Penyergapan
(Penerjemah : Hikari)
Saat pagi tiba, Kepala Pastor telah menemui Baron Blon sembari memberikan salah satu cawan kecil. Hanya ini yang perlu kami lakukan bagi kota-kota pertanian yang dikuasai para bangsawan. Di masa lalu ketika biara memiliki kelebihan biarawan dan biarawati, mereka juga dikirimkan ke kota-kota pertanian bangsawan. Tapi kekurangan mana saat ini begitu membatasi sehingga tidak lagi bisa dilakukan, terutama mengingat bahwa mereka juga telah meminjamkan mana ke duchy-duchy lainnya.
Kelihatannya, kami hanya perlu mengirimkan berkat secara langsung dari cawan besar pada kepala-kepala desa yang berkumpul di rumah-rumah musim dingin di Distrik Pusat—itu adalah wilayah di dalam duchy yang dipimpin secara langsung oleh archduke dan tidak ada bangsawan lain. Para bangsawan yang memerintah di tempat lain bisa mengaktifkan cawan-cawan kecil sendiri.
…Jika semua bangsawan memiliki mana dan bisa mengisi cawan-cawan kecil, untuk apa biara melakukan Upacara Persembahan besar-besaran dan kemudian mengantar cawan-cawan yang sudah terisi itu pada mereka? Bahkan misalkan ada semacam alasan mereka tidak bisa mengisinya sendiri, kenapa tidak serahkan saja pada para bangsawan itu sebelum mereka kembali ke provinsi mereka untuk menghemat usaha mengantarkannya? Ini tidak masuk akal.
Aku bersikap seakan aku mengerti, tapi sebenarnya tidak. Pada akhirnya aku hanya mengangguk dan menyimpan pikiran itu dalam hati, menganggap bahwa mungkin ada sebuah penjelasan mengapa mereka melakukan pekerjaan merepotkan tanpa alasan ini.
Begitu Kepala Pastor menuntaskan pertemuannya dengan Baron Blon, kami menghabiskan sisa hari dengan terbang di sekitar wilayah penghasilan biji-bijian Distrik Pusat di mana desa-desa pertanian terbesar berada. Kemudian, setelah melakukan Doa Musim Semi di lima rumah musim dingin rakyat jelata, kami sekali lagi pergi ke kota pertanian yang diperintah oleh seorang bangsawan dan menginap semalam. Saat pagi tiba, Kepala Pastor bertemu dengan bangsawan tersebut dan menyerahkan cawan lainnya.
Kami melalui proses Doa Musim Semi yang sama keesokan harinya, dan hari berikutnya. Kemudian, kami selesai dengan kota-kota pertanian di Distrik.
"Mulai besok, kita hanya akan mengunjungi wastu para bangsawan," Kepala Pastor berkata dengan ekspresi agak muram.
Kami umumnya bepergian dengan tunggangan sihir sambil melintasi wilayah bangsawan, tapi entah untuk alasan apa yang melampaui pemahamanku, kami terkadang bepergian hanya dengan kereta. Dan ketika kami sedang di perjalanan menuju wastu bangsawan, kami naik ke kereta saat sudah dekat dari wastu untuk bertindak seakan-akan kami bepergian dengan kereta selama itu.
Di saat-saat seperti itu, Kepala Pastor menyuruhku menyembunyikan wajah dengan semacam kain tudung yang dikenakan anak-anak perempuan bangsawan, dan ketika kereta yang berguncang-guncang tiba di wastu, hanya aku, Kepala Pastor, Fran, dan Arno yang akan masuk ke dalam; Sylvester dan para kesatria akan tetap di kereta. Aku tadinya cemas Sylvester akan membuat keributan karena dia biasanya suka mencari perhatian, tapi dia selalu akan menunggu di dalam kereta tanpa protes.
“Wastu Viscount Gerlach adalah tujuan kita berikutnya, dan kita akan tiba dengan kereta. Ayo berangkat,” kata Kepala Pastor sementara kami berkendara di atas tunggangan sihir kami. Saat ini masih pagi-pagi buta dan dia baru saja mengirimkan sebuah cawan pada seorang bangsawan, dan sekarang sedang melaju melintasi langit untuk mengejar kereta yang sudah pergi mendahului kami. Dia menjelaskan bahwa kereta-kereta itu memiliki alat sihir di dalamnya yang memungkinkan Kepala Pendeta untuk mendeteksi lokasi mereka dari jarak jauh.
Kami bertemu kembali dengan kereta-kereta itu tanpa masalah. Kami selalu duduk dengan Karstedt serta Sylvester di satu kereta sementara aku duduk kereta lain dengan Damuel dan Kepala Pastor. Kelihatannya itu adalah penyebaran terbaik untuk alasan pertahanan dan serangan. Pertarungan sama sekali berada di luar kemampuanku, jadi aku menerima perkataan mereka begitu saja.
“Viscount Gerlach menunjukkan minat yang sangat besar padamu, Myne. Dia secara khusus memintamu untuk mengunjungi wilayahnya selagi Doa Musim Semi, tapi ketahuilah bahwa dia cukup dekat dengan Kepala Uskup. Kau sebaiknya bersikap waspada di sekitarnya.” Kepala Pastor kelihatan sangat tegang, karena dia menginstruksikan aku untuk menurunkan tudung agar lebih menutupi wajahku daripada biasanya.
