Akira dan Alpha
(Bagian 6)

(Penerjemah : Zerard)


Setelah itu, Akira terus berlari berdasarkan instruksi Alpha, dan mencapai atap dari bangunan dengan terengah-engah. Dia mengamati sekitarannya dengan cepat, dan ketika dia melihat Alpha yang berada di ujung atap, dia berjalan ke sana tanpa adanya kesempatan untuk beristirahat.

Dan ketika dia berada dekat dengan Alpha, dia menyadari bahwa senyuman dari orang itu ataupun perintah tindakan darurat dari sebelumnya sudah tidak ada. Dia memperlambat kecepatan berlarinya dan dengan segera berusaha untuk menarik napas. Dan ketika dia mencapai sisi Alpha, dia menarik napas besar.

- Apaan itu…?

{Mereka adalah Senjata-anjing. Pada mulanya, mereka adalah makhluk buatan manusia untuk melindungi area perkotaan, dan persenjataan dan semacamnya tumbuh dari tubuh mereka, dan walupun penampilan mereka seperti itu, mereka sama sekali bukan mesin tapi makhluk.}

Ketika Akira kembali menatap Alpha, Alpha melanjutkan menjelaskan dengan santai.

{Mungkin mereka adalah specimen yang diciptakan untuk melindungi kota dan bertanggung jawab atas keamanan daerah ini. Terdapat perbedaan pada setiap individu, namun seraya mereka tumbuh, persenjataan yang tumbuh dari punggung mereka akan semakin menjadi kuat. Aku rasa specimen dengan pelontar pod rudal itu adalah pemimpin dari gerombolan ini.}

Penjelasan itu sangatlah sepadan untuk di dengar, namun Akira tidak bertanya tentang eksposisi monster-monster itu. Walaupun begitu, jika dia memang ingin bertanya, beragam pertanyaan tentunya akan muncul.

- Kenapa persenjataan itu tumbuh dari makhluk hidup? Itu aneh, kan?

Alpha menjawab pertanyaan sederhana Akira dengan perasaan seolah dia tengah mengajari sesuatu yang sepele.

{Karena bagian hidup mereka di kombinasikan dengan perawatan dan fungsi pengingat dari nano mesin, jika mereka menelan material mentah secara oral seperti baja, persenjataan yang merespon material itu akan terbentuk pada punggung mereka. Aku berani jamin kalau makhluk itu sudah bermutasi menjadi makhluk yang benar-benar berbeda dari desain asli mereka. kurasa itu adalah spesifikasi unik yang berubah tergantung dari lingkungan mereka berada.}

Akira yang telah mendengar pengetahuan berharga itu akan membuat para pakar terkagum jika mereka mendengarnya, namun Akira sama sekali tidak memahami nilai ataupun konten dari pengetahuan ini. Satu-satunya yang sedikit dia pahami adalah adanya prinsip dasar yang kurang lebih menjelaskan hal misterius tentang persenjataan yang tumbuh dari seekor makhluk.

Ekspresi Alpha yang menjadi serius ketika serangan itu terjadi, sekarang telah berubah menjadi senyuman tenang. Akira menilai bahwa kemungkinan dia sekarang telah aman berdasarkan dari ekspresi Alpha, karena itu dia bersantai dan menarik napas lega.

Alpha dengan bangga tersenyum kepadanya.

{Dan? Dukungan hebat kan? Kalau kamu berada di sana seperti tadi, kamu akan mati loh?}

- ….Kurasa begitu. Karena kamu, aku nggak mati. Terima kasih.

Sisa dari keriuhan dan pergolakan yang di sebabkan oleh serangan monster. Nafasnya yang tidak stabil dikarenakan berlari dengan segenap kekuatannya. Kesiagaan rancunya terhadap orang asing. Perasaan akan menerima bantuan. Keinginan untuk menenangkan diri. Akira menunjukkan beragam campuran ekspresi kompleks antara satu dan lainnya.

Alpha mengamati ekspresi dia dan mencoba membaca apa yang dia pikiran seraya melemahkan kesiagaan Akira dengan senyum mempesona.

