Makan Siang di Biara

(Penerjemah : Hikari)


Makan siang dimulai pada bel keempat. Setelah mengawasi si biarawati novis kembali ke kamar direkturnya, aku kembali ke ruangan Tuan Besar Ferdinand. Dia mengizinkanku untuk ikut makan siang dengannya kapanpun aku berada di biara. Awalnya aku merasa luar biasa tegang untuk makan bersama Tuan Besar Ferdinand—begitu menegangkannya sampai-sampai aku bahkan sulit untuk merasakan makanannya—tapi setelah satu musim penuh makan siang bersama, aku kini sudah cukup tenang untuk benar-benar menantikan waktu makan kami.

Karena, maksudku, setiap hari dia menyajikan makanan yang kami para bangsawan kelas rendah hanya bisa santap pada kesempatan-kesempatan khusus.

"Terima kasih telah mengundang saya, Tuan Besar Ferdinand."

Salah satu biarawan abu-abu pelayannya mempersilakan aku masuk, dan aku menemukan Tuan Besar Ferdinand melanjutkan pekerjaannya sementara makanan kami disiapkan. Dia menerimaku masuk tidak lebih hanya dengan sebuah lirikan singkat. Pertama kalinya aku makan di sini, aku mengira telah mengganggunya di saat-saat yang serius, tapi sekarang aku tahu bahwa ini hanyalah urusannya yang biasa.

Aku menuju ke meja kerja Tuan Besar Ferdinand, berhati-hati agar tidak mengganggu para pelayannya yang sedang menyiapkan makanan.

"Damuel, papan apa itu?" Tuan Besar Ferdinand bertanya.

"Sebuah daftar pertanyaan dari novis. Dia mengatakan bahwa dia menginginkan Anda untuk menjawabnya ketika Anda ada waktu."

Tuan Besar Ferdinand mengambil papan itu dan memperhatikannya, kemudian dia menggelengkan kepala dan bergumam dengan nada jengkel, "Kelihatannya dia mulai membaca kitab yang cukup tua…" Kemudian, dia segera mulai menuliskan jawabannya.

Pertanyaan-pertanyaan novis adalah tentang kata-kata dan frasa asing yang dia temukan saat membaca buku. Tempo hari dia mulai membaca sebuah salinan kitab yang ditulis dalam dialek bahasa kami yang begitu tua bahkan aku pun tidak bisa membacanya—dan aku adalah lulusan dari Akademi Kerajaan. Tidak peduli bagaimana kau melihatnya, itu bukanlah jenis buku yang seorang anak kecil yang baru saja dibaptis umumnya ingin baca. Meski demikian, novis membalik-balik halamannya dengan seulas senyum di wajah, mencoba menguraikan teks tersebut dengan membandingkan pada kitab yang telah ditulis dalam bahasa yang lebih baru.

“Dia mengatakan bahwa rasanya menyenangkan membandingkan dengan kitab terkini, dan mendapatkan kata-kata baru untuk dibaca sudah cukup untuk membuatnya senang,” kataku.

“Gadis itu selalu merasa senang saat dia memiliki sebuah buku di tangannya.”

“Benar. Hal yang paling mengejutkan saya setelah datang ke biara ini adalah betapa terobsesinya novis dengan buku-buku.”

Hal pertama yang dia lakukan saat aku ditugaskan untuk mengawalnya dan dia bisa pergi dari kamarnya adalah langsung menuju ke ruang buku, yang mana biasanya dingin membekukan karena tempat itu bahkan tidak memiliki perapian. Dia cukup sakit-sakitan sampai-sampai dia bisa jatuh sakit dalam sekejap mata, dan meski begitu tidak ada hal lain yang lebih membuatnya senang daripada ide menghabiskan waktu berjam-jam di dalam sebuah ruangan yang kebanyakan orang tidak sabaran untuk meninggalkannya secepat mungkin.

