Akan Sebuah Kado Dari Adik Perempuan

Penerjemah: Zerard | Proofreader: Yon


“Hrmph! Petualangan macam apa ini, kita cuma di suruh-suruh saja.”

“Yang sopan!”

Gerutu Scout Boy yang di sikut dari Druid Girl.

Langit musim dingin yang luas membentang di atas mereka, seolah sebuah kaleng cat tertumpah mengisinya. Tidak terdapat atap pada gerobak yang berderu di jalanan, dan selama kamu tidak keberatan dengan dingin, cuaca ini sangatlah mengundangmu untuk tidur.

Pejalan kaki berlalu seraya melirik pada kendaraan ini, yang kemungkinan lirikan itu di sebabkan oleh seorang lizardman besar yang berada di bangku kusir. Atau mungkin adalah karena seorang dwarf dan seorang half elf yang berkendara bersama Scout Boy dan Druid Girl. Kru ini sangatlah mudah untuk di sangka sebagai pedagang budak atau penculik, namun pemandangan akan anak-anak, yang bersantai dan riang, menyirnakan asumsi itu. Dan lagipula, kalung Silver yang menggantung pada leher lizardman membuktikan bahwa dia bersahabat dengan manusia. Peringkat Porcelain atau Obsidian mungkin tidaklah memancarkan kepercayaan yang sama, namun Silver—itu bahkan akan menyingkirkan prasangka tentang penampilan atau ras.

Walaupun, selalu ada pengecualian tentang semua hal...

“Ha-ha-ha, apa ada yang salah tentang itu, nak? Tidak suka mengantar barang?” seorang dwarf, seorang shaman, tertawa terbahak-bahak kepadanya. Dwarf itu tampak menganggap langit biru musim dingin ini adalah pendamping sempurna untuk minum, dan dia-pun tanpa sungkan minum dengan gembira.

Para dwarf, yang hidup di bawah tanah, tidaklah terusik dengan panas maupun dingin. Atau mungkin itu adalah berkat anggur yang dia minum begitu lahapnya—scout muda itu tidak yakin.

“Maksudku, kamu tahulah. Aku akhirnya bisa pergi dari kota, pergi jauh sampai ke benteng di perbatasan, dan mereka hanya memberikan kita secarik scroll dan menyuruh kita pergi.” Bocah itu menggerutu, tampak jelas geram akan kejadian ini.

“Tapi seberapa sering mereka membiarkanmu masuk ke dalam benteng?” Druid Girl berkata, menjuntaikan kaki telanjangnya di ujung gerobak. Benteng perbatasan tentunya adalah pertahanan penting dari sebuah negara, bukanlah tempat yang dapat di masuki sembarangan oleh orang kota. Bahkan area yang telah di perlihatkan oleh mereka hanyalah bagian kecil dari apa yang mereka anggap aman untuk di perlihatkan kepada orang luar. “Dan lagipula, tadi itu benar-benar menarik kok.”

Kali ini adalah Scout Boy yang menyikut Druid Girl seraya gadis itu berkicau. “Kamu cuma senang kita bisa mencoba berbagai macam makanan enak perbatasan timur itu.”

“Me-memangnya ada yang salah dengan itu?!” Druid Girl membalas cepat, wajahnya tersipu. “Masing-masing dari kita punya ketertarikan pribadi kan?”

“Tuhan, para rhea itu pada rakus.”

“Apa?!” Druid Girl berkata, suaranya serak. “Kami nggak rakus!”

Para rhea terkenal karena makan empat sampai lima kali sehari. Druid Girl menentang terminologi itu karena, sebagai gadis muda dengan umur tertentu, hal itu membuatnya galau.

“Ah, ya, bagaimanapun juga, kita telah mempunyai kontaknya.” Sang lizard priest berkata riang seraya dia mendengarkan kedua pemuda-pemudi ini bertengkar di belakangnya. “Beberapa membenci melakukan hal dengan cara ini, namun cara paling sederhana untuk menentukan kepribadian orang adalah melalui keluarga dan persahabatan.”

“Menurutmu?” sang bocah bertanya kaget.

“Sederhananya, tidak ada cara yang pasti untuk menilai kemampuan dan kecerdasan seseorang hanya dengan lirikan semata,” Lizard Priest membalas, menganggukkan kepala pada leher panjangnya. “Namun, jika seseorang berasal dari latar keluarga yang berada, maka kita dapat berasumsi bahwa kemungkinan mereka telah mendapatkan edukasi, dan jika kamu mengetahui seseorang yang mengenal mereka...”

“...maka mereka mungkin akan mempercayaimu.” Half elf Fighter(Light Warrior) duduk di samping Lizard Priest pada bangku kusir menyelesaikan kalimatnya. Bocah itu menatap langit. Sebuah daun muda ada di mulutnya (di mana dia mendapatkan itu?), yang di mana dia bentuk hingga menjadi sebuah rumput siul yang sekarang dia tiupkan dengan santai. Dia berdiri tiba-tiba, kemudian berputar menghadap Lizard Priest, menundukkan kepala dengan elegan dan keindahan yang melambangkan darah elf yang mengalir di dalam nadinya. “Dan aku berterima kasih padamu atas pengenalannya.”

“Tak perlu di pikirkan.”

“Scaly benar. Nggak ada hal lain yang bisa kita lakukan.”

