Memories

(Author : Rafli Sydyq)


Dunia yang berwarna merah menyala, asap hitam yang membakar paru-paru, suara api yang berkobar, dan aroma daging yang terbakar. Itu semua adalah hal yang paling tidak mungkin untuk aku lupakan seumur hidupku.

Ingatan dimana aku yang hanya bisa terbaring tidak berdaya, aku yang hanya bisa diam tidak berdaya menyaksikan api membakar semua yang ada disekitarku. Satu-satunya yang bisa kulakukan hanyalah diam menunggu giliranku untuk tiba.

Perlahan aku bisa merasakan api mulai menggerogoti seluruh tubuhku. Dagingku mulai menghitam, darahku mulai mendidih.

Hanya satu yang kuharapkan.

Yaitu agar ini semua cepat berakhir.

Namun, takdir berkata lain.

Tim penyelamat telah datang dan membawaku keluar dari api yang berkobar. Aku selamat. Sebagai gantinya, lebih dari 90% anggota tubuhku terkena luka bakar tingkat lanjut. Tidak ada pengobatan yang mampu mengembalikan kondisi tubuhku seperti semula. Yang terbaik yang bisa dilakukan adalah menjagaku agar bisa tetap bernafas.

Mustahil bagiku untuk melanjutkan hidupku seperti biasa.

Sekarang aku hanya bisa terbaring lemas diatas ranjang khusus yang dingin. Semua kegiatanku sehari-hari kuhabiskan diatas ranjang tersebut.

Satu-satunya hal baik saat ini adalah tidak ada lagi wanita pengganggu yang datang untuk mengincar harta keluargaku. Aku senang sekaligus sedih karenanya.

Aku senang karena aku akhirnya bebas dari para rubah busuk itu.

Aku sedih karena sekarang sangatlah sulit untuk menemukan wanita tulus yang mau merawat pria menyedihkan seperti diriku.

Namun suatu hari, salah satu teman dekatku, tidak, sahabat terbaikku mengatakan padaku kalau dia mendaftarkan diriku pada sebuah event tanpa seijin dariku.

Event tersebut adalah sebuah tahap uji coba untuk sebuah game terbaru. Bisa dibilang kalau dia memaksaku untuk menjadi seorang Beta Tester.

Awalnya aku merasa kesal. Namun, sekarang sudah berbeda.

...

“Kenapa aku mengingat itu semua sekarang?” sambil menanyakan hal itu pada diriku sendiri, aku berusaha untuk bangkit dari tempat tidurku. 

Saat itulah aku menyadari kalau aku tidak mengenakan apapun dibalik selimutku. Tidak hanya itu, terdapat seorang gadis berambut silver sedang tertidur dengan lelap tepat disampingku. Tentu saja, dia juga tidak sedang mengenakan apapun.

“Ugghhhh!”

Seketika aku merasakan sakit luar biasa. Rasanya seolah-olah kepalaku sedang ditekan oleh sesuatu yang sangat berat.

“Alexis, ada apa?”

Gadis yang terbaring disebelahku, Noel, menanyakan kondisiku dengan wajah cemas.

“Tidak, hanya saja aku merasa pening”

“Sudah kubilang sebaiknya berhenti setelah botol yang kesepuluh, tapi kau tidak mau mendengarkan”

Botol? Kalau diperhatikan lagi, tubuhku dipenuhi oleh bau alkohol. Kurasa aku pergi minum tapi malah kebablasan. Tunggu dulu, aku sangat yakin kalau aku memiliki resitensi yang kuat terhadap alkohol.

“Kalau boleh tau, berapa banyak yang sudah aku minum?”

“Lima puluh, lebih”

Agghh... tentu saja, bahkan dwarf pun akan mabuk jika minum sebanyak itu.

“Setelah aku selesai membantu di rumah sakit darurat, aku segera pergi mencarimu kemana-mana, pada saat aku akhirnya menemukanmu, kau sudah bermandikan alkohol dan butuh usaha besar bagiku untuk menyeretmu keluar dari bar”

Kalau dipikirkan lagi, apa alasan aku pergi minum-minum hingga separah itu?

Seingatku, setelah selesai menjual dan membeli kereta baru, aku bertemu dengan Rafiel dan dia segera memintaku untuk menjaga tiga orang Petualang muda yang juga adalah Pemain.

Mereka terdiri dari dua Warrior dan seorang Witch.

Si Witch segera undur diri dan langsung pergi ke suatu tepat. Untuk jaga-jaga aku segera memerintahkan dua orang dari pengawal Rafiel yang juga dia tinggalkan untuk mengawasi Witch itu. Karena tidak ada laporan khusus, kurasa dia baik-baik saja.

Yang jadi masalah adalah salah seroang dari Warrior mereka. Lebih tepatnya yang berambut pirang.