{Sama-sama. Sekarang setelah kamu bisa menikmati performa tinggiku untuk pertama kalinya, aku ingin berbicara tentang masa depan, kamu tidak masalah?}

- Yeah.

Seolah ingin menyampaikan bahwa itu adalah sesuatu yang sangat penting, Alpha mengangguk seraya menatap Akira.

{Aku ingin kamu menangkap sebuah reruntuhan yang aku tunjuk. Bukan yang ini. Reruntuhan itu sangatlah sulit. Intinya, adalah mustahil bagimu untuk bisa menangkap tempat itu dengan kekuatanmu yang saat ini. Bahkan walaupun kamu mempunyai dukunganku yang luar biasa, kamu pasti akan mati di tengah jalan. Jangankan selamat, mustahil kamu bisa mencapai ke sana hidup-hidup. Jadi sebagai langkah awal, Aku ingin kamu mendapatkan perlengkapan dan kemampuan untuk menangkap reruntuhan itu. Itu adalah tujuan kita saat ini…}

- Er, apa aku bisa mengatakan sesuatu?

Alpha tersenyum ramah.

{Kenapa? Kalau ada sesuatu yang tidak kamu pahami, jangan sungkan bertanya padaku.}

Akira sedikit terhenyak dengan keramahan janggal Alpha. Dan bertanya dengan sungkan.

- Bukan itu, Aku paham kalau ini adalah topik yang penting, tapi apa kita bisa menunda perbincangan tentang rencana masa depan dan apa yang harus ku lakukan sekarang dan memprioritaskan untuk hidup dan pulang dari sini?

Alpha berhenti berbicara dan tersenyum penuh arti. Dan terus menatap panjang Akira tanpa berbicara. Ekspresi Akira menjadi sedikit tegang.

(…Uh oh. Apa lebih baik tidak menyela di tengah-tengah?)

Senjata anjing masih berkeliaran di sekitar bangunan. Dia tidak dapat terus bersembunyi di atap selamanya. Sampai dia dapat melampaui ujian ini dengan berbagai macam cara, Akira akan lenyap di masa depan.

Akira terlihat cemas dan tidak sabaran, dan walaupun sudah sangat terlambat, dia menyadari bahwa cara untuk dia dapat melampaui ujian ini dapat lenyap jika dia melukai perasaan Alpha.

Kecemasan dan ketidaksabaran tampak jelas di wajah Akira. Ketika Alpha melihat itu, wanita itu tertawa tanpa sedikitpun menunjukkan kekhawatiran.

{Baiklah. Aku juga ingin keadaan menjadi tenang dan bertanya banyak hal kepadamu, jadi ayo lari dari sini dan kembali ke Kota Kugamayama dulu. Kita lanjutkan percakapan kita setelah meninggalkan reruntuhan ini. Kamu tidak masalah?}

- Yeah. Aku bergantung padamu.

Dengan harapan untuk kembali pulang hidup-hidup semakin membesar, Akira menarik napas lega.

Akan tetapi, seolah ingin menghancurkan rasa lega, Alpha memberikan instruksi seraya tersenyum.

{Kalau begitu, sekarang kembali turun.}

Akira tertawa terkejut dan terbatuk-batuk setelah mendengarnya. Setelah dia berhasil kembali menenangkan dirinya, dia berdiri terpaku di sana dan tercengang melihat Alpha.

Sama sekali tidak terpengaruh oleh keadaaan Akira, Alpha maju sedikit dan kemudian menunjuk meminta kepada Akira, yang tidak bergerak sesuai dengan instruksinya.

{Kenapa? Ayo cepat.}

Akira, yang telah tenang, memprotes seraya semakin menjadi bingung.

- Sebentar, bukannya tadi aku lari dari sana?! Kenapa aku harus kembali kesana?! Di sana masih ada monster yang berkeliaran kan?!

