—hutan itu tempat yang lebih besar daripada bawah tanah tempat kamu tinggal.”

“jika ukuran itu menjadi penentu, maka orang yang hidup di samudra lebih mengetahui tentang dunia dari kita semua.” Lizard Priest bercuit, tidak terlalu terganggu dengan perdebatan mereka. bisnis seperti biasa.

Atmosfir ringan—seseorang mungkin akan mengatakan damai—terus berlangsung semenjak mereka meninggalkan kota. Tujuan mereka tidaklah jauh. Bisa di bilang ini adalah perjalanan satu hari.

Mungkin nggak salah juga kalau menyebut ini sebagai piknik, pikir Priestess. Dia juga merasa bahwa ini akan lebih cocok jika dalam awal musim semi. Namun mau di apakan lagi.

Tentu saja, mereka tidak dapat terlalu terhanyut dalam keriangan ini. Hal selalu terjadi: kamu mengambil satu langkah keluar kota dan bertemu dengan seekor naga. Angka dari dadu sama sekali tidak dapat di sangka oleh orang-orang. Sejujurnya, bahkan High Elf Archer, yang sedang benar-benar menikmati momen ini, terus bersiaga mengamati segala arah, termasuk di atas mereka, dan mendengarkan dengan seksama. Priestess mengetahui rekan lainnya pun juga melakukan hal yang sama.

Nggak, nggak boleh! Priestess menegur dirinya sendiri karena perhatiannya teralihkan—namun dia juga merasa senang karena bisa bersantai dengan yang lain. Akan selalu ada hawa kecemasan ketika pergi berpetualang, namun hari ini, dia tidak merasakannya. Sebagian besar itu karena…

“Kita beruntung cuacanya bagus hari ini,” Gadis Guild berkata, menyeringai. “Hujan akan merusak segalanya. Aku harus akui, aku tidak pernah menyangka kamu akan menerima permintaanku.”

“Begitu,” balas suara pelan, hampir mekanikal. Suara itu berbunyi dari dalam helm baja berongga. “Tapi, aku percaya kalau ini sudah persetujuan kita.”

“Iya, benar!”

Gadis Guild benar-benar bersemangat hari ini, namun itu sangat masuk akal bagi Priestess. Resepsionis itu tengah menggunakan baju sulaman berujung dengan renda (sebuah kemeja—apakah itu katanya?) dan celana kulit panjang. Sebuah kulit tas bergantung di pundaknya, tidak di ragukan tentunya berisikan dengan benda-benda berguna. Dia juga menggunakan pakaian atasan. Rambutnya di kepang seperti biasa, namun lebih longgar dan ringan hari ini. Keseluruhan pakaian itu membuatnya tampak cerah dan penuh petualangan, sebuah perasaan yang benar-benar berbeda dari apa yang biasanya di pancarkan dengan seragam Guild biasanya.

Ini bukanlah pakaian yang biasa di gunakan untuk keluar kota, namun pakaian itu terlihat rapi dan cantik. Gadis Guild adalah anak perempuan dari kebangsawanan—seperti temannya yang telah menjadi seorang pedagang, walaupun sedikit berbeda…

Aku harap aku bisa menjadi seperti mereka, pikir Priestess, menghela napas secara diam-diam. Dia selalu di ajarkan untuk menghargai kehematan atau jika tidak, tabungannya sendiri tidak akan dapat membuat dirinya berada dekat dengan pakaian seperti itu. Dan kemungkinan itu juga nggak akan terlihat bagus di aku kalaupun aku bisa membelinya.

Di kala dia pertama kali menjadi seorang petualang, dia benar-benar seorang anak keci, dia suka berpikir kalau dia sudah menjadi dewasa setidaknya sedikit sekarang. Namun walaupun begitu, dia masih merasa begitu muda.