Dia mengaku kalau dia sebenarnya adalah penggemarku. Dia juga berkata kalau alasan dia bermain game ini adalah karena diriku. 

Perasaanku menjadi campur aduk antara malu dan senang mendengarnya.

Setelah itu mereka memintaku untuk menunjukkan beberapa gerakan. Tentu saja aku setuju dan segera membawa mereka beserta para pengawal Rafiel ke tempat yang agak terbuka. Disana juga ada beberapa Petualang yang sedang beristirahat.

Melihat hal ini aku segera mengadakan pelatihan dadakan yang dihadiri oleh semua orang yang ada ditempat itu.

Aku melakukan itu semata-mata untuk mengisi waktu luang sekaligus meningkatkan potensi tempur untuk pertarungan yang akan datang meskipun hanya sedikit.

Semuanya berjalan lancar. Pada saat hari sudah sore kamipun membubarkan diri.

Warrior berambut pirang itu pun datang menghampiriku. Dia bilang ada sesuatu yang ingin dia tanyakan pada diriku. Setelah itu...

“Ugghhh... sakitnya tidak mau hilang”

“Makanya lain kali jangan berlebihan. Ini, air putih”

Noel pun menyerahkan segelas air putih padaku. Setelah meminumnya aku merasa sedikit segar.

Tanpa aku sadari Noel sudah memakai daster putih polos. Daster itu cukup tipis hingga aku bisa secara samar melihat kulitnya yang putih. Aku hanya bisa terdiam sembari mengagumi tubuhnya yang indah.

Sampai...

Tok... Tok... Tok...

Terdengar suara ketukan dari pintu. Dengan rasa kesal aku tanpa sadar menjawab sambil meninggikan suaraku.

“Siapa?!”

“Mohon maaf, saya diperintahkan oleh Putra Mahkota untuk menyampaikan pesan beliau”

Terdengar suara seorang laki-laki muda dari balik pintu, kemungkinan dia adalah salah satu dari pengawal Rafiel karena tidak mungkin bagi Aaron untuk mengutus orang asing sebagai seorang pengantar pesan.

Terlebih lagi, fakta kalau Aaron mengutus seseorang pagi-pagi buta seperti ini, menandakan kalau apapun pesannya, itu sangatlah penting.

“Baiklah, kau boleh bicara”

“Baik, Beliau berpesan “Semua {Tristen Trinity} diharapkan untuk berkumpul di ruang rapat” Beliau juga mengatakan kalau ini adalah masalah mendesak sehingga anda diharapkan untuk bergegas”

Dugaanku kurang lebih tepat sasaran. Jika begitu ceritanya, maka aku tidak punya pilihan lain.

“Baiklah, kau tunggu disana, aku akan segera bersiap”

“Baik”

Dengan begitu, aku segera bergegas untuk berpakaian. Kali ini aku tidak mengenakan armor yang biasa aku gunakan. Melainkan sebuah setelan mewah yang didominasi oleh warna merah tua. Ini adalah pakaian yang biasa aku gunakan untuk pergi ke acara penting. Mengingat situasi saat ini, maka ini adalah saat yang tepat untuk mengenakan pakaian ini.

Akan tetapi, karena aku jarang berpakaian seperti ini, maka aku terasa sedikit canggung saat sedang berusaha mengikat dasiku. Untungnya Noel membantuku dalam urusan itu.

Saat Noel sedang mengikat dasiku, ekspresinya seketika menjadi muram. Karena penasaran, akupun bertanya.

“Ada apa?”

“Tidak, hanya saja aku jadi teringat dengan ayahku”

Itu mengingatkanku. Rafael pernah berkata kepadaku kalau ayah Noel telah tiada karena diserang oleh bandit. Kejadian itu belum lama terjadi. Noel sekarang pastilah sangat merindukan Ayahnya. Mengikat dasiku pasti membuatnya teringat saat dia sedang mengikatkan dasi pada Ayahnya.

Pada saat aku masih melamun, tanpa kusadari Noel telah selesai mengikatkan dasiku. Dia lalu memandang kearahku dengan senyuman yang terasa seperti dia sedang bernostalgia.

Dengan spontan aku lalu mendekatinya dan mencium keningnya.

“Eh?”

“Tenang saja, aku bersumpah tidak akan pernah meninggalkanmu. Jadi kumohon, teruslah berada disisiku”

“Ya”

Setelah memandangi wajahnya, aku lalu segera berbalik dan meninggalkan kamar hotel.

Pada saat aku berbalik, aku melihat Noel, yang sedang mengenakan pakaiannya yang biasa, melambai kepadaku dari balik pintu.

Ya, dia mengenakan pakaiannya yang biasa. Dengan tambahan, sekarang terdapat sebuah Belati Ornamental terpasang dengan indah di pinggangnya.

“Sungguh, kapan aku memberikan itu padanya?”