Menantang Stensil Wax

(Translator : Hikari)


Kami telah menyelesaikan sesuatu yang setidaknya mirip dengan tinta berwarna yang seharusnya. Tinta itu memerlukan kami menggunakan bahan pengikat atau tintanya akan menghitam ketika kami membuat lapisan warna di atas kertas, dan tinta-tinta itu akan tetap menghitam ketika dicampur di atas palet, tapi tetap saja—kemajuan tetaplah kemajuan.

“Aah, kita benar-benar menyelesaikannya dengan cepat…” gumam Heidi, terdengar seperti seorang bocah yang baru saja mainannya diambil. Secara pribadi, aku merasa lega telah menyelesaikan tinta berwarna, tapi Heidi terlihat kecewa karena kami tidak lagi perlu menerka-nerka apa yang membuat warna-warna berubah seperti itu.

Josef mencolek pipinya, dengan ekspresi jengkel. “Sekarang begitu tintanya selesai, dia tidak akan lagi membayar penelitian lagi. Waktu bermain sudah selesai.”

“Yah, mempertimbangkan seberapa besar kesuksesan ini, aku tidak keberatan membayar sedikit lagi jika kau ingin melanjutkan penelitianmu.”

Tawaranku membuat Heidi menyengir lebar berseri-seri, dan Josef berbalik badan untuk menatapku dengan pandangan sama sekali tidak percaya.

“Kurasa penelitian lebih lanjut akan penting jika kita ingin membuat lebih banyak warna cerah dan secara umum meningkatkan jumlah warna yang kita miliki. Aku tadinya memprioritaskan hanya untuk menyelesaikan beberapa bentuk tinta warna karena keterbatasan waktu, tapi aku tidak keberatan kau melanjutkan penelitianmu.” Dan karena aku sendiri tidak merasa berminat untuk menyelidiki kenapa warnanya berubah, aku sangat senang membiarkan orang lain melakukan pekerjaan itu untukku.

“Lady Myne, kau yang terbaik!”

“Kumohon, Anda memanjakan dia!”

“Heidi, Josef—menurut pertimbanganku, kalian berdua sekarang adalah para Gutenberg.” Aku tersenyum lebar, telah menemukan lebih banyak sekutu Gutenberg untuk mendorong maju mimpiku. Tinta adalah hal yang esensial bagi pengembangan percetakan dan sekarang aku mendapatkannya.

Lutz memegangi kepalanya, menggumamkan sesuatu seperti mereka ada lebih banyak sekarang, sementara Heidi dan Josef hanya mengerjapkan mata dengan bingung.

“Guten… huh? Kami ini apa?”

“Gutenberg. Nama yang heroik—tidak, seperti dewa—sosok yang pencapaian legendarisnya mengubah sejarah buku. Sejauh ini, Johann adalah Gutenberg dari mata huruf logam, Benno adalah Gutenberg kertas tumbuhan, dan Lutz adalah Gutenberg penjualan buku. Ada juga Ingo yang membantuku membuat mesin percetakan, dan sekarang kalian berdua adalah Gutenberg pembuatan tinta. Sudah jelas aku akan mendanai para Gutenberg yang membuat mimpiku untuk membaca menjadi kenyataan.” Aku dengan bangga membusungkan dada sambil menjelaskan, tapi ekspresi keheranan Josef tetap ada.

Heidi, di sisi lain, melompat gembira. “Kita adalah Gutenberg, Josef! Dia punya pekerjaan untuk kita! Dia akan mendanai kita! Dia akan membiarkanku melakukan penelitian! Horeeeee!”

Kami sudah membuat tinta berwarna; aku tidak keberatan Heidi melanjutkan penelitian di waktu senggangnya. “Aku yakin mengetahui kenapa tinta berubah warna akan terbukti berguna di masa yang akan datang, jadi tolong, pertahankan kerja bagusmu.”

“Kau bisa mengandalkan kami!” seru Heidi.

“Akan tetapi, prioritas tertinggimu haruslah membuat tinta. Kalau kau tidak menyelesaikan pesanan sebelum tenggat waktunya, aku akan memangkas pendanaanmu tanpa pikir panjang.”

“Eek!”

“Kau adalah jenis orang yang tidak mempedulikan sekitar saat hanyut dalam penelitian. Aku harus menegaskan apakah yang seharusnya menjadi prioritasmu, dan menyediakan hukuman ketika kau gagal untuk berada di jalurmu,” kataku pada Heidi setegas yang kubisa.