“Hal yang berbeda terlihat bagus pada orang yang berbeda.” Gadis Guild berkata. Priestess tidak berpikir bahwa wanita itu membaca pikirannya, namun dia tidak dapat yakin. Gadis Guild berpaling dan memberikan Priestess sebuah senyum ringan dan cerah, namun Priestess juga iri dengan itu. “Secara pribadi, aku berharap aku bisa menggunakan gaun imut seperti kamu. Dan kamu juga punya rambut emas cantik itu.”

“Er, I-imut? Aku—aku tidak…” …nggak berpikir begitu. Priestess tidak dapat menghentikan perasaannya yang merasa bahwa ini salah untuk menjadi semakin rendah hati ketika seseorang mencoba untuk memujinya. Jadi setelah momen panjang kebimbangan, Priestess menelan liur dan akhirnya berhasil mengucapkan: “Te-terima kasih…ba-banyak…”

“Tidak, terima kasih. Lagipula, mencemaskan siapa yang lebih cantik itu sepertinya sedikit konyol ketika ada seorang high elf di sekitaran.”

Telinga High Elf Archer berkedut ketika dia berjalan, di kelilingi dengan kejayaan alam, dan dia memberikan lambaian menolak dengan tangannya. “Ah, aku cukup biasa dalam standar elf.”

“Kedengarannya tidak begitu menyenangkan untuk di dengar.” Gadis Guild menghela, kemudian kedua matanya bertemu dengan Priestess dan mereka berdua tertawa kecil. Mereka berdua tidak berdaya, jika di bandingkan dengan kecantikan yang hampir supernatural ini. Teman mereka, yang jauh lebih tua dari mereka tampak bagus dengan apapun yang dia gunakan—dia dapat menjadi cantik atau imut atau apapun yang dia inginkan.

Wanita yang sedang di bicarakan, masih bersemangat, tampak seolah dia akan mulai bersenandung kembali. “Jadi tempat untuk…kontes eksplorasi dungeon ini atau apapun itu. Apa jauh? Atau kita sudah hampir sampai?”

“Er--,” Gadis Guild memulai, namun adalah Goblin Slayer yang menjawab dengan datar. “Sudah dekat.”

“Dekat?” High Elf Archer berkata, telinganya berkedut. “Seberapa dekat dekatnya? Beberapa jam? Beberapa hari?”

“Mungkin bisa beberapa tahun!” Dwarf Shaman menyela, mendapatkan dirinya sendiri sebuah lototan dan sebuah “Berisik!” dari sang elf.

Kenyataannya, memang sudah dekat , seperti yang di ucapkan Goblin Slayer. Bahkan Priestess yang menghabiskan sisa perjalanannya untuk mendengar sang elf dan sang dwarf berdebat, dapat menyadarinya. Di sana, hanya di balik satu atau dua bukit, berdiri sebuah pintu masuk yang menganga.  Bukit itu sendiri pasti terpenuhi dengan lumut dan gundukan kecil. Di antara akar dan tumbuhan menjalar, di dapat melihat sebuah lahan kotak terbuka—sebuah gerbang berdiri terbuka, walau hampir terkubur di dalam bumi. Gerbang itu miring dan penuh kotoran yang terakumulasi selama bertahun-tahun, namun dulunya gerbang ini pasti merupakan batu putih bersih.

Apakah ini…sebuah kuil? Priestess berpikir. Itulah apa yang tampak baginya, bahkan dari kejauhan. Mungkin dia akan dapat mengetahui beberapa detil ketika mereka sudah sedikit lebih dekat.

“Oh! Itu dia. itu dia—aku bisa lihat!” Gadis Guild memanggil, menyipitkan mata dan menemukan tempat itu setelah Priestess. Priestess merasa sedikit terkejut bahwa dia bisa menemukannya sebelum Gadis Guild, dia berkedip beberapa kali.