Pada akhirnya, Fran dan aku harus meminta Tuan Besar Ferdinand untuk memperbolehkannya membawa buku ke kamar direktur, dengan demikian membuatnya bisa membaca di depan perapian. Jika bukan karena hal itu, novis tidak diragukan lagi akan mengurung diri di kamar yang dingin membekukan itu selama berjam-jam, dan aku akan terpaksa menemaninya. Itu benar-benar nyaris saja terjadi.

"Dia bahkan membawa buku-buku ke tempat tidur saat dia sakit dan harus berbaring. Meskipun kenyataannya dia perlu beristirahat, dia tetap saja menangis sambil memohon-mohon buku hingga Fran akhirnya menyerah dan membiarkan dia mendapatkan satu."

"Benar-benar sesuai yang kuduga dari si maniak berpikiran satu arah itu," balas Tuan Besar Ferdinand sambil terus menuliskan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tentang bahasa yang begitu kuno tersebut yang bahkan tidak diajarkan di Akademi Kerajaan.

Aku menyaksikan tangannya dengan takjub—rumor yang kakakku pernah ceritakan tentang Tuan Besar Ferdinand yang berada di tingkatan yang berbeda itu ternyata semuanya benar. Aku sendiri ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk belajar mengenai bahasa kuno, mengingat aku tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan novis. 

...Akan memalukan bagi seorang bangsawan sepertiku—seorang bangsawan tingkat rendah, memang, tapi tetap saja seorang bangsawan—berpengetahuan lebih rendah daripada seorang biarawati novis rakyat biasa.

Rasanya agak aneh bahwa, meskipun pergi ke biara adalah bagian dari hukumanku, aku kini belajar di tingkatan yang lebih tinggi daripada saat aku mengikuti Akademi Kerajaan.

"Pastor Kepala, Tuan Damuel. Makanan sudah siap," seorang pelayan memberitahu, yang mana merupakan tanda bagiku untuk meninggalkan meja kerjanya.

Meja makan dipenuhi dengan makanan pembuka lezat yang disajikan dengan cantik, jauh lebih mewah daripada apa yang biasanya kumakan di barak kesatria dan saat di rumah. Aku pun duduk, berjuang sebaik mungkin menjaga perutku agar tidak bergemuruh. Akan jadi sedikit memalukan bagiku untuk membuat suara semacam itu di depan Tuan Besar Ferdinand, seseorang yang luar biasa berada di atasku dalam segala cara.

Menu hari ini kelihatannya adalah taschnitz, seekor burung yang telah disemur secara menyeluruh. Hanya perlu meliriknya sekilas untuk melihat betapa matangnya ini dimasak, dan terlihat cukup lembut untuk langsung lumer begitu menyentuh lidahmu.

"Bagaimana kabar kemarin?" Tuan Besar Ferdinand bertanya sambil mulai menyantap makanan yang disajikan padanya.

Ini menjadi sebuah rutinitas harian bagiku untuk melaporkan apa yang novis telah lakukan sejak makan siang kami sebelumnya. Fran memberikan laporan serupa sebagai pelayan novis, tapi Tuan Besar Ferdinand ingin mengumpulkan informasi dari banyak sumber dan sudut pandang. Dan, sebagai catatan, rutinitas ini sangat penting untukku; tidak tertahankan rasanya untuk makan dalam keheningan dengan Tuan Besar Ferdinand yang duduk tepat di seberang meja.

“Tuuli datang berkunjung kemarin siang dengan beberapa orang dari Firma Gilberta. Mereka mendiskusikan bagaimana caranya menjaga lokakarya tetap berjalan sementara novis pergi untuk Doa Musim Semi,” balasku, mengiris sepotong besar vargel yang direbus lunak dan melumurinya dengan saus krim sebelum mengangkatnya dengan garpu ke dalam mulutku. Rasa krim yang lembut bercampur dengan mentega yang halus menyebar di dalam mulutku, dan vargel yang empuk memecah di lidahku.

