Akan masalah apa yang akan terjadi dengan seorang petarung manusia

Penerjemah: Zerard | Proofreader: Yon


“Urgg... berlendir...banget...”

“Kamu ini nggak bisa diam dari tadi. Pakai sepatu makanya kalau kamu risih dengan itu!”

“Aku ini rhea, itu satu-satunya hal yang aku nggak bisa lakukan! Kalau sampai almarhum kakekku mengetahuinya, dia bakal nabok aku!”

Shlip, shlip. Tok, tak. Satu pasang kaki telanjang, satu resapan, menggema di saluran air.

Rasanya seolah seperti merekalah satu-satunya makhluk hidup di bawah sini. Bocah berambut merah menggenggam tongkatnya tinggi, ujung dari tongkatnya berkelip cahaya sihir, dia menyadari sarafnya sendiri yang menegang.

Aku penasaran apa seperti ini kota akan terlihat setelah kota itu hancur lebur...

Tempat ini bau. Air yang mengalir melewati mereka sangatlah kotor dan berpolusi. Tikus, dan bahkan serangga, sudah tidak dapat ditemukan dimanapun lagi.

Sang bocah tidak mengetahui sudah seberapa lama kota ini telah tumbang, kurang dari sebulan, dia mengira. Dan pembusukannya telah mencapai saluran air bawah tanah. Sang bocah wizard merinding, berdoa agar gadis yang berada di sampingnya tidak menyadari itu. Dia tidak memiliki keberanian untuk menoleh dan melihat apakah benda yang dia injak adalah mayat atau tidak.

“Yeek?! Aku baru saja menginjak sesuatu yang kenyal! Kenyal dan...lembek...!”

“Diam! Jangan ribut...!”

Walau dengan teguran sang bocah, gadis rhea bersama dengannya—seorang warrior dengan pedang yang menggantung pada punggung gadis itu—terus menjerit dan berteriak. Gadis itu mudah sekali ketakutan, namun bukan maksud menyinggung, tetapi kamu bisa menganggap gadis itu memiliki keberanian yang tipis namun berkulit tebal.

Keceriaannya, walaupun tidak cocok dengan tempat ini, adalah sebuah penghibur di kota terbengkalai ini. Namun Bocah Wizard terlalu malu dan tidak jujur dengan dirinya sendiri untuk mengakui itu.

Coba bayangkan apa yang akan terjadi kepadanya jika dia terlempar di dalam situasi seperti ini sendirian. Itu bukanlah bayangan yang menyenangkan.

“Aku merasa beberapa orang lain akan lebih cocok pada tempat seperti ini dibandingkan kita.”

Gerutu Bocah Wizard membuat Rhea Fighter berekspresi lelah. “Yeah, tikus dan serangga-serangga itu besar banget... terus juga ada slime itu. Ugh, aku benci mereka.”

Terdapat banyak musuh di dunia ini yang tidak dapat dikalahkan hanya dengan ayunan pedang belaka. Kenyataan bahwa beberapa musuh itu adalah penghuni saluran air adalah sangat menyedihkan...

“...Baiklah, jangan ribut. Aku akan memberikan sinyalnya.”

“Yeah, aku tahu.” Ketika gadis itu berbisik kepadanya, gadis itu sudah mulai menarik pedang dari sarungnya dengan lihai. “Aku siap.”

Mereka berdua telah mencapai bagian terujung dari saluran air, di mana air menjijikkan itu sudah tidak terlihat lagi. Saluran air ini telah dibuat oleh manusia atau dwarf, atau orang lain, namun apa yang terdapat di depan sangat berbeda. Air mengalir di balik bebatuan, mengalir menuju suatu sungai besar di suatu tempat. Bocah itu mengamati airnya, hitam seperti tinta—dia memperhatikan air itu dengan seksama—dan mengangkat tongkat cahayanya.

Dia melambaikan tongkatnya dua kali, kemudian tiga kali—gerakan mengayun besar seperti sebuah kuas dan cahaya itu adalah catnya, dan dia menggambar di udara. Setelah membuat gerakan ini beberapa kali, mengaduk udara kosong, dia menunggu untuk beberapa saat, kemudian mengulangi proses tersebut. Seorang pengamat mungkin tidak mengetahui apa yang sedang dia komunikasikan, namun sangatlah jelas bahwa bocah itu tengah mengkomunikasikan sesuatu.

Akan tetapi, terdapat satu hal yang akan membuat sang pengamat bingung. Yaitu, siapa yang akan menerima sinyal dari ujung aliran air berpolusi di sebuah kota mati?

“......”

“.....”

“...Nggak ada yang terjadi.”

“Ya jelaslah!” Bocah Wizard menggerutu, berharap dia dapat melarikan diri dari momen ini. Akan tetapi dia tidak bisa.Oleh karena itu, dia menggigit bibirnya dan mengulangi gerakan dengan tongkatnya untuk ke empat kalinya, kemudian kelima kali, berusaha mengirimkan sinyal.

Tidak ada jawaban—walau dia sendiri tidak tahu apa yang dia harapkan.

“...Um, apa kamu mungkin ada yang salah atau sesuatu?”

“Nggak mungkin,” Bocah Wizard marah. “Walaupun aku memang salah, mereka pasti tetap akan menyadarinya.”

“Yeah, tapi...” Rhea Fighter mulai mengatakan sesuatu, kemudian berhenti, hanya mengucapkan “Pfah” dan kemudian mendecakkan lidahnya. Dia dapat mengeluhkan sebanyak yang dia inginkan, namun bahkan rhea yang letih inipun mengetahui bahwa jika tidak ada yang terjadi, maka kamu harus melakukan sesuatu tentang ini. Namun dia tidak merasa ada sedikitpun sesuatu yang dapat dia lakukan.

Setiap hal bodoh kecil di sini itu semua salah Guru! Mencari sesuatu untuk melampiaskan kemarahan, dia memberikan tendangan keras. Dia bahkan tidak mengetahui bagaimana benda itu bisa mengalir mengikuti arus hingga ke tempat ini : adalah sebuah helm, tua berkarat. Terlepas atau tertakdirkan untuk menetap di sini hingga berubah menjadi debu, helm itu menghantam puing-puing terdekat dengan benturan keras. Helm itu berguling masuk ke dalam air (pluung), hingga meninggalkan gema dari benturan.

“Oops... Ha-ha...”

“Woi....” Bocah Wizard melotot kepada sang gadis, yang sedikit terkejut, mungkin menduga datangnya teguran marah. Namun sebelum bocah itu dapat mengatakan apapun, terdengar sebuah suara shlop basah yang berat.

Mereka berdua terdiam membeku, dan kemudian, mereka berdua menoleh ke arah yang sama secara bersamaan.

Adalah  sebuah tangan.

Tangan itu mencuat keluar dari arus, menyebabkan riak di sekeliling air hitam, menggenggam tepian. Kemudian,  (Byuur), muncul sebuah tubuh besar. Air yang lengket dan kental terciprat bagaikan lumpur.

Terdapat sebuah helm baja yang terlihat murahan. Armor kulit kotor. Kamu bahkan bisa mengira bahwa itu adalah armor hidup atau seekor monster undead. Namun dia adalah seorang petualang, yang tengah memanjat naik ke lantai yang kering.

“Seperti yang diindikasikan oleh informan kita. Setidaknya informasi ini kelihatannya benar.” Pria itu bahkan tidak melirik kepada sang bocah dan gadis, dan hanya menggetarkan tubuhnya bagaikan seekor anjing basah yang kehujanan. Kemudian dia berpaling dari mereka dan memasukkan  tangannya ke dalam air, lengannya menegang di karenakan beban.

Apa yang dia tarik adalah sebuah tubuh berotot yang berlapis armor—seorang pria besar dengan pedang besar di punggungnya.

“Aku sama sekali nggak kepikiran kalau mereka nggak mempercayai kita. Info itu berasal dari pemberi quest, kan?”

“Walaupun pemberi quest berkata jujur, akan ada selalu kemungkinan hal yang tidak terduga yang bisa menyebabkan jalannya ambruk.”

“Memang ada kemungkinannya, tapi itu nggak terjadi kan? Jadi nggak masalah.”

“Benar,” pria pertama berkata, helm bajanya mengangguk ke atas dan ke bawah. “Nggak masalah.”

“Nggak masalah kepalamu...!” Kalimat itu berasal dari orang ketiga dan wujud terakhir yang muncul dari dalam air. Orang ini melompat keluar sungai dengan lihainya seperti salmon, bahkan riak air yang di sebabkannya terlihat rapi dan menarik. Dia adalah seorang pria tampan yang memiliki tombak di punggungnya, dan pada saat dia mendarat, dia mengacak rambutnya yang basah. “Bagus aja sih kamu mempunyai cincin yang bisa membuat kita bernapas di dalam air, tapi aku nggak akan pernah mau berjalan di dalam air ini lagi!”

“Apa cincinnya nggak berfungsi?”

“Bukan itu maksudnya.”

“Begitu.” Pria yang berada di tengah, Goblin Slayer, mengangguk, entah mengapa terdengar sedikit kecewa. “Kalau begitu, kita harus cari jalan pulang lainnya.”

“Bukan itu juga maksudku. Ucapanku tadi itu cuma sekedar pelepas laraku sendiri—Ahh, lupakanlah. Oh...”

“Halo. Maaf berisik.” Sementara Spearman berusaha membetulkan rambutnya, Heavy Warrior melirik kepada sang bocah dan gadis seraya dia memeriksa perlengkapan mereka. Kedua anak itu , terpana, mendapatkan diri mereka sendiri takut oleh tampangnya. Namun, tidaklah heran, mengingat grup ini yang keluar dari dalam air.

Namun itu hanya berlangsung selama sedetik. Heavy Warrior mendekati mereka bagaikan beruang besar, kemudian berjongkok agar tatapan mata mereka selaras. “Jadi kita sudah berkumpul, seperti yang kita rencanakan. Dan kalian menyelesaikan bagian kalian dengan aman? Kerja bagus. Dia menepuk pundak kedua anak itu dengan tangan kekarnya.

“Yah, iya dong.” Bocah Wizard mendengus merasa bangga dengan dirinya sendiri, dan bahkan Rhea Fighter membusungkan dadanya bangga. Kedua petualang pemula ini telah mendapatkan pujian dari seorang Silver, hal ini tidaklah sering terjadi. Yang berarti...

“Mungkin petualangan ini sedikit lebih sulit untuk kita?”

Gadis rhea membisikkan inti dari arti itu, namun sang bocah menyambut itu dengan dengusan. Bocah itu tidak dapat mengakui bahwa dia juga berpikiran demikian—itu akan terlalu memalukan.

*****

Sebuah kota telah di hancurkan.

Tentunya bukan oleh para goblin. Petualang manapun yang mengatakan itu hanya akan jadi bahan tertawaan. Hanya orang bodoh atau tidak paham yang akan mempercayai bahwa goblin makhluk seberbahaya seperti itu.

Lagipula, kamu tidak membutuhkan para goblin untuk menghancurkan sebuah kota, terdapat beragam monster di dalam Dunia Bersudut Empat yang dapat melakukan itu. Serangan seekor naga akan dapat melakukannya, atau seekor raksasa yang mengamuk, atau dark elf yang merencanakan sesuatu, atau penguasaan demon, dan lain-lain.

Hal seperti itu adalah hal yang cukup normal di pertempuran tiada akhir antara Ketertiban dan Kekacauan. Namun itu bukan berarti dewa, penguasa, tidak mencoba untuk melakukan sesuatu tentang ini. Petualang,  sebagai contohnya, akan dapat menemukan monster apa yang menghancurkan kota, dan kemudian akan membalasnya kepada mereka.

Oleh karena itu, kita mempunyai bukan satu, bukan dua, namun tiga petualang-pengurus-kejahatan.

Dan siapakah ketiga petualang penantang bahaya ini? PMP, PMP, PMP : tigaPetarung Manusia Pria. Sebuah party yang akan membuat para pengamat menyeringai, atau menepukkan dahi mereka dengan tangan, atau menatap plapon—namun di sinilah mereka, mencoba untuk menantang kota hantu ini.

Mereka telah di beritahu oleh party lainnya yang telah pergi terlebih dahulu dan melakukan beberapa investigasi. Oleh karena itu, mereka ingin bertemu dengan party itu dan mencari tahu apa yang mereka temukan. Melalui sebuah familiar, mereka menyetujui untuk bertemu, namun di mana mereka harus bertemu? Lalu, bagaimana mereka bisa masuk? Ini sangatlah berbeda dari pengintaian.

Teorinya, mereka bisa saja membunuh penjaga dan orang lainnya yang mereka temui, jika begitu, maka tentunya mereka tidak akan “ketahuan”. Namun jika lebih realistis lagi, mereka perlu untuk menghemat persediaan mereka seraya mereka menyelundup ke dalam.

Heavy Warrior telah menerima quest ini, dan Spearman menyetujui untuk ikut bersamanya tanpa pikir panjang, Goblin Slayer perlu dibujuk sedikit, namun pada akhirnya ikut dengan mereka. Konon tiga kepala bersama merupakan sama bagusnya dengan memiliki Dewa Pengetahuan di sisimu, namun kesimpulan yang mereka dapatkan adalah...