High Elf Archer dan Dwarf Shaman mengamati area ini bahkan seraya mereka berdebat. Mereka pasti sudah menyadarinya. Lizard Priest, tentu saja, dan Goblin Slayer juga, memiliki kemampuan mengintai yang baik dan mata yang tajam.  Jadi walau hal-hal yang biasanya tidak akan mengusik orang biasa, mereka akan terusik—tidak, tidak, mungkin ini hanyalah kebetulan.

“Pengalaman, sungguh luar biasa, benar?” Lizard Priest, dengan perlahan memutar leher panjangnya untuk melirik Priestess dan sepertinya dia dapat membaca pikiran gadis itu. “Konon seseorang sering mengatakan bahwa memperhatikan tidaklah sama dengan melihat—sangatlah penting bagi seseorang untuk mengetahui apa yang di tatap seseorang tersebut.”

Kayaknya…aku paham? Priestess berpikir—walaupun dia hanya hampir mengerti—dan melihat mengarah reruntuhan itu sekali lagi. Jika dia tidak terbiasa dengan ini, apakah itu hanya akan terlihat seperti salah satu sudut dari bukit itu sedikit terbenam? Dia merasa seolah dia akan menyadarinya bahkan ketika dia mulai hari pertama petualangannya—namun hanya itu saja, sebuah perasaan. Mungkin itu artinya aku bisa untuk sedikit lebih percaya diri…

Dia menyentuh bibirnya dengan jari dan tenggelam di dalam pikirannya sendiri untuk beberapa saat sebelum akhirnya dia mengangguk beberapa kali dan meremaskan kepalnya. Dia akan lebih percaya kepada dirinya sendiri. Itulah apa yang akan dia lakukan. Itulah jawabannya. Kurangnya kepercayaan diri adalah salah satu kelemahannya. Seperti kontes teka-teki baru-baru ini sebagai contohnya—dia sukses, bukan? Dia bangga akan kemenangan kecil tersebut.

Baiklah, aku akan mencoba sebisaku…! Dia mengucapkan itu kepada dirinya sendiri, kemudian mengangguk sigap sekali lagi.

“Mungkin kita harus menyembunyikan pintu masuknya.” Goblin Slayer, sama sekali tidak menunjukkan kecemasaan akan keadaan partynya, berjalan ke depan. Priestess, sangat terbiasa dengan ini, berlari mengikuti di belakangnya seperti seekor burung kecil, sementara Gadis Guild bergegas mengikuti mereka.

Goblin Slayer mendekati pintu masuk reruntuhan—kuil—dan berlutut, hampir seperti sujud doa, namun tentu saja, bukanlah itu yang dia lakukan: Priestess mengetahuinya dalam sekali lihat bahwa pria itu sedang memperhatikan sekitarannya. Sedangkan untuk dirinya, dia dengan cepat membuat lambang suci dengan tangannya, kemudian mulai mengawasi sekitarannya juga.

Mereka senyap, mereka berhati-hati. Tidak ada jejak kaki, tidak ada bau menyengat seperti kotoran, sampah, atau sisa perbuatan zina.

“Aku nggak melihat tanda goblin,” Priestess berkata pelan.

“Aku juga,” Goblin Slayer membalas dengan anggukan kepala berhelmnya. Priestess juga sangat menyadari bahwa High Elf Archer pasti tengah cemberut di belakang, seolah ingin mengatakan. Itu dia! namun ini adalah langkah yang penting, dan Priestess tidak merasa bahwa ini tampak seaneh itu.

“Er, bukannya pintu masuknya di sembunyikan?” Gadis Guild mendatangi. Dia tampak tidak memahami secara penuh isi dari percakapan mereka. dia menyentuh kedua tangannya pada lututnya dan menunduk ke depan untuk mengintip ke dalam reruntuhan, seolah takut membuat bajunya kotor. Kenyataan bahwa dia tidak sedikitpun goyah walau dengan postur tidak stabilnya adalah bukti dari upayanya setiap hari untuk membuat tubuhnya fit. Priestess tampak mengingat Gadis Guild pernah berkata kepadanya bahwa latihan fisik sangatlah penting untuk menjaga kecantikan dan kesehatan.