Aaah… Tidak ada hal lain yang membuatku merasakan musim semi seperti vargel dengan saus krim.

Aku sangat senang bisa merasakan rasa musim semi lagi, tapi di saat yang sama rasanya menyakitkan harus mengucapkan selamat tinggal pada kue parue yang kutemukan di panti asuhan. Itu adalah kue untuk rakyat biasa yang tidak pernah kulihat di Area Bangsawan, tapi rasa manisnya yang lembut benar-benar enak. Novis mengatakan bahwa kue itu adalah sesuatu yang dinanti-nantikan di tahun berikutnya, meskipun dia mungkin tidak menyadarinya, pada saat itu, tugas mengawalku di biara akan berakhir. 

...Dan akan sedikit terlalu berlebihan bagiku untuk berbaur dengan para rakyat jelata untuk pergi berburu parue. Sayang sekali.

Sementara aku memikirkan kembali betapa enak rasanya kue parue, Tuan Besar Ferdinand berkata, “Oh ya,” kelihatan baru teringat sesuatu. “Aku cukup sering mendengar nama ‘Tuuli’, tapi apa sebenarnya yang dia lakukan di sana? Tidak seperti Firma Gilberta, aku tidak yakin ada banyak hal untuk dia lakukan.”

Meskipun nama Tuuli sering muncul dalam laporan-laporan, dia biasanya tiba bersama Firma Gilberta sebelum pergi hampir saat itu juga ke panti asuhan. Barulah aku tersadar bahwa aku tidak pernah benar-benar banyak membicarakan tentang adia, karena selalu orang-orang dari Firma Gilberta yang memiliki hal-hal penting untuk dibicarakan.

Tuuli rupanya adalah kakak perempuan dari novis, tapi dia seorang rakyat biasa seutuhnya. Mereka bahkan nyaris tidak terlihat seperti kakak beradik saat kau menempatkan mereka bersisian. Mereka jelas sangat dekat satu sama lain, tapi cara mereka bersikap dan bicara sangatlah berbeda. Sulit untuk percaya bahwa mereka tumbuh besar bersama.

“Tuuli berlatih matematika dan membaca di panti asuhan, dan sebagai gantinya mengajari anak-anak panti tentang menjahit dan memasak. Sekarang begitu musim semi, pekerjaannya dilanjutkan kembali dan dia hanya bisa berkunjung setiap beberapa hari sekali, tapi kunjungan rutin dari anggota keluarga sepertinya membantu novis agar tetap cukup tenang.”

“Bagus sekali. Tidak ada kabar yang lebih baik daripada itu.”

Saat badai salju berlangsung begitu parah sehingga keluarga novis tidak bisa berkunjung, dia menjadi begitu tidak stabil sampai-sampai dia mengikuti Tuan Besar Ferdinand ke manapun dia pergi, seperti seekor anak bebek yang mengikuti induknya. Saat situasinya sangat buruk, Tuan Besar Ferdinand akan harus membawa novis ke ruang kerja pribadinya. Dia melakukannya dengan begitu enggan, tapi apapun yang membuat novis tenang lebih sangat dihargai.

Ruang kerja pribadi ini adalah ruang rahasia Tuan Besar Ferdinand. Ruang rahasia adalah tempat paling pribadi yang dimiliki seorang bangsawan—sebuah tempat di mana mereka bisa bersantai dan menenangkan diri—jadi, dalam situasi normal, mereka tidak akan membiarkan orang lain untuk masuk ke dalam. Para bangsawan yang masih sangat muda akan mendaftarkan mana mereka bersama orang tua mereka sehingga mereka bisa masuk juga, tapi setelah pembaptisan, mereka akan menyetel ulang segel untuk membuatnya tempat pribadi sepenuhnya yang hanya bisa dimasuki orang itu sendiri. Saat memikirkan ini, aku benar-benar terkejut melihat Tuan Besar Ferdinand membiarkan seseorang yang benar-benar asing seperti novis ke dalam ruang rahasianya.