Kami dipanggil untuk menemui Viscount Gerlach begitu kami tiba, sehingga Kepala Pastor, Arno, Fran dan aku menuju ke wastu, meninggalkan kereta-kereta di belakang kami.
“Aah, Pastor Ferdinand yang baik! Terima kasih sudah bepergian sejauh ini untuk menemuiku. Apakah dia ini novis yang sering kudengar beritanya itu?”
Mungkin karena konfirmasi yang kurang jelas, suara pria itu terdengar lengket menjijikkan untukku. Aku sama sekali tidak bisa melihat wajahnya karena aku berlutut dan tudung masih menutupi wajahku. Yang bisa kulihat dari sudut penglihatanku bagian bawah kakinya saja, tapi itu cukup membuatku tahu bahwa dia sepertinya sedikit gemuk.
“Kalian akan menginap malam ini, bukan? dia melanjutkan. “Aku siap menyambut kalian!”
“Sayangnya, kami didesak oleh waktu dan akan segera pergi. Kami akan menginap di kediaman Count Leisegang malam ini.” Kepala Pastor menyerahkan cawan tersebut, kemudian segera mengakhiri percakapan dan langsung pergi. Dia menangani seluruh prosesnya dari awal hingga akhir, jadi semuanya rampung bahkan tanpa aku melihat wajah Gerlach.
Kami pergi dari wastu Gerlach sebelum tengah hari, tapi baru malam hari kami tiba di wastu musim panas Count Leisegang di provinsi tetangga. Aku sudah bepergian dengan tunggangan sihir begitu sering sampai-sampai aku tidak begitu menyadari betapa lambat kereta-kereta saat dibandingkan. Kepala Pastor berkata kami bepergian dengan kereta karena dia tidak ingin kami tiba sebelum para pembantu kami selesai menyiapkan kamar kami, tapi dinilai dari caranya terus melihat ke belakang kami, kurasa ada alasan lainnya.
Kelihatannya provinsi Count Leisegang lebih besar daripada bangsawna lain di duchy ini, tapi bangunan yang dikhususkan untuk para biarawan yang hanya berkunjung dua kali setahun sama kecilnya dengan yang kami biasa kami gunakan, dan aku tidur di kamar bagi para pelayan sekali lagi. Kepala Pastor menyuruhku minum salah satu ramuan racikannya karena takut dengan efek rasa lelahku akan berdampak pada kesehatanku, dan hasilnya, aku tidur pulas sampai pagi dan bangun dengan perasaan sangat segar.
Di pagi yang menyegarkan itu, Kepala Pastor segera memanggilku ke kamarnya dan menyodorkan sebuah alat sihir peredam suara.
“Para perampok memasuki kamar Karstedt semalam,” katanya, tapi hanya aku yang memiringkan kepala kebingungan. Semua orang memperlihat ekspresi muram, seakan mereka sudah mengetahuinya.
“Perampok? Seperti, pencuri atau semacamnya?”
“Tidak, mereka para penculik yang mencarimu,” jelas Karstedt. “Keduanya pria, dan mereka mencoba untuk pergi begitu mereka melihat bahwa tonjolan tubuh di tempat tidur itu terlalu besar untukmu. Aku melompat dari tempat tidur saat itu juga dan mencoba untuk menangkap mereka, tapi…” Karstedt melambat dan menatapku seakan sulit baginya untuk mengatakan apa yang terjadi selanjutnya.
“Apa mereka berhasil kabur darimu?”
“Tidak. Aku menangkap salah satunya dan meninggalkan dia pada Tuan Besar Ferdinand, berpikir kalau aku dapat mengumpulkan sedikit informasi yang kubisa. Ada kuda-kuda di sebelah timur wastu, dan dia melarikan diri dengan salah satunya. Aku memanggil tunggangan sihirku dan pergi mengejarnya, tapi begitu aku bisa, dia meledak bersama dengan kudanya.
“...Bwuh?” Pikiranku menolak bagian terakhir dari kalimatnya, tidak ingin memahaminya. Dia meledak bersama dengan kudanya? Itu sama sekali tidak masuk akal.
Sylvester melihat aku yang membeku di tempat, melanjutkan. “Dan orang yang Karstedt tangkap itu menghabisi dirinya sendiri sementara Ferdinand melucutinya. Saat yang satu lagi tewas karena ledakan, semuanya berakhir.”
“Aku berpikir untuk tidak memberitahumu, tapi sebagai target mereka, kuputuskan akan lebih baik kalau kau sadar situasinya,” kata Kepala Pastor. “Melihat bahwa mereka tahu di mana kau menginap, kita bisa menyimpulkan bahwa Viscount Gerlach ada di balik ini. Myne, waspadalah.”
Dia langsung mengumumkan siapa tersangkanya dengan nada berwibawa. Aku perlahan melihat sekitar ke orang-orang yang berkumpul ini, menaruh sebelah tangan di dadaku seakan menahan rasa takut dan gelisah yang meliputiku.
“...Apa tidak ada kemungkinan bahwa Count Leisegang adalah penjahatnya?” tanyaku, tapi Karstedt langsung menampik dengan gelengan tegas kepalanya.
“Sama sekali tidak mungkin. Mereka adalah keluarga dari pihak ibuku; mereka tidak akan pernah membahayakan siapapun yang bersamaku.”
