Kebangkitan
-Bagian Pertama- 
(Penerjemah : E-chan)

Eto turun dari kudanya dan menatap gerombolan Goblin yang bergerak ke arahnya.

Sejumlah Goblin berkulit hijau berbaris di depan Goblin Pemanah dan Goblin Penyihir yang berbaur di dalamnya. Di belakang mereka, berdiri para Goblin berkulit cokelat dengan tubuh yang besarnya dua kali lipat dibanding Goblin biasa, yaitu para Hobgoblin. Mereka memegang sebuah tongkat pemukul di tangan mereka, mendorong para Goblin biasa untuk bergerak maju. Dan gerombolan Goblin itu tidak hanya menutupi padang di depan Eto, tapi juga hutan yang berada jauh dari situ.

“Eto! Apa kita harus turun dari kuda kita? Atau lebih baik kita bertempur sambil menunggang kuda?”

Suara Kohaku terdengar gemetar saat bertanya. Itu hal yang tidak bisa dielakkan. Tidak hanya Kohaku, siapapun akan merasa gugup berhadapan dengan begitu banyak Goblin di depan mereka. Kenyataan bahwa gadis itu tidak kehilangan semangat tempur bahkan setelah melihatnya menunjukkan bahwa Kohaku memiliki bakat sebagai seorang petarung. Eto kemudian melirik Amou dan Kohaku dengan ekspresi tidak nyaman.

“Coba kulihat… Aku hanya bisa bilang bahwa ada lebih banyak Goblin daripada yang kuperkirakan. Tapi untuk saat ini, tetaplah berada di tempat di mana kalian bisa dengan mudah meloloskan diri ke pasukan. Dan kalau memang memungkinkan, tolong buru para Goblin yang bisa melewatiku. Itu hanya kalau hal tersebut mungkin dilakukan, tentu saja. Dan kalau jumlahnya terlalu banyak untuk kalian, jangan ragu-ragu untuk mundur.”

Akan tetapi, Kohaku tidak bisa mengerti apa maksud Eto dengan memberi mereka instruksi seperti itu.

“Un? Apa maksudnya? Apa maksudmu kau berencana untuk menghadapi para Goblin itu sendirian?”

“Sederhananya, ya.”

“Tunggu sebentar! Aku tidak mau hal seperti saat kita bertarung melawan Manticore terulang lagi!”

“Aku tahu. Akan tetapi, situasi dan kondisi psikologisku berbeda dari hari itu. Saat ini, aku akan bertarung karena aku harus melakukannya.”

Selesai berkata demikian, Eto berlari ke gerombolan Goblin itu.

“Eto!”

Walaupun Kohaku mencoba menghentikan dia, Eto tidak pernah menghentikan kakinya. Dia melancarkan Battle Spell, yang memperkuat kemampuan fisiknya, dan menumpuk Strength, Haste, dan Magic Force selain buff sebelumnya. Tidak hanya itu, dia juga mengenchant pedangnya dengan sihir petir, sebuah sihir turunan dari sihir angin, yang tidak banyak penyihir kuasai. Pedang Mithril satu tangannya yang berselimutkan petir pun bercahaya, menarik perhatian para Goblin. Dan tertarik oleh cahaya itu, para Goblin yang berlari ke depan pun langsung menuju Eto.

Eto mengangkat pedang dan mengayunkan bilahnya yang terisi kekuatan sihir ke samping, menyebabkan sekitar 10 meter petir yang tajam memanjang dari pedang itu dan menebas para Goblin dalam jangkauan tersebut satu demi satu. Tentu saja, tidak mungkin dia berhenti begitu saja setelah itu. Eto kemudian mengayunkan pedang yang di-enchant petir itu ke kanan dan ke kiri, menebas setiap Goblin yang menyerbu ke area itu dalam sekejap dengan dampak petir.

“Hebat…”

Hanya itu kata yang bisa Kohaku ucapkan untuk menggambarkan pemandangan di hadapannya. Tidak perlu dikatakan lagi, dia tahu bahwa Eto kuat. Pemuda itu juga menunjukkan pedang berisi petir itu pada mereka. Akan tetapi, dia tidak pernah mengira bahwa buff dan enchantment bisa membuat orang itu dapat mencapai kekuatan seperti ini.

“Apa kau tahu soal ini, Ayah?”

Kohaku menanyai Amou sambil matanya tetap tertuju pada pertempuran Eto.

“Aa, aku tahu. Tapi, mengenai Eto, aku hanya bisa bilang bahwa ‘dirinya esok hari lebih kuat daripada yang sekarang.’ Dia selalu melatih tekhnik pedang dan sihirnya setiap hari. Dengan kata lain, dia sekarang benar-benar di tingkatan yang berbeda dengan dirinya setengah tahun yang lalu. Karena itulah Ayah juga kaget.”

Amou juga merasa takjub dengan Eto, yang membantai para Goblin dengan sihir petirnya.

“Akan tetapi, aku yakin bahkan ini pun sulit bagi Eto untuk terus melanjutkan pertempuran ini dalam waktu lama. Pertama-tama, kurasa Eto berniat mengurangi momentum para Goblin. Dan setelah itu, dia kemungkinan berpikir untuk mengulur waktu bagi para pasukan untuk menyelesaikan pertempuran mereka. Karena itulah, ayo pergi ke tempat di mana kita tidak mengganggunya dan mengurangi jumlah Goblin untuk membantu dia.”

“Ba, baik!”

Dengan sebilah belati Mithril di tangannya, Kohaku membalas Amou dengan penuh semangat.