Sementara itu Goblin Slayer, masih mencari di tanah, hanya membalas, “Sarang goblin nggaklah selalu mudah untuk di cari.”

“Ahem, tidak. Tidak, kita tidak melakukan itu,” Gadis Guild berkata, senyumnya masih lembut namun nadanya sangatlah negative, dia menggelengkan jemarinya mengarah pria itu. “Kalau mereka berhenti tanpa menemukan jalan masuknya, semua jadi percuma.”

“Terkadang itu memang terjadi.”

“Iya sih, tapi ini tidak akan menjadi salah satu dari itu.”

“Begitu” adalah jawaban singkatnya, dan kemudian secara perlahan dia berdiri. Dia memberikan ucapan pelan. “Jadi ini akan di mulai di dalam.”

“Benar.” dia tidak terlalu berbicara kepada Gadis Guild, namun gadis itu tampak tidak menyadarinya. Dia menopang satu tangan di pinggulnya dan mengangkat satu jari mengarah yang lain, terlihat seperti seorang guru yang puas dengan muridnya yang penurut.

Priestess tidak dapat menahan tawanya melihat percakapan Gadis Guild dan Goblin Slayer. “Um,” dia berkata, berharap dapat meredamkan suara mereka. “Kalau begitu, kita akan butuh seorang scout…”

“Kamu manggil?” High Elf Archer berkata, berlari melewati mereka sebelum suaranya dapat mencapai telinga Priestess. Dia berlalu dengan langkah ringan, panjang, seperti dia sedang meloncat, berdansa masuk ke dalam pintu masuk. Tidak lama kemudian—tidaklah selama itu—Dwarf Shaman mengikuti di belakangnya.

“Tempatnya lumayan tua,” High Elf Archer mengamati. “Menurutmu ini kuil atau sesuatu?”

“Jangan sembarangan bilang tua, nak.—tempat ini mungkin lebih muda darimu.”

“Itu pendapat subjektifmu. Kita butuh objektif di sini.”

Sebuah saraf tajam seorang elf sangatlah sempurna untuk mengintai sekitaran, dan tidak ada satupun di dunia ini yang lebih mengetahui tentang bangunan dan arsitektur di bandingkan seorang dwarf. Bahkan seraya mereka berdebat, Priestess mengetahui bahwa mereka tengah memperhatikan secara seksama adanya keberadaan jebakan atau monster.

“Walaupun begitu… Maksudku, tempat ini memang tua.” Priestess menghela napas, senang membiarkan mereka berdua menangani ini, dan melihat reruntuhan ini. Dari cara lubang itu terbuka, menganga di tengah bukit, Priestess menjadi lebih yakin bahwa bukit ini sendiri adalah sebuah kuil dan ini adalah pintu masuknya. Gerbang, di topang dengan beberapa pilar bundar, terkubur di bawah tanah. Yang dulunya adalah sebuah pintu, sekarang sudah tidak lagi, dari jalan masuk ke dalam ditandai dengan beragam macam batu ubin putih yang di penuhi dengan retakan kecil.

Apa jalannya mengarah ke bawah…? Jika benar, maka kuil ini pasti menurun dengan sangat dalam, membuatnya lebih besar dari apa yang terlihat. Bahkan juga memungkinkan bahwa ini sebenarnya bukanlah sebuah pintu melainkan sebuah jendela dulunya. Priestess berpikir bagaimana sebuah bangunan yang dulunya pernah di permukaan sekarang menjadi sebuah reruntuhan yang terkubur di bawah tanah. Mungkin dunianya sendiri akan terkubur di ratusan tahun ke depan.