Kami menyelesaikan sarapan yang sulit untuk dinikmati, kemudian beranjak dari Wastu Leisegang. Malam kami berikutnya akan dihabiskan di provinsi paling ujung selatan duchy. Kami mengirimkan kereta kami ke arah itu, kemudian menghabiskan pagi dan siang dengan mengunjungi wastu para bangsawan satu per satu.
"Sekarang, ayo bergabung kembali dengan kereta-kereta."
Kami menyelesaikan urusan kami tanpa masalah sama sekali, dan Kepala Pastor mengalihkan tunggangan sihirnya ke jalan besar supaya kami dapat menyusul kereta-kereta yang sedang menuju ke ujung selatan duchy.
Setelah terbang selama semenit, seberkas cahaya merah melesat ke langit. Ekspresi semua orang berubah—itu adalah cahaya merah yang Ordo Kesatria gunakan untuk meminta bantuan.
"Penyergapan!" raung Karstedt, mempercepat tunggangan akhirnya dalam sekejap. Griffon-nya langsung melesat ke tempat cahaya merah itu berasal.
“Ikuti kami!" seru Kepala Pastor sambil membumbung tinggi melewati kami dengan singanya.
Panik karena berpikir akan ditinggalkan di belakang, aku menoleh pada Damuel dengan tanganku di atas tali kekangnya. "Tuan Damuel, kita juga harus bergegas!"
"...Saya tidak punya cukup mana yang diperlukan untuk pergi secepat itu."
"Kalau begitu pakai punyaku." Aku mengencangkan genggamanku di tali kekang, putus asa untuk segera pergi, dan segera merasakan mana-ku mengalir keluar dariku. Kecepatan kuda bersayap itu pun melesat tajam.
“Terima kasih!"
Jalan itu membentang di antara hutan dan dataran yang naik turun, dan tidak lama kemudian aku bisa melihat sekumpulan kereta di pinggir penglihatanku. Di dalamnya ada Fran, Rosina, Hugo, dan Ella… tapi kereta-kereta itu dilingkupi semacam kabut hitam aneh.
"Benda hitam apa itu?!" aku berteriak pada Damuel. Kami akhirnya menyusul yang lain, tapi kami bergerak begitu cepat sehingga mereka mungkin tidak bisa mendengarku.
“Itu adalah dinding penghalang Dewa Kegelapan. Dinding itu menyerap mana, jadi serangan sihir tidak mempan terhadapnya. Fakta bahwa gerombolan penyergap bisa membuat sesuatu seperti itu berarti mereka pastinya terlibat dengan bangsawan. Menyerangnya begitu saja akan sulit sampai kita mengetahui mana jenis apa yang sedang kita hadapi," kata Damuel, suaranya terdengar begitu tegang.
Saat itulah sekitar seratus orang bersenjata—para petani, sepertinya—membanjir keluar dari dalam hutan dan menyerbu kereta. Memikirkan bahwa Fran dan yang lainnya berada dalam bahaya membuat kepalaku kosong, dan aku menyuruh Damuel untuk menarik tali kekang agar membawa tunggangan sihir yang sedang kunaiki ke sebelah Kepala Pastor.
"Kepala Pastor! Kalau sihirmu tidak mempan pada kereta itu, tolong gunakan untuk menyingkirkan orang-orang itu sebagai gantinya!"
“Tunggu! Mereka mungkin saja penduduk duchy ini, kau tahu!" Sylvester memprotes dengan wajah tertegun, tapi aku hanya memberinya pelototan tertajam yang kubisa. Penjahat-penjahat itu mencoba menyakiti orang-orang yang kusayangi; aku tidak peduli siapa mereka.
"Fran dan Rosina jauh lebih penting untukku daripada mereka! Aku hanya harus berdoa pada para dewa agar sihirnya terjadi, 'kan?!" Aku memikirkan pada dewa mana sebaiknya aku berdoa saat aku mulai melepaskan mana yang tertahan dalam diriku. Kekuatan itu mengalir dan mulai mengisi tubuhku, membuat cincin dan gelangku bersinar.
"Ferdinand!" Sylvester meraung. "Hentikan dia sebelum terlambat!"
"Tidak ada yang bisa menghentikan dia sekarang!" Kepala Pastor balas berteriak.
“Tidak ada?! Kita tidak tahu berapa banyak orang yang akan mati kalau dia melancarkan serangan dengan mana sebanyak itu! Ini bisa menjadi pernyataan perang kalau serangannya melewati perbatasan duchy! Setidaknya, ulur waktu sedikit agar aku bisa memperkuat dinding perbatasan!”
“Dia tidak bisa dihentikan, tapi kita bisa mempengaruhi arah amukannya,” Kepala Pastor berkata pelan. Dia mendekatkan singanya pada kuda bersayap kami dan menatapku. “Myne! Kalau kau ingin melindungi Fran dan yang lain, berdoalah pada angin!”
Karena aku masih belum memutuskan untuk berdoa kepada dewa yang mana, gambar Dewi Angin buatan Wilma langsung muncul di pikiranku, diikuti dengan penelitian yang sudah kulakukan sendiri.
