Kebangkitan

-Bagian Terakhir- 

(Penerjemah : E-chan)


Setelah menghabiskan beberapa waktu mencoba merasakan sosok Mata Merah, ketidaksabaran mulai menyerang Sorano. Dia berpikir tidak mungkin Eto, Amou, dan Kohaku bisa menghentikan gerombolan Goblin bertiga saja. Eto dan kedua orang lainnya sedang mempertaruhkan nyawa dengan menerima peran tersebut. Dan semua orang mengerti hal itu.

Karena itulah Sorano berpikir kalau dia harus mengalahkan Mata Merah secepat mungkin untuk membantu Eto, tapi semakin dia merasa tidak sabaran, semakin hatinya goncang, membuatnya semakin tidak dapat mendeteksi fluktuasi sihir yang disebabkan oleh Mata Merah. Dia tidak bisa berkonsentrasi sekalipun dia ingin. Dan dia tahu kenapa. Dia tidak pernah membayangkan keberadaan Eto, Kohaku, dan Amou jadi begitu besar baginya.

“Ugh!”

Tapi karena dia tidak dapat menentukan di mana Mata Merah akan muncul, kesatria yang menjaganya jadi terluka. Sementara Eto pergi untuk menghalangi gerombolan Goblin, Mata Merah mulai mengincar Sorano, karena hanya dia satu-satunya yang sepertinya dapat mendeteksinya. Tentu saja, para petualang juga bergerak ke sana sini, mencoba untuk mengepung si Mata Merah. Tapi pada akhirnya, mereka harus selalu pasrah diarahkan oleh si goblin putih dengan sihir teleportasinya. Berpikir bahwa dirinya harus mendeteksi tujuan si Mata Merah secepat mungkin, dahi Sorano semakin mengerut dalam-dalam.

“Sorano-san. Ketenangan pikiran seseorang adalah hal paling penting dalam mendeteksi kemampuan sihir,” kata Puke.

Tentu saja, dia ingin berkata bahwa dirinya sudah tahu itu. Akan tetapi, pikirannya tidak mampu tetap tenang sementara memikirkan tentang keamanan Eto dan yang lainnya.

“Apa kau tidak percaya dengan Eto-kun?”

Seakan memprovokasinya, Puke bertanya. Walaupun wajah Puke pucat pasi karena kehilangan darah akibat cederanya, cara dia bertanya terdengar seperti sebuah candaan.

“Apa yang kau katakan? Aku percaya Eto dan dua lainnya lebih dari siapapun. Dan aku tidak butuh kau untuk mengerti itu.”

Merasa kesal dengan apa yang Puke katakan, Sorano berkata demikian, seakan untuk menyangkalnya.

“Kalau begitu, kenapa hatimu jadi kacau begitu? Aku penasaran apa yang Eto-kun akan pikirkan kalau dia melihat Sorano-san saat ini. Mungkin dia akan berpikir kalau kau adalah elf tidak berguna yang kehilangan ketenangannya dan bahkan tidak bisa melakukan apa yang harus dia lakukan.”

Puke tertawa, dengan bibirnya yang pucat.

“Diam kau, penyihir tidak berguna. Aku tidak mau mendengar keluhan dari seorang pria yang nyaris mati setelah diserang lebih awal di pertempuran.”

Tentu saja, Sorano mengerti bahwa Puke mencoba untuk mendorongnya dengan mengatakan hal-hal yang tidak menyenangkan. Tapi, kata-kata pria itu tetap saja membuatnya marah.

“Lihat, kau kehilangan ketenanganmu lagi, fufufu.”

Puke mengulang kata-katanya untuk menjahili gadis itu, seakan-akan tidak merasakan situasi genting di hadapan musuh yang kuat.

“Apa maumu?!”

Dan Sorano akhirnya berteriak serta memandang marah Puke.