“Jadi, kita harus melintasi saluran air lagi untuk bisa mendapatkan akses ke dalam, ya?”

“Sepertinya itu kemungkinan terbaik kita untuk berhasil. Harus hati-hati agar perlengkapan kita nggak terseret arus.”

“Yang benar saja...”

...Begitulah.

Mereka terjun ke dalam sungai, berjalan di dasar sungai hingga akhirnya mereka dapat menarik diri mereka kembali ke lantai kering. Adalah semacam petualangan yang sudah terbiasa di jalani petualang yang sudah melakukan banyak quest, dan dengan segera mereka memeriksa perlengkapan mereka, mereka akan membenci harus membersihkan perlengkapan mereka pada momen kritikal dikarenakan perlengkapan mereka penuh dengan kotoran dari air buram.

Seseorang tidak dapat meminta perubahan pada dewa Takdir dan Kemungkinan, namun itu tidak menjadi alasan untuk tidak bersiap.

“Kamu memang benar memiliki cincin bernapas...”

“Aku mendapatkan ini pertama kali dari seseorang yang aku kenal dulu sekali. Ini sebuah hadiah.”

Di waktu yang cukup lampau, terdapat seorang wizard yang sangat pandai tentang sihir dan mantra Gate dan semacamnya yang tinggal di perbatasan barat. Ketika Goblin Slayer menyinggungnya, Spearman menyadari bahwa dia juga, mengingat secara samar tentang orang tersebut. Dari tahun pertamanya, atau mungkin ketika dia masih seorang petualang baru...

“Huh, yang benar,” Spearman berkata.

“Aku nggak punya banyak kesempatan untuk menggunakannya seperti ini.”

Spearman memutuskan untuk tidak memikirkan cara penggunaan lainnya dari cincin napas ini. Dia yakin dia tidak ingin mengetahuinya. Sebagai gantinya, dia mulai mengelap armor dan merapikan rambutnya.

“Jadi, bagaimana keadaannya?” Heavy Warrior bertanya, mencoba untuk melanjutkan misi mereka.

“Kita sudah mencoba sebisa kita untuk menyelidikinya,” bocah wizard berambut merah berkata. Bocah itu masih memiliki jiwa mudanya, dan dia mempunyai sebuah sikap memaksa tertentu, namun hanya itu saja. Seraya dia membuka gulungan peta, Heavy Warrior mengamati seberapa baiknya bocah itu mengkomunikasikan informasi yang mereka butuhkan.

Sepertinya dia sedikit belajar dari seorang scout, Spearman berpikir dengan seringai di wajah.

Untuk belajar. Untuk tumbuh. Untuk mengambil langkah pertamamu menjauh dari gelar pemula. Mengetahui seberapa tidak berpengalamannya dirimu itu bisa menyakitkan, namun dapat menyemangatinya juga. Dia telah melewati fase itu. Namun cara sang bocah menyuruh gadis rhea untuk duduk dengan lambaian tangannya, tanpa sedikitpun menoleh kepadanya, membuat Spearman sedikit tidak nyaman.

Masih perlu banyak belajar lagi dia. Spearman tersenyum pada dirinya sendiri dan melemparkan kantung air, terbungkus dengan kertas minyak, kepada gadis itu tanpa sepatah kata.

“Oh, um...” Gadis itu mengedipkan mata besarnya dan menundukkan kepalanya malu. “Terima kasih.”

“Nggak masalah. Jangan lupa untuk bernapas—kalau kamu bisa memberikan ayunan yang bagus pada pedangmu disaat kamu membutuhkannya, kamu akan baik-baik saja.” Spearman memberika lambaian ramah dan kembali memeriksa barangnya. Akan tetapi, secara diam-diam, dia mengamati gadis itu dari ujung penglihatannya.

Setelah kebimbangan sesaat, dan dengan sedikit malu, gadis itu beberapa kali meneguk botol itu. Spearman tidaklah begitu ahli dalam menebak umur rhea, namun dia dapat mengetahui bahwa gadis itu masihlah kecil. Berikan gadis itu sedikit waktu untuk tumbuh, dan dia mungkin akan menjadi wanita yang cantik.

Jangan sampai kamu malas-malasan, bocah, pikir Spearman. Dia melihat cara mata Bocah Wizard yang menatap dari Heavy Warrior menuju gadis itu dan kemudian kepada dirinya, dan dia pun menyeringai. Bocah Wizard dengan cepat menundukkan tatapannya dan berusaha fokus untuk menjelaskan—yang membuktikan bahwa masih banyak yang harus di pelajari bocah itu.

“Oke, waktunya kesimpulan para eksekutif,” Spearman berkata.

“Jangan buat aku yang melakukan semua pekerjaannya. Coba perhatikan sedikit...” Heavy Warrior membalas, kesal, namun Spearman hanya membalasnya dengan permintaan maaf cepat, dengan tombak di tangan, dan ikut masuk dalam percakapan. Mereka berdua sebenarnya sama sekali tidak berpikir bahwa salah satu dari mereka tidak mendengarkan. Tentu saja tidak. Spearman hanya ingin memastikan bahwa dia paham dengan detailnya.

“Sepertinya ada sandera.” Penjelasan Goblin Slayer singkat dan langsung keintinya. Jemarinya menyisir peta papirus. Beberapa dari kartografi peta ini masih perlu ditingkatkan, namun untuk seorang Porcelain atau Obsidian, ini adalah pekerjaan yang bagus.

“Dua lokasi sepertinya sudah pasti.” Goblin Slayer melanjutkan. “Kita nggak bisa membiarkan mereka di sini. Kita nggak bisa membiarkan mereka memiliki sandra.”

“Sepertinya ritual kultus gaib.” Heavy Warrior menambahkan, dan Bocah Wizard menyela, “Mereka akan menumbalkan mereka,” Ekspresinya muram.

“Huh.” Spearman tidak terdengar terlalu cemas. Yeah, dia tampak ingin mengatakan, kurang lebih pekerjaan pasukan Kekacauan ya seperti itu, “Hei, kita membiarkan mereka melakukan ini dan dunia akan tamat kan?”

“Mungkin.” Heavy Warrior mengangkat bahu. Helm baja Goblin Slayer mengangguk. “Setidaknya, kota ini akan hancur.”

“Itu artinya, kegagalan bukan pilihan dalam petualangan ini. Sulit juga.”

Tawanan, tumbal, sandra—intinya adalah, terdapat dua tempat dengan orang-orang yang telah tertangkap. Spearman menunjuk pada sebuah titik di peta dengan pantat tombaknya, bertanya apakah ini tempat mereka berada sekarang, dan Goblin Slayer mengangguk. Baiklah.

“Bagaimana kalau kita ikuti saja jalannya? Mulai dari yang terdekat?” Tawar Spearman.

“Nggak bisa. Kita nggak mungkin mendobrak masuk ke tempat pemimpin mereka dengan membawa semua tawanannya bersama kita.” Heavy Warrior, yang untuk saat ini adalah pemimpin party, mengelus dagunya berpikir. “Ini bukanlah ciri-ciri tentang pembasmian naga juga. Aku ingin mendengar pendapat scout kita tentang di mana kemungkinan mereka di sembunyikan.”

“Hmm,” Goblin Slayer mendengus. “Ada beberapa kemungkinan... Tapi, kita nggak bakal tahu sebelum memeriksanya.”

“Mulai dari tempat terdekat. Setelah itu, kita bisa fleksibel...”

“Main pakai kuping, huh?” Spearman menambahkan. “ Dengan kata lain, seperti yang selalu kita lakukan.”

“Hei, seperti itulah petualangan,” Heavy Warrior menepuk pundak Spearman, menghiraukan keluhan pria itu “Hei, sakit tahu.”

Bocah muda dan sang gadis hanya dapat melihat terbengong seraya para petualang berbaris formasi, seolah mereka sudah benar-benar terbiasa dengan ini. Mereka berdua saling bertukar pandang, dan kemudian Bocah Wizard menyuarakan pertanyaan yang ada di dalam kedua pikiran mereka.

“...Kalian cepat sekali memutuskannya...maksudku untuk menyelamatkan sanderanya.”

“Kamu pikir kita akan membiarkan mereka di sini?” Spearman menyeringai.

Bocah Wizard menggeleng kepalanya dengan cepat. “Bukan, bukan, aku nggak bermaksud—“

Yah, itu dapat dipahami. Membantu sandera atau calon tumbal adalah sangat merepotkan.

“Aku nggak paham kerugian dari tidak menyelamatkan mereka.” Goblin Slayer berkata pelan,  yang di mana Heavy Warrior membuat suara menyetujuinya. Spearman mengangguk juga. “Kami petualang karena kami memang ingin menjadi petualangan,” dia berkata. “Tapi kami ini bukan tentara bayaran.”

Jika ini hanyalah pekerjaan, maka ini adalah tentang efisiensi, jika yang mereka inginkan hanyalah makanan yang cukup agar mereka tetap hidup sampai mereka mati, maka masing-masing dari mereka bisa saja tinggal di rumah saja. Mereka dapat menjadi petani, atau budak, atau prostitusi—semua warga biasa yang menjalani kehidupan mereka tanpa masalah.

Namun mereka ingin menjadi sesuatu yang lain—itulah yang membimbing mereka semua menjadi petualang. Tentu saja mereka ingin menghindari bahaya jika mereka bisa. Mereka juga tidak ingin mati. Akan tetapi...

“Kalau kami pikirkan tentang efisiensi atau laba atau keuntungan atau apapun, ketika hanya itu satu-satunya yang ada di kepalamu, maka kamu akan tamat, nak.” Heavy Warrior menjelaskan, dengan nada yang menggambarkan bahwa (sebagai pemimpin party) dia juga ingin memperingatkan dirinya sendiri. “Kamu mulai dari menjaga semua orang—rekanmu, temanmu, musuhmu, dan sekutumu dan semuanya—dengan menunjukkan seberapa kuatnya dirimu.

Kemungkinan besar pria muda dan gadis muda itu tidak memahami secara penuh apa yang pria itu katakan.Namun mereka mengetahui, tentunya, bahwa itu adalah sesuatu yang penting.

Hmm. Rhea Fighter memiringkan kepalanya dengan suara yang terdengar seperti dia sedang memikirkan sesuatu yang rumit. “...Kalau begitu, mereka nggak akan benar-benar menjadi teman atau rekanmu lagi dong, kan?”

“Dan itulah yang akan membuatmu terbunuh.” Heavy Warrior tersenyum bagaikan hiu. “Kamu akan sendirian.”

Itulah  mengapa orang seperti itu di sebut kacangan—dengan kata lain, tolol. Ya, terdapat mereka yang mempercayai seorang pro sesungguhnya mengetahui bahwa hal terefisien untuk di lakukan adalah untuk membunuh semua sandera. Namun orang seperti itu tentunya dipastikan akan mengundang kehancuran pada diri mereka sendiri. Adalah sangat egois jika kamu berpikir kamu bisa serta merta meninggalkan orang lain dan tidak menduga dirimu sendiri akan di tinggalkan.

“Kamu ingin untuk berfokus hanya pada apa yang paling menguntungkan atau tidak, jika hanya itu yang kamu pikirkan, bergabunglah dengan tentara. Jangan datang berpetualang. “Heavy Warrior berkata.

“Dengar, memang, terdapat mereka yang dapat melakukannya sendiri, tapi kita nggak berbicara tentang pengecualian, ini,” Spearman menambahkan, mengikuti tema Heavy Warrior dan menambahkan putarannya sedikit. Dia melanjutkan, “Kamu bertarung dengan cara terkeren , kamu mati, dan mereka akan menyanyikan lagu untukmu. Itulah yang membuat aku jadi petualang.”

Itu adalah alasan yang cukup untuk menolong sandera manapun. Ini adalah kenyataan bagi mereka. Untuk para petualang.

Goblin Slayer tidak mengatakan apapun. Dia hanya mendengus, dan kemudian mengucapkan sebuah “Benar.” Mungkin satu-satunya orang yang dapat menebak ekspresi yang tersenyum di balik helm itu adalah sang gadis dari kebun itu.

“Dengar.” Spearman berkata dengan nada ringan, menepuk armor kulit kotor dengan kepalnya. “Kamu harus berterima kasih padaku dan gadis elfmu, eh? Karena sudah mengajarkanmu apa itu petualangan yang sesungguhnya.”

“...Begitu.”

“Ya iyalah. Apa aku salah?”

“Nggak,” Goblin Slayer membalas, menggeleng kepalanya menyerah. “Kamu benar.”

“Baiklah, cukup dengan ceramahnya,” Heavy Warrior memotong, dan dengan itu percakapan mereka berakhir. Para petualang melanjutkan mengelap perlengkapan mereka, membuka bungkusan anti air dari perlengkapan mereka, memakai semuanya, dan berbaris formasi. Mereka menyalakan lentera yang menggantung di pinggul mereka, dan cahaya samar itu mulai menerangi keremangan dari saluran air terbengkalai ini.

Sekarang mereka akan maju, mereka akan membunuh, dan mereka akan mendapatkan jarahan. Tebas dan libas adalah indahnya berpetualang.

