Harapan Baru

Penerjemah: Zerard | Proofreader: Yon

 

Ketika aku membuka kedua mataku. Aku sedang berada di atas ranjang sederhana, bulan kembar yang berada tinggi di langit, membuktikan bahwa ini sudah tengah malam. Tubuhku yang rapuh merinding dalam dingin, dan tubuhkupun meringkuk, memeluk pundakku yang kecil. Aku hanya di berikan sebuah selimut tipis dan sehelai kain dengan sebuah lubang untuk kepalanya. Dan cahaya bintang yang cemerlang tidak akan memberikanku kehangatan.

Berat dan dingin dari ikatan leher dan rantai mengingatkanku betapa tidak nyamannya tempat aku berada. Tempat yang sangat menyedihkan yang dapat membuat seseorang ingin menangis—namun semua ini bisa saja menjadi lebih buruk.

Benar. Untuk sesaat tadi aku nggak yakin aku akan selamat.

Hampir dengan segera setelah berpisah dengan rogue, kami di tangkap oleh penculik, di jual dengan harga yang murah...

Tapi aku berhasil... jika kamu menganggap budak di sebuah kebun itu adalah keberhasilan.

Kami bisa saja menganggap diri kami beruntung karena para petaninya tidak terlalu kejam. Aku meremas jimat emas yang berkelip pada leherku, bersyukur mereka tidak mengambil ini dariku. Di seberang ruangan, gadis rhea itu tengah mengorok dengan berisiknya, seolah dia sama sekali tidak peduli dengan semuanya. Kami telah berteman lama, dan aku selalu merasa tingkah laku blak-blakannya sangat mengagumkan dan menjengkelkan di waktu yang sama.

Aku senang setidaknya kami jatuh di tangan master yang cukup baik. Seorang master berhati baik, dan seorang pria muda gang tampaknya adalah keponakannya. Benar, mereka berdua memperlakukan kami seperti budak, namun perlakukan mereka masih tergolong baik. Mereka berbicara dengan kami seperti mereka sedang berbicara dengan seorang teman atau setidaknya pelayan. Jika bukan karena misi yang telah di percayakan kepadaku, aku mungkin saja akan senang untuk tinggal di sini selama beberapa dekade.

Walaupun kadang tuan mudanya tampak sedikit ceroboh.

Aku tidak dapat menahan senyum kecilku di dalam ranjang dinginku. Tadi, aku melihat pria muda itu mendapat teguran karena memulai perkelahian di dalam bar atau sesuatu. Kenapa para pemuda manusia selalu saja menerobos ke depan tanpa pernah memikirkan apa yang akan terjadi?

Aku akui, agak kurang masuk akal bagiku.

Terlahir sebagai seorang elf gurun di tambah lagi berdarah biru, aku telah lama mengabdi sebagai nona pewaris dari keluarga bangsawan lahan ini, selama beberapa generasi lagi. Dan bahkan hingga sekarang aku tidak dapat memahami manusia. Jika di pikir lagi, aku selalu menjadi rekan pendamping dari permaisuri. Aku belum pernah bertemu dengan manusia muda yang blak-blakan.

Sedangkan untuk teman rheaku yang menggorok...mungkin dia mengetahuinya secara berbeda. Masih tidak dapat tidur, aku menengok keluar jendela, menatap bintang, namun kemudian menggeleng kepalaku.

Ugh, lupakan soal bintang. Aku harus memikirkan tentang permaisuri...

Bagaimana aku bisa membantu beliau? Apakah aku haru melarikan diri dari sini? Aku tidak begitu ingin membuat kehidupan master baruku sulit, tapi...

“...?!”

Tiba-tiba terdapat suara samar di luar ruanganku. Aku mengepak telinga panjangku dan menarik tirai ranjangku. Tak ada seorangpun yang dapat menipu telinga dari seorang elf pada malam sesenyap malam ini.

Seperti yang ku duga, adalah pria muda yang berdiri di pintu. Aku tak bergerak seperti papan di atas ranjang, memperhatikannya hanya dengan kedua mataku.

“A-a-ada apa, tuan muda..?” Aku menegur diriku sendiri karena suaraku yang bergetar. Namun pria muda itu tampaknya tidak menyadari itu.  Sepertinya pamannya, pemilik dari tempat ini, telah pergi di  tengah malam, dan dia penasaran apakah kami mengetahui sesuatu. Paman mengatakan bahwa dia akan kembali di pagi hari, namun sesuatu tentang dirinya tampak aneh.