{Aku bisa menjelaskan alasan dari instruksi dengan mendasar dan terperinci, tapi ayo lakukan itu sembari kita bergerak perlahan. Kalau kamu bilang kamu tidak bisa mempercayai dukunganku, apa boleh buat. Aku tidak akan memaksamu.}

Alpha melontarkan kalimat itu kepada Akira, meninggalkannya dan berjalan menuju pintu masuk ke dalam bangunan.}

Walaupun Akira telah bertarung melawan seekor monster yang tidak mempunyai senjata kecil yang tumbuh dari tubuhnya, dan nyaris saja mati melakukan itu, sekarang terdapat segerombolan monster dengan senjata yang tumbuh dari tubuhnya di bawah bangunan ini. Rasa takut akan kembali ke tempat yang sangat berbahaya membekukan kaki Akira.

Namun ketika dia melihat Alpha menghilang masuk ke dalam bangunan, dia mengeratkan giginya dan mengikuti wanita itu.

Akira tidak mempunyai kepercayaan diri untuk dapat kembali hidup-hidup ke kota sendirian. Dan setidaknya adalah berkat Alpha yang membuatnya dapat selamat dari situasi berbahaya sebelumnya. Oleh karena itu, walaupun instruksi wanita itu terlihat ceroboh, mengikuti instruksinya adalah pilihan yang dapat meningkatkan kemungkinan terbesar untuk dapat kembali hidup-hidup. Mempercayai itu, Akira bergegas untuk mencapai sisi samping dari orang misterius ini.

Ketika dia memasuki bangunan, Alpha tepat berada di samping pintu dan tersenyum seolah ingin mengatakan bahwa dia telah menunggu Akira. Akira mengikuti Alpha dan pergi menuruni tangga, merasakan perasaan kalah yang aneh dan merasa malu.

Sebelumnya dia menaiki tangga dengan tergesa, dan kali ini menuruninya secara perlahan. Dalam perjalanannya, dia di instruksikan berhenti berkali-kali, jadi dia menurutinya, dan berjalan lagi ketika dia menerima instruksi untuk melanjutkan.

- …Jadi kenapa aku harus pergi ke bawah? Bukannya berbahaya?

{Sangat berbahaya.}

Alpha membalas dengan datar. Akira, yang terdiam untuk sesaat, dengan cepat bertanya kembali.

- Tunggu dulu! Berbahaya kamu bilang?

{Tempat di mana monster berkeliaran? Tidak mungkin bisa aman, ya kan?}

- Be-benar juga, tapi bukan itu yang aku maksud. Berikan aku penjelasan yang benar. bukannya tadi kamu akan menjelaskan dengan baik dan sopan selagi aku bergerak?

{Agar Akira bisa kembali dengan selamat dari reruntuhan Distrik Kuzusuhara ke Kota Kugamayama, pertama kamu harus melarikan diri dari bangunan ini. Aku rasa Akira tidak mempunyai kemampuan untuk lompat dari atap tanpa luka, karena itu kamu perlu menggunakan tangga untuk turun ke bawah…}

Akira merasakan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan, mengernyit kepada Alpha yang berusaha untuk membicarakan hal yang bahkan tidak perlu penjelasan dengan detail, dan menyela dengan nada yang sedikit lebih kuat.

- Aku paham. Gini saja. Kalau aku bergerak mengikuti instruksimu, apa aku akan hidup dan kembali pulang?

Alpha menjawab dengan tatapan serius.

{Kamu mempunyai kemungkinan selamat yang lebih besar dari pada kamu melakukannya sendiri. Seperti yang kukatakan tadi, aku tidak akan memaksamu. Kalau kamu tidak dapat mempercayai instruksiku, aku juga tidak akan memberikanmu dukungan. Percuma saja melakukan itu.}

Alpha menunggu jawaban seraya menatap Akira. Tergantung dari jawaban Akira, hubungannya dengan Alpha akan dapat berakhir.

Setelah beberapa saat, Akira menjawab seraya menggantungkan kepalanya dengan perasaan kebencian kecil pada dirinya sendiri.

- …Maaf, aku salah. Aku akan mengikuti instruksimu, jadi kumohon tolong aku.

Alpha tersenyum seolah ingin menghibur bocah itu.

{Baiklah. Sekali lagi, senang bertemu denganmu.}

Nyaris saja, dia berkata, perasaan lega di dalam pikirannya, namun kecemasan itu masih tersisa. Akira bertanya dengan malu.