“Kalian bocah bisa pulang?” Heavy Warrior bertanya, dengan mudah mengangkat pedang besar seraya para petualang muda bersiap untuk memasuki ke dalam kegelapan.

Mungkin kita harus pergi bersama mereka. Mungkin aku ingin pergi bersama mereka. Bocah Wizard memusingkannya untuk beberapa saat. Kenyataan bahwa dia memusingkan hal ini membuat dirinya pusing. Tidak lama sebelumnya, dia akan mengangguk tanpa pikir panjang. Ketika dia baru saja menjadi petualang. Namun bagaimana dengan sekarang? Nggak, aku nggak bisa.

Terdapat masalah tentang seberapa banyak mantra yang tersisa. Seberapa lelahnya gadis yang ada di sampingnya. Kekuatan musuh. Kemampuan musuh. Dia sudah diberitahu untuk tidak melihat segalanya berdasarkan kekuatan, tujuan, keuntungan dan kerugian semata. Namun dari sudut pandang itu...yah, jika mereka ikut, setidaknya mereka dapat menjadi perisai daging yang bagus.

Bukan itulah yang dia inginkan. Terlebih lagi untuk partnernya, sang gadis, untuk mati dengan cara seperti itu. Bagaimanapun juga, dia harus fokus untuk pulang, bukan untuk memamerkan kekuatan.

Oleh karena itu, sang bocah menjawab, “Kami akan baik-baik saja,” dengan nada yang sangat tajam. “Si pak tua itu memberikan aku beberapa cat sihir, kami hanya perlu menggambarkan sebuah terowongan atau sesuatu dan kami akan keluar dari sini.”

“Kamu payah dalam melakukannya, jadi, mungkin kita nggak akan punya terowongan yang sesungguhnya untuk saat ini sekarang!” Rhea Fighter tertawa terbahak-bahak, dan mendapatkan teguran “Ribut!” dan sebuah sikut dari Bocah Wizard. Hal ini semakin membuat sang penyihir kesal, walaupun dia melukai sikunya karena sudah menyikut sesuatu yang lebih berotot dari apa yang dia kira.

“Tapi kalian dengarkan baik-baik!” dia berteriak pada mereka seraya dia berputar untuk pergi. Tampaknya dia akan mengeluarkan semua unek-unek yang dia simpan. “Kami akan mengurus yang berikutnya, jadi sisakan sebagian untuk kami!”

Tidak ada jawaban. Spearman hanya menyeringai dan mulai berjalan, Heavy Warrior hanya mengangkat tangan tanpa menoleh ke belakang. Hanya Goblin Slayer yang berhenti dan berbicara. “Kamu pikir kamu bisa melakukannya?—membasmi naga?” Pertanyaan itu begitu pelan.

Sang bocah menggeleng kepalanya enggan. “...Mungkin masih belum.”

“Begitu.” Goblin Slayer juga mengangguk. Kemudian dia berpikir untuk sesaat, seolah dia merasa perlu untuk mengatakan sesuatu. “Aku juga.”

“...Heh.”

“Lakukan apa yang kamu bisa.”

“...Iya.”

Ketiga petualang menghilang ke dalam saluran air. Hal terakhir yang dilihat Bocah Wizard dan Rhea Fighter adalah cahaya dari lentera mereka, dan bahkan itupun tidak lama ditelan oleh kegelapan.  Di tinggalkan sendirian, sang bocah dan gadis terdiam untuk sejenak, menyipitkan mata mereka di kegelapan, tidak dapat melihat apapun.

Setelah beberapa saat, gadis rhea berbisik sesuatu. Dengan kantung air yang masih di tangannya dia berkata. “...Kamu tahu, mereka benar-benar keren.”

“...Yeah.”

Dia membencinya—kebencian itu hampir membunuhnya—namun dia harus mengakui bahwa itu adalah benar.

*****

“Dan mereka bilang nggak ada yang tahu kemana pelayannya pergi.”

“Huh.” Respon Heavy Warrior kepada Spearman tidak terdengar terlalu tertarik. “Aku yakin kalau dia ternyata adalah monster yang memakan manusia, dan kamu ke sana untuk membunuhnya.”

“Itu karena otakmu itu terlalu berotot, yang selalu berpikir dengan pedangnya. Ayolah, Goblin Slayer, giliranmu selanjutnya.”

Walaupun party mereka tengah menyusuri saluran air dari sebuah kota yang telah dihancurkan oleh monster, mereka tidak merasa terlalu gugup. Mereka tidak mengetahui secara pasti apa yang mereka hadapi, atau dimana keberadaan musuh, atau seberapa banyak mereka, atau apakah ada perangkap, atau bahkan, apa tujuan musuh mereka.

Namun itu sudah menjadi pekerjaan keseharian mereka.

Seorang petualang harus mengetahui cara untuk siaga tanpa harus mencemaskan setiap detail yang ada. Itu adalah filosofi pribadi Spearman, dan sepertinya Heavy Warrior dan bahkan Goblin Slayer juga memiliki filosofi yang sama.

“Baiklah.” Terdengar sebuah dengusan dari balik helm baja. “Kalau begitu, delapan cara untuk membunuh goblin tanpa suara...”

Akan tetapi, pada saat itu, Goblin Slayer berhenti. Saluran air kotor ini bercabang pada saluran air besar yang mengalir dengan deras bagaikan sungai besar. Biasanya untuk seorang scout seperti dirinya tidak akan berhenti berjalan atau berbicara jika hanya itu saja yang dia hadapi. Masalahnya adalah sebuah perahu kecil namun mencolok yang mengambang di sana.

Pada sekilas perahu itu tidak terlihat janggal. Perahu itu akan dapat membuat mereka mengarungi sungai dan melanjutkan perjalanan mereka. Peta yang telah dibuat oleh Bocah Wizard tidak mencakup melewati kanal ini. Berdasarkan dari besarnya bagian kosong dari peta, adalah jelas bahwa arus ini akan membimbing mereka menuju sebuah ruangan salah satu tumbal hidup. Adalah sebuah kebetulan yang sangat kebetulan. Dan itu artinya hanya ada satu kesimpulan.

“Mencurigakan,” Goblin Slayer berkata.

“Benar.”

“Mm.”

Goblin Slayer mengangguk dan kemudian mendekati wahana tersebut, memeriksanya dengan cepat. Tidak ada lubang, tidak ada jangkar. Perahu ini tampaknya bukanlah sebuah jebakan—hanya sebuah perahu biasa.

“Tapi aku nggak bisa tahu kalau ada jebakan sihirnya.”

“Inilah kenapa aku sering bilang ke kamu untuk memakai perlengkapan yang lebih baik.” Spearman menyeringai, kemudian menyuruh mereka untuk menunggu sebentar dan mulai merogoh barangnya. Tangannya masuk jauh ke dalam tas yang berukuran kecil itu. Adalah jelas bahwa tas itu mengandung sihir, begitu pula sebuah tongkat kecil yang dia keluarkan dari dalamnya. “Seorang Silver setidaknya harus memiliki sesuatu yang seperti ini bersamanya. Lihat dan pelajari.”

“Aku akan coba.” Goblin Slayer berkata dari dalam helmnya. “Aku belum ada terlalu memikirkan untuk menggunakan benda yang diperkuat untuk melawan goblin.”

“Dengar, kita ini nggak sedang membicarakan goblin, oke?”

“Lagipula, benda seperti itu selalu mempunyai batas jumlah penggunaan. Kita nggak bisa mengharapkan benda itu untuk selalu kuat dan bertahan selamanya,” Heavy Warrior mengejek. Spearman hanya memberikan tawa kecil dan melambaikan tongkat kecil itu dengan perlahan.

“Lumen.” Mereka terkejut, tongkat itu mulai memancarkan cahaya samar. Spearman menggambar sesuatu di udara dengan ujung tongkat. Gambar itu  tampak seperti sebuah kupu-kupu atau semacamnya, banyak partikel cahaya yang tersebar, mengambang di atas perahu.

“Nggak ada...”

“Kalau begitu, ini perahu biasa.”

Perahu itu terus berguncang di atas air di depan mereka, tetap terlihat sama seperti sebelumnya. Sebuah tongkat sihir Detect tidaklah sempurna, Spearman mengetahui itu. Dia melemparkan benda itu ke dalam tasnya kembali, kemudian dengan satu gerakan lincah, melompat ke atas perahu. Perahu yang bahkan tidak berguncang setelah ditimpa beratnya adalah bukti dari kelincahan Spearman.

“Kurasa tinggal itu saja yang tersisa ya?” Heavy Warrior adalah yang berikutnya menaiki perahu, dan kali ini, perahunya berguncang cukup kasar. Dari pedang besar di punggung, armor di keseluruhan tubuh, dan juga fisiknya yang besar, ini merupakan hal yang tak terhindarkan. Heavy Warrior yang tidak begitu terguncang, dan tidak terpeleset, adalah berkat dari ototnya yang terlatih. Kebanyakan dari rintangan fisik dapat di hadapi dengan kekuatan murni.

“Hmm.” Goblin Slayer adalah yang terakhir naik ke atas perahu. Perahu berguncang karena bebannya, namun tidak terlalu. Mudah dikendalikan. Dia mengambil dayung yang tergeletak di kakinya, dan kemudian memiringkan kepalanya. “Siapa yang akan mendayung?”

“Aku nggak yakin kita akan memerlukannya. Kita akan terbawa arus saat kita melepas talinya, kan?”

“Lagipula, kalau ada yang mendayung, itu artinya kita kekurangan satu orang jika sewaktu-waktu kita membutuhkan bantuan. Seseorang sudah cukup bermurah hati untuk meninggalkan perahunya di sini untuk kita, lebih baik kita gunakan saja.” Heavy Warrior berkata seraya melepaskan ikatan tali. “Kalau kita tejebak perangkap, kita akan terobos saja. Lebih menyenangkan seperti itu.”

“Begitu.” Goblin Slayer berkata, dan kemudian mengangguk. “Iya, kamu benar.”

*****

Dan benar, adalah jebakan.

“Sialan!”

“Ha-ha-ha-ha-ha-ha-haaaa!”

Spearman mengumpat, Heavy Warrior tertawa, dan Goblin Slayer diam seraya mereka semua melompat dari perahu.

Ketika mereka telah tiba pada ujung dari arus dan ruangan dari tumbal hidup, sebuah jala datang menimpa mereka dari atas kepala.

Bukan, sesuatu seperti jala, pikir Spearman mengamati ulang situasinya seraya dia mendarat ke lantai dan melihat benda putih, lengket terbang melintasi udara. Apapun itu yang menjerat dayung (yang di lempar oleh Goblin Slayer seraya dia berguling), itu bukanlah sebuah jala biasa. Itu adalah jaring.

Ruangan ini, yang dulunya adalah sebuah tempat yang dirancang untuk mencegah air hujan agar tidak membanjiri, sudah tidak berfungsi lagi seperti seharusnya. Di tengah berdiri sebuah salib, dengan beragam macam kalimat penghujatan dan simbol yang terukir padanya. Dan kemudian terdapat benda putih berlendir di segala penjuru ruangan ini.

“Kalau di lihat, sepertinya ini bukan goblin,” Goblin Slayer berkata, berdiri goyah dari setengah lutut.

“Yeah, pastinya.” Spearman menggerutu.

“Sepertinya kamu benar. Ini sepertinya sarang laba-laba.” Heavy Warrior menendang benda lengket itu dengan kakinya, wajahnya mengeras seperti geraman binatang, dia tidak perlu melihat ke belakang untuk mengetahui bahwa perahu kecil yang mereka tumpangi telah benar-benar tertutupi dengan benda putih itu. Jaring itu telah menjatuhi mereka dari atas—atau ditembakkan. Mereka harus berusaha untuk melewati celah-celah jaring ini agar bisa keluar dari sini, namun musuh tidak akan memberikan mereka kesempatan.

Ya—musuh.

Mereka melihat seorang pria gemuk terkekang di salib: calon tumbal. Pria itu tidak memiliki kekuatan untuk mengeluh—namun terdapat sesuatu yang lain juga di sana. Sesuatu di dalam keremangan, di sudut dari plapon, pada ujung ruangan, bersembunyi dengan napas mengepul. Spearman tidak mengetahui apakah benar-benar ada sesuatu yang ambigu seperti sebuah “aura” yang dapat di deteksi, namun intuisinya sebagai seorang warrior yang menghadapi kematian dan hidup untuk menceritakannya, lagi dan lagi—dengan kata lain, poin pengalamannya—berkata...

Dia di sana.

Tidak di ragukan: Di sanalah dia. Dan petualang lainnya juga mengetahui itu seperti dirinya.

“Guruku... Masterku, menceritakanku kisah tentang pertemuan dengan laba-laba di dalam kegelapan, tapi dengan nada seperti pamer,” Goblin Slayer berkata pelan, seraya dia berjongkok siaga. “Bagaimana menurutmu?”

Spearman memberikan tawaan mendengus, mendorongkan tombak terkenalnya ke depan. “Kalau aku membunuhnya dengan satu serangan, berarti dia kacangan. Kalau nggak, berarti dia beneran kuat.”

“Lebih mudah untuk bertarung dari pada berencana.” Heavy Warrior menyetujui, mengangkat pedang besarnya. “Ayo kita coba dan lihat apa yang terjadi.”