Shutzaria sang Dewi Angin adalah Dewi Musim Gugur. Begitu Dewi Musim Semi melemah, dialah yang melindungi adiknya, sang Dewi Tanah, sementara Dewa Kehidupan mendapatkan kembali kekuatannya. Dia menahan Dewa Kehidupan dan es serta saljunya dengan perisai angin sampai musim panen usai. Tidak seperti Dewi Air yang menyapu habis salju serta es yang mengurung Dewi Tanah, dia bisa disebut sebagai dewi yang khusus dalam pertahanan dan perlindungan. Dia adalah sosok yang sempurna untukku berdoa saat ini.
Aku memandang tajam barisan kereta yang tertutupi kabut hitam, kemudian menarik napas dalam-dalam. ...Aku akan melindungi Fran dan yang lain apapun yang terjadi!
“Oh Dewi Angin Schutzaria, pelindung segalanya. Oh kedua belas dewi yang melayani di sisinya…”
Aku memulai doaku dengan mengucapkan namanya dan dengan segera bisa merasakan mana yang membengkak dalam diriku ini mengambil bentuk—kekuatan yang dimaksudkan untuk melindungi apa yang penting bagiku, tidak menyerang musuhku, mengalir keluar dari seluruh tubuh ke lengan kiriku, di mana itu mulai berputar bagaikan pusaran.
“Myne! Bentuklah perisai di atas dinding penghalang Dewa Kegelapan, supaya mana-mu tidak diserapnya!” Kepala Pastor memperingatkan.
Aku mengangguk kecil sambil tetap memandangi kabut di bawahku. Berkat doa-doa yang dipaksa untuk kuhapalkan selama ritual, kata-kata mengalir dengan mudah dari mulutku.
“Tolong dengarlah doaku dan pinjamkan aku kekuatan sucimu. Berikanlah aku perisai anginmu, sehingga aku bisa menghempaskan mereka yang berniat jahat.”
Feystone kuning di gelang yang Kepala Pastor berikan padaku mengeluarkan sinar paling terang, karena itu adalah warna suci dari Dewi Angin Schutzaria. Mana-ku meluap keluar, berubah menjadi cahaya terang menyilaukan dan melesat langsung ke kereta-kereta itu. Aku membayangkan sebuah kubah besar yang menaungi dinding penghalang hitam itu tapi tidak menyentuhnya, seperti yang disarankan oleh Kepala Pastor, dan mana tersebut bergerak sesuai yang kuinginkan seperti cat di kuas. Suara logam tajam memenuhi udara dan kubah membulat pun selesai. Dari atas, kereta-kereta dan kabut hitam itu terlihat seakan terperangkap dalam sebuah perisai suci yang diukir dari batu amber jernih.
“Hyaaaah!” Para pria bersenjata itu terus menyerbu, mungkin tidak menyadari penghalang baru atau mungkin terlalu sibuk menyerang untuk berhenti. Mereka yang berada di bagian depan yang pertama kali menabrak penghalang. Mereka segera terpukul mundur oleh angin kuat, membuat mereka semua terpental.
“Nguh?!”
“A-apa yang barusan?!”
Beberapa terpental beberapa meter, yang lain jatuh terjengkang dan membuat orang-orang di belakang mereka bergelimpangan seperti domino. Mereka melihat perisai angin itu dengan bingung, tidak mengerti apa yang telah terjadi.
“...Itu luar biasa,” kata Karstedt dengan mata agak membelalak sembari menyaksikan dari atas. Pendapatnya tentang perisai yang melindungi Fran dan Rosina benar-benar sama denganku.
“Ya ‘kan?! Kau juga berpikir begitu Tuan Besar Karstedt?! Benar-benar seperti yang kuharapkan dari perisai Dewi Angin Schutzaria! Doa syukur bagi dewi yang melindungi Fran dan Rosina!”
“Sudah cukup doanya!” Sylvester berseru jengkel begitu aku mengangkat tangan penuh semangat atas perisai itu, yang mana jauh lebih kuat daripada yang kuantisipasi.
...Tapi bukankah penting untuk berdoa dan bersyukur pada dewa setelah mereka meminjamkanku kekuatan mereka? Aku menyimpan pemikiran itu dalam hati dan mengintip ke bawah untuk melihat para pria bersenjata itu menyerbu perisai tersebut sekali lagi. Mereka kembali terhempas oleh angin kencang, menabrak orang-orang di belakang mereka ketika terpental. Perlu beberapa kali serbuan sebelum akhirnya mereka berhenti mencoba.
“Saya baru saja merasakan mana di dalam hutan,” kata Damuel, membuat semua orang melihat ke arahnya. Dia merasakan mana berarti seseorang telah mencoba menggunakannya untuk mengganggu perisai sihir itu, atau kalau tidak melindungi seseorang dari amukan angin. Aku sudah diberi tahu bahwa sulit bagi seseorang dengan mana yang banyak untuk mendeteksi orang yang mana-nya jauh lebih kecil daripada dirinya sendiri; Damuel sebagai seorang bangsawan kelas bawah bisa merasakannya, tapi tidak ada orang lain yang merasakan mana apapun sedang digunakan di hutan itu.
Ekspresi semua orang mengeras, dan Kepala Pastor memberikan perintah sambil memandangi kami satu per satu. “Sylvester, Karstedt, dan aku akan mencari di hutan. Damuel, kau tetap di sini di udara dan lindungi Myne!”
“Ya, pak!” Damuel mengangguk mantap, tapi Sylvester berseru “Tidak!” dan menggelengkan kepala.
