Turnamen Pertarungan(1) (Bagian 1)

(Penerjemah : yuichiana)


Bahu kanan ku yang terkena serangan barusan terasa panas karena rasa sakit dan terus menganggu konsentrasi ku.Sudah 1 minggu sejak aku di panggil ke dunia ini. Beberapa saat lalu, aku sudah berlatih bagaimana menggunakan pedang saat siang hari.

Di tengah – tengah arena latihan, aku melihat prajurit paruh baya berdiri di hadapanku sementara nafas ku yang sedang terengah-engah. Apakah itu prajurit lain yang sedang berlatih atau Souichi, mereka semua terbiasa memakai senjata daripada aku. Mereka semua terlihat ahli daripada aku. Dan semua melihat ku, dengan tatapan ingin tahu.

Sambil memegang pedang latihan dengan kedua tanganku, Aku mengatur pernapasanku.

Aku menarik napas ku tiga kali; jantungku berdetak lebih kencang, seolah memintaku untuk beristirahat. Tapi abaikan itu, aku mengatur kuda-kuda. Memakai armor besi, prajurit paruh baya itu terlihat tidak lelah mengayunkan pedang latihan itu, Malah, dia terlihat senang. Dia menikmati berlatih bersama ku. Meskipun keadaanku sudah babak belur dan tubuhku sangat sakit seperti di neraka. Pedang nya lebih tebal dan lebih panjang daripada punyaku. Aku pikir itu lebih berat daripada punyaku, dia terlihat ahli dalam memakainya. Pria ini benar-benar tidak normal. Kekuatan nya sangat kuat, bertentangan dengan usianya, Prajurit itu bernama O’brien Arbelia.

 “Bagus-bagus. Untung kau masih muda, eh. Aku tadinya mengkhawatirkan mu yang diberi gelar pahlawan tapi tak apa, karena kau punya keberanian.” (ob) 

 “Kenapa, Terima kasih.”(renji)

 “Huhu. Kau tahu? Aku tidak selalu memuji seseorang, Kau seharusnya lebih senang, yamada-dono.”

 “Di malam hari, aku akan merasa bahagia ketika sendirian.”

Beberapa hari setelah dipanggil ke dunia ini, aku belajar banyak hal ketika bertarung dengan pria tua ini. Pria ini tidak kenal ampun.

Jika aku santai sedikit saja, dia akan memukuliku tanpa peringatan. Dan tentu saja, aku akan berakhir jatuh di tanah. Bayangan sejelas itu muncul di kepalaku membuat wajahku sedikit kaku.

Meskipun dia lebih pendek daripada aku, ketika wajah kami berhadapan dengannya, aku yang merasa paling pendek. Sosok dan tekanan nya berada di level yang berbeda. Dia bukan manusia sepertiku yang mengandalkan kekuatan oleh sang dewi untuk bertarung. Kekuatanya berasal dari kemampuan mental dan fisik yang di latih selama bertahun-tahun.

Tubuhku sakit seperti di neraka, dan aku benar-benar lelah tapi aku bersyukur karena sudah dilatih olehnya. Prajurit lain selalu menahan diri melawanku karena formalitas, Souichi dan prajurit lain sudah begitu kuat sampai-sampai itu tidak lagi bisa disebut latihan.

 “Ayo, kita mulai lagi.”(ob)

“……guh.”

Setelah mengejek ku, ujung pedang nya mengayun, apa dia akan langsung menyerangku, atau dia mencoba menekan mentalku. Aku penasaran jika reaksi keraguan ku itu lucu bagi O’brien-san yang sedikiti menyeringai.

Karena ujung pedang nya menghalangi, aku tidak bisa mendekatinya. Aku tahu akan kalah lagi jika aku melawan nya tapi tubuh ku tidak bisa bergerak. Meskipun itu hanya pedang latihan, itu masih saja menyakitkan jika terkena, dan juga aku takut dengan kekuatan O’brien-san, dia pasti akan mematahkan tulangku.

 “Yamada-san, lakukan yang terbaik!!”

 “Komandan, tunjukkan sisi terkeren mu sekali lagi!”

Mendengar kata-kata itu, O’brien-san dengan santai melambaikan tangan nya kepada mereka. Dia sangat santai ketika melawan ku, aku pikir dia tidak perlu untuk terlalu fokus.