Bahkan seraya dia berbicara, dia menyayat beberapa dari jaring, memotongnya dengan syuuup nyaring. Bukanlah sebuah suara pedang yang menebas udara, pedang itu terlalu berat untuk bersuara seperti itu. Namun respon memantul dari pedangnya adalah bukti dari jaring itu yang lengket di pedangnya.

“Yah, ini menyebalkan...!” Heavy Warrior meludah, namun dia tidaklah terlalu kesal dengan ini. Mengapa? Karena dia mempunyai peran yang berbeda untuk di mainkan.

“.......!”

Pria dengan armor kotor berlari melintasi ruangan remang, melemparkan pisau yang dia genggam di tangannya. Kilau silver itu akan menembus tenggorokan goblin manapun yang dia bidik, namun alih-alih menembus, pisau itu memantul pada lantai batu dengan suara tumpul. Namun sebelum saat itu, Goblin Slayer memperhatikan sekelilingnya dengan cepat dan berteriak: “Dia akan lompat!”

“Yeah, aku dengar!”

Sosok gelap melompat ke depan—dan Spearman membidik pada udara, di mana tidak ada tempat untuk meloloskan diri.

Laba-laba—sudah ku duga. Sebuah laba-laba menyeramkan, sesuatu yang berasal dari mimpi buruk, kemudian, kemudian berputar dan membentuk sebuah bentuk yang aneh. “Laba-laba” adalah kata terdekat untuk menggambarkan makhluk ini, namun jika makhluk ini adalah laba-laba, maka laba-laba lainnya yang ada di dunia akan ketakutan melihat makhluk ini.

Spearman berpikir demikian seraya dia mengambil satu langkah, kemudian dua, kemudian tiga, mencari jarak yang tepat untuk melempar tombaknya, dan kemudian.

“Bah!”

Menggerutu marah seraya pandangannya terisi dengan jaring lengket di saat dia hendak menyerangkan senjatanya. Dia menggengam ujung belakang tombak dengan satu tangan dan memutarnya dengan kencang bagaikan kincir besar. Di saat jaringnya terbang ke ujung ruangan, laba-laba telah menyembunyikan dirinya sekali lagi di kegelapan.

“Sepertinya,” Goblin Slayer berkata tajam, “Makhluk itu memang beneran kuat.”

“Sialan,” gerutu Spearman, melihat ke arah di mana laba-laba itu menghilang. Dia mungkin baru saja mengumpat kepada para dewa, atau musuhnya, atau dirinya sendiri. Yang jelas tidak kepada rekannya.

Dia melotot sekeras dia bisa ke ujung ruangan, namun tidak melihat apapun di dalam kegelapan, dan tidak mendengar suara. Namun aura, atau miasma, atau perasaan tidak enak—jika hal seperti itu memang ada, melanda insting Spearman saat ini.

Bahkan walaupun dia tidak merasakannya, adalah berlebihan untuk berpikir bahwa monster itu telah melarikan diri. Goblin Slayer, pedangnya keluar dan perisai bundar di depannya, tampak merasakan hal yang sama.

Ketika warrior berbicara dengan cepat, tidak pernah berhenti memperhatikan tanda gerakan terkecil dari musuh mereka.

“Apa yang harus kita lakukan?” Dia bertanya, suaranya tajam dan singkat. “Apa kita perlu gunakan api?”

“Bisa saja menurutku...” Heavy Warrior tengah mencabut jaring terakhir pada pedangnya, menggerutu pada dirinya sendiri. Sesekali dia mencuri lirik pada pria yang berada di salib. “Tapi, kita bisa membakar sanderanya juga, dan nggak ada orang yang menginginkan itu.”

“Menurutmu ini saatnya yang bagus untuk sedikit sihir?” Spearman menyarankan, namun Heavy Warrior menjawab segera, “Nggak.” Tak ada seorangpun dari mereka yang ingin menggunakan sihir secepat itu di dalam sarang pelayan Kekacauan ini.

“Aku butuh sedikit waktu,” Heavy Warrior berkata. “Apa kamu bisa mengulurnya?”

“Kamu pemimpinnya,” Goblin Slayer membalas dengan anggukan. “Kita akan mencobanya.”

“Yeah, ikuti yang-seperti-biasanya.” Spearman berkata, walau dengan nadanya yang seperti itu, dia tidak keberatan—dan itu artinya yang tersisa hanyalah tinggal bertindak.

Seorang warrior manusia tidak dapat melihat di dalam kegelapan atau menemukan musuh yang tersembunyi. Dia hanya dapat maju ke depan, menyerang, menyibukkan musuh, dan membunuh, itu  adalah keahlian dari seorang warrior.

Spearman dan Goblin Slayer, tanpa saling bertukar kata, melompat beraksi pada saat yang bersamaan. Mereka terbang bagaikan panah dari sebuah busur—yah, deskripsi seperti itu mungkin akan membuat High Elf Archer tertawa, namun kenyataan bahwa mereka sangatlah cepat tidak dapat di pungkiri.

“...!”

Sekali lagi adalah Goblin Slayer yang mengambil inisiatif. Dia menggapai tas peralatannya, menarik sebuah benda dan melemparkannya dengan liar. Di dalam salah satu sudut yang gelap di ruangan ini, makhluk besar seperti laba-laba sekali lagi meloncat ke atas dengan delapan lutut dan delapan kaki. “---------?!?!?!?!”

Teriakan tak bersuara terdengar dari mulutnya. Teriakan itu terdengar tepat setelah proyektil yang di lempar Goblin Slayer pecah dengan suara yang kering, memencarkan semacam bubuk merah kehitaman ke segala arah. Adalah pencegah serangga yang dibuat dari merica dan mint, namun sang laba-laba tidak mungkin mengetahui itu.

Tetapi itu sama sekali tidak cukup untuk mengalahkan makhluk Kekacauan ini; laba-laba itu terbang ke udara—

“Terima—ini!!”

--Dimana Speaman  membiarkan tombaknya berbicara. Tombak itu menembus jaring yang di muntahkan oleh laba-laba itu sebagai pembelaan diri, dan kemudian menembus laba-labanya juga, adalah Tekhnik bertarung tombak 101: Biarkan daya centrifugal dan gravitasi yang bekerja.

Hantaman fisik sederhana itu cukup untuk menghantam tubuh lembek laba-laba itu ke lantai batu. Walaupun tentu saja, ini bukanlah serangan kritikal. Makhluk itu memantul seperti bola, meringkuk ketika dia terhenti  di lantai. Makhluk itu menggigit jaringnya sendiri dengan taring beracunnya dan mendesis kepada mereka. Tak satupun dari mereka yang tahu apakah monster itu sedang berkomunikasi dengan mereka melalui teriakannya, namun jika iya, arti dari teriakan itu sangatlah jelas: Aku bunuh kalian atau kalian tidak akan meninggalkan tempat ini hidup-hidup, semacam itu.

“Hei, itu kalimat kami,”

Kerack. Dengan suara seperti sebuah pohon besar terbelah dua, Heavy Warrior muncul, taringnya terpapar dalam sengirannya yang liar, sarung tangan pada tangannya bersinar dengan kekuatan sihir—dan di tangannya adalah perahu, yang terbebas dari jaring laba-laba.

“Coba lawan yang seukuranmu...!!”

Sang laba-laba bisa meludahkan jaringnya, dia bisa mencoba untuk melompat, namun sudah tidak ada cara lain lagi untuk melindungi dirinya dari tindakan kekerasan sederhana ini. Tidak lama kemudian, monster itu menghilang di bawah perahu seperti serangga yang terlumat dengan batu. Terdapat suara remuk yang menjijikkan, dan cairan hijau terciprat ke segala arah. Delapan kaki kejang-kejang adalah satu-satunya bukti bahwa monster ini, laba-laba besar ini, pernah ada.

“Pesanan siap!” Teriak Heavy Warrior bangga, melepaskan sarung tangan ogre yang memberikan dirinya kekuatan besar. Bagi petualang tingkat Silver, mempunyai benda sihir seperti ini adalah sudah seharusnya.

Namun Spearman, melotot mengarah Heavy Warrior, kekesalannya tampak jelas di wajahnya. “Tadi itu ceroboh, apa yang harus kita lakukan kalau kamu melubangi perahu kita—bagaimana kita bisa kembali!”

“Tinggal dayung saja, kawan.” Heavy Warrior menjawab datar. “Atau kita bisa coba lagi penyelaman air yang itu.”

“Ampun dah...” Spearman mendengus, sementara itu Goblin Slayer, tengah mendekati salib dengan langkah sigapnya. Pria yang terikat pada salib itu merosot tak berdaya, keseluruhan tubuhnya tampak membengkak. Namun napasnya pelan dan pendek, itu artinya dia belum mati, itu artinya mereka dapat membebaskan dia dan mencari tahu apa yang terjadi.

Goblin Slayer berjongkok di belakang salib, menggunakan benda kecil miliknya sendiri untuk mencoba dan membuka gembok yang mengikat pria itu. Heavy Warrior memperhatikan dari balik pundaknya. “Bagaimana kelihatannya—kamu bisa buka?” Dia tidaklah bertanya untuk memastikan.

“Nggak masalah.”

“Semua orang di dalam ruangan ini sudah banyak terlibat masalah. Lebih baik kita cari tahu kejadiannya.” Spearman berlari ke depan salib dan berdiri di depan pria itu. Dia memperhatikan wajah sandera, memperhatikan mata sayu pria itu dan mulutnya yang setengah terbuka. Pria itu hidup. Namun keadaannya sama saja dengan nyaris mati. Apakah dia dapat berbicara dengannya?

“Kurasa pria ini mungkin butuh disembuhkan dulu sebelum dia dapat diwawancara. Mungkin stamina potion yang aku beli dari resepsionis—“

--akan berguna, dia hendak berkata, namun dia di sela oleh seorang pria, yang secara spontan mengembang bagaikan balon.

“Huh?”

Kemudian dia meledak.

Potongan-potongan dari sandera yang terbang ke segala penjuru, seraya cairan hitam yang terciprat ke segala arah. Darah, otak, pecahan organ dalam—yah, cipratan itu bukanlah satu-satunya yang terjadi. Bongkahan daging yang terbang terhempas sekarang mulai berkedut dan kejang. Daging itu menggeliat dan merayap ke depan, merintih seperti memiliki kehendak sendiri—dan mulai merayap menuju petualang.

“Sialan—slime?!” Spearman yang terkena ledakan secara langsung di depan muka, mengoyak monster dari wajahnya dan membantingnya ke lantai, kemudian menginjaknya sekeras yang dia bisa. Jika makhluk itu masuk ke dalam tenggorokannya, maka itu akan membuatnya sesak, sebuah cara mati yang mengenaskan.

Pria yang mereka telah temukan adalah apa di antara tumbal hidup atau mungkin jebakan gila. Atau mungkin keduanya.

“Mereka berhasil mengelabui kita. Ugh, orang yang memikirkan hal seperti ini adalah orang jenius atau tolol total.”

Heavy Warrior, memperhatikan Spearman yang mencoba menghalau para slime dan kekesalannya, tertawa terbahak-bahak. Karena satu hal: Tidak ada satu slime pun yang berada di belakang salib. Hanya Spearman satu-satunya yang terkena benturan itu, dan dia satu-satunya yang sekarang di kepung oleh slime. “Yah, bertahanlah di sana. Aku harus mengembalikan perahu ini ke air sebelum slime melelehkan perahu ini.”

“Kamu pikir itu lucu?!”

“Hrm...”

Spearman terus mengayunkan senjatanya bahkan seraya berdebat dengan Heavy Warrior; dia menggunakan senjata itu untuk menghalau para slime dengan sempurna. Goblin Slayer memperhatikan sebelah mata pada pertarungan itu, kemudian memiringkan kepalanya penasaran. “Kenapa kamu nggak menggunakan tongkat itu saat mendekati salib?”

“Sudah ku bilang, benda itu nggak sekuat itu! Contohnya, benda ini nggak bisa membantu orang kalau dia lupa untuk menggunakannya...”

“Bego!”

*****

Perahu akhirnya telah kembali ke air dengan aman, telah terhindarkan dari lubang atau terpukul atau terlelehkan, dan sekarang tengah mengambang dengan baik. Cipratan di wajah mereka terasa seraya mereka mengarungi saluran ini terasa begitu nikmat, walau dengan udara pengap dari kota hancur ini. Heavy Warrior sendiri tengah bersandar santai pada bibir perahu, dia memanjangkan kakinya dan membiarkan tubuhnya bersantai. Namun cara dia selalu menjaga pedang besar di tangannya, agar dia dapat menggunakannya jika diperlukan, sangatlah mengagumkan—atau mungkin kita bisa sebut, sudah seharusnya.

Benar, adalah hal sewajarnya untuk dilakukan bagi petualang berpengalaman, dan oleh karena itu, Goblin Slayer pun tidaklah berbeda. Dia duduk dan membiarkan arus menggiring perahu. Namun, dengan helmnyaa yang terpasang, adalah mustahil untuk melihat ekspresi pada wajahnya.