“Damuel, ke sini sedikit!” kata Sylvester sebelum mendadak berdiri di atas singa Kepala Pastor. Kemudian, dengan begitu lincah sampai hampir tidak alamiah, dia melompat ke sayap kuda bersayap kami yang terbentang.
“Gyah?! Apa yang kau lakukan?! Itu bahaya!”
Mungkin karena terbuat dari batu, kuda bersayap ini sama sekali tidak berguncang ataupun goyah akibat Sylvester yang mendarat di sayapnya. Dia berjalan kemari dengan langkah cepat, menjaga lengannya terentang untuk mempertahankan keseimbangan.
“Kau mengganggu,” seru Sylvester sambil menyurukkan tangannya ke bawah ketiakku, mengangkatku tinggi dan mengayunkanku ke samping. Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi sementara dunia di sekitarku berguncang; yang bisa kulakukan adalah mengerjapkan mata.
Dia kemudian berteriak “Ferdinand, tangkap!” dan sebelum aku mengetahuinya, dia telah melemparkanku ke ketinggian dengan salah satu ayunannya. Ke udara kosong, begitulah.
“...Um?”
Aku dilemparkan ke udara tanpa ada waktu untuk mempersiapkan diri. Aku hanya menatapi langit di depanku, tanpa berkedip. Tidak ada gunanya menjulurkan tangannya, karena tidak ada apapun untuk kuraih. Yang bisa kulihat hanyalah langit biru luas yang terbentang ke semua penjuru.
“Novis?!”
Dalam gerak lambat, aku melihat Damuel menjulurkan tangannya padaku, terlihat sama terkejutnya denganku sementara Sylvester melompat melewati kepalanya untuk duduk di belakangnya.
Untuk sekejap setelah dilempar aku mengapung di udara, tapi gravitasi segera mencengkeram dan aku mulai jatuh. Rambutku menampar-nampar wajahku ketika angin bertiup di sekitar tubuhku, dan rasa sakit yang mendadak menyentakku kembali sadar. Aku terkesiap, menyadari bahwa aku telah dilempar untuk bungee jumping tanpa kabel tanpa menghiraukan keselamatan atau kesehatan emosionalku.
“GYAAAAAAAAH!”
“Ini dia.” Kepala Pastor menggerakkan tunggangan sihirnya dan menangkapku, telah memprediksikan dari lemparan Sylvester di mana aku akan jatuh. Aku mungkin jatuh tidak lebih dari semeter, tapi rasanya seperti seratus meter untukku.
Dilemparkan ke udara kosong tanpa ada cara untuk menyelamatkan diriku sendiri rasanya begitu menyeramkan sampai-sampai aku secara insting menempel erat-erat pada Kepala Pastor untuk perlindungan. Sekalipun dia telah menangkapku, tubuhku tetap saja gemetar ketakutan tak berdaya.
“I-itu….menyeramkan…”
“Aku bisa membayangkannya.” Kepala Pastor menepuk punggungku untuk menenangkan sementara aku menempel padanya. Tapi mendengar sumber terorku, Sylvester, bicara lagi membuat tubuhku gemetar.
“Ferdinand, kau diam di situ! Siapapun yang ada di hutan mungkin adalah umpan!”
“Baiklah.”
“Perbatasan di dekat sini. Kita akan menangkap mereka sebelum mereka kabur. Ayo, Karstedt!”
“Baik!” Karstedt memberikan tanggapan singkat, dan mereka sama-sama terbang ke hutan dengan tunggangan sihir mereka.
Kepala Pastor berkata dengan suara pelan sambil menyaksikan mereka pergi. “Apa yang dia lakukan memang sembrono, tapi itu adalah keputusan yang dibuat berdasarkan logika yang memprioritaskan keselamatanmu. Maafkan dia, untukku.”
“Apa?”
“Mereka yang ada di hutan tidak memiliki mana lebih banyak daripada Damuel. Adalah hal yang ideal baginya berada di sana untuk mendeteksi lokasi mereka. Terlebih lagi, jika si pengguna sihir memang adalah umpan, akan berbahaya meninggalkanmu dan Damuel sendirian saja.”
Kepala Pastor mengamati sekeliling kami tanpa menurunkan kewaspadaannya sedikit pun. Aku bisa tahu bahwa diriku benar-benar dalam bahaya, dan sekarang bukanlah waktunya untuk gemetar ketakutan.
“Myne, bisakah kau berdoa denganku untuk keberhasilan mereka dalam pertarungan?” Kepala Pastor memberitahuku sesuatu yang bisa kami lakukan sambil tetap terlindungi di udara, dan aku menanggapi dengan sebuah anggukan kecil. Melakukan sesuatu untuk membantu akan mengalihkanku dari betapa takutnya aku.
Begitu Kepala Pastor mengajariku kata-kata doanya, kami merapalkannya bersama.
“Oh Dewa Perang Angriff, dari kedua belas yang agung Dewa Api Leidenschaft, kami berdoa agar engkau memberkati mereka dengan perlindungan ilahimu.”
Gelang yang Kepala Pastor dan aku kenakan mengeluarkan sinar biru terang, cahaya-cahaya yang kemudian melesat dari batu-batu feystone biru di gelang itu. Cahaya-cahaya tersebut saling memuntir, melesat menuju arah yang lain pergi.