- …Dan, kalau memungkinkan, supaya dapat mengurangi kecemasan, aku ingin kamu menjelaskan alasan dari instruksi tadi dengan cara termudah yang bisa kamu lakukan dan langsung saja ke intinya.

{Ok.}

Alpha, yang menjawab dengan santai, merincikan beberapa alasan tanpa terjeda.

Terdapat perbedaan pola sikap individu dari setiap senjata anjing. Ketika mereka menemukan musuh, mereka akan mengejarnya dengan gigih. Mereka tidak akan keluar dari sebuah jarak tertentu. Jika mereka kehilangan musuh mereka, mereka akan terus mencari musuh di area sekitaran. Mereka kembali pada posisi mereka dengan segera. Dan sebagainya,

Dari hasil yang menentukan perbedaan di antara spesies-spesies ini, telah disimpulkan bahwa jika Akira kembali ke bawah pada waktu itu, jumlah dari monster yang akan dia temui pada perjalanannya kembali akan berkurang secara drastis.

Amunisi dari senjata anjing diciptakan dari hasil produksi organ yang ada di dalam tubuh mereka. dan jumlah amunisi yang dapat tersimpan pada tubuh itu sangatlah terbatas. Di saat mereka sudah menggunakan semua peluru cadangan mereka, akan membutuhkan waktu yang cukup lama agar peluru baru dapat diciptakan dan dimuat ke dalam senjata mereka.

Karena itu, walaupun dia bertemu dengan senjata anjing lagi, kemungkinan dia akan di tembak mati dari belakang seraya berlari, menjadi sangat rendah.

Terdapat juga kemungkinan bahwa mereka akan mencoba untuk menggigit Akira hingga mati. Akan tetapi, jika mereka bisa mendekat untuk menggigitnya, kemungkinan untuk dapat mengalahkan mereka bahkan dengan pistol bertenaga kecil, menjadi bertambah.

Setelah membandingkan dan mempertimbangkan segala faktor lain selain faktor besar barusan, instruksi yang telah diberikan adalah turun ke bawah.

Setelah Alpha menjelaskan semua hal itu, dia tersenyum dan menyelesaikan penjelasannya.

{Aku menjelaskannya cukup panjang, tapi apa aku harus sedikit lebih terperinci?}

Terlalu panjang. Walaupun Akira berpikir seperti itu, dia juga percaya bahwa jika dia mendengar itu duluan, keadaannya akan berbeda, karena itu dia terlihat sedikit tidak puas lagi.

- …Nggak, sudah cukup. Kalau saja kamu menjelaskan itu tadi saat di atap.

Kemudian. Alpha menambahkan seraya tersenyum seolah seperti membujuk anak kecil.

{Dalam situasi berbahaya, terkadang seseorang tidak mempunyai waktu untuk menjelaskan secara perlahan. Sebagai contoh, Jika Akira tertembak pada alisnya dalam 3 detik ke depan, menurutmu berapa detik lagi yang kamu miliki sebelum kamu mengambil tindakan menghindar jika aku menjelaskan hal itu secara terperinci? Nol detik.}

- I-iya benar juga…

{Bahkan jika aku hanya sekedar menyuruhmu tiarap, hasilnya akan sama saja jika kamu mempertanyakanku. Aku tidak bisa menyentuhmu, jadi aku tidak dapat membuatmu tiarap di lantai dengan tenaga. Kalau kamu tidak segera bergerak mengikuti arahanku langsung, kamu akan mati.}

Alpha menambahkan kembali seraya tersenyum pada Akira yang akhirnya terdiam karena subyek dari kematiannya di singgung.

{Ngomong-ngomong, Aku menjelaskan ini sekarang karena aku memutuskan kalau sekarang cukup aman, oke?}

- …Aku mengerti.

Walau Akira setuju dengan argumen Alpha, semakin dia mendengarkan wanita itu, semakin dia merasa penjelasan itu semakin menunjuk kepada kelalaiannya sendiri, karena itu dia sedikit menggantung kepalanya dan mengangguk.