Hanya satu orang yang benar-benar terlihat kesal—adalah Spearman, tentu saja, mengeringkan rambutnya dengan sebuah kain. “Asu, tadi benar-benar menyebalkan...” dia menggerutu. 

“Hmm,” Goblin Slayer membalas serius. “Bagiku sepertinya nggak terlalu masalah.”

“Kamu dan aku itu punya standar yang berbeda.”

“Begitu.”

Goblin Slayer mungkin merasa dirinya sedang cukup serius, namun bagi Spearman jawaban pria itu selalu terdengar ogah-ogahan, dan dia menjentikkan lidahnha.

“Begitu.” “Benarkah?” “Ya.” “Ya?”

Pantas aja dia membuat gadis elf itu gila, pikirnya. Dia merasa kosa katanya semakin menyempit semakin lama dia menghabiskan waktu bersama Goblin Slayer.

“Aku nggak terlalu peduli sih, tapi seseorang perlu memastikan perahunya pergi ke arah yang benar.” Spearman menghela menyerah dan duduk di lantai perahu, meremas tombaknya, pribahasa yang mengatakan bahwa sebuah perahu hanyalah sepapan kayu tipis antara seorang pria dan kuburan air ternyata memanglah benar, namun setidaknya mereka mempunyai beberapa menit sebelum tenggelam. Enam detik sudahlah cukup untuk bersiap bertarung. Bahkan dalam dua detik, terdapat hal yang dapat kamu lakukan.

“Aku nggak mau jadi salah satu dari dongeng peringatan tentang kapal yang karam selagi kapten dan krunya semua terpesona oleh cahaya lilin atau semacamnya.”

“Aku punya firasat buruk tentang ini.”

“Jangan bilang gitu.” Spearman menggerutu pada gurauan Heavy Warrior, kemudian menatap ke depan mengarah jalur air, yang tampaknya memanjang tanpa batas. “Oke, jadi dimana ruangan tumbal selanjutnya berada?”

“Seharusnya nggak lama,” Goblin Slayer berkata. Tidak semua orang dapat menjadi pembuat peta yang baik. Beberapa petualang cocok untuk melakukan itu dan yang lainnya tidak. Goblin Slayer tampaknya memiliki kompas di dalam kepalanya, bahkan Spearman mau tidak mau harus mengakui itu. “Kalau nggak ada masalah,” tambah Goblin Slayer.

“Hei, memecahkan masalah itu pekerjaan kita,” Spearman berkata, terdengar sedikit marah. Tapi aku nggak suka semua masalah tambahan ini sih, dia berpikir. Dia menyadari akan bagaimana sebuah ucapannya berubah menjadi kabut putih dari mulutnya, dan menambahkan, “Sepertinya jadi lebih dingin—kurasa musim dingin sebentar lagi. Cepat sekali.”

“Beberapa anggur, kayu bakar, makan malam yang enak. Aku ingin merayakan masa natal yang normal,” Heavy Warrior berkata.

“Tapi kita sekarang sedang menelusuri saluran air,” Goblin Slayer mengamati. Mungkin ini waktunya untuk sedikit membalas Goblin Slayer.

“Kamu perlu pikirkan suatu hadiah, cuy.” Spearman berkata dengan seringai mengerikan pada Goblin Slayer (yang ekspresinya tidak dapat dilihat oleh Spearman). “Aku dengar tahu. Kamu memberikan gadis itu sekantung penuh uang waktu itu kan?”

“Nggak,” Goblin Slayer berkata, helmnya bergerak ke kiri dan ke kanan perlahan. “Belum lama ini, aku memberikannya sebuah sisik naga.”

Jadi sekarang bahas naga. Spearman tertawa kecil. Pria ini selalu memiliki goblin di otaknya, dan sekarang dia bilang dia bertemu dengan apa?

“Itu palsu kan? Maksudku, seberapa banyak yang kamu bayar?”

“Aku menemukannya,” dia membalas. “Dan itu asli.” Terdapat sebuah kekesalan yang tertuju didalam deklarasinya.

Kurasa, hal aneh pasti terjadi. Terdapat banyak misteri di dunia—dan oleh karena itu, Spearman memutuskan untuk membiarkan Goblin Slayer dan merubah sasarannya. “Bagaimana denganmu?”

“Apa, maksudmu aku harus belikan sesuatu buat anak-anak?” Heavy Warrior mengangkat bahunya kesal, namun gerakan itu membuat Spearman kesal.

“Bukan anak-anaknya, Wanita itu.”

“Minuman saja sudah cukup.”

Ini semakin menjadi konyol. Wajah datar Heavy Warrior membuatnya mustahil untuk mengetahui apakah dia sedang serius atau tidak. Spearman menggelengkan kepalanya dramatis—atau mungkin teatrikal. “Ugh, ini pria yang nggak mempunyai harga diri. Apa ini salah satu dari ‘Setelah aku menjadi raja’ itu?”

“Pastinya aku setidaknya harus menjadi ksatria sebelum aku bisa berharap mempunyai permaisuri di sisiku...”

“Menurutmu wanita itu termasuk permaisuri?”

“Sejauh aku melihatnya.” Heavy Warrior menghela, kemudian menatap Spearman, “Kalau kamu memang pintar, bagaimana denganmu?”

“Aku memberikan sesuatu pada resepsionis itu, pastinya,” Spearman berkata, senyum petualang terbaik pada wajahnya. Namun kemudian senyum itu berubah menjadi sesuatu yang bercampur dengan kerinduan. “Tapi aku benci kalau ada orang yang berpikir aku sedang menyogok seseorang.”

Seorang anak perempuan kebangsawanan dan seorang petualang merupakan cerita yang berbeda, namun ini adalah pegawai Guild dan seorang petualang. Terlalu banyak harta karun, terlalu banyak makanan enak, dan tiba-tiba kamu mendapatkan dirimu menjadi seseorang yang merepotkan orang yang kamu kasihi. Bukanlah hal yang jelek untuk memberikan hadiah sebagai bentuk rasa sayang, tentu saja, itu bukanlah sogokan. Namun Spearman selalu kesulitan untuk mengarahkan kepelikan dari birokrasi, kemasyarakatan bangsawan, dan bangsawan yang juga merupakan birokrat.

“Bukan itu yang ku maksud,” Heavy Warrior berkata. “Maksudku itu anggota partymu. Kamu berhutang banyak pada wanita itu kan?”

“Er, yeah. Benar juga...” Spearman menggaruk kepalanya. Tentu saja, itu bukanlah berarti dia tidak pernah memikirkan itu, namun dia memiliki hal lainnya untuk di pikirkan.

“Lebih baik berikan emas atau silver atau permata—tahu, sesuatu yang keren, sesuatu yang pantas untuk ‘Perbatasan Terkuat.’”

“Bacot.” Spearman tertawa. “Aku senang untuk menghabiskan banyak uang untuk dia, tapi harga bukanlah satu-satunya faktor, tahu.”  Ketika kamu menemukan sesuatu yang kamu pikir akan menjadi hadiah yang bagus bagi seseorang, uang adalah salah satu cara untuk mendapatkannya. Namun kamu membutuhkan sesuatu yang lebih dari sekedar niatan, dan terkadang itu tidaklah cukup untuk memberikan aksesori mahal kepada seorang wanita. “Lagipula, kita mendapatkan banyak permata, saking banyaknya sampai bingung mau kita apakan, dari kotak harta karun. Apa kamu pikir dia butuh permata lagi?”

“Benar juga...”

Sudah cukup buruk bagi seorang pemula—namun ketika kamu mencapai peringkat atas dari hirarki petualang, kecemasan itu akan semakin memburuk. Itu karena, petualang berpengalaman sudah begitu terbiasa untuk melihat emas dan silver dan permata, hingga membuat mereka mati rasa melihatnya. Atasi beberapa perburuan monster dan kamu dapat pulang dengan jarahan yang akan cukup mengisi kotak besar.

Orang biasa mungkin akan mengartikan itu sebagai kamu “telah berhasil”, namun banyak petualang yang tidak merasa seperti itu. Kamu mungkin akan menemukan tumpukan harta, namun kamu juga mendapati bahwa semua harta itu akan mengalir begitu derasnya bagaikan air, ketika kamu membayar perlengkapan untuk petualangan selanjutnya, dan berapapun yang tersisa, hanya akan diam tak bergerak. Karena tidak ada seorangpun yang menjadi petualang hanya untuk mencari uang dan hidup santai.

“Hmm..”

Spearman menoleh pada suara dengusan pelan itu dan mendapati Goblin Slayer sedang melihat dirinya. “Apa aku perlu membelikan sesuatu untuk yang lainnya juga,” dia berkata dari balik helmnya.

“Yeah, untuk menunjukkan rasa terima kasihmu pada mereka.” Heavy Warrior berkata. Kemudian, bukanlah sebuah pertanyaan, hanya pemastian: “Kamu merasa berterima kasih pada mereka, kan?”

“Ya.” Goblin Slayer mengangguk cepat. Kemudian secara perlahan berdiri. “Tapi pertama, kita harus bisa melewati ruangan berikutnya.”

Dengan teriakan semangat, Heavy Warrior mengambil dayung dan mendayung perahu menuju tepi saluran air. Perahu berguncang dengan benturan, yang di mana Spearman segera melompat pada lantai yang kering. “Jadi,” dia berkata, “Berikutnya apa?”

*****

“Jadi bukan goblin.”

Segerombol monster biasa berada di bawah pengamatan para petualang berpengalaman. Mereka telah mendekati sesuatu yang putih besar, mengira bahwa itu adalah sebuah gunung bersalju, namun ternyata itu hanyalah seekor slime raksasa—sebuah cerita konyol, jika kamu mendengarnya. Tentu saja, Spearman masih menggerutu tentang semua hal ini.

“Eh, sepertinya bodoh banget kalau goblin muncul di tengah semua plot jahat, atau petualangan, atau apapun ini,” Heavy Warrior berkata, menghancurkan sisa dari sebuah makhluk tidak di ketahui di bawah sepatunya. Jika mereka mempunyai seorang wizard atau cleric bersama mereka, mereka mungkin akan dapat mengetahui makhluk apa itu, namun...

Hei, kalau kita bisa membunuhnya, semua itu nggak ada gunanya, pikir Spearman. Walaupun mungkin seorang sage akan murka jika mendengar Spearman mengatakan bahwa itu tidak ada gunanya bagi dia. Pokoknya, seekor monster yang mati adalah monster yang baik, tidak ada alasan lain untuk memikirkannya.

“Kita harus memprioritaskan para penyintas,” Heavy Warrior berkata.

“Mm, aku akan investigasi,” Goblin Slayer membalas, mendekati salib dengan langkah sigap. Spearman menggenggam sesuatu dari tasnya—sebuah tongkat—dan melambaikannya dengan cepat. “Lumen.

Kata perintah mengaktifasikan benda ini, mengelilinginya dengan sinar lembut. Tiba-tiba, salib mulai bersinar seolah telah terpapar dengan banyak lilin, menerangi seluruh ruangan.

“...Reaksinya gila banget, njir!”

“Itu karena mereka melakukan ritual sihir. Tentu saja tumbalnya akan memancarkan kekuatan sihir.”

“Begitu. Ternyata memangnggak sekuat itu.”

“Yah, maaf saja ya!” Spearman marah pada Goblin Slayer.

“Diam,” Heavy Warrior berkata. Pada akhirnya, tidak ada cara untuk memastikan jika salib itu adalah perangkap terkecuali memeriksanya dari dekat, dengan itu Goblin Slayer tengah berusaha membuka ikatannya, calon tumbal itu terluka, babak belur, dan benar-benar tidak berdaya—namun hidup.

Oleh karena itu, Goblin Slayer tidak membuang waktu, memeriksa wanita itu dengan cepat, meraba dengan jemarinya. Kulit wanita itu biru kehitaman seperti sebuah bayangan. Rambutnya menjuntai silver. Tidak setiap wanita dark elf bertubuh seksi, namun banyak yang mengira bahwa mereka memiliki tubuh seperti itu. Mungkin itu hanyalah sebuah kesalahpahaman dari sejarah yang dinyanyikan oleh penyair kuno, Goblin Slayer tidak mengetahui kebenaran dari hal ini.

Namun setidaknya, bahkan Goblin Slayer pun mengetahui bahwa gadis itu adalah seorang dark elf.

“Halo, nona—masih bernapas ya? Kalau kamu bisa bicara, itu sangat membantu, tapi kalau nggak, itu juga nggak masalah—kami sangat senang kamu masih bersama dengan kami,” Spearman yang memberikan tugas berjaga kepada Heavy Warrior, juga tidak ragu untuk mendekati wanita itu. Dia berlutut dan melepaskan ikatan terakhir yang mengekang wanita itu, kemudian menggendongnya, layaknya sebuah kisah ksatriaan. “Dan kalau kamu nggak meledak, itu lebih baik lagi.”

“Meledak...?” wanita itu berkata, napasnya terengah-engah. “Aku nggak tahu maksudmu.”