Tapi, masih ada benda yang bertahan di permukaan setelah ratusan tahun. Gunung dan pepohonan, dan semacamnya. Mungkin kastil kuno tertentu dan kuil juga. Mungkin seorang priest dari Dewa Pengetahuan akan mengetahuinya. Atau mungkin tidak ada yang mempedulikannya sama sekali. Dunia Bersudut Empat itu penuh dengan misteri…

Apapun itu, dia perlu menyiapkan sebuah cahaya. Tidak seperti rekannya, tiga manusia tidak dapat melihat di dalam kegelapan.

“Aku akan keluarkan lenteranya!” Gadis Guild berkata dengan semangat, mulai merogoh isi tasnya, namun Priestess berkata, “Oh, nggak usah, biar aku saja.” Dan menyalahkan sebuah obor. Mempunyai obor dan korek yang disiapkan di luar tas agar mudah untuk di unakan segera adalah sebuah ide kecil yang dia pikirkan. Bukanlah sesuatu untuk di sombongkan—hanya sesuatu yang terpikir oleh Priestess selama dia berpetualang.

“Kamu sudah cukup terbiasa dengan ini, ya?” Gadis Guild berkata.

“Ya, bu,” Priestess membalas, berharap dia tidak terdengar terlalu bangga atau senang pada dirinya sendiri. Dia dapat merasakan Lizard Priest dengan senyap memperhatikan Priestess seraya gadis itu bergerak beraksi. Seperti apa Priestess terlihat olehnya? Dan bukan hanya kepada Lizard Priest, namun juga kepada Gadis Guild dan Goblin Slayer juga? Priestess tidak mengetahui, namun pikiran itu membuat dirinya merasa tidak nyaman, karena itu dia berupaya untuk menggantik topik. “Ng-ngomong-ngomong soal lentera, apa yang akan kita lakukan kalau lenteranya rusak?”

“Maksudmu apa?” Gadis Guild bertanya.

“Oh, pasti bakal banyak orang yang berpartisipasi kan?” Priestess dengan tongkat derik di tangan kanan dan obor di kiri, membuat gerakan besar. “Aku yakin seseorang akan merusakkan sesuatu atau menjatuhkan perlengkapan mereka.”

“Ah…” Gadis Guild berkedip dan mengernyit—mungkin kemungkinkan itu belum terpikirkan oleh Gadis Guild sebelumnya, atau mungkin dia sudah mempertimbangkannya namun masih belum dapat menemukan solusinya—namun satu detik kemudian, sebuah senyum yang benar-benar menawan tersirat di wajahnya. “Mungkin mereka bisa membelinya sendiri?”

“Mungkin…”

“Bisa di bilang, kami tidak ingin mereka terbiasa dengan kami yang menyediakan segalanya untuk mereka secara gratis, kan?” Gadis Guild sama sekali tidak masalah untuk mengutarakan hal ini secara blak-blakan. Priestess merasa sedikit lucu dengan ini, namun dia harus akui bahwa dia mengerti dari mana asal ucapan Gadis Guild ini. Seseorang tidak ingin orang-orang mempercayai bahwa segalanya di berikan kepada para petualang secara gratis. Ataupun petualangan adalah pekerjaan yang aman di sukses sangat terjamin.

Tapi juga, apa kita ingin orang terluka atau bahkan terbunuh? Kemungkinan tidak—namun ini adalah hal sulit untuk di seimbangkan.

“Sepertinya aku nggak melihat monster di dekat sini.” High Elf Archer berkata.

“Puji Tuhan….” Lizard Priest menawarkan.

“Dan nggak ada perangkap juga lagi. Tapi entah apa yang ada di bagian lebih dalam lagi, tapi sepertinya reruntuhan ini memang sudah di kuras.” Dwarf Shaman berkata.

“Apa menurutmu kita bisa memasang jebakan kita sendiri?” Goblin Slayer bertanya kepada rekannya seraya mereka kembali. Seberapa banyak yang dia pahami?

“Kayaknya, tergantung dari jenis jebakannya.” Dwarf Shaman membalas.