“Orang yang punya kecenderungan yang sama jelas tahu bagaimana menahan kecenderungan sesamanya, ya? Sepertinya kau tahu benar bagaimana caranya memastikan dia tetap di bawah kendali,” Lutz berkata sambil terkekeh, sementara Josef mengatupkan sebelah tangannya ke mulut menahan tawa. Dia sepertinya akan dapat tetap mengawasi Heidi.


“Yah, selesailah urusan tinta warna. Kurasa aku ingin mulai mengerjakan stensil lilin untuk berikutnya.”

Setelah ini aku harus bersiap untuk stensil lilin, bagian esensial dari percetakan mimeograph. Kami pertama-tama akan perlu membuat kertas lilin tipis, tapi kemudian kami akan dapat membuat stensil dengan menuliskan apa yang ingin kami cetak dengan stylus logam, yang mana akan jadi lebih cepat dan mudah daripada memotong bagian teks seperti yang kami lakukan pada stensil normal atau menyusun barisan mata-mata huruf. Ini juga akan memungkinkan kami untuk mencetak seni yang lebih mendetail, yang akan membuat pekerjaan Wilma jadi semakin bersinar lebih terang.

“Stensil yang kita pakai sekarang tidak bagus?”

“Bukannya tidak bagus—kita memang bisa membuat buku bergambar dengan itu. Tapi dengan stensil lilin, kita akan memiliki pilihan ekspresi yang lebih luas. Lebih mudah menulis pada kertas lilin menggunakan stylus logam daripada memotong setiap hurufnya dari kertas biasa, dan itu akan memungkinkan kita untuk menggunakan garis-garis yang lebih presisi.”

Untuk membuat stensil lilin, kami pertama-tama butuh kertas yang cukup tipis supaya kami dapat melihat menembusnya. Tapi sementara Lutz dan aku telah menghabiskan waktu dua setengah tahun untuk membuat kertas, mereka yang ada di panti asuhan bahkan tidak memiliki setahun pengalaman. Kertas tebal yang kami gunakan untuk buku bergambar tidak begitu sulit untuk dibuat, tapi mendapatkan kertas tipis dengan ukuran yang pas itu sedikit sulit. Mereka sudah mencobanya di Lokakarya Myne, tapi lebih banyak kegagalan daripada keberhasilannya. Nampaknya kertas terus-terusan sobek saat mereka mengeluarkannya dari bingkai atau meletakkannya di papan untuk dikeringkan.

“Akan lebih mudah kalau kita bisa gunakan saja kayu trombe.” Lutz menyilangkan dada dengan wajah berkerut. Serat kayu trombe lebih tipis dan panjang daripada serat volrin, yang mana lebih mudah untuk dijadikan kertas yang sama tipisnya. Tapi kayu trombe adalah hal yang langka dan berharga untuk kami jadikan sebagai stensil.

“Nantinya harga akan sangat mahal kalau kita tidak bisa membuatnya dari volrin.”

“...Yeah.”

Yang bisa kulakukan adalah mempercayakan pada Lutz dan Gil untuk terus mencoba memperbaikinya. Sementara bengkel terus membuat kertas untuk buku bergambar, mereka mengumpulkan orang-orang yang paling cekatan dan menempatkan mereka untuk membuat kertas tipis. Hari-hari berlalu sementara semua orang bekerja keras untuk mencari apa yang dapat menaikkan tingkat kesuksesan mereka, sampai suatu hari Lutz datang ke kamarku setelah makan siang. 

“Myne, ada pesan dari Master Benno. Sepertinya dia sudah mendapat kontak dengan sebuah lokakarya lilin. Mereka ada waktu kosong kalau siap untuk besok siang.”

“Benarkah? Sempurna. Sekarang Gil bisa memiliki diptych-nya sendiri.”

Malam itu, aku meminta Ayah untuk membuat sebuah diptych seukuran Lutz untuk Gil. Yang dibutuhkan sekarang tinggal lilin di dalamnya. diptych-ku sendiri sudah berkurang lilinnya, dengan sebagian besar yang tersisa telah mengeras dan membuat tidak nyaman. Ini adalah kesempatan bagus untuk mengisi diptych-ku juga, jadi aku langsung saja mengeruk habis lilin yang tersisa.