Akira, telah kembali ke lantai pertama, ekspresinya muram. Sisa-sisa dari serangan yang hampir saja membunuhnya tadi masih segar tersisa. Dengan segera dia memperhatikan sekitarnya, dan memastikan bahwa tidak ada monster. Dan ketika dia menilai bahwa semua aman, dia menarik napas lega, dan melonggarkan ekspresinya.

Namun rasa lega dan santai itu dengan cepat menghilang di saat Alpha mulai berbicara dengan tatapan serius lagi.

{Akira. Kamu akan lolos dari reruntuhan ini sebentar lagi, tapi dengan baik-baik pada instruksi yang akan aku beri, dan bergerak sesuai dengan arahan itu sebisa mungkin. Setiap kali kamu mengambil tindakan yang di luar dari instruksi, kemungkinan kamu akan mati akan meningkat. Jelas?}

- Y-yeah.

{Dalam 30 detik ke depan, mulai berlari keluar bangunan sekuat tenagamu. Ketika kamu meninggalkan bangunan, belok kiri dan terus berlari mengikuti jalan sekuat tenagamu dan tanpa melihat ke belakang. Paham?}

- …Ba-baik.

Jika Akira menanyakan alasan dari instruksi itu secara perlahan, tentunya dia akan kehabisan waktu. Akira sudah memahami itu. Akira mengangguk sigap dengan ekspresi tegang bercampur dengan takut dan gugup kepada Alpha, yang memberikan instruksi dengan tegas.

Alpha bergerak ke samping untuk memberikan jalan kepada Akira. Kemudian, seraya melihat Akira, wanita itu menunjuk pada jalan keluar bangunan.

Akira melihat keluar bangunan dengan ekspresi tegang. Sisa-sisa dari serangan sebelumnya masih berada di saja. Adalah pemandangan sebuah tempat di mana dia hampir mati.

Untuk sekarang, dia harus bergegas keluar sana. Untuk dapat lari dari tempat di mana dia ingin melarikan diri, dia sedikit membengkokkan tubuhnya dengan antusias. Namun kakinya masih menempel di lantai.

Akira bimbang. Memahami, menyetujui dan bertindak adalah hal yang berbeda. Dia paham dan menyetujuinya, namun dia tidak cukup siap untuk bertindak.

Dia terus berlari di dalam lembah dari gedung pencakar langit yang setengah hancur dengan semua energinya. Intinya, dia terus berlari kencang. Dengan cepat dia kehabisan nafasnya dan kecepatan larinya mulai melambat, namun dia tetap berusaha untuk terus berlari. Fungsi kardiopulmonernya menjerit. Kakinya terus melangkah di atas lantai keras, mengeluh sakit. Dia menahan sakit itu dan terus berlari.

Tidak ada monster di sekitaran.

Dia tidak dapat mendengar suara seseorang bertarung. Akira mulai meragukan apa dia harus terus berlari dengan sekuat tenaganya atau tidak.

Keheningan di sekitarannya membuat dirinya merasa seolah dirinya adalah satu-satunya yang berlari di dalam reruntuhan. Paru-paru, kaki, jantung terus memintanya untuk beristirahat seraya menyirami dirinya dengan ejekan. Akira terus berlari seraya mendengarkan permintaan tubuhnya yang mengeluh sakit.

Tidak terdapat apapun di depan. Dia tidak dapat mendengar apapun dari belakang. Apa aku sudah aman? Pikiran itu timbul secara otomatis dan mulai menenangkan pikirannya sedikit. Tepat setelah itu, lelah dan sakit yang terakumulasi seraya berlari mulai memberatkan kesadaran Akira.

Aku aman sekarang. Terbujuk oleh kalimat yang terlontar oleh pikirannya yang sedikit tenang, Akira mencoba untuk beristirahat sejenak, berhenti dalam larinya dan berputar untuk memastikan keamanan di belakangnya. Walau telah di beritahu, dia melanggar instruksi Alpha.

Monster itu mirip dengan senjata anjing yang dia lihat sebelumnya. Sebuah meriam besar tumbuh dari punggungnya. Akan tetapi, tidak seperti senjata anjing yang membentuk gerombolan, bagian anjing itu sangat terdistorsi, monster itu mempunyai 8 kaki dan posisinya sangat tidak simetris, monster itu terlihat ingin bertarung dengan kesederhanaan dan keeleganan dari sebuah desain.