“Itu poin yang bagus.” Gadis Guild menambahkan, kemudian berpikir untuk sesaat. “Apapun yang tidak akan menghancurkan reruntuhan ini.”

“Apapun yang nggak akan menghancurkan reruntuhan…” Priestess mengulangi dengan cemas, dan dia juga dengan cepat menambahkan, “Ku-kurasa kita juga harus memasang jebakan yang akan tampak dengan jelas…”

“Hrm…” Goblin Slayer mendengus. Priestess merasakan arus kelegaan di dalam dada kecilnya. Dia mengetahui bahwa dia mengatakan sesuatu, pria itu akan memikirkan hal itu dengan serius. Karena itu dia merasa ini akan baik-baik saja. Mungkin. Sepertinya.

“Ini semua sedikit rancu.” Dwarf Shaman menggerutu, membelai jenggotnya. “Apa ada yang ingin mengatakan sesuatu lagi?”

“Aku rasa kita harus mulai dengan sesuatu yang sederhana.”

“Contoh, Beardcutter. Kita butuh ide yang konkrit.”

“Lahan di sekitar pintu masuk masih tanah, kan?” datanglah pertanyaan dari dalam helm baja.

“Yap.” Dwarf Shaman membenarkan. “Dan kurasa nggak akan masalah bagi kita untuk menarik batu-batu ubin itu.”

Goblin Slayer melanjutkan. “Kalau begitu, aku menyarankan sebuah lubang yang cukup besar untuk satu kaki, di tutupi dengan dua papan berpaku. Ketika seseorang menginjaknya, jebakan itu akan memerangkap kaki dan—“

Tidak,” Gadis Guild berkata sebelum pria itu bisa terus melanjutkan—masih tersenyum.

Helm Goblin Slayer sedikit memiring. “Kalau dilumuri dengan racun, perangkap seperti itu bahkan bisa menangkap macan atau beruang.”

“Kita sedang berhadapan dengan calon petualang, bukan senior.”

“…Untuk lebih jelasnya, aku tidak ingin untuk meracun jebakannya.”

“Bukan berarti itu oke-oke saja.”

High Elf Archer mengangguk tekun. Yeah, pastinya. Nggak keren. Apa sih yang dia pikirin?

“Begitu,” Goblin Slayer menjawab dengan tenang. Kemudian dia mendengus, seolah ini membuktikan bahwa ini lebih sulit dari apa yang dia kira, dan menyentuhkan tangannya di dinding. Setelah berpikir untuk sejenak, helm itu menoleh kepada Gadis Guild dan menawarkan apa yang Goblin Slayer pikir adalah saran yang bagus. “Bagaimana kalau aku nggak memasang paku di papannya?”

“Ummm…” Gadis Guild memiringkan kepalanya. Priestess terkesan akan bagaimana senyum Gadis Guild sama sekali tidak luintur. Aku nggak bisa begitu, pikirnya.

Namun, apapun itu, Gadis Guild bukanlah pakar mengenai perangkap dan tidak dapat mengajukan keberatannya kembali. Tapi juga, mungkin dia bisa, namun mustahil baginya untuk mengetahui apakah itu adalah ide yang bagus. Dia menghela, berkata sesuatu tentang betapa bagusnya dia mengikuti mereka, dan kemudian mengangguk menyerah. “Yah, kurasa itu tidak masalah…”

“Bagus.”

Priestess berpikir, mengernyit, Tapi, perangkap itu… dia membayangkan. Mengesampingkan pertanyaan bahwa itu cocok untuk permainan persahabatan yang melibatkan petualang pemula.

Sebuah perangkap beruang. Perangkan beruang. Priestess bergumam prosess pembuatan perangkap itu kepada dirinya sendiri beberapa kali, kemudian menggelengkan kepalanya. “Kalau di pikir lagi, perangkap itu yang kamu pasang saat festival panen…” Apa itu namannya? Dia berpikir. Dia memutarkan tongkat dan obornya di udara. “Perangkap yang berpasak yang menjebak dari samping… Apa itu semacam variasi dari perangkap yang sama?”