“Selamat pagi, Benno.”

“Hei. Ayo pergi.” Benno langsung menggendongku di tempat dan mulai berjalan. Dari atas bahunya aku bisa melihat Lutz dan Gil berlari-lari untuk mengimbangi kecepatannya, Gil memeluk bingkai diptych yang kuberikan padanya erat-erat.

Damuel goyah sesaat ketika melihat Benno dengan kasarnya menggendongku tiba-tiba, tapi tidak perlu waktu lama untuk menyadari bahwa aku tidak akan bisa mengimbangi langkah-langkah Benno. Dia mengikuti kami, mencoba menyamakan kecepatan jalan dengan Benno.

“Benno, kalau aku punya metode untuk membuat lilin yang tidak bau, seberapa tinggi aku bisa menjualnya?”

Aku harus melakukan diskusi cepat tentang bisnis dengan Benno sebelum kami sampai di lokakarya itu. Aku tidak mau dia memarahiku karena berada di luar kendali atau karena melakukan hal-hal yang seharusnya tidak kulakukan.

“Lebih baik menjual info semacam itu ke seluruh serikat seperti yang kita lakukan dengan proses produksi tinta. Satu lokakarya saja tidak punya cukup dana untuk membuat kesepakatan seperti itu.”

“Oh, aku mengerti." Kelihatannya ada banyak uang yang dilibatkan dalam kesepakatan semacam ini; aku kemungkinan besar nantinya mendanai penelitian, pengembangan, dan perbaikan yang perlu dilakukan setiap Gutenberg-ku.

Aku mulai memikirkan tentang bagaimana negosiasi akan berjalan ketika Benno menyelaku dengan suara rendah. "Aku yang akan menangani negosiasi ini nantinya. Jangan tempatkan dirimu di posisi yang penting saat ini. Mereka mungkin saja punya seseorang seperti Wolf dalam serikat mereka."

"...Baik." Aku membiarkan Benno untuk mengurus negosiasi tentang metode penggaraman lilin. Kami bisa membicarakannya nanti tentang pembagian keuntungan dan bagaimana negosiasinya akan berjalan.

"Kalau kita akan menunda negosiasinya, apa perlu untuk pergi ke lokakarya lilin hari ini?"

"Aku ingin mengisi diptych milikku dan Gil. Selain itu, aku ingin membeli berbagai jenis lilin."

"Hanya membeli?" tanya Benno, dan aku mengangguk. Aku pertama-tama ingin melihat apakah kami bisa membuat stensil lilin tanpa perlu meningkatkan kualitas lilinnya. Akan jadi sebuah keberuntungan kalau kami bisa. Dan jika tidak, barulah saat itu aku akan mencoba meningkatkan lilinnya.

"Kuharap kita bisa membuat stensil lilin menggunakan lilin biasa, tapi kalau tidak, aku akan mencoba meminta bantuan lokakarya lilin itu untuk meningkatkan kualitas lilinnya. Aku ingin mereka menambahkan resin yang mirip dengan resin (cemara) untuk membuatnya sedikit lebih lengket.”

Lilin yang digunakan untuk stensil lilin mimeograph mencampurkan resin Cemara atau parafin ke dalamnya, tapi karena mereka pastinya tidak memiliki parafin yang terbuat dari minyak bumi mentah di sini, aku tidak yakin sejauh apa pengetahuan akan membawaku. Mengingat pewarnaan aneh yang kami lihat sebelumnya dengan tinta berwarna, kemungkinan besar hal-hal aneh akan terjadi pada lilin juga, jadi aku benar-benar membutuhkan bantuan seorang profesional.

“Hmm. Baiklah, kita hanya akan membeli saja hari ini. Kita hanya perlu terlihat saat kau gagal melakukan apapun yang kaulakukan, ‘kan?”

“Benar.”

Benno memasuki lokakarya lilin denganku. Hawa panas di dalamnya terasa berat menekan dan bau tidak menyenangkan yang sepertinya adalah lemak hewan tercium pekat sampai membuatku menutup hidung.

Kepala tukang langsung datang menemui kami karena Benno sudah mengirim kabar kedatangan kami lebih dulu.

“Senang melihatmu, Benno. Ada urusan apa kau ke sini hari ini?”