Souichi memanggil namaku tapi aku tidak bisa membalasnya, sekarang aku hanya bisa fokus untuk menjaga jarak diantara kami. Keringat menetes di pipiku saat aku menaruh lebih banyak kekuatan di genggaman pedangku. 

 “Oioi, ini hanya latihan, jangan saling membunuh. Lebih tenanglah.”

 “-----meskipun kau berkata seperti itu.”

 “Kau tidak mundur dan juga tidak menyerang. Kekurangan mu adalah, tidak ada nya tekad untuk menyerang.”

Mendengar hal itu, aku menelan air liur ku. Ya, itu memang benar Aku ingat saat aku mulai di latih olehnya. Di dunia ini, dipenuhi dengan monster yang berbahaya di setiap sudut kota, dan kematian selalu ada bersama mu, demi bertahan hidup di dunia ini, aku ingin menjadi lebih kuat.

Mendengar kata O’brien-san, aku menarik napas dan menenangkan pikiran ku. Aku tidak bisa membuat diriku tenang tapi aku bisa mengambil keputusan. Aku melangkah kedepan. dan menghadapi pedang nya. Aku mengayunkan pedang ku terus-menerus. Pertarungan yang mempertaruhkan nyawa. Aku memang tidak punya tekad untuk itu, tapi untuk kali ini, aku harus melangkah maju.

 “Aku datang.”(renji)

 “Tidak perlu beritahu. Datanglah kemari, bodoh.”

O’brien-san siap siaga. Dia menyimpan pedang nya di bahu. Itu sikap nya yang biasa. Tidak terlihat kuat, tapi tekanan dari nya sangat terasa. Kemampuan berpedang nya sangat luar biasa. Setiap ayunan pedang nya pasti membuat musuh terbunuh. Jika latihan ini memakai pedang asli, pasti aku akan terbunuh. Tapi kemampuan menghindarku masih buruk. Meski begitu, aku tidak punya pilihan selain terus melangkah maju demi membuktikan bahwa aku mempunyai tekad.

Aku ingin tahu apakah dia tahu semua pergerakanku, Seperti biasa, wajahnya tenang sambil menyeringai. Aku langsung menghadapinya tanpa mengandalkan kemampuan dari Sang Dewi. Yang aku punya hanya kemampuan fisik yang lebih baik daripada yang sebelumnya. Ketika aku mengerahkan semua kekuatanku, pria tua itu masih dalam keadaan tenang. Tiba-tiba pedang nya memukul tanah yang membuat pandanganku jadi terhalang.

Kemudian aku langsung berbalik, memegang pedangku dengan kuat. Sejenak aku ragu, mengarahkan pedang kepada manusia masih susah aku lakukan. Tapi aku melupakan semua itu, dan mengayunkan pedangku. Pedang kami saling bertubrukan dan menghasilkan dentangan yang membuat tanganku mati rasa. Kemudian ayunan pedangnya bergerak dengan kecepatan yang luar biasa. Secara tiba-tiba pedangnya memukul tanah, trik macam apa itu!? Mataku terbelalak kaget.

Di jarak sedekat itu, aku benar-benar merasakan tekanan kuat datang dari O’brien-san. Tubuhnya tiba-tiba menjadi sangat besar. Aku hanya bisa melihat prajurit paruh baya itu mengangkat pedangnya. Kemudian, tubuhku bergerak lebih cepat daripada sebelumnya, entah bagaimana aku menerima serangan itu dengan pedangku. Aku terhempas dari benturan, kemudian berguling di tanah.

Nafasku begitu sesak, aku hanya menatap langit sambil berbaring di tanah. Aku tidak bisa merasakan pedang di tanganku lagi. Seluruh tubuhku mati rasa.

 “Kita sudahi latihan hari ini. Setelah makan malam, datanglah ke perpustakaan.”(ob)

 “I-iya.”

Kemudian, Souichi mendatangiku dengan wajah yang khawatir.

 “Kau, kau tidak apa-apa?”

 “Hm…ya, maaf membuatmu khawatir.”

 “Syukurlah…”

Souichi, mempunyai wajah anak kecil, seperti seorang gadis. Mungkin kakaknya, Yayoi-chan, lebih dewasa, mereka berdua seperti anak kembar. Jika aku mengatakan itu, dia akan marah tapi, ya. Bagaimanapun, aku tidak bisa berhenti untuk menjahili nya.  Juga, cara dia bertindak…

Sebagai contoh, saat ini, ketika aku meminta maaf, dia malah menunjukkan ekspresi malu-malu. Ini benar-benar membuat pikiran ku berantakan. Sebelum aku pingsan lebih baik aku langsung berdiri.