“Benar,” Aku berkata, menopang diriku sendiri di atas ranjang di balik selimut dan mendorong diriku sendiri bangun. “Master memang keluar. Cuma itu yang aku tahu.”

Seperti yang ku bilang tidak ada seorangpun yang dapat menyelinap dari seorang elf. Tentu saja aku menyadari master telah pergi.

“Kalau di pikir lagi... Seseorang mendatangi master sore tadi.” Aku telah begitu di sibukkan dengan pekerjaanku hingga aku tidak mempunyai kesempatan untuk menoleh dan melihat siapa itu, namun aku tahu bahwa ada seseorang di sana. Master telah menerima sebuah pesan silinder dari mereka, memeriksa isinya dan menjadi pucat. “Mungkin ini ada hubungannya.”

Pria muda itu tampak gusar mendengar ini. Dia menyuruhku untuk menunggu sebentar, kemudian pergi keluar ruangan, namun tidak lama kemudian dia kembali. Di tangannya terdapat sebuah sarung pedang yang tua namun masih sangat bagus, sebuah sarung pedang di mana pedang bengkok yang elegan bersemayam di dalamnya. Benda itu terlihat berat, mungkin karena sarung pedang itu terbuat dari timah. Setelah ku pikir lagi, aku sepertinya mengingat pria muda itu memiliki pedang yang sama bersamanya ketika dia pergi ke rumah makan itu siang ini.

“Pedang apa itu, tuan...?”

Dia memberi tahuku bahwa itu adalah warisan yang turunkan dalam keluarganya. Beberapa generasi lalu, salah satu leluhurnya telah berkelana ke tempat ini untuk menyegel pedang ini. Secara pribadi, ku pikir bahwa itu semua merupakan usaha terlalu merepotkan hanya untuk sebuah pedang. Manusia selalu saja mendramatisir tentang segala sesuatu yang mereka lakukan.

Namun aku berpikir lagi ketika, dengan sebuah tatapan penuh tekad, pria muda itu menarik pedang dari sarungnya. Dan pada saat itu, jimat pada leherku mulai berayun liar, mengeluarkan suara yang memekikkan telinga. Pedang itu bersinar putih kebiruan dan memancarkan dentuman pelan. Pedang itu tampak di susupi dengan kekuatan sihir—dan aura kematian yang mengerikan.

“M-master,,, Pedang itu...” Sekarang suaraku benar-benar bergetar. Bahkan temanku, yang kupikir sedang tidur, terduduk dan melongo melihat pedang itu. Dia bersiul, terkagum, dan aku tidak dapat berhak untuk menegurnya.

Glek. Suara itu terdengar begitu nyaring—apakah itu suaraku menelan liurku sendiri?

Sebelum aku mengetahui apa yang ku lakukan, aku melemparkan diriku di bawah kaki pria muda, menekankan kepalaku ke lantai, aku tidak bisa menyembunyikan apapun lagi.

“Tolong!” Aku berteriak. “Ku mohon, anda harus menolong beliau...!”

Sang permaisuri—dia terperangkap di dalam kastil. Nyawanya dalam bahaya! Air mata mulai mengucur dari kedua mataku, begitu diriku di penuhi emosi. Pria muda mendengarkan tanpa berkata dan akhirnya membalas hanya dengan beberapa kata pelan.

Dia adalah seorang ksatria. Seperti almarhum ayahnya.

*****

Dengan itu sang pria muda, dengan pedang yang masih berkelip di tangannya, pergi bersama kami, pelayannya. Dia tengah menuju kedalam gurun liar, di mana Kekacauan dan plot kejahatan yang mengerikan tersebar di sini. Namun sang pria muda tidak memiliki kekuatan, pengetahuan. Hanya keberanian.

Hanya dadu dari Takdir dan Kemungkinan yang mengetahui bagaimana petualangan bocah ini akan berakhir. Kejujuran dan Ilusi dan semua dewa yang ada di sekitar meja tidak dapat membayangkannya. Mereka tidak dapat mengetahui kemana langkah pria itu membimbingnya ataupun kemana dia akan tiba. Semua itu akan di tentukan dengan kehendak bocah itu sendiri, yang terayun oleh kekuatan dari semangatnya sendiri.

Namun satu hal, dan hanya satu hal yang pasti. Seperti petualang sebelum dirinya, questnya akan di kenal oleh semua orang dalam sebuah lagu. Bahkan di dalam jangka waktu yang jauh, jauh di balik Empat Sudut Dunia.

Adalah kisah dari sebuah harapan baru.



Sebelumnya | Daftar Isi