“Hei, aku sendiri juga nggak tahu. Nggak usah di pikirkan.” Spearman memberikan dark elf itu sebuah mantel. Sementara Spearman berusaha membuat wanita itu nyaman, Goblin Slayer mengamati sekitaran, Heavy Warrior dengan santai melempar sebuah stamina potion, yang di mana Spearman terima dan dengan lembut dan perlahan membantu wanita itu untuk meminumnya, potion adalah persediaan penting, namun party ini tidak menganggap penggunaan potion ini sebagai percuma. Wanita itu meneguk habis potionnya, kemudian terbatuk perlahan. Kedua matanya terbuka sedikit lebih lebar. “Warrior manusia, manusia warrior, dan...manusia warrior lagi? Apa yang kalian lakukan di sini?”

“Kami sedang berpetualang,” Goblin Slayer membalas. Yah, setidaknya dia langsung ke intinya.

Wanita dark elf itu berkedip, terkejut, namun kemudian bibirnnya berubah menjadi senyum sarkas. “Dan sekarang petualang, huh, aku sama sekali nggak bisa menang...”

“Apa ada yang ingin kamu bicarakan pada kami, nona muda,” Spearman bertanya, yang di mana wanita itu tampak terhibur oleh ini. Mungkin stamina potion itu telah memberikannya tenaga, atau mungkin wanita itu hanya berusaha berlagak kuat. Apapun itu, wanita itu berbicara dengan nada dari seseorang yang memarahi anak bandel. “Aku ini setidaknya sepuluh kali lebih tua dari kalian,kampret--mungkin seratus kali lipat.

“Biarpun begitu, semua wanita itu cantik, dan ‘nona muda’ di mataku.” Spearman membalas dengan wajah blak-blakan. Dia mungkin bisa saja berbicara kepada seseorang yang memiliki luka bakar parah, dan warrior muda ini akan tetap membuat deklarasi yang sama dengan keyakinan yang sama.

“Tuhan.” Dark elf menghela panjang, namun sebuah senyum memanjang pada pipinya, “Ini bukanlah sesuatu yang istimewa. Pastinya kalian sudah mulai mengetahuinya sekarang kan?”

“Iya—kurasa seseorang ingin memanggil demon atau membangkitkan Dark God atau sesuatu.” Heavy Warrior berkata seraya mengangguk.

“Yeah, sebuah krisis kiamat, akhir dari dunia. Seperti biasa.” Spearman mengangkat bahu.

“Aku setidaknya sudah memastikan kalau ini bukan goblin,” Goblin Slayer berkata.

Sang dark elf menghela, bukanlah helaan seperti yang sebelumnya. Dia memperhatikan para pria ini dengan curiga, kemudian menggelengkan kepalanya. “Kurasa kalian pasti tahu. Mereka mengatakan bahwa mereka tidak ingin aku mati secara langsung—mereka menginginkan aku untuk menderita.”

Dan menderitalah wanita itu. Mereka dapat melihat luka pada kulitnya di dalam gelapnya ruangan.

“Aku seharusnya menjadi tumbal. Mereka bilang, katanya, aku bisa mencapai dewa, atau memanggil para dewa, atau begitulah.”

“Hmm,” Spearman bergumam, tidak terdengar terlalu cemas. Kemudian dia menoleh kepada yang lain: “Kalian dengar kan. Ritual pemanggilan gelap. Bagaimana menurut kalian?”

Heavy Warrior melambaikan tangan seolah ingin mengatakan bahwa kisah latar belakang ini tidak begitu menarik untuk dirinya. “Kita masuk ke sana, kita bunuh apapun yang perlu dibunuh, dan kita pulang. Sederhana.” Mereka bertiga tampaknya menyetujui ini.

“Apa yang perlu di cemaskan itu kekuatan musuh,” Goblin Slayer berkata dari balik helmnya, dia berputar menoleh kepada sang wanita. “Apa kamu mengetahuinya? Informasi apapun yang bisa kamu berikan akan sangat membantu.”

“Ada beberapa monster yang berkuasa di sekitar sini, seekor demon atau sesuatu, monster yang benar-benar mengerikan. Dia mempunyai beberapa trik speasial juga. Tapi...”

Wanita dark elf itu terdiam untuk beberapa saat, dan ketika dia melanjutkan, adalah dengan nada mencela diri sendiri, hampir seperti meminta maaf. “Yah, kamu bisa melihatnya—dia nggak punya banyak sekuriti lainnya. Bahkan di ruangan ini... Bahkan aku.., Aku hanyalah pengalihan.”

Ketiga petualang saling bertukar pandang.

“Oh! Itu saja?”

Kali ini sang wanita dark elf murni terlihat bingung. Namun semua ini sama sekali tidak mengejutkan bagi para warrior. Bahkan, ini adalah hal yang paling mudah di tebak sedunia.

“Kurasa mungkin monster itu berpikir kalau kita adalah acara utamanya.” Heavy Warrior berkata, wajahnya keras,

“Wah, aku merasa terhormat.” Spearman mengangkat bahu, namun dia benar kelihatan senang.

Goblin Slayer tidak mengatakan apapun, kemungkinan karena dia berpikir bahwa itu tidaklah di perlukan. Adalah reaksi para pria yang sudah lama menerima kenyataan bahwa mereka bukanlah pahlawan, dan sama sekali tidak merasa terusik dengan itu. Tidak ada yang mengatakan bahwa kamu harus menjadi pahlawan, tidak ada yang mengatakan bahwa kehidupanmu tidak berguna jika kamu bukanlah pahlawan.

Kenyataannya, beberapa orang malah mencoba sebaliknya dan berusaha untuk menyatakan bahwa pahlawan itu sama sekali tidak berguna. Namun adalah mereka yang berdiri pada garis terdepan dari semua warrior tak bernama—yang termasuk mereka bertiga—yang merupakan pahlawan. Itulah yang membuat pahlawan sangat di kagumi. Bertindak sebagai pengalih untuk orang seperti itu—siapa yang akan tidak merasa senang dengan itu?

“...Kekacauan ingin mewarnai segalanya dengan satu jenis warna. Memesan cat dengan semua warna pelangi.” Wanita dark elf berkata melodis, menatap langit. Irama itu begitu elegan, namun tidak sama seperti seorang high elf. Adalah sebuah melodi yang indah yang tampak terlahir dari alam. “Jadi mungkin kita harus menukar nama kita.”

“Ini cuma permainan kata,” Goblin Slayer berkata, menolak ide wanita itu. “Merubah nama nggak akan merubah siapa mereka, atau apa yang aku..,” dia menutup mulutnya dan menelan kata yang hendak dia ucapkan. Setelah beberapa saat, dia melanjutkan perlahan, “...Apa yang kami harus lakukan.”

“Banyak orang yang nggak mengerti itu... Dan aku lelah berpura-pura dengan mereka.” Sang dark elf bergumam, kemudian menyipitkan matanya. “Aku akan hidup dengan caraku sendiri.” Dia berkata pelan. Walaupun dia menambahkan, “Tapi itu kalau kalian membiarkan aku keluar dari sini hidup-hidup, pastinya.”

“Hei, kami sudah memberikanmu stamina potion—kenapa kami harus membunuhmu!” Heavy warrior berkata.

“Apalagi seseorang yang begitu cantik!” Spearman menambahkan. Goblin Slayer diam.

Itu sudah cukup bagi sang dark ekf, dia tidak ingin mengetahui apakah dia perlu bersimpati karena rencananya telah dikacaukan oleh para petualang yang menyerbu ke dalam tanpa pikir panjang, atau mendapati bahwa semua ini sangatlah lucu. Dia berdiri, sedikit sempoyongan—dan kemudian melemparkan mantel di sekitar tubuhnya ke udara.

“Semoga beruntung petualang! Pastinya kamu akan menerima doa baik dariku kan?”

Suara itu terdengar bagai bisikan di telinga Spearman, kemudian, telanjang, wanita itu masuk ke dalam kegelapan, hingga wanita itu tampak tidak pernah berada di sana sama sekali. Di kala mantel itu mendarat di lantai, sedikitpun bayangan wanita itu sudah tidak ada di dalam kegelapan saluran air.

“Jadi ada monster sebagai dalang dari semua ini, monster yang memiliki niat buruk,” Heavy Warrior berkata seraya dia mengambil mantel—dia menyadari bahwa tidak ada panas tubuh pada mantel itu—dan melemparkannya kepada Spearman. “...Kira-kira seberapa jauh kita bisa mempercayai informasinya.”

“Segala sesuatu yang di ucapkan wanita cantik itu benar,” Spearman berkata, menangkap mantel itu, melipatnya dengan rapi dan memasukkannya ke dalam tas sihirnya, mantel itu telah ternoda dengan darah dark elf dan bekas dari apapun yang menodai wanita itu, namun  Spearman sama sekali tidak mempedulikannya. Mantel ini mempunyai kegunaan, sebuah kegunaannya telah terpenuhi ketika mantel ini dikenakan oleh wanita cantik.

“Dan kalaupun itu nggak benar, kita sama sekali nggak punya cara untuk mencari tahunya,” Goblin Slayer menambahkan.

Spearman mendengar apa yang dia pikir adalah dengusan pelan dari pria itu. “Apa, kamu punya masalah?”

“Nggak,” Helm baja itu bergeleng perlahan. “Rencanaku untuk menyelamatkan sandera jadi percuma.”

Mendengar itu, Spearman tertawa terbahak-bahak, meremas perutnya meringis.

*****

Di setiap dungeon, dan setiap petualangan, selalu ada akhirnya. Apakah itu adalah seorang master mage yang menunggu di bagian terdalam dari sebuah benteng, atau warrior hebat yang berkuasa dari menara tertinggi. Akan selalu ada klimaksnya.

“””””Kami terkesan kalian telah berhasil mencapai sejauh ini, fana.””””” (TL note: fana di sini bukan nama orang ya, maksudnya makhluk fana. Ku singkat fana aja.)

Dalam halnya para petualang ini, klimaksnya adalah makhluk ini—benda ini, adalah sesuatu yang berasal dari mimpi buruk, sangat aneh yang dapat membuatmu meragukan kewarasanmu.

Adalah, dengan kata lain, sebuah bola mata. Bahkan, banyak bola mata, mata yang tak terhitung jumlahnya berkeliaran dengan liar, menggeliat dan merayap, semua mata itu tersembunyi dengan satu bongkah daging, namun secara kolektif, semua mata itu memiliki kehendaknya sendiri, menjulurkan pedipalpus bagaikan saraf optik, bola mata itu tertanam pada ujung saraf yang menjulur. Satu mata besar yang secara terus menerus berkedut menatap ke segala arah, sebuah seringai mulut menjijikkan berada di bawahnya, suaranya tampak bergema, suara itu terdengar lebih dari sekedar suara fisik, makhluk itu pasti menyindirkan pikiran menjijikkannya langsung ke dalam pikiran mereka.

“Menurutmu skala tingkat bahayanya berapa—empat belas?”

“Mungkin kalau kamu tepat berada di rumahnya. Kalau di sini, sekitar tiga belas.”

“Aku pernah membunuhnya dulu, tapi itu nggak mudah.”

“Hei, itu bukan goblin kan?”

“Mungkin.”

Entah mengapa, berhadapan dengan makhluk ini yang mempunyai nama yang akan membuat seseorang gemetaran saat mengucapkannya, ketiga petualang ini sama sekali tidak terpengaruh. Makhluk itu bertengger di atas ruangan dengan plapon tinggi, melayang di atas sebuah lingkaran sihir yang bertuliskan dengan darah hitam.

...namun monster adalah monster.

Jika dia memiliki tubuh—sebuah tubuh yang dapat berdarah—maka dia akan mati. Tidak ada yang tidak dapat di bunuh, ini adalah kebenaran yang di pegang teguh oleh Heavy Warrior, dan kepercayaan ini tidak pernah mengecewakannya sebelumnya. Dia memegang pedang besar dengan kedua tangan, menanamkan kakinya dengan kokoh di lantai berbatu, dan membiarkan tenaga mengalir ke dalam ototnya.

Di sampingnya, Spearman memberikan putaran pada tombak tersayangnya, kemudian menusukkan ujung lancip tombak itu mengarah monster. Goblin Slayer menarik pedang dengan panjang yang aneh, mengangkat perisai bundar kecilnya, dan mengambil postur bertarung rendah, adalah apa yang dia selalu lakukan semenjak pertama kalinya dia bertarung dengan goblin pada petualangan perdananya.

“””””Dasar bodoh tak berotak. Apa kalian tidak mengerti bahasa?”””””

“Mungkin aku akan menggunakannya kalau aku berencana memohon ampunan.” Heavy Warrior menyeringai seperti hiu, dan pertarungan di mulai.

Trio itu berlari ke depan, berpencar untuk menyerang musuh dari tiga arah berbeda. Ini adalah hal yang tepat untuk di lakukan di saat musuhmu dapat menggunakan sihir, sebuah serangan frontal mungkin dapat di lakukan jika kamu memiliki perisai kokoh besar, namun hal terakhir yang kamu inginkan untuk keseluruhan partymu adalah terbantai sekaligus dengan bola api besar.

Namun ini, tentunya bukan musuh yang akan dapat di kalahkan dengan taktik dasar.

“””””BEEEEEHHOOOOOOOOOOOLLLLLL!!!”””””