Lizard Priest dan Dwarf Shaman, mereka berdua adalah petualang berpengalaman, menepis terima kasih itu seolah apa yang telah mereka lakukan bukanlah sesuatu yang penting. Namun bagi Half Elf Light Warrior, hal ini cukup penting. Biasanya adalah partynya sendiri yang akan memperkenalkan bocah dan gadis ini pada orang-orang berkuasa. Mungkin adalah keberuntungan, atau mungkin hanyalah kemurahan hati. Namun apapun itu, hal ini tetap menjadi sebuah hutang budi baginya.

“Hrm... Maksudku, aku paham kamu bersyukur dan semacamnya, tapi...” Scout Boy terlihat tidak memahami ini, bersandar condong keluar gerobak, begitu mencondong keluar hingga dia tampak seperti akan jatuh.

“Hati-hati!” Druid Girl menegur di sampingnya, namun bocah itu menghiraukan teguran itu dan mendongak ke langit. Dia menyipitkan mata menatap biru membentang, begitu terang hingga menyakitkan.

“Memangnya semuanya sebagus itu?” dia bertanya.

“Suatu hari, ketika kalian berdua menemukan beberapa rencana Kekacauan, dan membawa itu kepada wanita terhormat itu...” Maka kamu akan mengerti, Half Elf Light Warrior tidak menyuarakan itu secara terang-terangan. Selama para pemuda-pemudi ini tidak mati, kemungkinan mereka akan terus naik peringkat secara bertahap.

“Intinya adalah, kamu bisa membuat mereka mendengarkanmu, dan tidak hanya menolak apa yang kamu katakan sebagai ocehan petualang tidak berpengalaman,” Half Elf Light Warrior berkata.

“Maksudmu seperti bangsawan dan sebagainya, yang sudi mendengarkan siapapun, termasuk orang awam?”

“Tidak juga. Kebanyakan orang di dunia—dan termasuk aku—akan mengatakan apa yang mereka percayai, walau itu tidak berdasar sama sekali.”

Benar, adalah penting untuk mengumpulkan informasi, namun juga sering terlupakan bahwa memeriksa dan memastikan informasi itu juga sama pentingnya. Seseorang mungkin akan mengirimkan sebuah informasi penting, namun kemudian informasi itu akan terkubur di tumpukkan kertas yang menggunung di atas sebuah meja di suatu tempat, dan tidak akan di temukan hingga semuanya sudah terlambat. Kemungkinan hal itu sangat sering terjadi, dan sayangnya semua itu akan di tutupi sebagai keteledoran seorang birokrasi atau semacamnya.

“Kalau kamu mempunyai sesuatu yang penting, maka kamu harus mempunyai cara untuk menunjukkan kepada orang bahwa itu penting,” Half Elf Light Warrior melanjutkan.

“Huh....” Scout Boy masih terlihat tidak begitu yakin.

Half Elf Light Warrior tersenyum ringan dan menambahkan, “Adik perempuan orang terhormat itu seharusnya adalah mage yang cukup hebat. Tidak pernah menganggap rendah seseorang yang memahami seni sihir.” Memutuskan bahwa tidak ada gunanya untuk menjelaskan lebih lanjut, dia melanjutkan menyiulkan siul rumputnya. Dia melirik ke satu sisi (hanya sedikit; penglihatan matanya sangatlah bagus) dan melihat Lizard Priest membuka rahangnya.

“Merupakan jalannya dunia, karena ada terlalu banyak hal yang tidak kita ketahui. Melangkahlah di jalur pembelajaran selangkah demi selangkah, dan suatu hari lehermu akan memanjang hingga mencapai dedaunan.”

“Tapi aku cuma seorang rhea,” Druid Girl bergumam.

“Dan aku dwarf!” Dwarf Shaman tertawa terbahak-bahak.

Entahlah... Rhea sangatlah jarang pergi meninggalkan desa mereka. Semua orang tahu kisah dari seorang pria tua eksentrik yang kembali dengan harta melimpah dahulu sekali, namun kebanyakam mereka lebih memilih untuk tetap aman di dalam desa. Satu hari panjang bersantai di dalam rumah di hari yang cerah adalah hasrat surgawi mereka. Oleh karena itu, sangatlah jarang terbesit di pikiran mereka mengenai “jalan” dari dunia luas di luar sana.

Apa yang akan mereka pikirkan ketika mereka bertemu jendral wanita yang penuh bekas luka namun sangat cantik itu?

Begitu—ini benih untuk petualangan yang lebih besar. Hanya sejauh itu yang dapat di pahami gadis rhea ini. Hal yang ribet merupakan hal yang sulit. Oleh karena itu dia akan melangkah satu per satu.

Kemudian terdapat gulungan ini yang di berikan oleh wanita itu. “Sesuatu yang kecil dari adik perempuanku,” wanita itu berkata. Gulungan itu memiliki sebuah label yang tampak seperti tanggal di hari depan, dengan sebuah lambang coretan tangan cepat. Druid Girl dapat membaca, karena itu dia dapat melihat tulisan di gulungan itu yang berjudul “Tengger Wyvern.” (TL Note : Wyvern roost = tengger wyvern.)

Yah, jika ini hanyalah pengiriman sederhana, maka mereka harus fokus untuk mengirimkannya. Druid Girl yakin bahwa ini adalah benih untuk petualangan orang lain.

“...Dan itu sudah cukup untukku.”

“—?”

Bocah di sampingnya memberikan tatapan bertanya, namun gadis itu hanya menggeleng kepala dan berkata, “Nggak apa-apa.” Kemudian dia juga, menatap langit. Pemandangan di atas kepala mereka tampak luar biasa besar, seolah mereka dapat mengikutinya hingga mencapai setiap ujung dunia.