“Diam! Ada banyak orang di sini yang membutuhkanmu. Tidak mungkin kita mengalahkan Mata Merah kecuali kau merasakan fluktuasi sihir makhluk itu. Sungguh, Eto-kun menyia-nyiakan diri untuk seseorang sepertimu yang memiliki kemampuan yang tinggi tapi tidak bisa memenuhi tanggung jawabmu.”

Dengan nada keras yang tidak seperti dirinya yang biasa, Puke berkata demikian. Dan wajahnya dengan tegas menatap Sorano.

Sementara kedua orang itu bertengkar, Mata Merah terus mengumpulkan kekuatan sihir di pintu masuk dungeon, dan ketika para petualang mencoba memperpendek jarak, makhluk itu menghilang. Dia terus melakukan tindakan ini sambil mengincar Sorano terus menerus. Darah yang mengucur dari bahu kanannya juga hampir berhenti. Semua orang berpikir akan berbahaya membiarkan Mata Merah beristirahat dan memulihkan kekuatan sihirnya, tapi mereka tidak bisa menemukan solusi untuk menghentikannya.

“”Eto-kun menginstruksikan Sorano-san untuk mendeteksi tujuan teleportasi Mata Merah, bukan begitu? Dengan demikian, bukankah memenuhi harapannya akan menjadi balasan tertinggi yang bisa kau berikan pada Eto-kun?”

Sekali lagi, Puke berbicara pada Sorano, yang wajahnya tertunduk dan terbungkam.

“Kalian semua ini, selalu bicara sesukanya!”

Sampai secara tiba-tiba, Sorano yang sejak tadi menatap tanah seakan dia lupa soal Mata Merah, akhirnya menyerukan perasaan yang dia tahan-tahan selama ini. Dia kemudian menarik napas dalam-dalam dan menatap Mata Merah yang duduk di depan dungeon

Dengan sebuah busur di tangan dan beberapa anak panah di tangan lainnya, Sorano menembakkan dua panah dengan gesit. Tidak perlu dikatakan lagi, Mata Merah mengaktifkan sihir teleportasinya tanpa ragu untuk melarikan diri dari panah-panahnya itu.

“Di sana!”

Akan tetapi, salah satu anak panah yang ditembakkan Sorano menancap di paha kanan si Mata Merah. Dan sementara Mata Merah jatuh ke tanah, Sorano menembakkan dua anak panah lagi pada makhluk itu. Satu mengenai bagian samping badannya, dan yang lainnya mengenai bahu kirinya, membuat si Mata Merah menggeliat ketika anak-anak panah itu menancap di tubuhnya.

Melihat hal itu, garda depan dari kedua party tingkat A segera menyerangnya. Walaupun Mata Merah dapat menggerakkan badannya dan berhasil menghindari cedera fatal, darah tetap mengucur dari luka-luka dari seluruh tubuhnya. Tubuhnya yang semula putih kini berlumuran darah hijau lengket. Sudah jelas, tidak mungkin dia menghentikan pergerakkan dan membiarkan dirinya terbunuh begitu saja seperti itu. Saat dia menyerap banyak kekuatan sihir dari dungeon, Mata Merah terus berteleportasi ke banyak tempat di sekitar dungeon.

“Di sana!”

Sayangnya bagi si Goblin, Sorano sekali lagi mendeteksi tujuan dari teleportasinya dan menusukkan belati Mithrilnya ke ruang yang ada di hadapannya. Belati itu menghancurkan tengkorak si Mata Merah dan mencabik sampai ke atas hidungnya, membuat si Mata Merah menjerit kesakitan. Dan tidak lama kemudian, serangan sepenuh tenaga dari belati Sorano sukses membunuh Mata Merah. Memastikan musuhnya sudah tewas, Sorano menarik napas dalam-dalam untuk meredakan ketegangan dan melirik Puke.

“Aku akan mempertaruhkan nyawaku untuk orang-orang yang bisa kupercaya. Itulah ambisiku. Apa kau mengerti sekarang, penyihir licik?” kata Sorano, dengan bangga.