“Bisa tuangkan lilinmu yang termurah ke dalam sini?” tanyaku, menyodorkan diptych milikku dan Gil. Si kepala tukang mengangguk dan langsung melakukannya, ingat denganku yang pernah datang.

Gil memandangi lilin jernih itu dengan penuh semangat. Dia tidak menyentuhnya karena kami sudah memberitahunya untuk menunggu sampai lilinnya mengeras, tapi dia tetap saja menyengir antusias. Sesekali dia akan meniup-niupnya, mencoba mempercepat proses pendinginan. Itu agak lucu.

"Gil, kalau kau melakukan itu, permukaan lilinnya akan tidak rata saat mengeras," kataku sambil tersenyum. Gil tersentak dan melihat ke arahku.

“Ya, dia benar,” Lutz menambahkan. “Dia banyak mencolek miliknya saat sedang mengeras dan akhirnya jadi sangat tidak rata.”

“Lutz, diam!” aku memelototinya karena seenaknya membocorkan rahasiaku, dan Gil pun menjauh dari diptych-nya sambil tertawa kecil. Kelihatannya, dia tidak mau mengulangi kesalahanku.

“Hei, Benno. Ada hal lainnya lagi, ‘kan? Kau tidak akan menghubungi kami kalau yang kau butuhkan hanya ini,” si kepala tukang berkata, sambil berjalan mendekati Benno setelah menaruh peralatannya.

Benno mengangguk. “Ya. Aku ingin satu kotak kecil dari setiap jenis lilin wax yang kau jual di sini.”

“Se-setiap jenis? Kau tidak mencari lilin siap pakai seperti biasanya?”

“Ya, dan jangan dicampur. Kami mau lilin waxmu, bukan yang sudah jadi.”

Pesanan Benno membuat si kepala tukang kebingungan. Pemilik toko besar seperti Firma Gilberta, yang biasanya datang hanya untuk sejumlah lilin dengan ukuran tertentu, mendadak meminta setiap jenis lilin wax—dan bahkan bukan lilin yang sudah jadi. Dirinya tidak pernah memperkirakan itu.

“Kau memerlukan itu untuk apa sebenarnya?”

“Soal itu, aku belum bisa memberitahumu.” Benno menyengir, dan si kepala tukang menaruh sebelah tangannya ke pipi sambil berpikir. Dia tahu Benno telah membuat banyak produk baru, dan jelas bahwa dia sedang bertanya-tanya apakah dirinya sedang menyaksikan penemuan baru berikutnya.

“Baiklah. Aku akan mengirimkannya ke tokomu besok.”

“Bisakah aku membawa satu atau dua kotak dari beberapa lilin wax yang kau punya saat ini?”

“Ya, aku tidak ada masalah.” Si kepala tukang pergi ke bengkelnya yang sibuk untuk berbicara dengan para pekerjanya. Kemudian, begitu dia kembali, dia meninggalkan bengkel dengan dua kotak lilin wax di tangan.

“Ini. Kau bisa mulai bekerja sekarang, ya ‘kan?”

“Yep. Terima kasih, Benno.”

Setelah kembali ke Firma Gilberta, aku mengetukkan kartu dengan Benno untuk membayar lilin wax itu. Aku kemudian menuliskan proses penggaraman lilin pada kertas dan menetapkan harga untuk dia negosiasikan mewakiliku. Dengan begini, Benno akan mengatur urusan dengan lokakarya lilin untukku.

“Baiklah, ayo mulai eksperimennya begitu kita kembali ke bengkel,” kataku, menyerahkan pada Gil kotak-kotak berisi lilin wax itu. Lutz mengerutkan alis cemas dan meraih bahuku untuk menghentikanku. 

“Myne, tunggu sebentar. Apa yang kau lakukan? Apa rencanamu? Kau belum memberikan kami setengah penjelasan yang kami perlukan. Jelaskan dengan cepat, kemudian kembali ke biara.”

Karena aku tidak bisa melakukan pekerjaan apapun di biara, adalah hal yang penting aku memberikan penjelasan lebih dulu. Rencanaku adalah untuk melakukannya di kamar pengelolaku, tapi mungkin akan lebih mudah untuk merahasiakan informasi dengan membicarakannya di Firma Gilberta.

