Yang Bertanggung Jawab Atas Persiapan
(Bagian 1)

(Penerjemah : Zerard)


Akira tengah di kejar oleh senjata anjing besar. Sebuah wajah raksasa yang berantakan. Delapan kaki yang tidak selaras. Sebuah meriam yang tumbuh dari punggungnya. Sebuah tebah besar yang menyokongnya. Semua hal itu mengingatkannya pada kematian yang tak terelakkan. Dia berlari dengan segenap tenaga dari monster yang memiliki semua hal itu.

Sebuah raungan penuh dengan nafsu membunuh bergema dari belakang. Kaki tebal yang menyokong tubuh besar itu menggetarkan lantai. Selongsong yang ditembakkan dari meriam itu menghujani dirinya. Adalah situasi yang genting.

  • Kamu bilang pistol bisa melukai makhluk macam begitu?!

Jeritannya menghilang tertelan oleh raungan dan dentuman yang menggema di reruntuhan. Tidak ada seorangpun yang merespon. Tanda kematian berada tepat di belakangnya.

Pada akhirnya Akira menjadi putus asa, berputar dan menembak. Sebuah peluru ditembakkan ke wajah senjata anjing. Dia terus menarik pelatuk seraya dia terus menembak. Semua tembakannya mengenai sasaran.

Namun semua itu tidak membuahkan apapun. Senjata anjing bahkan tidak bergeming ketika dihujani dengan peluru. Sebaliknya, makhluk itu menyerang Akira dengan kecepatan yang sukar dipercaya, mengingat betapa besar tubuh itu. Daan kemudian makhluk itu membuka mulut besarnya untuk mencoba melahap mangsanya.

Akira melihat mulut besar itu terbuka, yang di mana mulut itu lebih besar dari tubuhnya sendiri, dan merasakan kematian mutlak. Dan seperti itulah, dia tergigit.

Tempat di mana dia terloncat berdiri adalah di sebuah sudut dari gang wilayah kumuh yang tidak asing. Adalah ruang tidur biasanya. Akira bergumam dengan kebingungan dan wajah yang ketakutan, masih sedikit tertegun.

  • ....Mimpi?

Alpha, yang berada di sampingnya, menyambut Akira dengan senyuman.

《Selamat pagi. Tidurmu nyenyak?》

Tepat pada saat itu, secara refleks Akira melompat dari sana dan membidikkan senjatanya kepada Alpha. Bocah itu menunjukkan kesiagaan yang kuat mengenai situasi kritikal seperti orang asing yang berada di sampingnya tanpa sepengetahuannya.

Alpha sedikit terkejut, namun berbicara lembut tanpa tersinggung.

《Maaf. Apa aku mengejutkanmu?》

Walau Akira masih memiliki tatapan ekspresi curiga, tatapan itu berubah dari orang tidak dikenal berbahaya menjadi mungkin seorang kenalan yang aman.

  • ...Al, pha?

Kebalikannya dari Akira, Alpha menunjukkan sebuah senyuman.

《Benar. Apa kamu sudah lupa?》

Akira akhirnya mengingat apa yang terjadi kemarin. Dia mengenyahkan rasa siaganya, menarik napas lega, menurunkan senjata dan meminta maaf seraya terlihat malu.

  • ...Maaf. Aku sedikit kaget tadi. Kalau seseorang berada di sampingmu di saat kamu bangun, biasanya dia itu pencuri.

《Tidak apa-apa. Jangan khawatir.》

Akira, yang menyimpulkan bahwa Alpha tidak marah, merasa lega karena dia tidak kehilangan seseorang yang bisa berkolaborasi dengannya.

(...Phew. Lagipula, senjata nggak akan berefek pada Alpha, jadi walaupun dia ditodong senjata, nggak mungkin dia akan terlalu marah. Nyaris saja. ...Walaupun begitu, aku senang tadi itu Cuma mimpi. Kalau aku nggak bertemu Alpha, hal itu bisa saja jadi kenyataan.)

Walau dengan kegaduhan tidak penting yang terjadi, hari baru yang benar-benar berbeda dari Akira kemarin telah dimulai.

*****