Meski begitu, masuk akal saat dia menjelaskan bahwa dia membiarkan gadis itu menggunakan ruang rahasianya mengingat dia bukanlah seorang bangsawan sehingga tidak dapat membuat ruang rahasianya sendiri, dan karena itulah dia tidak punya tempat untuk meluapkan perasaannya yang menumpuk. Itu adalah salah satu aspek pelatihannya dalam perjalanan menjadi puteri dari seorang bangsawan, yang tidak akan memperlihatkan emosinya di luar.

“Damuel, kau sudah menghabiskan satu musim dengan Myne sekarang. Apa pendapatmu tentang dia menjadi puteri angkat Karstedt?” Tuan Besar Ferdinand bertanya.

Aku menaruh pisauku sementara waktu dan memikirkan kembali tentang bagaimana novis bertindak selama musim dingin.

“...Saat saya melihat betapa senangnya dia bersama keluarga dan Firma Gilberta, kemudian betapa sedihnya raut wajahnya ketika mereka pergi, hal itu membuat saya tersadar bahwa memisahkan seorang gadis semuda itu dari keluarganya akan menjadi sebuah tragedi. Tapi mempertimbangkan suplai mana-nya yang luar biasa, keahlian teknis yang dia tunjukkan dalam mengatur lokakarya yang terus semakin menghasilkan keuntungan, kepekaan ekonominya yang tinggi, dan bahkan kelemahannya yang mengejutkan, saya rasa dia tidak akan dapat bertahan hidup sebagai seorang rakyat biasa.”

“Kau berpikiran sama kalau begitu,” Tuan Besar Ferdinand bergumam sambil mengangkat garpunya ke mulut. 

"Saat saya menyaksikan dia mengatur panti asuhan dan lokakarya dari jarak dekat, sulit untuk mengabaikan betapa tidak biasanya novis. Ini bukan sekadar perbedaan antara seorang bangsawan dan rakyat jelata; rasanya seakan-akan dia berada tingkatan yang sama sekali berbeda."

Bangsawan dan rakyat jelata secara tegas dipisahkan berdasarkan mana mereka, atau tidak ada sama sekali, jadi adalah hal alamiah akan ada perbedaan di antara mereka. Tapi novis berbeda dari para bangsawan maupun rakyat jelata. Ini tidak sesederhana menanyakan apakah dia memiliki mana atau tidak; segala yang dia ucapkan, dan bahkan caranya berpikir itu aneh. Perbedaan antara novis dan rakyat biasa lainnya sangatlah jelas saat kau membandingkan dia dengan keluarganya atau mereka yang ada di Firma Gilberta.

"Yang benar-benar mengejutkan saya adalah novis mengatakan bahwa dia menjalankan lokakarya panti asuhan murni karena minat pribadinya. Tidak terpikirkan bahwa seorang rakyat jelata miskin akan bertindak bukan demi bertahan hidup, tapi untuk memuaskan hobinya. Ditambah lagi, dia mendapatkan jumlah uang yang luar biasa besar. Jujur, bahkan setelah saya melihatnya sendiri, saya masih sulit untuk mempercayainya."

Sambil mengawal novis di kamarnya, aku telah mendengar banyak percakapan antara dia dan para pedagang di Firma Gilberta, dan mengamati saat dia memeriksa buku besar keuangan lokakarya dengan Fran dan Gil untuk menghitung keuntungan. Meskipun bahkan belum ada setahun berlalu sejak pembaptisannya, dia sudah mendapatkan penghasilan lebih dari setahun daripada aku, seorang bangsawan tingkat bawah.