Setelah berdiri, prajurit lain satu persatu mendatangiku untuk memuji usahaku. Ini aneh, Mereka mulai tertarik untuk mengetahui soal diriku yang sudah dipukuli oleh O’brien-san daripada tertarik kepada Souichi dan prajurit lain yang mempunyai kekuatan yang gila. Ya, ini lebih baik daripada tidak ada yang menyukaiku, aku pikir. Jika mereka mengatakan bahwa aku ini si lemah yang akan menyelamatkan dunia, aku mungkin tidak akan menyembuhkan luka ku ini.

Aku berjalan sambil memikirkan hal itu, aku pergi minum di drum yang ada di dekat lapangan. Disaat yang sama, Souichi berlatih pedang nya lagi di tengah lapangan. Dia tidak punya sikap bertarung untuk nya yang punya kekuatan besar, dia memainkan pedang itu secara asal-asalan. Itu benar-benar membuatku sangat iri. Karena aku tidak punya kemampuan seperti itu, aku tidak punya pilihan selain belajar pedang secara normal. Yang  membuatku sangat kesal ketika menyadari bahwa dia lebih muda daripada aku, Aku meneguk minum lagi untuk menyingkirkan pikiran itu, rasa nya sangat nikmat. Saking nikmat nya aku tidak sadar minuman ku sampai membasahi pakaian ku. Minuman ini menyembuhkan luka dan tubuhku yang lelah, meski ini air hangat tapi bagiku ini adalah air dingin.

“Ah.”

“Hm.”

Aku berbalik mendengar suara, seorang gadis dengan rambut pendek dengan rok model lipat dan blouse putih dengan blazer sedang berdiri. Terlihat seperti seragam sekolah SMP dari duniaku dulu. Dia bersama seorang gadis dengan rambut hitam. Dia adalah kakak nya Souichi. Yayoi-chan. Dia mengenakan pakaian abad pertengahan seperti yang kita lihat di film atau semacam nya. Dan gadis yang memakai seragam itu adalah teman Yayoi-chan dan Souichi, Fuyou-san.

Merasakan tatapan dinginnya, aku menggaruk pipiku.

 “Kau terluka cukup parah lagi…”

“ugh..”

 “Biarkan kami bertarung Yamada-san. Aku pikir kau lebih baik untuk tetap tinggal di kastel ini bersama Toudou-san dan Yui.”

Dia mengatakan hal itu sambil menghela napas, tubuhku menjadi lesu mendengar hal itu. Seperti yang dikatakan gadis yang 10 tahun lebih muda daripada aku, aku tidak cocok untuk bertarung. Membiarkan Souichi dan yang lain bertarung dengan mengandalkan kekuatan sang dewi, aku tidak bisa menang melawan gadis penyihir. Itu benar-benar menyedihkan, tapi aku tidak punya pilihan lain.

Aku penasaran apa yang dia pikirkan tentangku, atau mungkin dia sudah tidak peduli.

 “Baiklah, permisi.”(aya)

Sambil membungkuk, Fuyou-san menghampiri Souichi. Kemudian, Yayoi-chan meraih tangan kiriku. Aku merasakan kehangatan tangannya dan itu membuat rasa sakit ku mulai hilang.

 “Ini benar-benar nyaman. Sihir dan kekuatan. Benar-benar di dunia fantasi ya?”(renji)

 “haha, perkataan mu sama seperti Inoue-san.”(yayoi)

Aku menggerakan lenganku yang sudah pulih, Yayoi-chan tertawa.

Sudah kuduga, ini lebih baik ketika mereka tertawa seperti ini. Aku tidak terlalu membenci orang yang mengatakan kebenaran tapi, aku tidak bisa berurusan dengan mereka. Dan juga, aku belum pernah melihatnya tersenyum. Bagaimana mengatakannya, dia selalu bersikap sok kuat. Tapi mungkin, sekarang dia sedang tidak mempunyai ketenangan.

 “Tolong jangan membenci Aya-chan.”(yayoi)

“Eh?”

 “Ya, omongan nya selalu menyakitkan pada orang lain yang belum dia kenal dengan baik.”