Para bola mata yang menggeliat pada ujung pedipalpus saling berkedip, melepaskan sinar cahaya menyilaukan. Cahaya itu mewarnai ruangan ini bagaikan goresan cat putih yang terhempas dari kuas. Lantai batu meledak di tempat cahaya itu mengenainya, atau mulai meleleh dan bergelembung.

Disintegrate. Death Ray, dan kemudian Disintegrate lagi. Para petualang sama sekali tidak berteriak ketika mereka menghadapi cahaya mematikan ini. Salah satu dari mereka membiarkan armornya bekerja, yang satunya mempercayakan semuanya kepada kelincahan fisiknya, dan yang ketiga berguling di lantai.

“Apa makhluk ini berusaha membunuh kita?!”

“Kurasa dia memang mau membunuh kita....”

“Aku setuju. Tapi aku nggak peduli.”

Spearman memulai perdebatan, Heavy Warrior melanjutkan, dan Goblin Slayer menutup pembicaraan. Senjata siapa yang berhasil mengenai musuh itu tidak penting di sini, bagian terpentingnya adalah beberapa bagian dari padipalpus mata monster terbang terputus dari bongkah daging yang kesakitan, dan mendarat di lantai.

Tidak perlu di ucapkan, bahwa kerusakan sebenarnya dari serangan itu adalah kecil. Monster ini mempunyai lebih banyak padipalpus dan bola mata dari orang biasa dengan rambut di kepalanya—jumlahnya hampir tidak terbatas. Namun hampir tidak terbatas tidaklah sama dengan tidak terbatas.

“Makhluk itu akan mati juga pada akhirnya.” Heavy Warrior berkata, dan itu adalah benar—adalah benar bagi para petualang  juga.  Dengan banyaknya sinar cahaya itu—terkena dengan salah satu dari itu, dan itu akan menjadi akhir dari dirimu, tidak ada yang dapat selamat dari itu.

Karena bagi pelayan dunia lain dari Kekacauan ini, mereka hanyalah latihan uji kesabaran, hanya membuang-buang waktu. Bayangkan jika kamu ingin bekerja, namun kamu menyadari bahwa mejamu kotor, dan ketika kamu akan mengelapnya, kamu mendapati meja itu tidak dapat mudah di bersihkan seperti yang kamu duga, kamu tidak ingin tugasmu terlalaikan selagi kamu membersihkan mejanya, namun kamu juga tidak ingin ada lap kotor di saat kamu bekerja juga.

“””Mari berikan kamu sedikit teman bermain kalau begitu.”””

Dengan itu, pelayan Kekacauan tidak ragu untuk mengorbankan salah satu dari bagiannya untuk mendapatkan keuntungan.

Shhmm. Dari dalam kegelapan datang sebuah getaran bumi—tidak, itu adalah suara dari tapak kaki. Dua, tiga, empat. Suara itu terdengar berirama, dan kemudian sumber suara itu muncul.

“Dullahan?”

“Bukan, kurasa bukan...”

Pada dasarnya, itu terlihat seperti dullahan jika di lihat sekilas, karena, makhluk itu tidak memiliki kepala. Makhluk itu menggunakan armor, dan membawa sebuah pedang—seperti seorang ksatria. Namun pedang itu lebih besar dari milik Heavy Warrior, perlengkapan yang di gunakannya bukanlah ukuran yang dapat di gunakan manusia. Akan tetapi, tertutupi dengan noda merah kehitaman yang mungkin adalah karat atau darah—perlengkapan itu sudah begitu usang, hingga sulit untuk memastikannya.

Hanya warna hitam kebiruan yang dapat terlihat pada celah armor itu. Kain usang, dengan simbol omega, yang dapat di sangka sebagai bendera juga tidak memberikan petunjuk tentang identitas mantan ksatria ini.

Akan tetapi—lihatlah dirinya, dia tidaklah seperti dullahan gadungan, dia adalah yang tersisa dari warrior tangguh di jamannya dulu, seorang warrior yang bertarung untuk kejayaannya di masa kuno akan Jaman para Dewa. Berapa lusin, berapa ribu pasukan Kekacauan yang telah di kubur dengan pedangnya di tangannya? Seberapa terang dirinya yang telah membuat namanya bersinar di antara bintang? Akan tetapi, semua itu hanyalah legenda, mitos—di sini telah ternodai dan di hujat.

Sekarang dia tidaklah lebih dari pasukan Kekacauan.

“Apa itu trik yang di peringatkan nona tadi?” Heavy Warrior berkata, terdengar terhibur. Ini semakin menarik.

“BEM itu sasaran kita yang sebenarnya.” Goblin Slayer membalas. “Selain dari sinar-sinar itu, seharusnya kita bisa mengatasi ini.” (TL NOTE : Aku nggak tahu singkatan BEM ini.)

“Astaga, merepotkan  sekali...” Spearman menggerutu, kemudian dia melepaskan salah satu sarung tangan dan memasukkan sebuah cincin di jarinya. Cincin itu berkelip bagaikan bintang jatuh, cincin itu secara singkat memberikannya dua hal: kelincahan luar biasa, dan kekuatan dashyat. Spearman biasanya tidak menggunakan cincin ini karena dia lebih sering menggunakan benda sihir lain miliknya, ketika dia tidak perlu terdesak melarikan diri, benda sihir lainnya terkadang lebih berguna.

“Aku sangat setuju,” Goblin Slayer berkata dengan anggukkan, dan menarik sebuah botol potion dari dalam tasnya. Adalah sebuah racikan rahasia yang akan meningkatkan kelincahannya. Adalah sebuah potion yang mahal, namun dia bukanlah orang yang akan pelit dengan penggunaan barang sekali pakainya. Dia membuka tutupnya, kemudian menuangkan isi dari botol ke dalam celah helm, menelannya dalam beberapa kali tegukan cepat sebelum melemparkan botol itu ke samping dan memecahkannya. Dia mendengar bahwa efek dari potion ini tidak bertahan lama, dan dia membawa potion ini sebagai bagian dari eksperimen. Terdapat satu hal tentang benda ini yang dia sukai: bahwa jika benda ini di curi goblin, mereka akan segera meminum potion ini, dan dengan efek singkat dari potion tersebut, ini tidak akan menyebabkan masalah serius bagi Goblin Slayer.

“Apa yang akan kamu lakukan?”  Goblin Slayer bertanya.

Heavy Warrior menoleh ke bawah, pada armornya yang berasap dan berkata, “Beberapa serangan nggak akan membunuhku. Jadi aku akan terobos saja!”

Dia sebenarnya telah terkena serangan langsung dari salah satu sinar itu sebelumnya, namun dia tidak mempedulikan itu, beberapa orang menganggap warrior manusia sebagai contoh dari seseorang yang tidak mempunyai talenta, namun itu hanyalah karena mereka tidak mengetahui apapun. Membunuh seorang warrior yang telah berlatih dan berlatih untuk memperkuat dirinya bukanlah hal yang mudah. Oleh karena itu, pria ini yang tidak dapat di kalahkan dan hampir tidak mengenal kata lelah, pergi menyerang.

Hal itu sendiri menjadikan pria ini sebagai ancaman besar di dalam medan perang.

“””Cuma karena satu orang abadi bukan menjadi alasan untuk membuang-buang waktu. Sekarang nyawamu akan terbakar.”””

Pada perintah masternya, Chaos Marine mengangkat pedang aneh di tangan. Pedang itu tampak seperti golok dan pedang, dan mengeluarkan raungan yang dashyat. Senjata itu berputar. Senjata itu mendesah. Tidak lain dan tidak bukan adalah senjata yang di perkuat sihir, di tempat oleh salah satu penempa purbakala. Senjata itu lapar akan daging musuh, sebuah senjata yang patut di takuti.

Berhadapan dengan senjata yang terkenal di dalam Dungeon of the Dead, Spearman...tertawa. “Itu seharusnya menjadi kalimatku, cok.”

Dia menyerang kembali. Para petualang tidak perlu mengucapkan sepatah kata di antara mereka untuk mengkoordinasi serangan mereka. Chaos Marine di sambut oleh mereka secara langsung, dan medan perang terisi dengan banyak kilauan cahaya. Di tengah semua itu, Spearman menyempatkan dirinya untuk menyentuh ujung telinganya dengan jemarinya. Dia sangat menyadari bahwa, tentu saja, monster bola mata itu dapat menekan mantra sihir. Oleh karena itu, ini adalah mantra yang akan dia gunakan:

Arma...manga...offero.berkah sihir kepada senjata!”

Dia berlari bagaikan petir di antara uap awan dan asap yang mengambang dari lantai berbatu, tombaknya yang di perkuat menggigit armor. Lapisan kemerahan pada ujung tombak bersinsr dengan cahaya aneh, ketajamannya meningkat. Namun bahkan senjata ini tidaklah cukup untuk menembus armor Chaos Marine.

“Sialan, keras sekali!”

“Nggak usah kamu pikirkan itu, yang penting hajar saja dia!”

Sedangkan Heavy Warrior, pasti telah menarik perhatian dari tatapan monster itu (atau mungkin tatapan ganda?) Dan terkena cahaya panas, karena dia muncul dari kabut asap, tidak terluka dan memperdekat jarak. Pedang besarnya mengayun turun dengan kekuatan seperti palu godam. Namun bahkan itupun tidak cukup untuk menggetarkan Chaos Marine, yang berdiri kokoh bagaikan baja. Lantainya sedikit remuk di tempat monster itu berdiri menerima benturan itu, namun sekarang monster itu menebas pedangnya ke atas.

“Wow!” Heavy Warrior berhasil menghindari serangan memotong itu. Anggap saja dia “berhasil” karena dia adalah Heavy Warrior. Orang biasa lainnya tentu akan terpotong menjadi dua.

Spearman merajut langkahnya di antara percikan dari serangan itu, melompat ke belakang untuk bertukar tempat dengan Heavy Warrior.

“Tahan posisimu,“ Goblin Slayer berkata.

“Kamu gila...!” Heavy Warrior berteriak, namun dia tetap saja bertukar serangan dengan ksatria tak berkepala itu dengan segenap kekuatannya. Pedangnya di sambut dengan pedang yang di perkuat dengan suara yang memekikkan telinga, namun pedang itu tidaklah goyah dan tentunya tidak akan patah. “Kita ini...levelnya....berbeda!”

“Benar.” Goblin Slayer berhasil memanfaatkan semua waktu yang dia butuhkan untuk membidik sasarannya. Dia berkelit di ruangan ini bagaikan bayangan, kemudian dia menjatuhkan pedangnya ke lantai dan melemparkan sesuatu dari tangannya: sebuah pisau lempar yang menyeramkan pisau itu berputar hingga menjadi bentuk yang mengerikan. Dia melempar pisau itu dengan lemparan mengayun dari bawah dan pisau itu terbang bersiul di udara, membentuk sebuah lengkungan yang panjang. Tidak lama kemudian, terdengar sebuah dentingan dari armor ksatria tersebut, pisau itu menancap pada pergelangan tangannya.

Ini merupakan level yang berbeda dari pedang yang biasanya di gunakan Goblin Slayer.

“-------!!!!”

Apakah itu teriakan? Sulit untuk mengetahuinya. Terdengar suara seperti baja yang memotong baja, dan tangan itu terlepas, bersama dengan pedangnya.

“Sekarang, kamu milikku!!” Spearman berkata, tidak akan melewatkan kesempatannya. Dia memindahkan genggaman ke ujung dari tombak, memperpendek jarak, dan kemudian memberikan hantaman brutal dari jarak titik buta. Sasarannya: lengan dari Chaos Marine, yang sekarang terpapar di karenakan tangannya yang hilang.

Serangan itu terasa seperti dia menusuk tumpukkan kerikil, namun senjata itu menembus lukanya—dan Spearman masih belum selesai.

“Sagutta...quelta...raedius! Panah, tancaplah sasaranmu!!” ujung dari tombak melepaskan  Magic Missile satu persatu, sebuah serbuan sihir dari mantra penyerang yang paling dasar. Panah-panah ini menghiraukan kelas armor dan selalu mengenai sasaran, dan sekarang panah itu mengoyak isi dalam dari armor tersebut, mengobrak-abrik tubuh pelayan Kekacauan.

“-------?!?!”

Tiga kali Chaos Marine kejang bagaikan boneka yang rusak, dan kemudian dia berhenti bergerak. Ketika Spearman menarik senjatanya kembali, tarikan itu di ikuti dengan gumpalan kabel dan batu hijau dengan rune yang terukir pada batunya.

Ini pasti salah satu dari, apatuhsebutannya, golem. Pikir Spearman. Golem ini sama sekali tidak sebanding dengan warrior jaman dulu yang pernah menggunakan armor ini...

“””Sepertinya barang antik memang tidak bisa di andalkan.””” Mungkin adalah karena kemampuan manusia dalam mengkomprehensi, yang membuat mereka menyadari adanya tanda kekesalan dalam suara supranatural tersebut. Cahaya kematian menyerang kembali, mengisi udara dengan cahayanya, dan Spearman menghindari semua itu dengan jarak yang tipis.

Adalah berkat dari cincinnya. Jika tidak, maka dia akan berada dalam dunia penuh kesakitan. Dia menjentikkan lidahnya dan menunduk untuk berlindung di belakang benda terdekat dengan dirinya—mayat besar dari Chaos Marine.