"Novis sangat tidak biasa dalam banyak hal dan saya yakin, jika dia ingin mendapatkan bahkan hanya sedikit kedamaian dalam hidupnya, dia akan harus berada di bawah perlindungan Tuan Besar Karstedt," aku menyimpulkan.

Tidak ada lebih banyak hal lagi yang bisa kau minta selain perlindungan dari komandan Ordo Kesatria, terutama mengingat pertalian darahnya dengan archduke. Aku yakin dia akan merasa lebih senang dengannya daripada dengan bangsawan tingkat menengah yang kasar dan kejam seperti Shikza. Belum lagi, jika novis menjadi puteri Tuan Besar Karstedt dan memasuki lingkungan bangsawan sebagai bangsawan tingkat atas, dia dapat menunjukkan padaku kebaikannya dan membuat hidupku lebih mudah lagi—seperti sebelum kesalahan besar yang kubuat. Melayani novis sepenuh hati akan membuat masa depanku lebih cerah, dan aku tidak menyangkal elemen kepentingan pribadi yang memotivasiku.

"...Dirimu yang begitu mendukung Myne menunjukkan bahwa kau jadi sangat terbiasa dengannya dan biara. Kau memiliki sorot mata yang berbeda saat ini dibanding dirimu yang dulu," Tuan Besar Ferdinand mengamati.

Aku menyunggingkan senyum setengah hati sambil menyantap taschnitz-ku. Rasa dari daging yang memecah dalam mulut mengingatkanku akan bagaimana, pada saat akhir penghujung musim gugur, rasanya seakan seluruh hidupku hancur berantakan. Semuanya berubah bagiku saat misi pemusnahan trombe saat itu.

"Saya begitu bersemangat dengan misi pemusnahan trombe saya yang pertama, setelah melewatkan begitu banyak misi seperti itu sebelum masa kedewasaan. Saya hanyalah seorang bangsawan tingkat bawah, tapi saya bekerja keras mengingat semua doa-doa panjang untuk senjata Kegelapan agar saya bisa membantu sebanyak mungkin."

"Aku ingat bahwa anak-anak baru begitu bersemangat tentang pertama kalinya mereka diizinkan untuk menggunakan senjata Kegelapan dalam misi pemusnahan," kata Tuan Besar Ferdinand dengan seulas senyum tipis. Kelihatannya bahkan dia pun merasa sangat antusias untuk misi pertamanya yang sebenarnya sebagai seorang kesatria, dan dapat bersimpati dengan apa yang kurasakan. Itu membuatku merasa sangat hangat untuk beberapa alasan.

“Masuk akal bahwa Tuan Besar Karstedt memilih saya sebagai pengawal. Saya baru saja menyelesaikan masa pelatihan saya; saya tidak pernah memusnahkan trombe sebelumnya, dan, sebagai seorang bangsawan tingkat bawah, saya tidak memiliki banyak mana. Tapi sampai hari ini, saya masih berharap dia tidak memasangkan saya dengan Shikza.”

Shikza dulunya adalah seorang bangsawan tingkat menengah, tapi dia adalah salah satu yang kembali dari biara setelah pergolakan politik Sovereignity. Sebagai mantan biarawan tanpa banyak mana, lingkungan bangsawan mencemooh dan merendahkannya, dan satu-satunya hal sebagai pelipur laranya adalah bersikap berkuasa terhadap mereka yang ada di bawah statusnya—bangsawan tingkat bawah. Tidak peduli seberapa aku membencinya, tidak peduli betapa itu membuatku frustasi, seorang bangsawan tingkat bawah sepertiku tidak akan pernah bisa melawan seorang bangsawan tingkat menengah.