 “Ahh…ya, aku tidak mempermasalahkan soal itu.”

 “Syukurlah.”

Tidak, tapi, ya…

Fuyou-san sendiri saat ini sedang berbicara dengan Souichi dan Hiyuu-san yang juga sedang berlatih.

“Aya-chan sebenarnya mengkhawatirkan mu. Jadi semua nya bisa kembali ke rumah dengan selamat.”

 “Aku tahu, Yayoi-chan sangat baik, ya.”

 “fufu, kalau begitu, permisi.”

Setelah itu, dia menghampiri Souichi juga. Si pemberani sangatlah hebat. Ketika aku sendirian, dia malah dikelilingi oleh 3 orang gadis cantik. Yang salah satu nya adalah kakaknya.

Sambil menatap langit, aku menghela napas. Aku butuh senjata. Senjata untuk membunuh dewa. Agar aku tidak menjadi beban. Meskipun aku tidak bisa sepenuhnya melindungi mereka, setidaknya aku ingin bertarung bersama mereka.

Oh dewi. Kau belum mengabulkan permintaan ku.

Saat aku melihat Souichi, dikelilingi oleh prajurit, rasa sedih memenuhi dada ku. Aku menggelengkan kepalaku sambil menghela napas, dan melepaskan pikiran itu dengan senyum masam

———-Aku juga ingin menjadi seorang pahlawan.

Saat itu, aku sedikit penasaran, aku mengeluarkan medali yang diberikan oleh Sang Dewi kepadaku. Sebuah medali emas yang sederhana, tanpa adanya tambahan permata. Sang Dewi berkata medali itu adalah senjata untuk membunuh dewa. Apa aku harus menjual medali ini kemudian membeli beberapa senjata? Aku tidak paham. Kemarin, Utano-san berkata kepadaku itu adalah suatu hal yang percuma.

(T/N: kembali ke masa sekarang)

 “Buahaaaa---itu tidak cocok sama sekali untukmu!”

 “Kenapa kau tertawa begitu keras, dasar serangga!”

 “Siapa yang kau panggil serangga!?!”

 [………berisik.]

Saat aku mencoba menyisir rambutku dengan gel, gadis yang sedang berbaring di tempat tidurku tertawa melihat ku. Apa ini tidak cocok untuk ku? Meskipun diluar aku hancur, tapi di dalam hati ku, penuh dengan kekhawatiran. Hal-hal untuk merawat diri di dunia ini bisa kau hitung dengan jari. Kenyataan nya memang begitu, pada akhirnya, hanya itu yang aku tahu. Lebih baik, memakai baju besi mahal ketika aku menemui raja. Karena, itu memang harus aku lakukan.

Gadis yang sedang berbaring di tempat tidurku——seperti sebuah boneka peri yang bisa bicara, nama nya Anastasia, dia tertawa sambil berguling-guling melupakan daster nya akan kusut karena ulahnya. Disaat yang sama, pakaian putih yang ada dibawah dasternya terlihat jelas , sudah ku katakan aku bukan orang yang mesum yang suka pada boneka kecil. Aku mengabaikan hal itu, dengan terus menyisir rambutku sambil melihat cermin, tapi ditertawakan terlalu sering memang membuat ku tidak nyaman, aku pikir itu memang cara pikir manusia.

Aku memakai kemeja putih dengan dasi warna hitam, seperti seorang pekerja kantoran di sebuah perusahaan. Mengenang masa lalu, itu sangat membuatku rindu, ini tidak cocok untukku. Tidak seperti Anastasia, aku jarang sekali tertawa sejak aku datang ke dunia ini, aku menghabiskan waktu ku dengan memakai pakaian petualang. 

 “Ermenhilde, bagaimana menurutmu?”

 [Yah, aku pikir tidak masalah, masalahnya itu pakaiannya. Apa tidak ada lagi?]

 “Kupikir tidak ada lagi, yah, itu pun kalau cocok bagi untukku…”

Karena ruanganku sama beberapa tahun lalu, pakaian yang disiapkan dan beberapa furniture, semuanya tetap sama. Diantara itu, ada banyak pakaian berkualitas tinggi. Tapi masalahnya mereka menyiapkan nya untukku sekitar 3 tahun yang lalu. Aku pikir semua itu akan sia – sia karena tubuhku sudah banyak berubah, aku tidak tahu apakah pakaian ini tetap cocok untukku.