Goblin Slayer, tampaknya efek dari potionnya telah sirna, mengikuti dan kemudian Heavy Warrior merosot di belakangnya. Baja dari armor itu, di tempa pada jaman purbakala, akan dapat menahan mata sihir mematikan dan tatapan mengerikan itu.

Untuk pertama kalinya semenjak pertarungan di mulai, para petualang dapat menarik napas dalam.

“Bagaimana menurutmu?” Goblin Slayer bertanya.

Heavy Warrior, yang tubuhnya tertutupi dengan bekas bakaran, membalas serius, “Menurutku ini sakit banget.”

“Aku ada penawar sakit kalau kamu mau.”

“Nggak, itu akan membuat tenagaku jadi tumpul. Yang ku perlu lakukan adalah untuk terus bergerak. Berikan aku stamina potion.”

“Mm.” Goblin Slayer mengeluarkan sebuah botol dari tasnya, Heavy Warrior membukanya dan meminumnya, kemudian  melemparkan botol kosong itu ke udara. Di saat botol itu muncul dari balik keamanan armor ini, sebuah cahaya menyilaukan meleburkan botol itu.

“””Kamu bisa bersembunyi dan kamu bisa membuat rencana, tapi kamu tidak bisa lari dari mataku yang maha melihat!”””

“Kamu dengar dia... Kurasa kita nggak bisa sembunyi,” Spearman berkata, dia mengernyit, suara itu membuat telinganya sakit. “Dan kita nggak bisa mengalahkannya dengan satu serangan.”

Tentunya mereka mengetahui bahwa mereka tidak dapat sembunyi selamanya. Karena jika mereka terus sembunyi, sang BEM pada akhirnya akan bergerak untuk menyerang mereka. Jika mereka hanya saling mengejar berputar-putar di sekeliling armor, tidak hanya itu sangat konyol, itu akan menjadi siapa yang akan lelah terlebih dahulu.

Goblin Slayer mendengus pelan. Tampaknya ini bukanlah masalah yang sulit baginya.

“Jadi, kita hancurkan dia.”

“Kedengarannya bagus.”

“Aku oke saja.”

Dengan strategi yang telah di setujui, para petualang melompat beraksi. Heavy Warrior memiliki sarung tangan Ogrenya, sementara Goblin Slayer telah membungkus kain di sekitar armornya untuk mencegahnya agar tidak terpeleset. Spearman menyentuh permatanya kembali, berbicara kata dari mantra terakhir yang dapat di keluarkan.

Oleum...mare...facio! Kelahiran lautan minyak!”

Kejanggalam terjadi di atas batu. Apakah BEM itu memahami apa itu? Dan walaupun dia memahaminya, apakah dia mempunyai waktu untuk memahami mengapa para petualang melakukannya? Selama dia mengambang di udara, mantra Grease itu akan sama sekali tidak berguna.

Tidak berguna—hingga sebuah sosok besar tampak di depan pengelihatan supranatural.

“Hrrragghh...!!” Heavy Warrior berteriak, mendorongkan tubuh Chaos Marine kepada monster itu dengan kecepatan tinggi.

Bodoh.Robekan yang tampak seperti mulut dari BEM terbuka menyeringai. Dia hanya perlu menghindari obyek yang mendekat itu. Plapon terlalu rendah untuk mengambang ke atas, namun masih terdapat banyak ruang untuk ke kiri dan ke kanan. Berputar ke belakang mereka, dan bongkahan metal itu akan menjadi bola dan rantai yang akan memperlambat para petualang. Kali ini sang BEM akan membanjiri para manusia dengan cahaya mematikan.

Monster itu mulai mengambang, yakin bahwa dia telah berhasil memojokkan musuhnya.

“Mata serangga, tolol.

Tiba-tiba, BEM mendapati dirinya terdorong menuju dinding, mata besarnya terbelalak terkejut.

Terdapat benturan keras. Makhluk itu tidak pernah menyadari bahwa itu adalah salah satu dari petualang yang melancarkan sebuah serangan palu.

“Dekati dengan gerakan pertama. Pertarungan jarak dekat, kita punya keuntungan.” Spearman berkata seolah itu adalah hal yang sudah pasti. Heavy Warrior tertawa. Goblin Slayer diam.

Tidak ada waktu yang lebih baik dari ketika musuh terdesak masuk ke dalam jarak serangmu. Dan jika pergerakan makhluk itu tampak jelas, maka kamu tidak perlu repot-repot lagi. Sesederhana itu.

BEM terhenyak, namun hanya untuk sesaat, tidak lama kemudian dia kembali tersadarkan. Kerusakannya sangat minimal. Namun tidak di ragukan lagi bahwa ini adalah momen kritikal dalam pertarungan. 

“BEEHOOOOOOLLLLLLL?!?!?!”

Teriakan dunia gaib keluar dari mulut makhluk itu. Armor besar yang menghantam makhluk itu telah menghancurkan setengah dari matanya, mencipratkan cairan mengerikan ke segala arah.

Makhluk ini masih belum akan mati. Dia tidaklah mati. Namun itu adalah kata terbaik untuk menggambarkan kondisinya saat ini. Makhluk itu sudah tidak dapat mengambang, dia terjatuh di lantai, di mana dia mencoba untuk merayap di atasnya.—apakah dia ingin melarikan diri? Melawan balik? Mungkin dia sendiri tidak mengetahuinya. Berkedut dan menggeliat, meraung dan menjerit sekeras mungkin.

“””Barbarian tengik....!!!”””

“Kamu nggak salah, tapi kamu nggak benar juga.” Heavy Warrior mengambil pedang kuno, Cusinart, yang tergeletak di kakinya. Senjata itu meraung gembira karena telah di angkat oleh master barunya, tidak sabar untuk menyelesaikan misinya. “Yang benar itu barbarian tengik hebat!”

Dan kemudian sang monster yang enggan orang sebutkan namanya terkulai menjadi bongkahan daging biasa.

Selesailah sudah. Udara yang terjatuh—miasma—atau apapun namanya, yang telah mengelilingi di atas kota terbengkalai ini menjadi menipis dan lenyap, lingkaran yang terukir di lantai, yang sebelumnya bersinar dengan kekuatan sihir, memudar; sebagian dari ukiran itu  telah tercongkel, dan sekarang sudah tidak berfungsi.

Itulah akhir dari petualangan. Heavy Warrior membersihkan pedang dan mengembalikannya kepada mantan warrior dewa. Dia ingin melihat Marine itu lengkap dengan kejayaannya, hidup atau mati.

Mungkin Spearman memahami apa yang di pikirkan Heavy Warrior, atau mungkin tidak—apapun itu, dia mendengus pelan. “Kamu suka sebutan itu?”

“Yeah.” Heavy Warrior berdiri dengan dadanya yang terbusung, tampak bangga.

Spearman tampak tidak terkesan, namun Goblin Slayer mengangguk dan berkata. “Aku juga suka legenda itu.”

*****

“Huh! Koin emas, koin silver, banyak banget mata uang kunonya sampai kamu nggak bisa hitung... Makhluk ini kaya juga.”

“Monster seperti dia itu hobinya mengepul.”

“Hrm.”

Setelah pertarungan, waktunya untuk menjarah.

Tugas untuk membuka kotak harta jatuh kepada Goblin Slayer, sementara Spearman pergi untuk memeriksa borongan mereka dengan girang.

Bukannya biasanya scout ya yang senang dengan hal seperti ini? Heavy Warrior berpikir, melihat momen aneh ini, namun kemudian dia tersenyum dan menggeleng kepala. Mereka bertiga semua adalah warrior, jadi tidaklah mengejutkan baginya, siapa yang senang dengan apa.

“Kalau makhluk itu ada mengepul buku apapun tentang cara untuk menguatkan ototmu, Aku mau. Ada nggak?” Spearman bertanya.

“Nih buku yang berlapis kulit manusia,” ucap Heavy Wartior. “Aku nggak yakin, tapi ini sepertinya pertanda buruk. Masih mau?”

“Ah, lewat dah.”

“Aku nggak tertarik,” tambah Goblin Slayer.

“Sip, nanti kita periksa saat kita balik.”

Buku itu adalah salah satu dari sekian buku yang bertuliskan tulisan kuno dunia, namun bagi para petualang ini, ini hanyalah sumber pemasukan lainnya. Ini kurang lebih sama dengan pedang yang di perkuat yang mereka temukan: petualang pemula mungkin akan girang, namun untuk para tangan tua ini?

“Aku sudah dapat beberapa yang setidaknya sama kuatnya dengan benda itu...”

Terkecuali benda itu memiliki kekuatan tersembunyi yang luar biasa, bagi seorang Silver, hal seperti itu hampir tidak bernilai sama sekali untuk di simpan sebagai cadangan.

“Nggak bisa terlalu yakin sampai kita identifikasi semuanya, tapi sepertinya memang begitu. Sialan, nggak ada tombak...”

Senjata di perkuat yang paling umum adalah pedang, walaupun terkadang kapak dapat di temukan juga, dan palu juga. Mereka yang mencari tombak atau pentungan akan sering di kecewakan. Menghela panjang, Spearman mengambil pedang panjang secara acak dan melemparkannya kepada Goblin Spayer. “Gimana kalau setidaknya kamu bawa satu pedang di perkuat? Payah banget kalau seorang Silver nggak punya senjata sihir sama sekali.”

“Aku nggak butuh,” Goblin Slayer berkata. “Aku akan kesulitan kalau goblin mencurinya dariku..”

“Argh, kamu ini terlalu betul...”

“Gimana kalau kamu ambil tongkat itu? Bakal jadi kado bagus...”

“Nggak,” Spearman berkata, menggeleng kepala mengarah Heavy Warrior. “Wanita itu bilang dia nggak perlu tongkat.”

“Hmm...”

Yah, itu terkadang memang terjadi. Setiap petualang memiliki perlengkapannya sendiri. Semua orang memiliki benda yang mereka inginkan, itulah mengapa mereka pergi berpetualang. Jika seseorang tertarik dengan penilaian potensial dan keuntungan dari beragam senjata, maka biarkanlah mereka. Sedangkan untuk orang lainnya, selama mereka menyukai perlengkapan mereka  maka itu sudah cukup.

“Kamu ingat saat kamu baru mulai, dan pedang atau tombak sihir terkecil sudah cukup membuatmu lompat-lompat sampai ke bulan?” Heavy Warrior bertanya.

Mungkin itu membuktikan seberapa beruntungnya mereka akhir-akhir ini, atau mungkin mereka sudah menjadi terbiasa. Heavy Warrior merasa nostalgia pada kenangannya pertama kali, ketika dia mencuri senjata dari seekor hobgoblin yang sedang dia lawan. Seekor goblin dengan pedang yang di perkuat—dia tidak mengetahui apakah keganjilan itu mengejutkan, mengherankan, atau menyenangkan.

Dia mengesampingkan pedang besarnya untuk beberapa waktu, bergantung hanya pada pedang panjang kepercayaannya saja. Dia berpikir apa yang terjadi pada pedang yang di perkuat itu. Dia cukup yakin bahwa dia melemparkannya ke dalam kotak di dalam kamar penginapannya.

“Astaga, semua harta ini, dan nggak ada satupun yang kita benar-benar butuhkan.”

Heavy Warrior tidaklah yakin dengan perasaannya di saat dia tiba pada tempat ini. Pastinya mereka telah lama memanjat, namun ketika dia mendongak melihat ke atas, jalan di atas mereka tampak masih memanjang tanpa batas.

Kesatriaan, kekerajaan—masih mimpi di dalam mimpi.

“...Tapi apa itu penting?” ucapan itu mengejutkannya—adalah Goblin Slayer, yang mengucapkan kalimat itu dengan nada datar biasanya.

Apa memang penting jika mereka tidak membawa pulang banyak harta? Mereka tidaklah memeriksa setiap ruangan yang ada. Dan walaupun pemimpinnya telah mati, itu bukan berarti monster lain dan perangkap akan menghilang secara instan. Dan tidaklah hanya di bawah tanah sini saja—para undead yang berjalan di atas bumi juga. Mantan kota ini juga sedang di tengah jalannya untuk menjadi sebuah dungeon.

Dan terlebih...

“Kita di beri tahu untuk membiarkannya.”

Heavy Warrior bertukar pandang dengan Spearman. Spearman menyeringai. Heavy Warrior mengetahui bahwa dirinya sendiripun menyeringai.

Tidak lama setelah itu, para petualang berjalan menuju ke permukaan. Terasa sangat nyaman, mendayung perahu ke hulu melawan arus air berpolusi, sangat memahami bahwa mereka telah menang. Kemudian mereka masuk ke dalam air kembali, mengikuti arus saluran air hingga mereka mencapai permukaan, dan ya, sangat merepotkan. Namun Heavy Warrior menyempatkan waktunya untuk mengatur pikirannya seraya mereka berjalan. Dia mengetahui bahwa sang bocah dan gadis telah berkemah di luar, menunggu mereka untuk muncul kembali. Jadi, ketika dia melihat mereka, dia akan memakai wajah terbangga dan terkerennya, sepede mungkin, dia akan berkata:

“Kamu benar, nak!”

Seperti pahlawan dalam dongeng kuno.