“Shikza memperlakukan statusnya sebagai sebuah tameng—sesuatu yang akan membuatnya dapat meloloskan diri dengan membahayakan novis. Meksipun saya hanya diturunkan jabatan alih-alih dieksekusi karena membiarkan itu terjadi, hidup saya tetap saja mencapai titik terendah. Saya terpaksa berhutang pada kakak saya untuk menutupi biaya jubah novis bagian saya; tunangan saya dari duchy lain mengakhiri pertunangan karena saya yang diturunkan tingkatannya menjadi seorang teruna; dan, puncaknya adalah, penugasan baru saya adalah melayani seorang novis rakyat jelata di biara tempat orang-orang tanpa mana pergi. Itu begitu parah bahkan para kesatria rekan saya tidak bisa tertawa tentang hal itu.”

Posisiku sebagai seorang bangsawan benar-benar hancur dalam semalam. Semua orang bersimpati karena aku hanya berakhir dengan posisi ini karena Shikza, tapi itu tidak membantu situasiku. Namaku akan selamanya ternoda sebagai seorang kesatria yang mengacaukan tugasnya dan dikirim ke biara.

Setelah aku selesai menyampaikan kisahku yang menyedihkan semenarik yang bisa kulakukan, Tuan Besar Ferdinand menaruh peralatan makannya dan memberiku tatapan serius.

“Aku memang merasa kau tidak beruntung, dan bencana yang menimpamu itu tidaklah beralasan. Tapi aku tidak berpikir adalah hal yang akurat mengatakan kau dihukum murni karena tindakan Shikza. Kau memiliki dosamu sendiri, dan sepertinya menurutku kau sama sekali tidak menyadarinya.”

...Dosaku sendiri? Dari sudut pandangku, aku hanya terpaksa terlibat dalam masalah orang lain. Rekan-rekanku mengatakan bahwa aku tidak beruntung dan semacamnya, tapi mereka tidak pernah mengatakan akulah yang bersalah.

“Apa yang Anda harapkan dari seorang kesatria tingkat bawah seperti saya lakukan pada kesatria tingkat menengah yang marah seperti Shikza?” tanyaku, nada menggerutu kebingungan terselip dalam suaraku, “Bangsawan tingkat bawah tidak punya pilihan selain mematuhi yang statusnya berada di atas mereka. Apalagi yang bisa saya lakukan?”

Tuan Besar Ferdinand mengangkat sebelah alisnya. “Damuel, kau seharusnya menggunakan rott begitu kau menyadari kau tidak bisa menghentikan Shikza.”

“Rott” adalah cahaya merah yang digunakan untuk memanggil dari schtappe mereka untuk meminta bantuan. Tuan Besar Ferdinand mengatakan bahwa aku seharusnya menggunakan itu untuk memanggil para kesatria yang sedang melawan trombe untuk melindungi novis, tapi jika membandingkan antara melindungi biarawan rakyat biasa dan memusnahkan trombe besar yang mematikan, menurutku trombe itu adalah prioritas lebih besar.

“...Saya bahkan tidak mempertimbangkan untuk menggunakan rott.”

“Aku yakin kau akan menggunakan rott jika kau mengawal seorang bangsawan tingkat atas atau puteri seorang archduke dari duchy lain. Apa aku keliru?”

Dia tidak salah. Seandainya aku mengawal puteri seorang  bangsawan tingkat atas, aku pasti akan menghadang pisau Shikza untuk menghentikannya, dan jika kekuatan fisik gagal, aku pasti akan menggunakan rott. Dengan kata lain, sebagian dari diriku memandang rendah novis karena seorang rakyat jelata seperti yang Shikza lakukan. Sebuah hawa dingin merambati tulang punggungku.

“Kau akan baik-baik saja dengan selalu memperlakukan subjek yang kau lindungi sebagai seseorang yang lebih tinggi darimu. Saat berada dalam situasi yang berada di luar kendalimu, kau seharusnya pertama-tama menggunakan rott. Sebelum menyerah sepenuhnya pada kekuasaan bangsawan tingkat menengah, mintalah bantuan dari mereka yang lebih tinggi statusnya daripada dirimu. Kau tidak melakukan keduanya. Kau dengan takut-takut menyerah daripada memenuhi tugasmu, dan sekarang kau meratapi situasimu seakan-akan itu tidak lebih dari hasil keberuntunganmu yang buruk. Itulah dosamu.”