Kepala anjing yang cacat itu mempunyai dua mata vertical di kanan dan satu mata di kiri. Ukuran dari kedua mata itu juga tidak sama, Akira ragu apakah monster itu bisa melihat dengan normal, mengingat kecacatan dari kepalanya.

Akan tetapi, kedua mata itu menatap sosok Akira dengan tajam.

Monster itu membuka mulut besarnya dan melolong. Terlebih lagi, meriam pada punggungnya menembak. Selongsong yang ditembakkan mendarat di tempat yang sedikit jauh dari Akira dan meledak. Puing-puing titik ledakannya terlontar dengan begitu tingginya.

Puing-puing yang tersebar menerima benturan dari ledakan itu dan semakin tersebar dan semakin memencarkan sisa ledakan, mengurangi benturan yang menggema di sekitaran. Berkat itu, Akira hanya terpapar ledakan lemah, dia terhindar dari luka.

Monster itu menunjukkan gerakan dari mencoba untuk menembakkan meriam di punggungnya lagi. Akan tetapi, tidak ada selongsong yang tertembak. Monster itu kehabisan peluru. Kemudian monster itu membuka mulut besarnya, dan meraung kembali, mengincar Akira dan berlari kencang dengan kakinya yang tidak seimbang.

Setelah menoleh ke belakang dan melihat monster itu, Akira berdiri terbengong. Dia tidak dapat bergerak setelah monster itu mulai berlari.

{Lari!}

Akira tidak dapat melihat Alpha di manapun, namun suaranya bergema keras di telinganya. Akira akhirnya tersadarkan kembali setelah mendapat teguran keras wanita itu dan mulai berlari putus asa.

Namun Akira telah membiarkan monster itu terlalu dekat. Jika dia terus berlari tanpa menoleh ke belakang, tentunya dia akan lebih menjauh dari monster itu. Seperti yang telah diperingatkan oleh Alpha sebelumnya, tindakan melanggar instruksi Alpha akan meningkatkan kemungkinannya untuk mati.

Akira menghiraukan semua keluhan dari tubuhnya, dengan kata lain, rasa sakit, dan terus berlari. Langkah monster yang dia dengan dari belakangnya semakin nyaring dan nyaring.

Dikarenakan kakinya yang bengkok, lari monster itu menjadi cukup lambat. Berkat itu, monster itu masih belum dapat mencapai Akira. Akan tetapi, setiap kali monster itu menapakkan kakinya yang menyokong tubuh besarnya, monster itu menggetarkan lantai, membuat suara yang membahana. Pemandangan itu membuat Akira sadar akan betapa mengagumkannya kekuatan kaki yang menyokong beban tubuh besar itu.

Setiap kali sebuah suara menggema dan setiap kali getaran tersalurkan, semangat Akira semakin terkikis. Sangatlah jelas jika dia terinjak oleh kaki itu, dia akan mati.

Alpha muncul di samping Akira yang terus berlari. Alpha berekspresi serius, namun sedikit takjub seraya berlari berdampingan dengan sedikit melayang dan terbang.

{Itulah mengapa aku menyuruhmu untuk tidak menoleh ke belakang. Kamu tidak dengar aku?}

Akira memohon dengan ekspresi putus asa.

- Maaf! Aku akan lakukan seperti yang kamu minta berikutnya! Jadi tolong, lakukan sesuatu!

{Baiklah. Aku akan memberitahukan waktunya, jadi di saat itu, kamu berputar dan tembak.}

Pada instruksi yang tampaknya gegabah itu, Akira mengernyit kuat dan secara tidak sadar bertanya kembali dengan berteriak.

- Tembak?! Kamu ini ngomong apaan?! Pistol macam gini bisa apa melawan makhluk itu?!

Alpha menjawab dengan dingin.

{Tidak masalah kalau kamu keberatan. Aku tidak akan memaksamu.}

- Tolong!

Akira menjawab nyaring, menggunakan waktu berharganya untuk bisa bernapas. Alpha tersenyum dengan sedikit puas.