Aku mengangguk. “Kau ingat kertas tipis yang kita buat, ‘kan? Kita akan melapisi tipis-tipis kertas itu dengan lilin wax. Kita akan menyerut lilin wax itu, menaburkannya ke kertas, dan kemudian menggunakan (setrika) ke atasnya. Begitu! Mudah, ‘kan?”

“Myne, apa itu dan di mana kita mendapatkannya?” Lutz mengerutkan alisnya sedikit menanggapi penjelasan sederhanaku tentang bagaimana membuat kertas berlapis lilin. Kelihatannya istilah “setrika” tidak ada di sini.

Aku mencoba menjelaskan apa itu sambil mencari-cari dalam ingatanku. “U-Umm… Itu adalah potongan logam dengan bagian bawah yang rata yang dibuat jadi sangat panas untuk melicinkan kerutan-kerutan di kain. Apa terpikir sesuatu? Kurasa itu ada di lokakarya kain atau rumah-rumah orang kaya.” Mempertimbangkan betapa mulusnya jubahku saat Corinna membuatnya, aku sangat yakin dia punya semacam itu.

Benno berkata dari samping. “Ya. Tempat kerja Corinna punya besi itu. Kau perlu satu?”

Menurut Benno, orang-orang kaya dan lokakarya kain memiliki benda mirip panci lebar yang mereka isi dengan arang untuk memanaskannya. Itu mirip dengan setrika arang di masa lalu. Keluargaku sudah jelas tidak memilikinya karena kami hanya memakai baju bekas, dan Lutz tidak tahu soal itu untuk alasan yang sama.

“Benno, apa kau menjual setrika di Firma Gilberta?”

“Tidak, kau harus memesannya dari pandai besi. Tidak semua orang membutuhkan itu, dan kau biasanya tidak memerlukan lebih dari satu. Harus kubilang, meski begitu… setrika akan sangat merepotkan kalau kau tidak bisa memakainya. Apa kau yakin kau bisa menggunakannya?” Kelihatannya, setrika mirip panci itu akan menumpahkan abu dan mengotori area di sekitar kalau kau tidak hati-hati. Aku lebih suka setrika listrik yang mudah digunakan, tapi itu sedikit di luar kemampuanku untuk membuatnya.

“Untuk saat ini, aku akan memperbaiki bentuknya dan memesan satu dari Johann.” Kelihatannya sebuah setrika akan berada di luar jangkauanku sementara waktu.

Aku pun sibuk berpikir. Lutz juga melakukan hal yang sama, menyilangkan lengan di depan dada sambil memikirkan banyak hal.

“Kita sudah mendapatkan motivasi dan pengetahuan, tapi tidak alatnya. Ini benar-benar kedengaran tidak asing. Myne, coba pikirkan ini baik-baik—apa kita benar-benar memiliki hal lain yang kita butuhkan?” Lutz bertanya, mengingat betapa besar perjuangan kami ketika tidak memiliki alat-alat yang seharusnya untuk pembuatan kertas. Aku menaruh sebelah tangan di pipi dan memikirkan proses yang tepat untuk membuat kertas wax sederhana,

“Umm… Kau memotong lilin wax menjadi potongan-potongan kecil, kemudian menaburkannya ke atas kertas. Ini seharusnya mudah karena kita hanya perlu menyerutnya dengan saringan teh, yang mana bisa kau beli di toko serba ada. Kemudian kita menaburkan parutan lilin ke atas kertas, dan…” Aku membeku di tengah-tengah dan memucat, mulutku terbuka lebar. Lutz benar. Aku melupakan sesuatu. Aku langsung berjongkok, memegangi kepalaku. “TIDAAAK! Kita tidak punya (cooking sheets)!”

“Huh?! Apa?”

Aku sedang mencoba membuat kertas wax dengan cara paling mudah, tapi kami tidak punya cooking sheets. Sudah jelas, aku tidak bisa membuatnya sendiri—atau setidaknya, aku tidak tahu caranya.

“...Ini tidak mungkin.”

“Cobalah pikirkan solusinya sebelum kau menyerah dan merasa tertekan. Apa ada yang bisa menggantikannya?” tanya Lutz.

Aku mengerutkan alis sambil berpikir. Sebelum cooking sheets ditemukan, orang-orang menggunakan alumunium foil dan kertas parafin. Alumunium foil akan membuat kertas wax berkerut dan bahkan menyulitkan kami membuat satu lembar kertas wax pun, dan jika kau mempertimbangkan kertas parafin yang kurang lebih adalah kertas yang dilumuri lilin parafin, itu pada dasarnya adalah hal sama yang sedang kami coba buat saat ini.