Meskipun ekspresi Tuan Besar Ferdinand keras, suaranya di luar dugaan terdengar lembut. Dia memastikan bahwa dia akan datang membantuku jika aku meminta bantuan. Mataku melebar. Seorang bangsawan tingkat atas tidak pernah menawarkan bantuan padaku sebelumnya.

“...Bantuanmu akan sangat dibutuhkan selama Doa Musim Semi tiga hari dari sekarang. Ada banyak rumor meresahkan tersebar di mana-mana. Ketahui dengan baik bahwa harga diri yang tidak dibutuhkan dan kepengecutan akan terbukti tidak ada gunanya selama misi.”

“Baik, tuan! Kali ini pasti, saya akan melindungi novis.”


Kami menyelesaikan makan siang, dan begitu aku bersiap untuk kembali ke kamar direktur, Tuan Besar Ferdinand menghentikanku.

“Sebelum kau pergi, aku ingat kau mengatakan kau terpaksa meminjam uang dari kakakmu. Apa semuanya baik-baik saja?”

...Tidak, tidak juga.

Diturunkan jabatan menjadi seorang teruna artinya, sudah pasti, gajiku kembali ke tingkat seorang teruna juga, dan aku sudah menghabiskan semua simpananku untuk mas kawin saat aku bertunangan. Aku bertanya apakah mereka dapat mengembalikan sebagian, tapi kakakku mengatakan bahwa mereka kemungkinan tidak akan akan melakukannya karena pertunangan ini dibatalkan karena kesalahanku sendiri. Dan sekalipun mereka melakukannya, mungkin tidak akan begitu berguna untuk melunasi hutangku.

“Sejujurnya, saya bahkan dalam kondisi keuangan yang lebih  buruk daripada ketika saya masih seorang siswa di Akademi Kerajaan, karena sekarang saya bahkan tidak bisa mendapatkan uang tambahan dari menyalin buku atau menjual panduan belajar yang saya tulis.”

“Menyalin buku dan menjual panduan belajar…? Kenapa seorang kesatria sepertimu melakukan pekerjaan resmi seorang panitera?” Tuan Besar Ferdinand bertanya, keterkejutan dalam nada suaranya membuatku menurunkan pandangan ke lantai.

Sebagian besar kesatria mendapatkan uang dengan berburu makhluk feyfeybeast, feyplant, dan semacamnya—dan kemudian menjual feystone dan material yang didapat dengan melakukan hal itu. Tapi kami para kesatria tingkat bawah tidak memiliki mana sebanyak yang dinikmati para bangsawan tingkat atas, yang mana membuat kami kesulitan untuk membunuh feybeast yang lebih kuat. Karena itulah, sulit bagi kami untuk mendapatkan material yang bagus, dan material berkualitas rendah yang bisa kami dapatkan tidak begitu bernilai.

“Jauh lebih efisien bagi saya untuk menulis panduan belajar bagi jurusan kesatria daripada berburu material.”

“Menarik… Jika orang-orang bersedia untuk membayar cukup mahal untuk salah satu panduan belajarmu, maka tepat jika kusimpulkan bahwa kau mampu melakukan pekerjaan seorang panitera?” tanya Tuan Besar Ferdinand.

Aku mengangguk. Aku mendapatkan sejumlah kecil uang kapanpun aku pulang ke rumah dengan membantu pekerjaan kakakku. Bukannya aku memiliki keraguan tentang melakukan pekerjaan panitera; setelah mendiskusikan masa depanku dengan kakakku yang merupakan panitera resmi, aku begitu saja memilih menjadi kesatria untuk membedakan diriku darinya dan memperluas jangkauan keluarga kami.