Entah bagaimana, aku terkejut masih ingat cara mengikat dasi, aku bisa memakainya dengan benar. Aku kira, aku tidak melupakan hal-hal yang telah aku pelajari. 

 “Wah, Sangat ahli sekali.”(ana)

 “Aku sudah mempelajari semua itu.”(renji)

 “Bisa gitu ya.”

 [Yah lagipula, Renji tidak benar-benar peduli dengan penampilan nya sendiri.]

“Umu.”

 “Jangan mengatakan nya dengan bangga. Tidak keren sama sekali.”(ana)

Anastasia terlihat adalah orang yang sangat memperhatikan penampilan tapi semuanya jadi percuma karena dia hanya menertawakan ku. Ratu yang kasar. Setiap aku ingat bahwa dia itu seorang peri nomor satu, aku menjadi mengkhawatirkan masa depan ras peri.

Lagipula, Anastasia sangat mementingkan kesenangan dirinya, berbeda dari ras peri lainnya.

 “Memangnya sekarang ada acara apa? Pakaian itu memang tidak cocok untukmu.”(ana)

 “Aku akan pergi makan malam dengan Aya.”(renji)

 [Untuk itu, Aku perlu memaksakan arti 'penampilan dan dandan'  ke dalam kepalanya. Kau mengganggu, enyahlah, dasar serangga.]

 “Siapa yang serangga, dasar pria medal!?....tunggu.”

Ada apa dengan suara terkejut itu? Ketika aku melihat ke arah tempat tidur, peri yang telah tertawa gila sekarang sudah berdiri. Mungkin bukan imajinasiku bahwa ekspresinya terlihat marah. Mungkin karena tinggi badannya, dia memelototiku sambil menatapku. Itu tidak menakutkan sama sekali.

“Why did you not invite me!?”(ana)

“Kenapa kau tidak mengundangku!?”(ana)

 “Memang nya harus!? Dasar bodoh.”

If I did, I can only imagine what Aya would say, or rather, what she’d do to me.

Jika aku melakukannya, aku hanya bisa membayangkan apa yang akan Aya katakan, atau lebih tepatnya, apa yang akan dia lakukan padaku.

Dia tidak mengatakannya secara jelas, tapi aku yakin dia ingin pergi makan malam hanya berdua saja. Jika aku tidak menuruti keinginannya———-tubuhku akan bersiap-siap dengan apa yang dia akan lakukan. Tidak, aku tidak ingin tertawa seperti biasanya. Ya, aku tidak bisa berakting seperti anak kecil lagi. Usia ku sudah 28 tahun. Jiwa ku masih muda tapi usia menyuruhku untuk peka terhadap keadaan.

Tapi, Anastasia terlihat ingin sekali pergi makan malam denganku sambil menunjukkan wajah ngambeknya. Harus kah aku menurutinya? Biarkan aku sendirian.

 “Jadi sekarang waktu nya Aya ya…”(ana)

 “Apa yang kau maksud “waktu nya”?”(renji)

Tolong jangan bicara seperti aku ingin mengejar banyak gadis. Aku menatapnya dengan wajah muak saat Anastasia menggigit jarinya sambil memasang wajah serius. Kau menganggapku apa? Apa kau pikir aku ini orang yang sesuai dengan ekspektasi mu? Bahkan beberapa saat lalu Kuuki memanggilku untuk membahas bagaimana hubunganku dengan seorang wanita, itu akan membuatku menangis kau tahu? Yah, sebenarnya tidak juga.

Tapi terlepas dari itu, kelihatannya Utano-san hubungan nya sedang tidak baik dengan Solnea. Bagaimana aku harus membujuknya? Hal yang mudah adalah menyuruh mereka untuk bertemu dan mengakhiri semuanya. Aku ingin mengakhiri kesalahpahaman ini. Ya, memang kuakui Solnea itu cantik tapi bukan artinya aku nafsu padanya. Aku bukan orang yang seperti itu. Jika aku melakukan nya, seseorang di suatu tempat akan merasa sakit hati. Bahkan orang bodoh mengerti akan hal itu. Bukan berarti menyelesaikan perasaanku tentang Eru, Utano-san, Aya dan yang lainnya.

Aku benar-benar berpikir, Harem itu menyenangkan. Hanya ketika aku bukan orang yang terkait akan hal itu.