“Umm, itu sesuatu yang digunakan untuk menghentikan lelehan wax untuk melebar ke mana-mana, tapi mungkin menempelkan kertas biasa untuk mencegahnya bisa berhasil? Kuharap bisa begitu, tapi aku tidak tahu. Bagaimana menurutmu, Lutz?”

Saat di Bumi, aku cukup yakin sehelai kertas fotokopi bisa digunakan untuk menahan sisa lelehan lilin wax, yang artinya lembaran kertas biasa seharusnya juga bisa. Setidaknya, kupikir itu bisa. Aku  ingin percaya itu.

“Jangan tanya aku, aku sama sekali tidak tahu benda itu. Apa ada alat lain yang kau perlukan?”

“Itu seharusnya sudah semuanya untuk membuat kertas wax, tapi aku ingin stylus untuk mimeograf dan sebuah berkas supaya aku bisa menguji apakah itu bisa digunakan sebagai stensil.” Membuat kertas wax semudah melelehkan lilin wax ke atas kertas dan membiarkannya mengering, dan walaupun ada kemungkinan akan ada lilin wax yang menempel di setrika atau paling tidak mengotori area tersebut, hal itu mungkin tidak akan menghentikan kami untuk melakukannya. Satu-satunya masalah adalah apakah bisa atau tidaknya kertas wax ini sesuai untuk membuat stensil.

“Sebuah stylus mimeograf dan sebuah berkas… Apa Johann akan membuat semua itu?”

“Uh huh. Keduanya ada di yuridiksi Johann.” Aku berdiri dan memberi sebuah anggukan kuat pada Lutz, yang membuat bibir Benno melengkung membentuk cengiran.

“Simpatiku untuk para Gutenberg yang kau seret-seret.”

“Kau juga seorang Gutenberg, Benno. Bukan hanya Johann. Kenapa kau bicara seakan-akan kau tidak di perahu yang sama?” tanyaku, yang mengenyahkan cengiran dari wajah Benno. Dia mencengkeram kepalaku dengan satu tangan dan berbicara dengan nada menggeram rendah.

“Setiap orang yang kau sebut sebagai Gutenberg itu saat ini terkubur di bawah segunung pekerjaan, berjuang setiap harinya untuk melewati kesulitan. Tidakkah kau pikir ada sesuatu yang seharusnya kau katakan pada semua orang ini yang kau timpakan begitu banyak pekerjaan, hari demi hari?”

“Huh? Um… Err…” Aku kelabakan, mataku berpindah-pindah antara Benno dan Lutz, tidak dapat memikirkan apa yang dia ingin aku katakan. Mereka sama-sama menatapku dengan ekspresi keras, menungguku menjawab. Jelas bahwa aku tidak akan mendapat petunjuk apapun.

“Mari kita terus berjuang untuk menyebarkan buku ke seluruh dunia bersama-sama?”

“Salah! Tunjukkan kami semacam penghargaan!” Benno meraung, menggilaskan tinjunya ke kepalaku.

“Terima kasih! Terima kasih! Aku ada sebagaimana aku hari ini berkat dirimu dan Lutz, Benno! Aku akan selalu menjadi beban bagi kalian berdua, tapi terima kasih karena tetap bersamaku!” teriakku dengan mata berair.

Benno membuatnya terdengar seakan-akan aku seharusnya merasa sungkat karena memberi para Gutenberg banyak pekerjaan, tapi aku memiliki waktu yang terbatas untuk bisa kuhabiskan dengan Kamil. Aku tidak ada niatan untuk melambat dalam membuat buku bergambar—yang ada, malahan aku ingin semakin mempercepatnya.


Johann kelihatannya ingin mengerjakan hal lain selain membuat mata huruf ketika aku pergi untuk membuat stylus Gil, jadi aku memberinya rancangan yang kubuat untuk setrika, stylus mimeograf, dan berkas mimeograf. Saat dia tahu bahwa itu semua adalah alat-alat untuk percetakan, dia benar-benar mengerti bahwa dia akan selamanya memegang gelar “Gutenberg,” dan tepat di depan mataku dia pun menangis bahagia.