Ferdinand mengerjapkan matanya berwarna emas cerah dengan terkejut, kemudian menyunggingkan sebuah cengiran kecil. “Damuel, bagaimana menurutmu jika kau membantuku bersama Myne begitu kau kembali dari Doa Musim Semi? Aku akan memberimu upah yang sesuai."

...Ngh!

Kata-kata “upah yang sesuai” menggoda hatiku, tapi aku tidak bisa membiarkan diriku goyah di sini. Dia mungkin telah memasang sebuah perangkap, dan aku bukanlah seorang panitera, aku adalah seorang kesatria.

“Tuan Besar Ferdinand, saya menghargai tawaran itu, tapi saya bukanlah seorang panitera.”

“Apa kau tidak berpikir adalah hal yang penting untuk mendapatkan uang secara efisien dengan memanfaatkan bakatmu?”

“Memang benar, tapi saya adalah seorang teruna pengawal. Saya tidak bisa menerima lebih banyak pekerjaan sementara saya sedang menjalani masa hukuman saya….”

Aku bisa merasakan diriku tercabik antara kehormatanku sebagai seorang kesatria dan kejamnya kenyataan hidupku saat ini. Aku sedang sangat membutuhkan lebih banyak uang; situasi keuanganku benar-benar tidak bisa lebih parah lagi.

Mata Tuan Besar Ferdinand menyipit senang, seakan dia bisa melihat langsung perjuangan dalam diriku. “Sudah jelas, kau hanya akan bekerja sebagai seorang panitera sementara Myne berada di ruanganku. Kurasa aman untuk mengatakan bahwa aku sendirian akan bisa melindungi dia dari bahaya apapun sementara dia di sini.”

Aku terdiam, tidak dapat mendebat lebih jauh saat dia terang-terangan menyatakan bahwa dia lebih kuat daripada aku. Tuan Besar Ferdinand memanfaatkan kesempatan untuk mulai mencoretkan beberapa angka ke sebidang papan.

“Kurasa kau tahu betapa sibuknya aku dengan pekerjaan saat ini. Aku bisa memanfaatkan semua bantuan terampil yang bisa kudapatkan. Hm… Bagaimana menurutmu dengan upah ini, untuk bekerja dari bel ketiga sampai bel keempat? Menaikkannya bukanlah hal yang mustahil jika kau melakukan pekerjaan dengan baik.”

Upah yang dia tunjukkan padaku kira-kira setara dengan berapa banyak yang seorang kesatria tingkat bawah dewasa hasilkan, dengan asumsi aku bekerja selama sebulan penuh. Itu jumlah uang yang lebih banyak daripada yang bisa kudapatkan dengan melakukan hal lain sementara terpenjara sebagai seorang pengawal di biara. Upah sebagai teruna sangatlah kecil; tidak ada yang lebih baik daripada melakukan pekerjaan sampingan sambil mengawal.

Aku menelan ludah. “...Sa-saya rasa saya akan menerima tawaran itu.”

Aku memilih realita daripada harga diriku sebagai seorang kesatria, dan Tuan Besar Ferdinand mengangguk tanpa mencelaku sedikit pun.

“Pergunakan kesempatan ini baik-baik. Kalau kau tidak melunasi hutangmu secepatnya, kurasa kau tidak akan dapat menemukan seorang tunangan baru bahkan setelah kembali ke lingkungan bangsawan, bukan begitu?”

Mendengarnya terasa menyakitkan, tapi aku tahu Tuan Besar Ferdinand hanya mencoba untuk menyemangatiku. Tapi meski demikian, menemukan seorang tunangan baru bukan hanya sekadar tentang berapa banyak uang yang kudapatkan.

...Gadis seperti apa yang mau menikahi seorang pria yang baru saja meninggalkan biara?!


TL Note : Ferdinand. Pastor Kepala yg cerdas dalam negoisasi dan militer tapi agak tumpul dalam urusan percintaan 🤣