Sylvester mengayunkan tongkat bercahayanya ke arah hutan dan mengirimkan seekor burung merah besar terbang menjauh darinya. Aku menyaksikannya, berpikir itu kelihatan sangat mirip seekor phoenix, dan melihatnya mengembangkan sayap sebelum terlihat seperti meleleh ke udara kosong. Sebuah dinding merah transparan kelihatan seakan muncul dari tempat burung itu mengembangkan sayapnya. Kemudian, seekor burung kuning yang sama besarnya melesat keluar dari tongkatnya juga, berputar-putar di udara sambil hancur berkeping-keping dan mengirimkan bubuk-bubuk berkilauan menghujani bawahnya.
Karstedt mengubah tongkat bersinarnya menjadi pedang lebar dua tangan di saat bersamaan dengan burung merah menjadi dinding. Bilahnya yang sangat besar bersinar dengan semua warna pelangi, dan dia mengayunkannya sambil mengeluarkan raungan perang.
“GRAAAAAAAAH!”
Cahaya menyilaukan membuncah dari pedangnya dan melesat langsung ke dalam hutan.
“Bwuh?!”
Sebuah suara yang amat luar biasa besar memekakkan telinga mengguncang udara seakan sebuah meteor telah jatuh ke tanah, dan perasaan ini semakin diperkuat dengan tanah yang berguncang seakan gempa bumi. Ledakan yang terjadi di saat berikutnya menghancurkan seluruh bagian hutan dan aku merasakan sejumlah mana dalam diriku merosot drastis, mungkin karena melindungi kereta dari kekuatan ledakan itu.
“Itu terlalu berlebihan…” gumam Kepala Pastor, membuatku kembali sadar.
Aku melihat ke arahnya. “Kereta! Apa keretanya tidak apa-apa?!”
“Mereka sepertinya sama sekali tidak terluka, berkat pelindung ganda Kegelapan dan Angin.”
“Wh-Whew,” aku menghela napas lega karena telah melindungi kereta-kereta itu. Tapi kecemasanku dengan cepat digantikan dengan rasa pusing yang hebat, dan aku harus mencengkeram dada Kepala Pastor agar tidak jatuh.
“Apa ada masalah, Myne?”
“Begitu aku tahu semua orang selamat, semua tenagaku menghilang. Sekarang aku sedikit kedinginan.”
Saat aku memberitahu dia kalau aku lemas dan merasa dingin, Kepala Pastor memandangiku dengan bingung dan menaruh sebelah tangannya di leherku. “Kau cukup dingin sekarang. Apa mungkin kau menggunakan terlalu banyak mana?”
“...Huh? Oh, mungkin.” Kalau dipikir lagi, aku merasakan sesuatu yang mirip dengan ini setelah melakukan persembahan pertamaku. Saat itu aku bisa memulihkan diri dengan membiarkan mana dalam diriku mengalir sedikit mengitari tubuhku. Aku coba melakukannya lagi, tapi sepertinya aku sudah menggunakan hampir semua mana-ku untuk membuat perisai angin setelah melakukan semua ritual Doa Musim Semi itu. Sampai saat ini aku selalu memaksakan mana-ku yang berlebih ke dalam kotak di dalam diriku; ini pertama kalinya aku merasa tidak cukup. Aku tidak tahu harus berbuat apa.
“Kepala Pastor, aku tidak punya cukup mana tersisa. Aku tidak punya mana yang cukup untuk disirkulasikan ke seluruh tubuh,” jelasku, yang membuat Kepala Pastor mengamatiku lekat-lekat dengan rasa tidak percaya di matanya.
“Kau, kehabisan mana? Satu-satunya ramuan yang kupunya yang bisa membantu hal separah itu ada di dalam kereta. Kita tidak bisa mengambilnya sampai kita bisa memastikan kondisinya aman. Untuk saat ini… Minum ini. Ini adalah pilihan terakhir, tapi lebih baik daripada tidak sama sekali.”
Kepala Pastor mengambil sesuatu mirip tabung uji percobaan dengan dekorasi emas dari sabuknya dan menekan sebuah batu kecil bulat di atasnya. Bagian atas tabung uji itu pun terbuka.
Dia memberikannya padaku, dan sebuah endusan singkat memberitahukan bahwa obat yang rasanya luar biasa tidak enak itu tidak di dalamnya. Aku langsung meneguknya dan mendapati cairan manis menyebar di dalam mulutku. Dipikir lagi, rasanya sangat mirip dengan potion yang dia minumkan padaku sebelum menggunakan alat sihir pelacak ingatan. Yang waktu itu rasanya lebih pekat, tapi secara garis besar rasanya sama. Dan keduanya juga membuatku mengantuk.
“Pejamkan matamu dan biarkan rasa kantuk menguasaimu. Ketika kau bangun, itu waktunya untuk omelan dan ramuan yang sangat kau benci.”
Aku menganggukkan kepala, kemudian memejamkan mata.
“Suster Myne, apa Anda sudah bangun?”
“...Rosina.”
Aku terbangun dengan Rosina yang menatapi wajahku, seakan sedang mengawasi untuk memastikan aku tidur pulas. Begitu menyadarinya, aku perlahan duduk di tempat tidur, namun kepalaku langsung berputar seakan-akan kehilangan banyak darah. Aku membiarkan kepalaku jatuh kembali ke atas bantal.