“Itu gawai sederhana tapi berguna untuk berburu.” Goblin Slayer berkata dengan kedataran biasanya. Dia berpikir sejenak, mendengus “Hrm,” kemudian memutar helmnya mengarah Priestess. “Kalau kamu tertarik, aku akan mengajarkanmu cara membuatnya.”

“Mau, dong!”

High Elf Archer melihat ke langit, namun jika dia berdoa, doa itu kemungkinan tidak mencapai Ibunda Bumi—karena dia menutupi mukanya dengan tangan.

Selelah-lelahnya High Elf Archer dengan percakapan antara guru dan murid, Gadis Guild mendengarkan dengan seksama. Dwarf Shaman dan Lizard Priest memperhatikan dengan girang.

“Trik mengerikan, eh?” Ucap sang dwarf.

“Kami Lizardmen pernah di kenal karena melakukan hal yang serupa.”

“Kamu pasti bercanda!” Dwarf Shaman tertawa terbahak-bahak.

Lizard Priest membalas, “Sama sekali tidak,” dengan decakan lidahnya. “Kami hidup di antara rawa. Kami mencari kolam yang bagus atau mengarungi sebuah arus dan di dalam lumpur, kami memasang pasak…”

“Jadi itu menembus kaki atau apapun yang menginjaknya di dalam air? Ugh, nggak deh. Kamu bikin aku mual…”

“Heh—heh-heh. Dia yang takut pada medan perang tidak akan lepas dari kemalangan tersebut, benar?”

Kamu tahu, aku rasa kita pernah menggunakan perangkap yang mirip di gunung salju. Priestess berpikir, bahkan seraya dia mengingat ucapan Goblin Slayer di pikirannya. Terdapat sebuah kolam di dalam gunung itu, yang di mana mereka temukan ketika mereka menerobos masuk ke dalam situs ritual para goblin. Priestess melirik ke kakinya, dia menggunakan sepatu bot putih favoritnya. Kurasa petualang memang harus sangat peduli dengan sepatu mereka.

Bukan berarti sepatu yang dia gunakan merupakan pilihan yang buruk.

“Tetapi,” Lizard Priest menambahkan, memutar mata di kepalanya dan tampak ingin merespon kecemasan Priestess, namun dia kemungkinan tidak menyadarinya. “Ini adalah sebuah petualangan—sebuah perburuan monster. Untuk menganggapnya sebagai latihan untuk para petualang muda di balik semua itu mungkin akan sedikit…”

Pokoknya, nggak yakin bagaimana goblin akan cukup pintar untuk bahkan memimpikan perangkap ini.” Dwarf Shaman berkata.

“Nggak mungkin bagi mereka,” Goblin Slayer menjawab datar. “Tapi kita harus bertindak dengan asumsi bahwa mereka bisa melakukannya.”

“Kita dulu pernah ketemu sekali. Perangkap seperti ini.” Priestess berkata, mengangguk. Bahkan pada petualang tragis pertamanya, sebuah perburuan goblin—menerobos melewati dinding di belakang party pastinya adalah semacam perangkap. Terdapat perbedaan besar antara menghadapi sesuatu dengan mengetahui situasi tentang apa yang akan terjadi dan tidak mengetahuinya sama sekali.

Goblin Slayer mulai bergumam: “Kita juga bisa menggunakan sebuah perangkap yang akan meloncat kalau talinya terpotong. Dan kalau mereka dapat menghindari perangkap itu, masih ada lubang yang akan datang setelah itu.” Mungkin sebuah perangkap busur otomatis, juga. Idealnya, perangkap itu akan dipasang di dinding, namun jika di perlukan, mereka dapat membuat sebuah gundukan tanah buatan dan menguburnya di sana. Perangkap lubang tidaklah perlu terlalu dalam—hanya cukup dalam untuk cukup menghentikan pergerakan seseorang. Korban itu akan sangat teralihkan, dan teman mereka akan berfokus untuk mengeluarkan mereka. kemungkinan mereka menyadari tumpukkan tanah itu dengan panah tidak biasa yang terpasang di sana tidaklah begitu tinggi.