{Jangan coba untuk asal tembak. Arahkan moncongnya ke depan dan tembakkan semua peluru dengan cepat. Tempo adalah hal yang terpenting. Ikuti aku sedetail mungkin. Paham?}

- Baik!

Alpha mulai menghitung mundur dengan jarinya.

{5,4,3…}

Jika seperti ini, Akira akan mati. Dia tidak mempunyai pilihan selain melakukannya. Akira membulatkan tekadnya dengan tatapan putus asa.

{…2,1,0!}

Di saat yang sama dengan sinyal itu, Akira berputar cepat, mengangkat senjatanya tanpa membidik dan dengan segera menarik pelatuknya.

Tepat di ujung dari senjata, terdapat sebuah bola mata besar dari seekor monster. Peluru yang tertembak pada jarak titik buta menembus bola mata dan masuk ke dalam kepala monster.

Akira terus menembak seperti orang gila. Peluru itu tertembak satu persatu, mengoyak isi dari kepala monster, menghasilkan kerusakan yang besar.

Akan tetapi, bahkan dengan luka seperti itu, monster itu masih luput dari kematian dikarenakan daya tahan tubuhnya yang kuat. Namun ini tidaklah berbeda dengan akhir ajal, dan yang hanya dapat monster itu lakukan dalam waktu singkat sebelum dia mati adalah mengeluarkan jeritan derita. Jeritan itu bergema dengan lantang di reruntuhan.

Monster raksasa yang mati tumbang dengan segera. Namun, Akira masih terus menarik pelatuk pistolnya, yang di mana telah kehabisan peluru, menghadap sang monster. Melihat darah mengalir dari kepala monster itu dan tubuh raksasanya yang tidak bergerak, Akira akhirnya berhenti menarik pelatuk.

- …Apa, aku membunuh…nya?

Akura terus memperhatikan monster dengan siaga, tanpa mempunyai bukti pasti bahwa dia telah benar-benar membunuhnya. Kemudian, di saat dia telah berhasil bernapas kembali dan keriuhan itu telah mereda sedikit, dia melihat pada mayat raksasa di dalam genangan darah itu lagi, dan akhirnya dia merasa bahwa dia telah benar-benar membunuhnya.

{Akira.}

Akira, yang barus saja hendak terbaring di lantai di saat itu juga, memutar wajahnya ke arah sumber suara dan mencoba untuk berterima kasih kepada wanita itu dan meminta maaf dengan ekspresi yang sedikit santai. Namun dia melihat Alpha menunjuk keluar reruntuhan dengan sebuah senyuman, dan Akira pun menegangkan wajahnya kembali.

{Kamu punya 10 detik untuk…}

Akira tidak mendengarkan hingga akhir dan mulai berlari dengan putus asa kembali.

Alpha menatap panjang pada Akira dari tempat dia berdiri, dan wanita itu pun tersenyum berani dan akhirnya menghilang. Hanya mayat dari monster itu yang tersisa di belakang.

Tidak ada waktu bagi Akira, yang berusaha untuk melarikan diri dari monster yang mendekat, untuk menyadari apa yang terjadi di belakangnya.

Sang monster melihat sosok Alpha yang hanya dapat dilihat oleh Akira, dan berusaha untuk memakan Alpha yang berdiri di belakang Akira.

Alpha menggunakan dirinya sendiri sebagai umpan dan membimbing pergerakan dari sang monster. Dan tidak hanya dia mengatur posisinya sendiri dengan sempurna, dia bahkan membiarkan monster itu menggigit dirinya.

Walaupun monster itu menggigit Alpha, kenyataan bahwa tidak terdapat sebuah sensasi, membuat monster itu bingung dan berhenti bergerak.

Alpha memanfaatkan itu dan menyuruh Akira untuk menembak sang monster. Ketika monster itu menggigit Alpha, wanita itu memanipulasi posisi, kondisi dan postur dari monster itu agar Akira, yang berputar, dapat menembak bola mata monster itu dan menghancurkannya dengan sangat mudah.

Segerombolan senjata anjing muncul di saat Akira menerima permintaan Alpha. Akira yang terus berlari menuju luar dari reruntuhan dengan putus asa, tidak pernah menyadari koneksi dari hubungan itu.