“Anda tidak boleh bergerak tiba-tiba. Anda sampai sejauh itu membahayakan nyawa dengan memaksakan diri untuk melindungi kereta dari bahaya, benar begitu? Kepala Pastor sangat jengkel dengan Anda.”
“Aku cukup siap untuk omelan apapun yang akan dia berikan, karena dia sudah memperingatkanku soal itu sebelum aku tidak sadarkan diri. Yang lebih penting, apa kau tidak apa-apa, Rosina?Apa yang lainnya baik-baik saja? Apa ada dari kalian yang terluka atau menderita apapun?”
Aku bertanya-tanya apakah aku sudah melakukan pekerjaanku dengan benar dan berhasil melindungi semua orang. Aku bahkan tidak ingin memikirkan kalau aku mungkin sudah menggunakan semua mana-ku dan pingsan begitu saja, dan akan mendapatkan omelan serta ramuan menjijikkan tanpa hasil. Itu akan menyedihkan.
“Semuanya baik-baik saja. Tidak ada yang terluka, dan tidak ada yang rusak maupun tercuri.”
“Benarkah? Syukurlah.” Aku kembali duduk di tempat tidur, dan mendengarkan penjelasan Rosina tentang apa yang terjadi di kereta.
Kereta-kereta tersebut terpaksa berhenti ketika kegelapan pekat membungkus mereka. Semua orang di dalam melongok ke luar dari jendela, dan terkejut ketika melihat para petani bersenjata muncul dari dalam hutan. Mereka mempersiapkan diri untuk serangan itu, namun para penyerang itu terpukul mundur oleh sesuatu. Kemudian sebuah cahaya mendadak menembus udara dan mereka mendengar teriakan-teriakan serta sebuah ledakan hebat, tapi karena bahkan tidak ada hempasan angin yang menyentuh kereta, mereka tidak tahu apa yang terjadi. Setelah Kepala Pastor dan yang lainnya tiba sesudah itu, barulah mereka mengetahui kalau mereka telah diselamatkan.
“Andalah yang paling menderita, Suster Myne. Hanya Anda yang tidak sadarkan diri, dan tubuh Anda begitu dingin ketika disentuh. Anda tidak berhenti gemetar,” jelas Rosina sementara kesadaranku memudar untuk kedua kalinya.
“...Pada dasarnya, ketika para petani dibandingkan dengan biarawan abu-abu, orang-orang yang menghasilkan makanan dan membayar pajaklah yang diutamakan. Kami bisa selamat hanya karena Anda, Suster Myne. Saya mengucapkan banyak terima kasih.”
Saat berikutnya aku bangun, Kepala Pastor membawakanku ramuan menjijikkan untuk diminum. Dia mengulurkan sebuah botol kecil berisi cairan hijau yang tidak asing lagi padaku. “Minum ini.”
“Uuh...”
Aku mencoba menjauh, tapi karena aku terperangkap di tempat tidur ini tidak ada tempat lain untukku pergi. Kepala Pastor memelototiku tajam karena menghindari ramuan itu meski tahu aku tidak punya pilihan selain meminumnya.
“Apa ada mana-mu yang sudah kembali?”
“...Belum.”
“Aku sudah menduganya. Tapi kita tidak bisa tinggal di sini selamanya. Apa aku harus mencubit hidungmu dan memaksamu meminumnya?”
Kami tidak bisa pergi sampai mana-ku pulih, dan kalau kekurangan mana membuatku menjadi beban bagi semua orang maka aku tidak ada pilihan kecuali meminum ramuan itu, tidak peduli betapa menjijikkan dan parahnya itu. Aku mengambil ramuan tersebut dari tangan Kepala Pastor yang terulur dan meminumnya, tanganku gemetar hebat.
“Ngh— Uugghh!” Aku menggeliat di tempat tidur, membekapkan kedua tangan ke mulut sementara air mata menggenang di mataku karena begitu parah rasanya.
Kepala Pastor menunduk melihatku dan mengangguk puas. “Teruskan menahan mulutmu dan dengarkan aku sampai ramuannya bekerja,” mulainya, sebelum menjelaskan kenyataan mengejutkan bahwa mereka sama sekali tidak tahu siapa yang telah memasang dinding penghalang Dewa Kegelapan atau yang mengorganisir serangan itu. Meski kedengarannya tidak bisa dipercaya, serangan Karstedt telah membuat lawan menjadi debu semata, membuat mereka tidak ada jalan untuk menyelidik lebih jauh. Mereka bahkan tidak bisa yakin kalau Gerlach terlibat.
Yang mereka tahu hanyalah pelaku saat itu ada dua dan, karena Damuel dapat merasakan mereka, siapapun yang melancarkan serangan tidak memiliki banyak mana. Penyerang itu tidak cukup kuat untuk membuat sendiri dinding penghalang Dewa Kegelapan, artinya pasti ada bangsawan yang membantu mereka, dan diperkirakan kemungkinan besar bangsawan dari duchy lain.
“Bagaimana kau bisa mengetahuinya?”
“Lebih dari setengah dari mereka yang menyerang kereta itu bukanlah penduduk dari duchy kita.”
Dia tidak akan memberitahuku bagaimana mereka bisa mengidentifikasi kependudukan mereka, tapi meski demikian, dinding Kegelapan kemungkinan dipasang oleh seorang bangsawan dari duchy lain, yang telah kabur menyeberangi perbatasan ke duchy lain sebelum Karstedt melepaskan serangannya.