“Kurasa kita bisa menarik batu ubinnya, menggali lubang perangkap di bawahnya, dan kemudian pasang lagi batunya—mereka nggak akan sadar.”

“…Kalau mereka semua terkena perangkap itu sekaligus, apa kamu nggak mikir kalau mereka akan pulang saja?” High Elf Archer berkata, jelas terlihat kesal. “Kalau aku pastinya!”

Kemungkinan dia ingin menyiratkan bahwa petualang tidaklah seharusnya bergantung pada perangkap saja. Respon Goblin Slayer—“Tentu saja”—tampak merujuk pada sesuatu yang benar-benar berbeda. “Pertanyaan pentingnya adalah bagaimana kita melelahkan mereka di saat mereka mencapai musuh tapi juga membuatnya mustahil bagi mereka untuk melarikan diri. Akan percuma kalau mereka dapat melarikan diri.” Telinga lancip High Elf Archer melemas dan semakin melemas dengan setiap ucapan Goblin Slayer.

Priestess sejujurnya merasa telinga elf yang semakin melemas ke bawah itu cukup imut. Iya sih, keseluruhan hal ini sedikit jahat memang… tapi ini dapat berpotensi untuk bermanfaat, dan dia merasa tidak ada ruginya untuk mendengarkan Goblin Slayer.

“Serangan beruntun sederhana mungkin juga akan efektif,” dia melanjutkan. “Nggak seperti perangkap, mereka mungkin akan terus berusaha menguatkan diri mereka di dalam kelelahan sederhana. Dan ketika mereka semakin masuk ke dalam—“

“Um, apa aku boleh mengatakan sesuatu?” Gadis Guild bertanya, dengan ragu mengangkat tangannya dan menyela pembelajaran ini. Dia tampak tidak yakin pada dirinya sendiri namun juga tampak serius, dia benar-benar ingin mereka memahami apa yang dirinya akan tawarkan. “Aku berharap calon petualang kita akan pergi dari pengalaman ini dengan pikiran, ‘Tadi itu sulit dan mengerikan tapi asik juga.’ Akan tetapi jika mengenai ‘mengajari’ mereka tentang luka, trauma, atau penghinaan…” Gadis Guild melanjutkan sebelum menyimpulkan. “Aku lebih ingin kita tidak mengambil jalan itu.”

“Hrm…”

“Aku lebih berpikir sesuatu yang sedikit, kamu tahu…lembut. Halus. Bimbingan orang tua.”

Goblin Slayer mendengus pelan, kemudian terdiam cukup lama. Di ingatannya, dia terperangkap di dasar pilar lelehan air, masternya melemparkan bola salju penuh dengan batu kepadanya seraya tertawa. Itu cukup awal di dalam latihannya, jadi tidak di ragukan bahwa masternya pasti bermurah hati kepadanya.

Dengan kata lain, dia berpikir, aku nggak akan di bolehkan untuk mengikat mereka dan melemparkan bola salju beku pada mereka.

Dia menganggukkan kepala berhelmnya. “Kalau begitu, akan ku pertimbangkan.”

“Tolong.” Gadis Guild menunduk kepada mereka, lebih rendah dari apa yang biasanya di lakukan seorang bangsawan. Dengan petualang lainnya—Spearman, sebagai contoh—akanlah cukup untuk memastikan upaya pantang mundur yang mutlak.

“Ya. Itu saja untuk perangkap… Berikutnya monster.” Namun dia adalah Goblin Slayer, dan jawaban sedikit lebih terperinci dari biasanya. “Bagaimana dengan goblin?”