“...Bukankah dia berusaha menangkap pelakunya?”
“Sepertinya dia menyerang dengan kekuatannya yang biasa, tapi ledakan itu ternyata lebih kuat dari dugaannya.”
Karstedt sendiri lebih terkejut dengan kekuatan serangan itu daripada siapapun. Kepala Pastor melirik ke arah lain dengan tidak nyaman, yang cukup untuk membuatku menduga apa yang menjadi masalahnya.
“...Apakah doa kita tidak diperlukan?”
“Mungkin. Jangan bicara soal itu kecuali diminta.”
“Baiklah.”
Dia kemudian memberitahuku bahwa Sylvester dan Karstedt telah kembali ke kota. Mereka kembali dengan tunggangan sihir, karena peristiwa ini perlu dilaporkan dan diproses melalui investigasi secepatnya.
“Biasanya tidak terpikirkan kereta-kereta yang membawa biarawan diserang, ‘kan? Jadi mereka harus melaporkan ini pada archduke agar menyelidiki ini?”
“...Kurang lebih begitu.” Kepala Pastor mengangguk, kemudian mengeraskan ekspresinya. Dia menunduk memandangiku dengan tatapan dingin sementara aku menggeliat untuk duduk dalam posisi yang lebih baik.
“Myne, apa kau benar-benar ingin tinggal dengan keluargamu?”
“Tentu saja.”
“Kalau begitu kenapa kau membiarkan dirimu kehilangan kendali atas mana-mu lagi?” tanyanya, dan aku terkesiap saat menyadarinya.
“Aku begitu khawatir dengan Fran dan Rosina, aku hanya… Aku tidak memikirkannya.”
“Situasi ini berakhir tanpa masalah karena kau memfokuskan mana-mu yang mengamuk untuk membuat perisai yang sangat kuat, tapi kau tetap membuat dirimu ditandai sebagai ancaman yang membahayakan lagi. Dan yang lebih penting, walaupun akhirnya kau baik-baik saja, itu hanya karena kau memiliki alat sihir, berdoa pada para dewa, dan mengaktifkan mantera. Kalau kau tidak melakukan semua itu, mana-mu yang tidak terkendali akan membunuhmu.”
Pada dasarnya, alat-alat sihir diperlukan untuk melepaskan mana seseorang. Itulah alasannya anak-anak dengan kondisi Pelahap tanpa peralatan sihir tewas sementara mana mereka berkembang seiring dengan pertumbuhan mereka, dan memakan mereka hidup-hidup. Aku bisa selamat dengan mempersembahkan mana di biara, tapi tidak tahu apakah tubuhku akan bisa bertahan kalau aku lupa diri dan membiarkan mana-ku mengamuk.
“Apa kau tahu dengan pasti apa yang terjadi pada mereka yang tewas karena kehilangan kendali atas mana mereka?”
Kepala Pastor pun menjelaskan dengan luar biasa mendetail bagaimana tepatnya bangsawan yang membiarkan mana mereka mengamuk itu tewas. Bagian yang mengerikan adalah nada suaranya yang datar.
“Pertama-tama, mana mulai merembes keluar dari tubuh mereka sampai akhirnya meledak seketika. Pada saat itu tubuh mereka tidak lagi bisa bertahan sebagai wadah untuk mana itu. Kulit mereka mulai membengkak dan menggelembung—benar, sangat mirip dengan bagaimana air mendidih menggelegak. Tapi ketika kulit tidak lagi bisa menahan mana maka itu semua meledak, membuat daging dan dar—”
“Gyaaah! Gyaaah! Gyaaah! Aku tidak mau mendengarmu! Tidaaaaaaak!” Aku menangkupkan kedua tanganku ke telinga dan menarik selimut ke atas kepala, tapi Kepala Pastor menyibaknya paksa dan menarik lepas tanganku dari telinga.
“Tahan dirimu, Myne. Aku belum selesai,”
“Maafkan aku, maafkan aku. Aku tidak akan melakukannya lagi! Aku tidak akan kehilangan kendali atas mana-ku lagi, jadi tolong maafkan aku! Aku tidak mau menggelembung! Aku tidak mau meledak! Hentikaaaan!” Aku bersujud di atas tempat tidur, menangis tersedu-sedu karena sangat ketakutan.
Kepala Pastor mengangguk ringan. “Baiklah kalau begitu. Kalau kau sampai kehilangan kendali atas mana-mu lagi, aku akan mengikatmu ke kursi sehingga kau tidak bisa menutup telinga ataupun kabur, kemudian kau akan harus mendengarkan setiap kata sementara aku menyelesaikan penjelasanku.”
Membayangkan diriku diikat di kursi dan dipaksa untuk mendengarkan semua penjelasan mengerikan itu, aku menggelengkan kepala kuat-kuat dan mati-matian menyingkirkan pikiran itu.
“Itu tidak akan terjadi lagi! Aku janji!”
Kesungguhan dalam nada suaraku membuat Kepala Pastor memperlihatkan sekilas seulas senyuman. “Kurasa aku akan bisa memanfaatkan ini untuk hal lain,” gumamnya, membuat hawa dingin menakutkan menuruni tulang punggungku.
0 Comments
Posting Komentar